Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PANGAN DAN HASIL

PERTANIAN

MAKALAH

Disusun oleh :
Kelompok 9 / THP A
Ashliech Liy Sya’niy 181710101001
Patricia Andriana Natalie 181710101040
Dayintaguna Prameswari 181710101079
Meliani Umi Nasihah 181710101088

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
A. Pendahuluan
Kelapa merupakan salah satu komoditas dengan areal perkebunan yang
luas di Indonesia. Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk
bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Tiga produk yang paling banyak dikonsumsi
secara global dari komoditas kelapa yaitu kelapa dalam keadaan segar (air kelapa
untuk minuman dan santan), minyak kelapa dan kelapa kering (Balitbang, 2005).
Minyak kelapa merupakan produk yang paling penting dari komoditas kelapa.
Sekitar 27 negara kelompok Uni Eropa adalah konsumen terbesar minyak kelapa
di dunia (FAO, 2009).
Pengolahan minyak kelapa hanya memanfaatkan daging buah kelapa saja
sehingga bagian lainnya seperti tempurung, sabut dan airnya menjadi limbah.
Tempurung kelapa (endocrap) merupakan bagian buah kelapa yang bersifat keras
yang diselimuti sabut kelapa, yaitu sekitar 35% dari bobot buah kelapa. Sabut
merupakan kulit buah kelapa (mesocarp) yang komponen utamanya berupa lignin
dan selulosa (Idayanti et al., 2014). Pengekstrakan minyak kelapa menyisakan
ampas kelapa dan skim santan yang masih memiliki kandungan nutrisi cukup
tinggi (Miskiyah et al., 2006). Banyaknya ampas kelapa yang dihasilkan sekitar
30% dari berat daging kelapa yang diolah dan sifatnya mudah busuk dan berbau
tengik. Skim santan merupakan lapisan sisa minyak yang dihasilkan dari
pemecahan emusi santan (Setiaji et al., 2002).
Limbah-limbah yang dihasilkan dari pengolahan minyak kelapa masih
memliki nilai guna sehingga kurang tepat jika limbah tersebut langsung dibuang
ke lingkungan karena akan menyebakan pencemaran. Penerapan konsep ekologi
industri merupakan salah satu upaya yang tepat karena mampu mencegah
terbentuknya limbah dan menekankan kepada peningkatan nilai guna bahan baku
yang digunakan. Konsep ekologi industri kelapa dapat diterapkan dengan cara
mengolah limbah tempurung menjadi asap cair, sabut menjadi cocofiber, ampas
kelapa menjadi pakan ternak dan skim santan sebagai substrat nata de coco
(Miskiyah et al., 2006; Setiaji et al., 2002; Indahyni, 2011;.Rampe et al., 2013).
Pada tulisan ini disajikan informasi mengenai konsep ekologi industri kelapa
beserta proses pengolahan limbahnya menjadi produk yang memiliki nilai guna.
B. Diagram Konsep Kawasan Ekologi Industri

Berikut merupakan diagram konsep kawasan ekologi industri minyak kelapa:

Skim santan Nata de


Perkebunan kelapa
coco
Minyak
kelapa
Coco fiber
Industri nata de coco

Sabut kelapa Air kelapa Cairan sisa


Industri coco fiber Industri minyak
nata de coco

Asap cair Pakan ternak Vinegar

Industri asap cair Industri pakan ternak Industri vinegar

Batok kelapa Ampas kelapa

Gambar 1. Diagram konsep kawasan ekologi industri minyak kelapa

C. Pembahasan
1. Pengolahan Limbah Sabut Kelapa sebagai Coco Fiber
a. Alasan Pemilihan Produk
Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa yang membungkus
tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa sekitar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan
luar (exocarpicum) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung
serat-serat halus yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat tali, karung, pulp,
karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok kursi/mobil
dan papan hardboard.
Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu
35 % dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang
menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang
berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75% dari
sabut), dan gabus 175 gram (25% dari sabut). Dengan produksi buah kelapa
Indonesia rata-rata 15,5 milyar butir/tahun maka akan menghasilkan 1,8 juta ton
serat sabut sehingga cukup banyak material yang tersedia (Indahyani, 2011).
Dari produk cocofiber akan menghasilkan aneka macam derivasi produk
yang manfaatnya sangat luar biasa. Kelebihan serat sabut kelapa antara lain anti
ngengat, tahan terhadap jamur dan membusuk, memberikan insulasi yang sangat
baik terhadap suhu dan suara, tidak mudah terbakar, flame-reterdant,tidak
terpengaruhi oleh kelembaban, alot dan tahan lama, resilient, mampukembali ke
bentuk konstan bahkan setelah digunakan, totally statis, mudah dibersihkan serta
mampu menampung air 3 kalidari beratsemulanya. Sabut kelapa 15 kali lebih
lama dari pada kapas untuk rusak dan 7 kali lebih lama dari jerami untuk rusak.
Sedangkan produk Geotextiles dinilai 100 persen bio-degradable dan ramah
lingkungan (Nur, Kardiyono dan Aris, 2003).
b. Proses Pengolahan

Sabut kelapa Penjemuran

Coco
Pengayakan
Pengupasan peat

Pengepresan
Penguraian Coco
peat
Bale bale coco fiber
Coco fiber

Gambar 2. Diagram alir pengolahan coco fiber


Tahap pertama dilakukan proses penguraian dimana bahan baku yaitu
sabut kelapa yang telah dikupas, diurai ke dalam mesin pengurai. Pada proses ini
sabut kelapa tersebut akan terurai menjadi coco fiber dan coco peat. Selanjutnya
coco fiber tersebut dikeringkan dengan menggunakan panas matahari. Proses
penjemuran berlangsung sekitar 2-3 jam setiap harinya. Proses ini bertujuan untuk
menurunkan kadar air sehingga diperoleh coco fiber yang kering sehingga coco
peat yang tersisa dapat terpisah dengan mudah dari coco fiber. Kemudian
dilakukan proses pengayakan yang bertujuan untuk memisahkan coco peat dari
coco fiber sehingga diperoleh coco fiber yang murni. Proses pengayakan
menggunakan alat pengayak yang digerakkan dengan dynamo motor. Alat
pengayak mampu mengayak 200 kg coco fiber dalam waktu satu jam. Tahap
berikutnya yaitu dilakukan pemasukan ke dalam mesin press sampai coco fiber
menyentuh besi press. Kemudian pintu mesin press ditutup dan mesin dihidupkan.
Mesin press memanfaatkan tenaga hidrolik. Proses pengepresan dilakukan sampai
coco fiber padat. Tahap terakhir yaitu dilakukan proses pengemasan dimana coco
fiber hasil dari stasiun pengepresan kemudian dikemas secara manual dengan
menggunakan tali untuk mendapatkan bale-bale coco fiber. Proses ini dilakukan
untuk mendapatkan coco fiber berbentuk bale dengan ukuran 42 x 52 x 80 cm dan
berat 70 kg.

2. Pengolahan Limbah Tempurung Kelapa sebagai Asap Cair


a. Alasan Pemilihan Produk
Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya
cukup baik dijadikan arang aktif. Bentuk, ukuran dan kualitas tempurung kelapa
merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan arang aktif. Kualitas
tempurung kelapa dan proses pembakaran sangat menentukan rendemen karbon
aktif yang dihasilkan.Secara fisologis, bagian tempurung merupakan bagian yang
paling keras dibandingkan dengan bagian kelapa lainnya. Struktur yang keras
disebabkan oleh silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung
kelapa tersebut. Berat dan tebal tempurung kelapa sangat ditentukan oleh jenis
tanaman kelapa. Berat tempurung kelapa ini sekitar (15–19%) dari berat
keseluruhan buah kelapa, sedangkan tebalnya sekitar (3–5) mm2 (Hambali, dkk.,
2007).
Komposisi utama tempurung kelapa terdiri dari selulosa,
lignin,hemiselulosa dengan kandungan atom-atom C, O, H, dan N. Material-
material organikini mengandung gugus fungsional seperti hidroksil (R-OH),
alkana (R-(CH2)n-R’), karboksil (R-COOH), karbonil (R-CO-R’), ester (R-CO-
O-R’), gugus eter linear dan siklik(R-O-R’) dengan variasi jumlah (Rampe, dkk.,
2011). Reaksi kimia yang paling umum adalah pembakaran, yang merupakan
kombinasi dari bahan bakar dengan oksigen untuk membentuk senyawa produk.
Transformasi kimia ini merupakan energi potensial pada skala molekul, dalam hal
ini berhubungan dengan posisi atom dan struktur molekul (Rampe, dkk., 2013).
Asap cair (liquid smoke) dapat digunakan sebagai pengawet karena adanya
senyawa asam, fenolat dan karbonil yang memiliki kemampuan mengawetkan
bahan makanan. Selain itu penggunaan asap cair dapat diaplikasikan pada industri
kayu seperti pengawetan kayu dan juga pada industri makanan sebagai pengawet
pada ikan, daging dan bahan makanan lainnya (Wijaya, dkk., 2008). Asap cair
mengandung lebih dari 400 komponen dan memiliki fungsi sebagai penghambat
perkembangan bakteri dan cukup aman sebagai pengawet alami (Fachraniah, dkk.,
2009). Dalam bidang pertanian bisa digunakan sebagai fungisida untuk
penanggulangan serangan patogen penyebab penyakit pasca panen hortikultura
yang berperan sebagai disinfektan untuk menjamin buah-buahan atau sayuran dari
serangan penyakit pasca panen. Fenol dalam asap cair bertanggung jawab dalam
pembentukan flavor pada produk pengasapan dan juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang mempengaruhi daya simpan. Sifat antioksidan tersebut datang
dari senyawa fenol bertitik didih tinggi, terutama 2,6-dimetoksifenol 2,6-
dimetoksi-4- metilfenol, dan 2,6-dimetoksi-4-etilfenol (Yulistiani, 2008).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa asap cair tempurung kelapa
mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Bakteri Escherichia coli merupakan suatu bakteri gram-negatif (Rampe,
dkk., 2013).
b. Proses Pengolahan

8 kg tempurung
kelapa Penampungan

Pencucian Destilasi

Pengecilan ukuran
Filtrasi

Penjemuran
Asap cair murni

Pembakaran

Gambar 3. Diagram alir pengolahan asap cair tempurung kelapa

Tahap pertama yaitu sebanyak 8 kg tempurung kelapa di bersihkan dan


dicuci lalu dilakukan pengecilan ukuran agar memperluas luas permukaan.
Selanjutnya dilakukan penjemuran agar menurunkan kadar air sehingga proses
pembakaran lebih optimal. Kemudian dilakukan pembakaran menggunakan
tungku pembakaran, asap cair yang terbentuk ditampung didalam drum
penampung. Lalu dilakukan proses destilasi dengan pemanas listrik, yang
kemudian ditampung pada alat penampungan asap cair hasil destilasi. Tahap
berikutnya yaitu dilakukan pemurnian dengan filtrasi menggunaan zeloit dan
karbon aktif, dengan perbandingan 1:10 per sampel, filtrasi dilakukan secara
bertahap agar hasil asap cair yang diperoleh memiliki bau asap yang ringan dan
tidak menyengat. Asap cair hasil filtrasi dari zeolit dialirkan ke kolom berisi
karbon aktif. Tahap terakhir yaitu dilakukan penampungan asap cair murni yang
diperoleh.
3. Pengolahan Limbah Ampas Kelapa sebagai Pakan Ternak
a. Alasan Pemilihan Produk
Ampas kelapa yang merupakan limbah pengolahan minyak kelapa masih
memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Menurut Miskiyah et al. (2006),
ampas kelapa segar masih mengandung 11,35% protein kasar; 23,36% lemak
kasar; 5,72% serat makanan; 14,97% serat kasar; dan 3,04% kadar abu. Selain itu,
tingkat ketercernaan bahan kering in vitronya cukup tinggi 78,99% dan tingkat
ketercernaan bahan organik in vitro nya 98,19%. Kandungan protein kasar yang
cukup tinggi dan kandungan seratnya yang mudah dicerna menjadikan ampas
kelapa berpotensi untuk dijadikan pakan ternak.
Pengolahan ampas kelapa menjadi pakan ternak harus melalui fermentasi
terlebih dahulu karena kadar lemak dan serat kasarnya yang tinggi. Kadar lemak
yang tinggi dapat menyebabkan pakan ternak mudah teroksidasi dan tidak awet
sedangkan kadar serat kasar yang tinggi kurang baik bagi pencernaan hewan
ternak. Perlakuan fermentasi menyebabkan perubahan struktur, warna, bau, dan
juga komposisi kimia ampas kelapa. Setelah difermentasi ampas kelapa akan
mengalami peningkatan kadar protein, penurunan kadar lemak, penurunan berat
kering, dan peningkatan kecernaan bahan kering dan bahan organik (Purwadaria
et al., 1995). Kandungan kimia ampas kelapa hasil fermentasi disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan kimia ampas kelapa hasil fermentasi (Miskiyah et al., 2006)
Komposisi Kadar
Kadar air (%) 8,32
Protein (%) 26,09
Asam amino (%)
asam aspartat 0,16
asam glutamat 1,268
serin 0,216
glisin 0,132
histidin 0,213
arginin 0,681
threonin 0,229
alanin 0,214
prolin 0,303
tirosin 0,277
valin 0,300
methionin 1,224
sistin 0,164
isoleusin 0,249
leusin 0,825
Komposisi Kadar

phenilalanin 0,324
lisin 0,315
Lemak (%) 20,70
Aflatoksin (ppb)
B1 <4
B2 <3
G1 <4
G2 <3
Kecernaan Bahan 95,1
Kering in vitro (%)
Kecernaan bahan 98,82
organik in vitro (%)
b. Proses Pengolahan

Ampas Kelapa 1000g

3,248 ml
inokulum A. Pencampuran
Niger dan
mineral
Inkubasi 4 hari

Ampas Kelapa fermentasi

Pengovenan 55℃

Penggilingan

Pakan Ternak

Gambar 4. Diagram alir pengolahan pakan ternak dari ampas kelapa

Bahan baku yang digunakan adalah ampas kelapa hasil samping


pengolahan minyak kelapa, inokulum Aspergillus niger dan mineral berupa
(NH4)2SO4, urea, NaH2PO4, MgSO4, dan KCl. Alat-alat yang digunakan adalah
timbangan, oven, pengaduk, nampan, nampah, plastik dan ember. Langkah
pertama yaitu sebanyak 1000 g ampas kelapa segar diangin-anginkan selama
semalam untuk menurunkan kadar airnya. Setelah itu, ampas dicampurkan
dengan inokulum A. niger sebanyak 3,248 ml dan ditambahkan mineral sebagai
sumber nutrisi mikroorganisme. Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi selama
4 hari di suhu ruang. Pada proses fermentasi, A. niger menghasilkan enzim
selulase yang dapat merombak serat kasar (selulosa) menjadi molekul yang
lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. Selain itu, A. niger juga
menghasilkan enzim lipase yang dapat memecah lemak menjadi asam lemak dan
gliserol, kemudian asam lemak dan gliserol digunakan oleh A.niger sebagai
sumber energi untuk proses pertumbuhannya (Kurniawan, 2016). Setelah
diinkubasi, ampas kelapa fermentasi dikeringkan menggunakan oven dengan suhu
55ºC. Setelah itu ampas digiling menjadi pakan ternak.

4. Pengolahan Limbah Skim Santan sebagai Nata de coco


a. Alasan Pemilihan Produk
Skim santan adalah hasil pemecahan emusi santan yang merupakan lapisan
sisa minyak. Skim santan merupakan limbah hasil proses pemeresan santan
daging buah kelapa. Proses pengambilan krim santan untuk pembuatan minyak
maupun untuk keperluan lainnya menghasilkan skim santan dalam jumlah yang
cukup banyak. Namun biasanya skim ini hanya dibuang karena dianggap tidak
dapat diolah kembali. Hal ini kurang tepat karena dapat menyebabkan pencemaran
bila dibuang ke lingkungan selain itu skim santan masih dapat diolah sehingga
meningkatkan nilai ekonomis skim santan. Pemanfaatan limbah skim santan juga
dapat meningkatkan efisiensi proses pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa
dan mengurangi limbah yang dihasilkan. Salah satu produk pangan yang dapat
diolah dari skim santan yaitu nata de coco. Komponen-komponen dalam skim
santan memenuhi persyaratan bahan pembuatan nata de coco (Setiaji et al, 2002).
Nata de coco merupakan bahan makanan yang dihasilkan melaui proses
fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum (Sari,2014). Nata sangat baik diolah
menjadi makanan atau minuman karena nata mengandung serat pangan (dietary
fibre). Serat yang terkandung dalam nata berperan dalam proses pencernaan
makanan yang terjadi di dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar,
sehingga sangat baik bagi kesehatan. Selain selulosa, tentu saja nata de coco juga
mengandung protein terutama yang berasal dari bakteri A. xylinum yang
terperangkap diantara susunan benang-benang selulosa. Oleh karena itu, nata juga
dapat digolongkan sebagai prebiotik (Setiaji et al, 2002).
Skim santan masih mengandung komponen buah kelapa antara lain
protein, karbohidrat, juga mineral. Komponen nutrisi penting lain yang
dibutuhkan oleh bakteri Acetobacter Xylinum untuk dapat membentuk nata adalah
sumber karbon berupa karbohidrat. Karbohidrat dalam bentuk gula sederhana
digunakan oleh bakteri Acetobacter Xylinum untuk membentuk jalinan benang
sukrosa yang disebut nata (Setiaji et al, 2002).

b. Proses Pengolahan

Skim Santan

Amonium Sulfat,
Pemanasan
Asam Asetat,
Gula
Penuangan ke dalam wadah

Pendiaman 24 jam

Acetobacter
Inokulasi Mikroba
xylinium

Fermentasi 7 hari

Nata de coco

Gambar 5. Diagram alir pengolahan nata de coco

Tahap pertama yaitu pemanasan substrat hingga mendidih. Kemudian


dilakukan penambahan gula, amonium sulfat, dan asam asetat. Penambahan Asam
Asetat dilakukan mengkondisikan pH menjadi antara 4-5. Pemanasan dilanjutkan
selama 30 menit untuk menginaktivasi mikroba. Kemudian larutan dituang ke
dalam wadah/nampan dalam keadaan panas dan segera ditutup dengan kertas yang
diikat. Larutan dibiarkan dingin selama satu malam, kemudian dilakukan
penginokulasian starter Acetobacter xylinum dan dilanjutkan dengan fermentasi
dilakukan selama 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah


Pengembangan Agribisnis Kelapa. Departemen Pertanian : hal 1-38.

Fachraniah, Fona, Z., dan Rahmi, Z., 2009. Peningkatan kualitas asap cair dengan
distilasi. Jurnal Reaksi. 7(14): 1-11

Falony, G., J. C. Armas, J. C. D. Mendoza and J. L. M. Hernández. 2006.


Production of extracellular lipase from Aspergillus niger by solid-state
fermentation. Food Technol. Biotechnol. 44 (2): 235–240.

FAO. 2009. Statistical Yearbook : Agricultura Production. FAO.

Hambali, E., S. Mujdalifah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko.


2007. Teknologi Bioenergi. Jogjakarta: Agromedia.

ILO – PCdP2 UNDP. 2013. Kajian Kelapa dengan Pendekatan Rantai Nilai dan
Iklim Usaha di Kabupaten Sarmi. Laporan Studi. Papua

Indahyani, T. 2011. Pemanfaatan limbah sabut kelapa pada perencanaan interior


dan furniture yang berdampak pada pemberdayaan masyarakat miskin.
Humaniora. 2(1): 15-23.

Kurniawan, H., R. Utomo, L.M. Yusiati. 2016. Kualitas nutrisi ampas kelapa
(Cocos nucifera L.) fermentasi menggunakan Aspergillus niger. Buletin
Peternakan. 40 (1): 26-33.

Miskiyah, I.Mulyawati dan W. Haliza. 2006. Pemanfaatan Ampas Kelapa Limbah


Pengolahan Minyak Kelapa Murni menjadi Pakan. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. 880-884.

Nur, I.I, Kardiyono, Umar, dan A. Aris. 2003. Pemanfaatan limbah debu sabut
kelapa dalam usahatani padi pasang surut. Kelembagaan Perkelapaan di Era
Otanomi Daerah. Prosiding. Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan 22
– 24 Oktoner 2002.160– 165.

Purwadaria, T., T. Haryati, J. Darma dan O.I. Munazat. 1995. In vitro digestibility
evaluation of fermented coconut meal using Aspergillus niger NRRL 337.
Bul. Anim. Sci. Special ed. 375 – 382.

Rampe, M.J., Setiaji, B., Trisunaryanti, W., Triyono. 2011. Fabrication and
characterization of carbon composite from coconut shell carbon.indo.
J.Chem. 11(2):124-130.
Rampe, M.J., V.A.Tiwow, H.L. Rampe. 2013. Potensi arang hasil pirolisis
tempurung kelapa sebagai material karbon. Jurnal Sainsmat. 2(2): 191-197.

Sari, M.T.I.P. 2014. Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun dan Bubuk Teh, Kopi
dan Coklat Terhadap Fermentasi Nata de coco. Jurnal Biologi Universitas
Andalas 3(3): 202-206.

Setiaji, Bambang., Ani Setyopratiwi., dan Nahar Cahyandaru. 2002. Peningkatan


Nilai Tambah Krim Santan Kelapa Limbah Pembuatan Minyak Kelapa
sebagai Substrat Nata de coco. Indonesian Journal of Chemistry 2 (3) : 167-
172.

Wijaya, M., Noor, E., Irawadi, T.T. dan Pari, G. 2008. Perubahan suhu pirolisis
terhadap struktur kimia asap cair dari serbuk gergaji kayu pinus, Jurnal
Hasil Hutan. 1(2):73-77.

Yulistiani, R. 2008. Monograf Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet Alami Pada
Produk Daging dan Ikan. Surabaya: UPN Veteran

Anda mungkin juga menyukai