Anda di halaman 1dari 60

USAHA MIKRO, KECIL, DAN

MENENGAH INDONESIA DI TENGAH


PANDEMI DAN POTENSI UNTUK
PEMULIHAN USAHA RAMAH
LINGKUNGAN DAN INKLUSIF
Kata Pengantar
Dengan ini kami mempersembahkan kepada Anda survei yang bertujuan untuk memberikan
gambaran menyeluruh tentang dampak pandemi terhadap usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) pada waktu pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di
tahun 2021 dimana para pelaku UMKM ini telah sangat terdampak oleh pandemi sejak awal
tahun lalu. UNDP, Kementerian Koperasi dan UKM serta perusahaan telekomunikasi Indosat
Ooredoo berkolaborasi untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini melibatkan lebih dari
3.000 responden dari seluruh Indonesia dan juga bertujuan untuk melihat kesiapan UMKM
untuk pemulihan usaha yang ramah lingkungan dan inklusif.

Penelitian ini penting karena UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
Pada tahun 2018, sektor ini mempekerjakan 97 persen tenaga kerja di Indonesia dan
menyumbang sekitar 61 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kemudian, studi
ini adalah contoh bentuk “kemitraan untuk mencapai tujuan” atau SDG 17, dimana berbagai
pemangku kepentingan, kementerian terkait, organisasi pembangunan, dan sektor swasta
berkolaborasi untuk memahami situasi UMKM dan merumuskan kebijakan berbasis bukti
tentang usaha yang ramah lingkungan dan inklusif. Kerjasama ini juga merupakan bagian dari
semangat baru Kementerian Koperasi dan UKM dalam logo transformasi UMKM yang baru saja
diluncurkan.

Survey ini menegaskan bahwa meskipun ada dampak dari gelombang kedua COVID 19 yang
cukup berat, dimana sebagian besar UMKM yang di survey mengalami imbas berupa
penurunan permintaan, pedampatan, nilai aset dan keuntungan. Namun terbukti UMKM masih
mampu bertahan dimana berdasarkan survei 45,2 % UMKM masih beroperasi normal, 30.9%
UMKM masih beroperasi sebagian dan bahkan tidak ada yang berniat untuk menutup usaha
secara permanen ditengah PPKM Darurat. Intervensi pemerintah juga telah mampu
meningkatkan ketahanan UMKM meskipun cakupannya masih harus diperluas.

Penelitian kami tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap dampak
pandemi antara UMKM yang dimiliki perempuan dan laki-laki. Akan tetapi afirmasi berbasis
gender dibutuhkan untuk UMKM. Hal ini dikarenakan pekerja perempuan lebih rentan
mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dibandingkan pekerja laki-laki. Selanjutnya 19, 7
persen UMKM yang dimiliki perempuan menerima bantuan tunai dibandingkan 26,9 persen
UMKM yang dimiliki laki-laki.,

Temuan ini memberikan petunjuk bagi kami untuk dapat merencanakan pemulihan yang lebih
inklusif. Sebagai catatan positif, sekitar 95% UMKM tertarik pada praktik ramah lingkungan,
dengan usaha yang dimiliki oleh perempuan menunjukkan tingkat minat yang lebih tinggi.
Sekitar 90% juga tertarik untuk menerapkan praktik usaha yang inklusif, sehingga penting
untuk melihat potensi UMKM dalam mempercepat upaya kita dalam perubahan menuju
ekonomi yang ramah lingkungan.

Saat Anda membaca laporan ini dengan seksama, kami meminta Anda untuk menterjemahkan
temuan kami ke dalam inisiatif dan kolaborasi nyata untuk membantu UMKM dalam
menghadapi situasi-situasi seperti pandemi saat ini dan bencana lain di masa depan.

UNDP, Kementerian Koperasi and UKM dan Indosat Ooredoo


Daftar Isi

04 09 13
Pendahuluan Gambaran UMKM Tantangan Selama
Saat Ini Pandemi

16 25 29
Kondisi Usaha Adaptasi Usaha Bantuan Untuk
Selama PPKM Sebelum PPKM UMKM
Darurat Darurat

37 43 48
Digitalisasi UMKM Kapasitas Ekspor Pemulihan Usaha
Ramah lingkungan
Dan Inklusif

54
Ringkasan Dan
Rekomendasi
Akronim dan Singkatan
BKF Badan Kebijakan Fiskal

BPS Biro Pusat Statistik

BPUM Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro

GDP Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto

IUMK Izin Usaha Mikro Kecil

KUR Kredit Usaha Rakyat

LPEM FEB UI Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia

UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah

NIB Nomor Induk Berusaha

APD Alat Pelindung Diri

PPKM Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat

PROSPERA Australia-Indonesia Partnership for Economic Development atau Kerjasama


Australia-Indonesia untuk Pembangunan Ekonomi

PWD People with Disability atau Penyandang Disabilitas

SIUP Surat Izin Usaha Perdagangan

SMS Short Message Service atau Layanan Pesan Singkat

TNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

UNDP United Nations Development Programme

UNICEF United Nations Children’s Fund


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peran UMKM terhadap ekonomi Indonesia tetap terancam oleh mutasi virus yang
sangatlah besar. Pada 2019, terdapat sekitar sangat menular. Tingkat ketidakpastian
65.4 juta UMKM yang menyediakan pekerjaan pandemi terlihat dari lonjakan kasus baru di
kepada setidaknya 119,5 juta pekerja. akhir Juni 2021 yang diakibatkan oleh varian
Besarnya skala kegiatan ekonomi UMKM delta, hanya sebulan setelah negara ini
berkontribusi pada 60,5% PDB Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif
(KemenkopUKM, 2019). pertama sejak kuartal pertama tahun 2020.
Untuk mencegah lebih banyaknya kematian
Pada tahun 2020, pandemi COVID-19 dan tingkat infeksi, Pemerintah Indonesia
berdampak besar pada sektor kesehatan dan menghentikan kegiatan-kegiatan ekonomi
ekonomi. Tindakan pembatasan mobilitas dengan melaksanaan pembatasan darurat
sosial dan ekonomi dalam rangka pada kegiatan masyarakat (PPKM Darurat).
mengendalikan transmisi virus yang
menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi. Meskipun sektor UMKM sebagian besar
UMKM di Indonesia pun menghadapi mampu bertahan dari krisis keuangan Asia
beberapa tantangan tidak terduga; 90% 1998 dan krisis global 2008,pandemi
UMKM mengalami penurunan permintaan memberikan tekanan besar pada sektor yang
dan sekitar 4 dari 5 UMKM mengalami menanggung kehidupan banyak orang
pengurangan margin keuntungan (UNDP dan Indonesia. Dengan peran besarnya di
LPEM FEB-UI, 2020). Berdasarkan study ekonomi, kebijakan-kebijakan yang
tersebut, UMKM di semua sektor secara rata- terinformasi dengan baik menjadi penting
rata tidak dapat bertahan lebih dari sepuluh untuk menjaga UMKM dari dampak pandemi
bulan jika pandemi terus berlanjut. yang berkepanjangan dan memberikan
pijakan bagi UMKM untuk berkontribusi pada
Terlepas dari kemajuan vaksinasi Indonesia pemulihan usaha ramah lingkungan dan
sejak awal 2021, proses pemulihan UMKM inklusif.

Tujuan Metodologi
Mengkaji dampak COVID-19 terhadap
Studi ini menggunakan platform
UMKM di Indonesia, dengan perhatian
survei daring yang terdiri dari 58
khusus pada periode PPKM Darurat.
pertanyaan yang terbagi menjadi 7
Mengukur tingkat digitalisasi dan
bagian.
kapasitas ekspor UMKM.
Survei menjangkau target responden
Mengidentifikasi kesiapaan UMKM
dengan mengirimkan SMS (SMS
untuk berpartisipasi dalam pemulihan
blast) yang menginformasikan
usaha yang ramah lingkungan dan
penerima tautan mengenai survei ini.
inklusif pasca pandemi.

5
Waktu Survey

Penelitian ini menargetkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia sebagai
responden survei. Untuk menjangkau mereka mengenai informasi survei online ini, UNDP
Indonesia bekerja sama dengan Indosat Ooredoo dan Kementerian Koperasi dan UKM
melakukan empat tahapan pengiriman SMS. Pada pengiriman tahap pertama SMS survey,
pesan singkat survei dikirimkan atas nama Indosat Ooredoo ke lebih dari 250.000 nomor
UMKM pelanggan Indosat. Nomor telepon yang teridentifikasi tidak menyelesaikan survei
dihubungi kembali pada pengiriman tahap kedua dengan pesan singkat yang sama yang
dikirim oleh Indosat Ooredoo. Pada pengiriman tahap ketiga, nomor-nomor yang belum
selesai survei dihubungi kembali melalui pengiriman SMS, akan tetapi kali ini atas nama
Kementerian Koperasi dan UKM. Pesan teks yang dikirim atas nama Kementerian Koperasi dan
UKM ternyata paling banyak mendapatkan responden. Pengiriman tahap keempat dari survei
mengirimkan pesan teks ke sekitar 270.000 nomor telepon UMKM bukan pelanggan Indosat.

6
Lokasi Responden
Hingga 9 September 2021, secara keseluruhan, 1.070.719 SMS dikirimkan dari 538.665 nomor
telepon, 11.448 orang tertarik dengan survei ini, dan 7.629 memulai pengisian survei. Sebanyak
3.011 pemilik UMKM tersebar di 32 provinsi menyelesaikan survei ini, dimana 80.0% berada di
wilayah Jawa-Bali. Studi ini juga menelusuri 40 UMKM panel yang berpartisipasi pada survei
UNDP dan LPEM-FEB UI tentang UMKM pada tahun 2020.

Catatan: Data hingga 9 September 2021, N = 3011

7
Profil Responden
Sebagian besar responden survei ini adalah pemilik usaha laki-laki tanpa disabilitas yang
menjalankan usaha berukuran mikro selama 0-4 tahun terakhir. Sepertiga responden juga
ditemukan sebagai anggota asosiasi usaha. 40 responden UMKM panel sebagian besar
berada di Jawa dan Bali (70%), menjalankan usaha mikro (97,5%) selama >4 sampai 8 tahun
(42,5%), dan dimiliki oleh perempuan (60%), dan usahanya terdaftar secara resmi (82,5%).
GENDER TAHUN MELAKUKAN USAHA REGISTRASI USAHA
Laki-laki: 63.2% 0-4 tahun: 38.4% SIUP: 11.9%
Perempuan: 36.5% >4-8 tahun: 31.0% IUMK: 19.5%
Lainnya: 0.7% >8-12 tahun: 14.8% NIB: 16.0%
> 12 tahun: 15.8% Tidak teregistrasi: 48.4%
Lainnya: 4.2%

UKURAN USAHA KEANGGOTAAN ASOSIASI STATUS DISABILITAS


Mikro: 98.3% USAHA Dengan disabilitas: 5.3%
Kecil: 1.3% Anggota: 30.6% Tanpa disabilitas: 94.7%
Medium dan besar: 0.4% Bukan anggota: 69.4%

Catatan: Data hingga 9 September 2021, N = 3011

Produk Dan Jasa Responden

Catatan: Data hingga 9 September 2021, N = 3011

Lebih dari sepertiga responden survei ini adalah pelaku usaha di bidang makanan dan
minuman, jasa, dan toko kecil (kelontong). Sementara itu, sekitar 1 dari 10 UMKM berfokus
pada dua atau lebih produk dan/atau jasa.

8
GAMBARAN UMKM SAAT INI
Kurang dari setengah UMKM yang disurvei masih beroperasi secara penuh. Kemudian
hampir sepertiganya tutup sementara. Kurangnya uang untuk membiayai produksi, penurunan
permintaan yang drastis, dan peraturan pemerintah merupakan tiga alasan tertinggi
penutupan sementara. Tidak ada dari UMKM yang disurvei memutuskan untuk menutup
usaha mereka secara permanen. Dari 40 panel UMKM panel, 33 di antaranya tetap
beroperasi meskipun melaporkan hanya dapat bertahan selama 6,8 bulan berdasarkan
survei tahun sebelumnya. Kurangnya uang untuk membiayai produksi juga
merupakanalasan terutama untuk penutupan usaha bagi 7 panel UMKM ini.

Dari 722 UMKM yang tutup sementara, 46% di antaranya telah tutup selama 6 bulan
terakhir sementara satu dari lima telah menutup usahanya selama 3-6 bulan. Ketidakpastian
kondisi pandemi sangat berpengaruh dalam rencana pembukaan kembali usaha, oleh karena
itu 57,3% usaha tidak yakin kapan mereka dapat memulai kembali aktivitas mereka. Mayoritas
dari mereka yang berencana untuk membuka kembali usaha, mengestimasi akan membuka
kembali usahanya dalam 1-2 bulan sejak survei dilaksanakan.

10
*Perbedaan antara kelompok yang tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 10%
+ Catatan, sampel untuk analisis berdasarkan gender adalah 3004 karena analisis pada gender
lainnya dikeluarkanakibat sampel yang sedikit.

Studi ini menemukan sedikitnya perbedaan status operasional UMKM berdasarkan


gender dari pemilik usaha dan lokasi operasi usaha. Akan tetapi, UMKM yang telah
mendigitalkan pemasaran produknya dengan mengikuti platform daring memiliki ketahanan
yang lebih besar dibandingkan mereka yang tidak. Proporsi usaha yang tutup sementara di
antara UMKM yang telah terdigitalkan secara substantial lebih kecil (21,6%) dibandingkan
UMKM yang tidak terdigitalkan (27,8%), mereka memilih mengatasi pandemi dengan hanya
mengoperasikan sebagian usahanya.

11
Berdasarkan hasil survei, UMKM dari sektor tertentu cenderung memiliki ketahanan yang lebih
besar dibandingkan dengan sektor lain. Misalnya bahwa UMKM yang bergerak dibidang
makanan dan minuman memiliki proporsi terbesar yang tutup sementara usahanya (27,7%),
diikuti oleh pertanian, perikanan, dan peternakan (24,3%), dan toko kecil (24,2%). Meskipun
studi ini tidak mengklasifikasikan sektor makanan dan minuman secara lebih rinci, namun
sebagian besar UMKM di sektor yang ditutup sementara ini sejalan dengan hasil pemetaan
ketahanan sektor usaha UMKM yang dilakukan oleh BKF (2021). Dalam pemetaan tersebut,
sektor usaha Hotel dan Restoran termasuk dalam 17 sektor yang paling terdampak dengan
kebutuhan waktu untuk pulih paling lama. Sementara itu, UMKM dengan fokus pada perabot
dan peralatan rumah tangga (18,9%) serta grosir, eceran, dan perdagangan (16,5%)
menunjukkan ketahanan terkuat yang terindikasi dari kecilnya jumlah usaha yang tutup
sementara. Hal ini dikarenakan industri penebangan kayu dan furnitur merupakan salah satu
sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi selama pandemi (BKF, 2021).

12
TANTANGAN SELAMA
PANDEMI
Pandemi COVID-19 telah memberikan tantangan bagi UMKM dalam skala yang tidak pernah
dialami sebelumnya. Sepertiga UMKM secara terus menerus mengalami tantangan di bulan-
bulan awal pandemi. Meskipun kegiatan ekonomi meningkat pada kuartal kedua 2021,
sebagian besar UMKM tetap melaporkan periode ini paling berat, salah satu kemungkinan
penyebabnya adalah karena adanya pelarangan perjalanan selama periode idul fitri.

*Perbedaan antara kelompok yang tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 10%
+ Catatan, sampel untuk analisis berdasarkan gender adalah 3004 karena analisis pada gender
lainnya dikeluarkan akibatsampel yang sedikit.

Secara keseluruhan, rata-rata lama periode waktu yang dianggap paling menantang oleh
UMKM adalah sebanyak 4,7 bulan, dengan bulan Mei 2021 merupakan bulan yang paling
berat bagi kebanyakan UMKM. Studi ini menemukan tidak adanya perbedaan secara
statistik pada rata-rata jumlah bulan yang menantang bagi UMKM berdasarkan gender
pemiliknya. Secara tidak terduga, UMKM yang sudah terdigitalisasi ditemukan mengalami
lebih banyak bulan yang menantang dibandingkan yang tidak terdigitalisasi. Selain itu,
UMKM di wilayah Jawa dan Bali juga ditemukan mengalami periode tantangan yang lebih lama
selama pandemi dibandingkan dengan UMKM yang usahanya berada di luar Jawa dan Bali

14
Bulan dimana terdapat proporsi terbesar dari UMKM menyebutkan bulan tersebut menantang,
berdasarkan sektor
N = 3,010

UMKM yang beroperasi di sektor usaha yang berbeda menyebutkan bulan yang berbeda
sebagai periode waktu yang paling menantang. Maret 2020 memiliki proporsi terbesar bagi
UMKM yang memproduksi furnitur, peralatan rumah tangga, kerajinan dan barang-barang kulit
sebagai bulan yang paling menantang. Di sisi lain, sejalan dengan hasil secara umum, bulan
Mei 2021 merupakan bulan yang memiliki proporsi terbesar sebagai bulan yang paling
menantang dari berbagai sektor.

Berbagai faktor dapat menyebabkan hal ini, salah satunya adalah sampainya UMKM pada
batas kemampuannya untuk bertahan mengatasi pandemi yang terus berlanjut. Hal ini juga
dapat dikaitkan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi pada Q2-2021, mungkin akan memaksa
UMKM untuk beradaptasi secara cepat dalam memenuhi permintaan yang meningkat. Akan
tetapi, riset lebih lanjut akan dibutuhkan untuk menghasilkan suatu kesimpulan.

15
KONDISI USAHA SELAMA
PPKM DARURAT
Kontekstualisasi Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) Darurat
Pada 3 Juli, pemerintah Indonesia menerapkan PPKM darurat di wilayah Jawa dan Bali untuk
membatasi transmisi dari varian delta COVID-19. Pembatasan, per 11 Juli 2021, termasuk:

Sumber: Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 18 Tahun 2021

17
Perbandingan Kondisi UMKM Sebelum
Dan Selama PPKM Darurat
Dalam membandingkan antara kondisi UMKM sebelum dan selama PPKM darurat, studi ini
menanyakan kepada UMKM kondisi mereka terkait permintaan, pendapatan, nilai asset dan
keuntungan selama periode awal pandemi (Maret 2020-Juni 2021) dibandingkan sebelum
pandemi COVID 19 dan kondisi awal pandemi dengan kondisi selama pemberlakuan PPKM
darurat (Juli-Agustus 2021). Penurunan ganda atau dua kali lipat didefinisikan sebagai kondisi
yang menunjukan bahwa UMKM telah mengalami penurunan selama awal pandemi kemudian
mengalami penurunan lagi dengan proporsi yang sama pada periode PPKM Darurat. Jika
UMKM telah mengalami penurunan ganda lebih dari 50% artinya selama pandemi berlangsung
mereka sudah mengalami dua kali penurunan lebih dari 50% atau minimal mereka sudah
menurun sekitar 75% terkait permintaan, pendapatan, nilai asset dan keuntungan.

Perbandingan Permintaan UMKM

PPKM Darurat telah memperburuk rendahnya permintaan dari masyarakat. Hal ini sejalan
dengan hasil dari studi UNDP dan LPEM FEB-UI (2020), dimana 94% usaha menghadapi
permintaan yang lebih rendah sebelum PPKM darurat. Hampir setengah UMKM melaporkan
permintaan mereka menurun lebih dari 50% sebelum penerapan PPKM darurat, 37,2% di
antaranya melaporkan penurunan dengan jumlah yang sama selama periode PPKM darurat.
Sedangkan sepertiganya mengalami penurunan di antara 20-50%, dimana 16,9% di antaranya
mengalami penurunan dengan jumlah yang sama selama PPKM darurat.

18
Perbandingan Pendapatan UMKM

Konsekuensi dari permintaan yang rendah adalah pendapatan yang lebih rendah bagi
UMKM di Indonesia. Hingga akhir Juni 2021, 53,7% UMKM mengalami penurunan pendapatan
lebih dari 50% dan 28,6% mengalami penurunan 20-50% dibandingkan sebelum pandemi.
Selama PPKM darurat, 41,5% dari kelompok pertama mengalami lagi penurunan pendapatan
lebih dari 50% selama kurang dari 2 bulan, sedangkan 17,2% UMKM mengalami penurunan
pendapatan 20-50% untuk kedua periode yang dibandingkan.

Perbandingan Nilai Aset UMKM

PPKM Darurat memaksa UMKM untuk melepaskan lebih banyak aset mereka. Hanya 12%
UMKM yang tidak mengalami pengurangan nilai aset selama implementasi PPKM darurat. UMKM
dengan keterbatasan keuangan harus menjual aset untuk membantu mereka menghadapi
kesulitan keuangan usaha selama pembatasan sosial. 39,1% UMKM mengalami pengurangan
setengah asetnya dari awal pandemi hingga Juni 2021. Sebesar 31,8% UMKM kemudian
menjual lagi lebih dari 50% aset mereka selama PPKM darurat untuk beroperasi, ditengah
kondisi yang semakin menekan kemampuan mereka untuk bertahan.

19
Perbandingan Keuntungan UMKM

Perjuangan terberat yang dihadapi UMKM selama implementasi PPKM darurat adalah
memperoleh keuntungan. Sebelum peningkatan kasus varian delta terdapat 55,3% UMKM
yang mengalami penurunan keuntungan lebih dari 50% dibandingkan waktu pre-pandemi,
sedangkan seperempat UMKM mengalami penurunan sebesar 20-50%. Dalam waktu kurang
dari dua bulan pelaksanaan PPKM darurat, 46,6% dari kelompok pertama kembali mengalami
penurunan keuntungan lebih dari 50%, sedangkan 15,4% dari kelompok setelahnya mengalami
penurunan keuntungan dengan jumlah yang sama dan 5,5% mengalami penurunan lebih dari
50%. Dari 40 panel UMKM, 25 diantaranya mengalami penurunan keuntungan ganda atau
penurunan dua kali lipat melebihi 50%, 5 diantaranya saat ini harus menutup secara
sementara usahanya.

20
Prevalensi Penurunan Keuntungan
Ganda >50%

Studi ini menginvestigasi lebih lanjut karakteristik UMKM yang paling rentan terhadap
penurunan keuntungan ganda (sebelum dan sesudah PPKM darurat) lebih dari 50%. Lebih
dari 50% UMKM di sektor fesyen, garmen, dan aksesoris mengalami penurunan
keuntungan ganda tersebut. Sektor dengan prevalensi tertinggi kedua yang megalami
penurunan keuntungan ganda adalah sektor makanan dan minuman, hal ini dikarenakan
adanya pembatasan makan di tempat selama PPKM darurat.

Sebagian besar UMKM di Jawa dan Bali mengalami penurunan keuntungan ganda yang
dikarenakan mereka berada dilokasi implementasi kebijakan PPKM darurat. Namun, UMKM
yang sudah terdigitalisasi (telah menjual produknya di platform daring) menunjukkan
prevalensi penurunan keuntungan ganda yang lebih rendah dibandingkan yang belum
terdigitalisasi. Di sisi lain, usaha yang dimiliki laki-laki serta usaha yang dimiliki perempuan
secara umum tidak memilik perbedaan dalam penurunan keuntungan ganda.

21
Tantangan UMKM Selama PPKM Darurat

*Perbedaan antara kelompok yang tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 10%
+ Catatan, sampel untuk analisis berdasarkan gender adalah 3004 karena analisis pada gender
lainnya dikeluarkan akibatsampel yang sedikit.
22
Isu pendanaan usaha menjadi tantangan utama yang UMKM hadapi selama PPKM darurat.
UMKM melaporkan bahwa akses ke pembiayaan menjadi hambatan operasional paling
menantang yang mereka hadapi. Kurangnya sumber pendanaan untuk membiayai produksi
juga merupakan alasan yang paling banyak disebutkan UMKM untuk penutupan usaha
sementara. Tantangan operasional substansial lainnya termasuk kesulitan pemasaran produk
dan peningkatan harga bahan baku. Selain kesulitan dalam mengakses pembiayaan, 30,4%
dari seluruh UMKM yang disurvei juga menemukan pembayaran angsuran utang yang
sebelumnya telah dijalani menjadi hambatan keuangan terbesar, diikuti oleh pembayaran
pengeluaran lainnya (26,5%) dan pembayaran biaya tetap seperti sewa tempat usaha (21,8%).

Gambaran Optimisme UMKM Terhadap


Keberlangsungan Usahanya

*Perbedaan antara kelompok yang tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 10%
+ Catatan, sampel untuk analisis berdasarkan gender adalah 3004 karena analisis pada gender
lainnya dikeluarkan karena sampel yang sedikit.

Dengan kondisi yang ada, sebagian besar UMKM mengalami penurunan optimisme. Hanya
3.8% dari UMKM yang disurvei optimis bahwa keberlangsungan usahanya akan bertahan lebih
dari 3 tahun.Sementara itu, 21.5% UMKM memperkirakan hanya dapat bertahan kurang dari 3
bulan, sedangkan mayoritas dari mereka (42.8%), termasuk 19 UMKM panel, melaporkan hanya
siap untuk bertahan pada 3-6 bulan kedepan. Tidak ada perbedaan yang spesifik antara
perempuan dan laki-laki dalam mengukur optimisme akan keberlangsungan usaha mereka
selama pandemi.

23
Secara sektoral, sektor yang berbeda menunjukkan ekspektasi yang berbeda terkait berapa
lama usaha mereka akan bertahan dalam kondisi sekarang. Satu dari tiga UMKM yang
bergerak di usaha komponen mesin diperkirakan akan menutup usahanya dalam waktu
kurang dari tiga bulan. Sektor dengan pandangan paling pesimistis kedua adalah sektor
pertanian, perikanan, dan peternakan, 23,7% diantaranya memperkirakan hanya mampu
bertahan kurang dari tiga bulan. Selain itu, sebagai sektor yang paling terpukul selama
pandemi, satu dari lima UMKM dalam sektor makanan dan minuman diperkirakan hanya
mampu bertahan kurang dari tiga bulan. Sekali lagi temuan ini sejalan dengan pemetaan
sektoral yang dilakukan oleh BKF (2021) yang menyatakan bahwa dibalik ketangguhan industri
makanan dan minuman, hotel dan restoran termasuk yang paling terdampak dan
membutuhkan periode paling lama untuk pulih.

Dengan berlanjutnya pandemi, UMKM dipaksa menggunakan kapasitasnya secara penuh


untuk bertahan. Secara rata-rata, UMKM yang melaporkan hanya dapat bertahan kurang dari
3 tahun keberlangsungan usahanya dapat bertahan tidak lebih dari 6,4 bulan, ekpektasi ini
lebih rendah dari rata-rata 10 bulan berdasarkan survey sejenis pada tahun sebelumnya
(UNDP dan LPEM FEB-UI, 2020).

23
ADAPTASI USAHA SEBELUM
PPKM DARURAT
Langkah Yang Diambil Untuk Membatasi
Transmisi COVID 19 Dan Mengatasi
Kesulitan Keuangan

Seluruh UMKM yang disurvei menerapkan setidaknya satu langkah untuk membatasi transmisi
virus. Dimana lebih dari setengahnya menetapkan pengaturan bekerja dari rumah dan
menyediakan alat pelindung diri APD untuk karyawan untuk membatasi tingkat transmisi
virus sebelum PPKM Darurat.

Seluruh responden UMKM juga melakukan setidaknya satu atau kombinasi dari langkah-
langkah adaptasi untuk mempertahankan kondisi keuangan mereka selama pandemi. Sampai
sebelum PPKM darurat, 31.0% UMKM memilih untuk menjual aset mereka untuk
mempertahankan usahanya. Hal ini sejalan dengan temuan sebelumnya, dimana 89% UMKM
menghadapi penurunan nilai aset secara substansial. Langkah kedua dan ketiga yang paling
banyak dilaporkan UMKM untuk mempertahankan kelangsungan kondisi keuangannya adalah
dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (28.0%) dan pengurangan tagihan utilitas
(27.9%).

26
Pemutusan Hubungan Kerja UMKM
Sebagai Mekanisme Penanggulangan

Hampir sepertiga dari UMKM yang disurvei memberhentikan karyawannya untuk menghadapi
pandemi. Secara bersamaan, angka pengangguran melonjak menjadi 7.07% pada bulan
Agustus 2020, tertinggi sejak 2005, dan hanya sedikit berubah menjadi 6.26% pada Februari
2021 (BPS, 2021). Mempertimbangkan jumlah lapangan kerja yang disediakan UMKM untuk
pekerja Indonesia, pemahaman lebih dalam mengenai dinamika pengangguran UMKM menjadi
hal yang penting.

Untuk mempelajari kerentanan pekerja UMKM, studi ini meminta responden untuk memberi
nilai di antara 1 (prioritas tertinggi untuk pemutusan) dan 5 (prioritas terendah untuk
pemutusan) kepada beberapa kelompok pekerja. Berdasarkan penilaian responden, studi ini
menemukan bahwa ketika harus memilih, terdapat kecenderungan bagi UMKM untuk
memutus hubungan kerja karyawan yang dianggap tidak produktif, dengan 30.2% UMKM
memberi kelompok ini nilai 1. Kelompok kedua yang diprioritaskan untuk diberhentikan adalah
pekerja tanpa tanggungan.

Pekerja UMKM perempuan menghadapi kerentanan pekerjaan yang lebih tinggi dari pada
pekerja laki-laki. Sebagian besar UMKM menilai pekerja perempuan lebih diprioritaskan untuk
diberhentikan (16.0%) dibandingkan pekerja laki-laki (14.6%). Hanya 16.3% pekerja perempuan
yang berada di kelompok dengan prioritas terendah, dibandingkan 28.7% pekerja laki-laki.

27
Strategi Mempertahankan Usaha Dalam
Kondisi Yang Tidak Menentu

17.5% UMKM yang disurvei menyatakan tidak mengambil langkah usaha strategis untuk
beradaptasi dengan pandemi. Di antara yang melakukan, pengurangan produksi dilaporkan
sebagai langkah yang paling banyak diterapkan. Langkah tersebut kemungkinan adalah
respon atas penurunan permintaan selama pandemi. 36,1% UMKM memberlakukan promosi di
media online untuk usahanya dan 21,7% UMKM baru bergabung dengan platform daring untuk
memasarkan produk mereka. Melihat lebih banyak orang yang tinggal di rumah selama
pembatasan sosial, pemasaran daring dapat menjadi salah satu langkah paling umum dan
efektif untuk menjangkau pembeli.

10.9% UMKM yang disurvei menyebutkan diversifikasi usaha sebagai salah satu cara
untuk menghadapi pandemi. 7% dari UMKM yang mendiversifikasi usahanya menjual produk
yang serupa dengan produk mereka sebelumnya. Hanya sebanyak 2,6% dari UMKM melihat
peluang usaha dari munculnya pandemi atau peluang adanya kebutuhan dasar bersifat medis
dan mengalihkan fokus usahanya ke sektor tersebut.

28
BANTUAN UNTUK UMKM
Bantuan UMKM Selama Pandemi

Selama pelaksanaan PPKM darurat, 26,1% UMKM melaporkan nerima bantuan pemarasan
secara daring. Sementara 19,5%nya menerima bantuan dari pemerintah. Sebagai catatan
jumlah ini adalah berdasarkan hasil survei yang dilakukan diawal pelaksanaan PPKM darurat
dan tidak merefleksikan seluruh bantuan pemerintah. Akan tetapi perluasan jangkauan
sangatlah diharapkan.

Sementara sebelum PPKM darurat, bantuan dari pemerintah adalah bantuan yang paling
umum diterima oleh UMKM (28.2%), diikuti oleh bantuan non-pemerintah (13.3%). Selain itu,
meski tidak ditemukan perbedaan pengalaman sebelum maupun selama PPKM darurat
berdasarkan gender pemilik UMKM, persentase UMKM milik perempuan yang menerima
bantuan dari pemerintah atau non- pemerintah (52.4%) lebih tinggi dibanding usaha
yang dimiliki oleh laki-laki (47.1%). Di sisi lain, kerajinan dan barang-barang kulit menjadi
sektor dengan tingkat penerimaan asistensi tertinggi (53,72%). Sektor grosir, eceran, dan
perdagangan menjadi sektor dengan tingkatan terendah (38,83%).

30
Di antara yang menerima bantuan dari pemerintah, BPUM (Bantuan Presiden Produktif
Usaha Mikro) disebut sebagai bantuan keuangan yang paling banyak diterima sebagian
besar responden (62.0%). Sementara itu, pelatihan merupakan bentuk bantuan non-
keuangan yang diterima sebagian besar UMKM (29.6%). Temuan-temuan ini tetap sama
ketika analisa dipisahkan berdasarkan gender pemilik UMKM.

31
Bantuan Tunai Untuk UMKM
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan beberapa program untuk melindungi UMKM selama
pandemi, salah satunya adalah dengan memperluas dukungan likuiditas bagi usaha mikro
yang belum menerima pendanaan KUR. Program ini, yang disebut BPUM (Bantuan Presiden
Produktif Usaha Mikro), diluncurkan untuk menyediakan bantuan tunai langsung kepada
usaha mikro di paruh kedua tahun 2020 serta telah diperpanjang hingga 2021. Berikut adalah
detail dari masing-masing program pada setiap periode:

Selama awal implementasi dari program pada Agustus 2020, UNDP dan LPEM FEB-UI (2020)
menemukan jumlah penerima bantuan pemerintah hanya mencapai 17% sedangkan 43% tidak
mengetahui akan adanya program bantuan pemerintah untuk usaha mikro. Hasil survei rumah
tangga oleh UNICEF, UNDP, Prospera, dan SMERU (2021) juga menemukan hanya 7,5% dari
usaha kecil keluarga telah menerima bantuan dari pemerintah pada waktu survei, sedangkan
4 dari 10 rumah tangga tidak menyadari adanya bantuan yang tersedia. Hasil studi lainnya
menemukan BPUM membantu keberlangsungan usaha mikro selama pandemi dengan
persentase 97,15% dari penerima bantuan masih beroperasi pada November 2020 (TNP2K,
2021).

32
Penerima Bantuan Tunai
Dari 2960 usaha mikro yang mengikuti survei daring, 22.2% dari mereka menyampaikan
bahwa mereka menerima BPUM sebelum penerapan PPKM darurat. Angka ini sedikit lebih
tinggi dari tingkat penerimaan bantuan pemerintah pada studi UNDP dan LPEM (2020) yang
dilaksanakan saat fase awal implementasi BPUM. Selain itu, proporsi UMKM di antara usaha
yang teregistrasi lebih tinggi dibandingkan dengan UMKM yang tidak teregistrasi, terlepas dari
tipe registrasi yang dimiliki usaha tersebut. Usaha dengan NIB (Nomor Induk Berusaha)
memiliki proporsi tertinggi penerima BPUM dibandingkan dengan tipe registrasi usaha lainnya
seperti IUMK (Izin Usaha Mikro Kecil), Lainnya (Surat Keterangan Usaha atau tipe registrasi
lainnya), dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).

Catatan: sampel untuk analisis berdasarkan gender adalah 2953 karena analisis
pada gender lainnya dikeluarkan akibat kecilnyajumlah sampel.

Penerima BPUM yang merupakan anggota dari asosiasi/komunitas/forum usaha (35.4%) lebih
banyak dibandingkan dengan usaha yang tidak tergabung dalam kelompok (16.7%). Hal ini
mungkin disebabkan oleh kemudahan pertukaran informasi di antara anggota. Terlepas dari
tidak adanya perbedaan dampak pandemi yang dialami oleh UMKM yang dimiliki laki-laki
dibandingkan yang dimiliki perempuan, studi ini menemukan perlu menjangkuan lebih banyak
UMKM milik perempuan. Hal ini dikarenakan penerima BPUM ditemukan lebih banyak diantara
usaha yang dimiliki laki-laki (26.9%) dibandingkan dengan usaha yang dimiliki perempuan
(17.9%). Selain itu, tingkat penerima BPUM yang lebih tinggi juga ditemukan lebih tinggi di
antara UMKM yang berada di Jawa dan Bali (23.1%) serta UMKM yang telah tergabung dalam
platform daring untuk memasarkan produk mereka (24.2%)

33
Ketahanan Dan Optimisme
Keberlangsungan Usaha Dari Penerima
BPUM

Usaha mikro penerima BPUM terlihat menunjukkan tingkat ketahanan yang lebih
dibandingkan yang bukan penerima. Di antara usaha mikro yang menerima BPUM sebelum
PPKM darurat, 48.9% masih beroperasi penuh pada saat survei ini berlangsung dibandingkan
dengan hanya 43.5% dari usaha mikro yang tidak menerima BPUM. Selain itu, usaha mikro
yang menerima BPUM yang tutup sementara memiliki proporsi yang lebih rendah berdasarkan
hasil survei.

Gambaran yang lebih positif terkait optimisme keberlangsungan usaha juga berlaku di
antara usaha mikro yang menerima bantuan BPUM. Terdapat proporsi lebih tinggi dari
usaha yang hanya dapat bertahan kurang dari 3 bulan di antara bukan penerima BPUM
(22.6%), sedangkan angka tersebut hanya sebesar 17.9% di antara penerima BPUM. Lebih
banyak usaha mikro penerima BPUM melaporkan dapat bertahan selama3-6 bulan ke depan
(46.4%), dibandingkan 42.0% diantara bukan penerima.

34
Selama pandemi, rintangan terbesar yang harus dihadapi UMKM adalah terkait isu
kurangnya modal untuk membiayai produksi. Alasan tersebut juga paling banyak
disebutkan (35.2%) menjadi alasan penutupan usaha sementara. Terlebih lagi, 29.8% UMKM
menyebutkan bahwa kesulitan dalam mengakses pembiayaan usaha menjadi tantangan
operasional utama selama PPKM darurat. Untuk menghadapi masalah tersebut, para pelaku
usaha menjual aset usahanya, memberhentikan pekerja, dan mengurangi tagihan utilitas yang
kemungkinan menyebabkan efek lanjutan kepada ekonomi.

Dalam jangka pendek, UMKM membutuhkan dukungan likuiditas yang dapat segera
diakses untuk mempertahankan usahanya. 63.3% menyampaikan bantuan modal
likuiditas/kerja dari pemerintah menjadi bentuk dukungan yang lebih disukai selama PPKM
darurat, diikuti oleh subsidi bunga modal kerja (8.4%), dan subsidi listrik (5.8%).

Akan tetapi, ada lebih banyak hal yang harus dilakukan dimasa depan. Terlepas dari
kebijakan-kebijakan lain yang bertujuan untuk memperluas pilihan pembiayaan bagi UMKM
seperti subsidi suku bunga, kredit UMKM yang beredar di bank komersial pada Juli 2021 tetap
lebih rendah dibandingkan angka tahunan 2019 (Bank Indonesia, 2021). Hambatan struktural
yang menghalangi UMKM untuk mendapat pembiayaan tambahan, tidak hanya untuk
mempertahankan usaha tetapi juga untuk mengembangkan usaha, perlu dihapuskan.

35
Pilihan Dukungan Berdasarkan Sektor
Usaha
Baik secara umum maupun secara sektoral, pilihan dukungan terbanyak adalah pemberian
modal/bantuan likuiditas dari pemerintah. Sedangkan bantuan subsidi bunga menjadi pilihan
kedua dan ketiga bagi banyak sektor kecuali sektor furniture dan peralatan rumah tangga dan
sektor perdagangan besar dan eceran. Untuk sektor yang paling terdampak, yaitu sektor
makanan dan minuman pemberian modal dan subsidi merupakan dukungan yang paling
diharapkan. Pelatihan usaha menjadi pilihan dukungan kedua bagi sektor fesyen, garmen dan
asesoris dan jasa, serta menjadi pilihan ketiga bagi sektor komponen mesin.

35
DIGITALISASI UMKM
Sekitar 62% usaha telah menggunakan platform daring untuk memasarkan produk
mereka, 41.5% telah melakukannya sebelum pandemi COVID-19 sedangkan yang lainnya baru
bergabung selama pandemi. Secara keseluruhan, proporsi UMKM yang telah terdigitalisasi
paling tinggi berada diantara usaha yang dimiliki perempuan, telah beroperasi selama 4-8
tahun, beroperasi di sektor retail, dan merupakan anggota asosiasi/forum/komunitas usaha.
Selama pandemi, prevelensi UMKM yang baru terdigitalisasi terlihat lebih merata antar gender
pemilik UMKM, lokasi, serta sektor. Akan tetapi, usaha yang relatif baru berdiri lebih
berkemungkinan untuk mengadopsi pemasaran produk secara digital baik sebelum maupun
selama pandemi, dibandingkan usaha yang telah beroperasi lebih dari 4 tahun.

38
Karakteristik Digitalisasi UMKM

Hampir setengah dari usaha yang menggunakan platform daring menggunakan media
sosial seperti WhatsApp, Instagram, dan TikTok untuk memasarkan produknya.
Sedangkan, hanya 15%nya yang menggunakan market place seperti Tokopedia dan Shopee,
kemudian 35%nya menggunakan keduanya. Dalam hal penggunaan platform daring, menarik
pelanggan tampaknya merupakan tantangan yang paling umum dihadapi UMKM (47.4%),
diikuti oleh 33.7% yang mengatakan kurangnya sumber daya manusia untuk mengurus
manajemen toko daring. Hanya satu dari lima UMKM yang telah menggunakan platform daring
untuk memasarkan produknya tidak menemukan isu dalam penggunaan platform.

Diantara yang belum menggunakan platform daring, sekitar 43% menyatakan bahwa mereka
mengalami kesulitan dalam memahami cara kerja platform daring sehingga mencegah mereka
untuk mendigitalisasi usahanya. Kemudian ada 26.6% dari UMKM berpikir produk mereka
tidak dapat dipasarkan secara daring.

39
Kondisi UMKM Berdasarkan Status
Digitalisasi

UMKM yang baru bergabung dengan platform daring untuk memasarkan produknya selama
pandemi COVID-19 terlihat memiliki permintaan dan penjualan produk yang lebih baik
dibandingkan UMKM yang tergabung sebelum pandemi atau yang tidak tergabung platform
daring. Akan tetapi, tidak ada perbedaan yang terlihat diantara mereka yang belum
menggunakan platform daring dan UMKM yang telah terdigitalisasi sebelum pandemi,
menggambarkan bahwa efek digitalisasi masih merupakan solusi jangka pendek karena
adanya kompetisi ketat dalam pemasaran produk.

40
UMKM yang baru bergabung dengan platform daring untuk memasarkan produk mereka
ketika pandemi juga mendapat keuntungan yang lebih besar dan penurunan asset yang lebih
kecil dibandingkan usaha yang belum terdigitalisasi. Untuk usaha yang terlebih dahulu
menggunakan platform daring sebelum pandemi walaupun dampaknya tidak setinggi yang
baru tergabung, mereka sedikit lebih baik dalam laba dan nilai asset dibandingkan yang belum
tergabung.

41
Profitabilitas Dan Ketahanan UMKM
Setelah Digitalisasi

Meski mendapat keuntungan dari penggunaan platform daring selama pandemi, hampir 40%
UMKM tersebut hanya melaporkan peningkatan laba kurang dari 20%, sedangkan hampir
setengahnya tidak melihat adanya peningkatan, kemungkinan disebabkan oleh kompetisi
yang ketat di antara UMKM yang menggunakan platform daring. Salah satu temuan dari
diskusi kelompok terfokus UNDP dan LPEM FEB-UI (2020) pada tahun sebelumnya
menunjukkan bahwa UMKM ragu untuk bergabung ke dalam platform daring untuk menjual
produk mereka akibat adanya kompetisi. Akan bergabung dalam platform daring telah
memberi keuntungan yang positif bagi kelanjutan usaha, karena mereka dapat bertahan
lebih lama selama pandemi dibandingkan dengan usaha yang belum terdigitalisasi.

42
KAPASITAS EKSPOR
Rencana Ekspor UMKM dan Tantangan
Dalam Mempersiapkan Ekspor

Hampir 96% dari UMKM yang disurvei belum mengekspor produknya dan 79% tidak
berencana untuk melakukannya dalam waktu dekat. Hal ini mungkin disebabkan oleh usaha
sebagian besar responden yang berukuran mikro. Sekitar 21% UMKM berencana untuk
mengekspor produknya di masa depan setelah pandemi berakhir. Untuk mempersiapkan
ekspor, isu-isu terkait permodalan adalah tantangan yang paling banyak disebutkan oleh
UMKM yang berencana untuk mengekspor produknya (60.2%), diikuti oleh sertifikasi (35.7%)
dan distribusi produk (33.7%).

44
Lokasi Ekspor Dan Tantangan Dalam
Melakukan Ekspor

Asia masih menjadi tujuan ekspor utama bagi UMKM yang berpartisipasi dalam survei ini,
dengan 67.7% mengatakannya sebagai lokasi tujuan ekspor. Lokasi tujuan ekspor paling
banyak kedua adalah Timur Tengah, diikuti oleh Australia dan Eropa. Dalam hal ekspor, isu-isu
terkait bahan baku dan modal menjadi tantangan yang paling umum disebutkan oleh UMKM
responden studi ini.

45
Box 1: Dampak Pandemi Pada Pelaku Usaha Muda
11,9% responden survei adalah pelaku usaha muda berusia antara 15 hingga 24 tahun.
Ini memberi kesempatan untuk melihat lebih dalam bagaimana pandemi berdampak pada
UMKM yang dimiliki oleh pelaku usaha muda. Dari 358 UMKM yang dimiliki oleh pelaku
usaha muda, sebagian besarnya berukuran mikro (98,3%), dimiliki oleh laki-laki (70,4%)
dan berada di wilayah Jawa dan Bali (79,1%). Pelaku usaha muda memiliki tingkat
formalisasi usaha yang lebih rendah (43%) dibandingkan dengan 48,9% pada sampel
secara keseluruhan. Mereka juga cenderung baru beroperasi dalam 0-4 tahun terakhir
(60,1%) dengan fokus usaha pada sektor makanan dan minuman (29,1%), toko kecil (17,0%),
dan jasa (14,3%). Pelaku usaha muda juga memiliki kecenderungan yang sedikit lebih
rendah untuk menjadi anggota asosiasi/komunitas usaha (27,9%) dibandingkan dengan
30,6% UMKM anggota asosiasi dikeseluruhan sampel.

UMKM milik pelaku usaha muda sangat terdampak saat PPKM Darurat. Berdasarkan
hasil survei, 28,5% usaha milik pelaku usaha muda tutup sementara, 31,3% beroperasi
sebagian dan 40,2% beroperasi penuh. Proporsi UMKM yang saat ini masih beroperasi
penuh pada sampel secara keseluruhan (45,2%) lebih tinggi dibandingkan pelaku usaha
muda (40,2%). Hampir sepertiga baru mengalami penutupan sementara dalam 0-4
minggu terakhir, ini menggambarkan implikasi langsung dari PPKM Darurat terhadap pelaku
usaha muda. Masalah yang berkaitan dengan kurangnya sumber pendanaan untuk
membiayai produksi adalah alasan utama untuk penutupan sementara usaha
dikeseluruhan sampel (33,7%), akan tetapi peraturan pemerintah (35,3%) adalah alasan
utama penutupan sementara UMKM milik pelaku usaha muda.

46
Terlepas dari dampak pandemi pada pelaku usaha muda, banyak dari mereka tetap
menunjukkan ketahanan usaha. Sebelum periode PPKM Darurat, rata-rata pelaku usaha
muda melaporkan 4 dari 15 bulan merupakan bulan terberat selama periode pandemi,
dibandingkan dengan 4,7 pada sampel keseluruhan. Selain itu, proporsi pelaku usaha muda
yang dilaporkan tidak mengalami penurunan permintaan atau keuntungan baik sebelum
maupun selama periode PPKM Darurat secara terus menerus lebih rendah dari keseluruhan
sampel. Hanya 30% UMKM milik pelaku usaha muda yang mengalami pengurangan
keuntungan dua kali lebih dari 50% selama PPKM Darurat, hal ini berbanding terbalik
dengan angka 46,6% dikeseluruhan sampel. Ketahanan tersebut berlaku meskipun UMKM
milik pelaku usaha muda menunjukkan proporsi yang lebih kecil dalam penerimaan
bantuan dari pemerintah atau/dan kerabat (46,4%) dibandingkan dengan responden pada
umumnya (49,0%). Ketahanan ini mungkin dikarenakan tingkat digitalisasi yang sedikit lebih
tinggi (62,3%) pada UMKM milik pelaku usaha muda dibandingkan keseluruhan sampel.
Pemanfaatan platform online untuk pemasaran produk selama COVID-19 lebih banyak
terjadi di kalangan UMKM milik pelaku usaha muda (26,3%) dibandingkan dengan
responden survei pada umumnya (20,0%).

47
PEMULIHAN USAHA RAMAH
LINGKUNGAN DAN INKLUSIF
Persepsi UMKM Terhadap Praktik Praktik
Usaha Ramah lingkungan

Sebagian besar UMKM yang disurvei tertarik dengan gagasan praktik usaha ramah
lingkungan. Hal ini ditunjukkan oleh sikap UMKM terhadap pernyataan survei yang mengurai
tanggung jawab pelaku usaha dalam mengimplementasikan praktek usaha ramah lingkungan.
Terhadap keempat pernyataan, hampir 95% dari UMKM yang mengikuti survei menunjukkan
dukungannya. Secara keseluruhan, 26-34% sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang
diberikan, sedangkan 62-68% hanya setuju dengan hal-hal tersebut. Akan tetapi, dukungan
tersebut terlihat berubah jika kita bandingkan antara UMKM milik laki-laki dan milik perempuan,
dimana perempuan memiliki tingkat persetujuan yang lebih tinggi.

Persepsi UMKM Terhadap Praktik Usaha


Inklusif

Sementara itu, sebagian besar UMKM juga menunjukkan dukungan mereka kepada praktik
usaha inklusif, meskipun kurang dibandingkan dengan dukungan terhadap praktik usaha
ramah lingkungan dalam hal proporsi dan intensitas. Sekitar 86-90% UMKM setuju ke
pernyataan-pernyataan yang menguraikan tanggung jawab pelaku usaha dalam melakukan
praktik usaha inklusif. Secara keseluruhan, 15-19% sangat setuju dengan ketiga pernyataan,
walaupun lebih rendah daripada intensitas yang ditunjukkan untuk praktik usaha ramah
lingkungan, sedangkan 69-71% hanya setuju dengan hal-hal tersebut.

Pernyataan terkait tanggung jawab usaha yang melibatkan pekerja perempuan dan penyandang
disabilitas terlihat paling tidak populer di antara responden. Dukungan terhadap praktik usaha
inklusif juga terlihat sedikit lebih tinggi diantara usaha yang dimiliki oleh perempuan dengan
87-89% dari mereka menyetujui keempat pernyataan, dibandingkan 85-88% di antara UMKM
yang dimiliki oleh laki-laki.

49
Implementasi Praktik Usaha Ramah
lingkungan Dan Inklusif

Masih terdapat 13.2% UMKM yang belum mengambil bagian dalam praktik usaha ramah
lingkungan. Praktik-praktik dengan implementasi tertinggi oleh UMKM termasuk menggunakan
bahan baku dari lokal, mematikan peralatan ketika tidak digunakan, dan mengurangi
penggunaan kemasan sekali pakai. Akan tetapi, proporsi usaha yang dimiliki laki-laki lebih kecil
dalam menerapkan ketiganya dan terdapat proporsi yang lebih besar pada usaha yang
dimiliki laki-laki untuk tidak melakukan apapun terkait praktik ramah lingkungan (19.0%),
dibandingkan proporsi usaha yang dimiliki perempuan (16.8%).

50
Praktik-praktik usaha inklusif yang paling banyak diterapkan oleh UMKM adalah jam kerja
fleksibel bagi ibu dan ketersediaan toilet yang dapat diakses bagi penyandang disabilitas.
Akan tetapi, secara mengejutkan 49% UMKM masih belum mengambil bagian dalam praktik
usaha inklusif. Proporsi penyediaan toilet yang dapat diakses penyandang disabiitas lebih
besar dari UMKM yang dimiliki laki-lakidibandingkan usaha yang dimiliki perempuan, akan
tetapi prevalensi pengaturan untuk merekrut pekerja perempuan lebih rendah di antara
UMKM yang dimiliki laki-laki dibandingkan yang dimiliki perempuan.

51
Tantangan Dan Dukungan Yang
Dibutuhkan Untuk Implementasi Praktik
Usaha Ramah lingkungan

*Perbedaan antara kelompok yang tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 10%
+ Catatan, sampel untuk analisis berdasarkan gender adalah 3004 karena analisis menyangkut
gender lainnya dikeluarkan karena sampel yang sedikit.

Persepsi bahwa usaha mereka terlalu kecil untuk menyebabkan dampak dan kurangnya
kesadaran akan keuntungan disebut menjadi dua tantangan terbesar dalam menerapkan
praktik usaha ramah lingkungan. Di antara UMKM yang dimiliki laki-laki, tantangan terbesar
adalah kurangnya kesadaran akan keuntungan, sedangkan usaha yang dimiliki perempuan
merasa usaha mereka terlalu kecil untuk menyebabkan dampak.

Pengembangan fasilitas pemilahan sampah dan sertifikasi lingkungan bagi usaha adalah
dua upaya yang paling banyak disebut UMKM bermanfaat dalam mendukung pemulihan
usaha ramah lingkungan. UMKM yang dimiliki laki-laki dan perempuan memiliki preferensi
yang sama terkait jenis dukungan yang dibutuhkan.

52
Tantangan Dan Dukungan Yang
Dibutuhkan Untuk Implementasi Praktik
Usaha Inklusif

Kurangnya kesadaran akan keuntungan dan terbatasnya kapasitas, baik secara teknikal
dan material, adalah dua tantangan terbesar dalam penerapan praktik usaha inklusif bagi
semua UMKM. Bagi UMKM yang dimiliki laki-laki, prioritas lain dalam usaha terlihat sebagai
tantangan lebih besar dibandingkan tingginya biaya dari implementasi praktik tersebut,
sedangkan hal ini berkebalikan bagi usaha yang dimiliki perempuan.

Lokakarya untuk mengembangkan pengetahuan UMKM terkait praktik usaha inklusif dan
subsidi/keringanan pajak yang memberi insentif usaha untuk menerapkan praktik inklusif
dalam usaha dianggap dapat membantu dalam mendukung praktik usaha inklusif. Usaha yang
dimiliki laki-laki lebih memilih adanya subsidi/keringanan pajak (36,1%), sedangkan usaha yang
dimiliki perempuan lebih banyak menyebutkan kebutuhan akan loka karya (3,.5%) sebagai
kebutuhan yang mendukung praktik usaha inklusif.

53
RINGKASAN DAN
REKOMENDASI
Ringkasan
UNDP Indonesia bekerja sama dengan Indosat Ooredoo dan Kementerian Koperasi dan
UKM melakukan penelitian dampak PPKM darurat terhadap UMKM. Secara keseluruhan
1,070,719 SMS dikirimkan dari 538,665 nomor telepon, 11,448 orang tertarik dengan survei
ini, dan 7,629 memulai pengisian survei. Sebanyak 3,011 pemilik UMKM tersebar di 32
provinsi menyelesaikan survei ini, dimana 80%-nya berada di wilayah Jawa-Bali

Walaupun pandemi memberi dampak terhadap keberlangsungan UMKM, masih ada


harapan UMKM untuk bangkit. Hal ini berdasarkan temuan hasil survey:
Bahwa 45,2 % UMKM masih beroperasi dan 30.9%nya masih beroperasi sebagian
Kemudian tidak ada yang berniat untuk menutup usaha secara permanen ditengah
PPKM Darurat.
Secara rata-rata sejak maret 2020 sampai dengan Juni 2021, UMKM melaporkan
mengalami tantangan selama 4,7 bulan. Dimana bulan Mei 2021 adalah bulan yang
paling berat bagi kebanyakan UMKM untuk menjalankan usahanya.
Sebagian besar UMKM yang disurvei mengalami penurunan permintaan, pendapatan,
nilai aset, dan laba selama periode pandemi dan sebelum dilaksanakannya PPKM
darurat. Lebih dari 30% diantaranya mengalami kembali penurunan diatas 50% selama
PPKM darurat. Dimana penurunan laba merupakan dampak terberat yang dihadapi
UMKM selama pandemi dibandingkan dengan penurunan permintaan, pendapatan dan
nilai asset.
Pengurangan laba yang turun dua kali lebih dari 50% (selama periode awal pandemi
dan periode PPKM darurat) paling banyak terjadi pada UMKM yang berusaha di Jawa
dan Bali, yang belum terdigitalisasi dan yang fokus di sektor Fashion dan Garmen.
Satu dari tiga UMKM mengalami masalah pendanaan usaha dan pembayaran cicilan
utang. Ini dilaporkan sebagai aspek yang paling sulit dipenuhi dalam mempertahankan
usaha selama PPKM darurat.
Jika pandemi terus berlanjut, mayoritas UMKM (42,8%) melaporkan hanya dapat
bertahan selama 3-6 bulan lagi.
Sektor makanan dan minuman adalah salah satu sektor UMKM yang paling terdampak
karena banyak mengalami penurunan laba ganda dan paling sedikit yang optimis akan
kelangsungan usahanya.

Bantuan pemerintah telah meningkatkan ketahanan, tetapi cakupannya masih harus


diperluas
UMKM penerima bantuan pemerintah selama pandemi turun dari 28,2% menjadi 19,5%
dari sebelum dan sesudah pelaksanaan PPKM darurat.
Diantara usaha mikro penerima bantuan pemerintah sebelum PPKM darurat, program
bantuan langsung tunai untuk usaha mikro (BPUM) adalah bantuan keuangan yang
paling umum diterima (22,2%).

55
Penerima BPUM yang tertinggi ditemukan diantara usaha mikro yang terdaftar resmi,
dimiliki oleh laki-laki, tergabung dalam platform online untuk memasarkan produknya,
dan berlokasi di wilayah Jawa-Bali.
Penerima BPUM menunjukkan ketahanan usaha mikro yang lebih tinggi dibandingkan
bukan penerima. Hal ini ditunjukan oleh lebih tingginya proporsi penerima BPUM yang
masih beroperasi dan lebih tingginya ekpektasi mereka akan kelangsungan usaha jika
pandemi terus berlangsung.

Dampak pandemi ini dialami secara merata baik UMKM yang dimiliki perempuan dan laki-
laki. Namun studi ini menemukan karyawan perempuan lebih rentan dari pada karyawan
laki-laki pada prioritas pemberhentian pekerja. Selain itu, usaha mikro milik perempuan
memiliki tingkat penerimaan BPUM yang lebih rendah (19,7%) dibandingkan dengan usaha
mikro yang dimiliki laki-laki (26,9%).

Bergabung dengan platform daring telah membantu UMKM dalam mempertahankan


kelangsungan usaha mereka, tetapi manfaatnya masih terbatas.
Menarik pelanggan merupakan tantangan yang paling umum dihadapi UMKM (47.4%).
Sekitar 43% menyatakan bahwa alasan mereka belum menggunakan platform daring
adalah karena mengalami kesulitan dalam memahami cara kerjanya.
62% UMKM telah memanfaatkan platform online untuk memasarkan produknya.
Secara keseluruhan, digitalisasi memiliki prevalensi yang lebih tinggi di kalangan UMKM
milik perempuan, anggota asosiasi/komunitas usaha, dan pemilik usaha yang lebih
muda.
UMKM yang baru mendigitalisasikan usaha selama pandemi melaporkan dampak
penurunan permintaan, pendapatan, nilai asset dan keuntungan yang lebih kecil
dibandingkan yang belum. Akan tetapi, hampir separuh dari mereka (49,4%)
melaporkan tidak mengalami peningkatan keuntungan dikarenakan adanya persaingan
yang ketat di platform daring.
UMKM yang telah mendigitalisasi usahanya sebelum pandemi mengalami penurunan
aset dan keuntungan yang sedikit lebih kecil dari yang belum. Akan tetapi mereka
lebih terdampak dibandingkan dengan yang baru bergabung setelah pandemi. Hal ini
menunjukan bahwa digitalisasi hanya dapat menjadi solusi jangka pendek bagi UMKM.

Sekitar 94-95% UMKM tertarik dengan gagasan praktik usaha ramah lingkungan dan
sekitar 86-90% tertarik untuk melakukan praktik usaha inklusif.
UMKM milik perempuan cenderung menunjukkan dukungan yang lebih besar untuk
praktik ramah lingkungan dan inklusif dibandingkan dengan yang dimiliki oleh laki-laki
Masih terdapat UMKM yang belum menerapkan praktik usaha yang ramah lingkungan
(13,2%) atau inklusif (49,1%).
Lebih banyak dukungan diperlukan untuk membantu pemulihan ekonomi yang ramah
lingkungan dan inklusif.

56
Rekomendasi
Perlunya membangun database UMKM sehingga akan memudahkan pemantauan
kondisi mereka selama pandemi dan proses pemulihan ekonomi.
Memperluas diseminasi informasi terkait ketersedian bantuan kepada UMKM.
Menyediakan sebuah platform dimana UMKM dapat membantu satu sama lain untuk
mengakses informasi, mendigitalisasi, merestrukturisasi hutang dan memformalkan
usahanya.
Terus mendukung UMKM melalui bantuan pemberian modal/bantuan likuiditas dan
bantuan subsidi bunga selama pandemi dan proses pemulihan ekonomi.
Meskipun UMKM mengalami dampak dari pandemi secara merata berdasarkan gender
tapi masih ditemukan kerentanan sehingga diperlukan kebijakan afirmasi berbasis
gender.
Perlu adanya dukungan pelatihan dan pendampingan (mentorship) UMKM untuk
mengurangi dampak pandemi terhadap keberlangsungan usaha mereka, terutamanya
pada sektor fesyen, garmen dan asesoris dan jasa, dan sektor komponen mesin.
Perlu adanya dorongan UMKM untuk terus berinovasi paska terdigitalisasi sehingga
mereka dapat memperoleh manfaat jangka panjang. Dukungan ini dapat berupa subsidi
keanggotaan pada perusahaan online marketing yang dapat terus membantu UMKM
melakukan update toko onlinenya.
Memberi dukungan fasilitasi penerapan business continuity plan (BCP) untuk mengatasi
masalah rantai pasok dan memberi akses pasar.
Memfasilitasi kemitraan antara UMKM dan perusahaan-perusahaan besar untuk
menjamin keberlanjutan produksi.
Pengembangan fasilitas pemilahan sampah, sertifikasi lingkungan dan peningkatan
literasi bagi pelaku usaha agar dapat mendukung praktik usaha ramah lingkungan.
Sementara untuk mendorong praktik usaha yang inklusif diperlukan lokakarya untuk
mengembangkan pengetahuan UMKM dan insentif berupa subsidi/keringanan pajak.

57

Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (2021). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6.,26
persen).Accessed from: https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/05/05/1815/februari-
2021--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-6-26-persen.html
Badan Kebijakan Fiskal (2021). Rapat Pembahasan Sektor Prioritas Berorientasi Ekspor
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (2021). Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan
Pembiayaan Dunia Usaha dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi. Accessed from:
https://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian/Documents/KSK_3621_30042021.pdf
Bank Indonesia (2021). Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Accessed from:
https://www.bi.go.id/id/statistik/ekonomi-keuangan/seki/Default.aspx
TNP2K (2021). Mempertahankan Usaha Mikro pada Masa Pandemi COVID-19, Jakarta.
Accsessed
from:http://www.tnp2k.go.id/download/68749Buku_Mempertahankan%20Usaha%20Mikro
%2 0Pada%20Masa%20Pandemi%20Covid-19.pdf
Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia (2019). Perkembangan Data Usaha
Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB). Accessed
from:https://kemenkopukm.go.id/uploads/laporan/1617162002_SANDINGAN_DATA_UMK
M_2 018-2019.pdf
UNDP and LPEM FEB-UI (2021). Impact of COVID-19 Pandemic on MSMEs in Indonesia.
Accessed 3 September 2021, Jakarta. Accessed from:
https://www.id.undp.org/content/indonesia/en/home/library/ImpactofCOVID19MSMEs.h
tml
UNICEF, UNDP, Prospera, and SMERU (2021). Analysis of the Social and Economic
Impactsof COVID-19 on Households and Strategic Policy Recommendations for Indonesia,
Jakarta. Accessed from: https://www.id.undp.org/content/indonesia/en/home/library/HH-
Socio-Economic- Report.html

Anda mungkin juga menyukai