Anda di halaman 1dari 1

Ekstrak 1: Sabtu Bersama Bapak

Satya duduk di sisi ranjang. Menatap kelamnya lautan yang diembus angin
dan hujan. Kemudian dia menatap foto keluarganya. Rissa, Ryan, Miku, dan Dani.
Dia berpikir akan perlakuannya kepada ketiga anak selama ini.
Apakah terlalu keras?
Apakah terlalu cepat marah?
Apakah mereka sebenarnya tertekan?
Satya terlahir dan terasah menjadi anak dan individu yang pintar. Luar biasa
pintar. Kariernya membuktikan itu. Beberapa tahun terakhir dia sadar bahwa
kepintaran yang tidak diimbangi kesabaran akan menjadi ujian bagi dirinya, dan
malapetaka bagi anak-anaknya. Dia secara tidak sengaja memiliki ekspektasi pada
anaknya, setinggi dia memiliki ekspektasi akan dirinya waktu kecil.
Dia juga memaksa dirinya tumbuh menjadi anak yang cadas. Benar-benar
cadas. Bapaknya meninggal saat dia berumur Sembilan tahun. Dia tahu, bahwa
sebelum dirinya beranjak remaja, dia sudah menjadi pria nomor satu dalam
keluarga. Jika dia lembek, dia takut ibu dan adiknya terinjak-injak. Metode problem
solving-nya adalah berkelahi. Zaman dia remaja, sekali dua kali, preman pasar dia
ladeni untuk lindungi warung pertama Ibu. Salahnya, sifat ini terbawa sampai dia
sendiri berkeluarga. Dan dia baru sadar mungkin dia menjadi sosok yang
menyeramkan bagi ketiga anaknya.
Dia sering membentak ketiga anaknya. Terkadang mereka tidak cukup pintar.
Terkadang mereka tidak cukup cepat mengerti. Dia sering memarahi mereka setiap
ada ketidaksempurnaan, seperti PR yang salah, nilai ujian yang buruk, kamar yang
berantakan. Dia tahu semua itu salah dan memang tanggung jawab anak. Namun
orang tua yang lebih baik akan mampu mendidik anak mengatasi itu semua, dengan
tidak marah-marah.
Dia kemudian mengingat perlakuan ketiga anak kepadanya. Takut berbicara.
Takut meminta. Jauh lebih lepas ketika bersama Ibunya.
Saat itu, Satya baru sadar. Ketika orang dewasa mendapatkan atasan yang
buruk, mereka akan selalu punya pilihan untuk cari kerja lain. Atau paling buruk,
resign dan menganggur. Intinya, selalu ada pilihan untuk tidak berurusan dengan
orang buruk.
Anak? Mereka tidak pernah minta dilahirkan oleh orang tua buruk. Dan ketika
mereka mendapatkan orang tua yang pemarah, mereka tidak dapat menggantinya.

Sumber: Sabtu Bersama Bapak (Adhitya Mulya, 2015)

Anda mungkin juga menyukai