TESIS
OL EH:
Nurul Fatimah Hasibuan
0331193005
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Dalam Memperoleh Gelar Magister
Pendidikan Agama Islam Dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Oleh:
DOSEN PEMBIMBING
Pembimbing I Pembimbing II
BAB I PENDAHULUAN
Tabel II.1
Nilai-nilai dalam Karakter.................................................................................... 25
Tabel III.1
Perincian Waktu Penelitian .................................................................................. 48
Tabel III.2
Sumber & Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 52
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dalam dengan aplikasi dan cara menggunakanya. Tidak sedikit dari mreka yang
awalnya anti tetapi dengan keadaan saat ini menjadikan mereka akrab dengan
dunia internet (Arifa, 2020: 13). Banyak guru yang merasakan tekanan dengan
kondisi seperti ini, tidak sedikit guru yang tertinggal dibidang teknologi
dikarenakan faktor umur dan tempat tinggal di pedalaman jauh dari kota. Guru-
guru seperti ini harus mengeluarkan tenaga yang lebih dan ekstra agar
terlaksananya proses belajar secara online. Masalah guru tidak hanya di proses
saja, tetapi dalam pelaksanaannya guru harus memikirkan bagaimana agar proses
belajar itu menarik dan mengundang minat belajar anak. Guru harus dapat
memberikan suasana belajar yang menarik dan asik untuk diikuti oleh siswa,
karena saat pembelajaran daring guru tidak dapat langsung mengontrol siswa
apakah mereka mengikuti pembelajaran secara aktif atau tidak. Saat pembelajaran
daring selalu muncul masalah-masalah baru yang membuat hubungan antara guru
dan siswa semakin jauh. Permasalahan-permasalahan tersebut terkadang membuat
tujuan belajar yang diharapkan guru tidak tercapai. Guru harus bekerja keras saat
keadaan seperti ini agar apa yang diinginkan guru untuk peserta didiknya tercapai.
Tekanan saat pembelajaran daring tidak sama dengan proses belajar tatap
muka, hal ini menimbulkan efektivias pembelajaran secara daring. Saat proses
belajar, guru selalu merumuskan tujuan belajar sebagai acuan tingkat
keberhasilan. Keberhasilan belajar siswa dilihat dari efek atau perubahan setelah
melakukan aktvitas atau kegiatan yang telah dilakukanya setelah proses belajar.
Aktivitas belajar secara daring tidak selalu berhasil dan diakhiri dengan hasil yng
memuaskan. Seoorang guru harus terus berupaya sebisa mungkin agar siswanya
berhasil dalam belajar, walaupun dalam keadaan yang tidak baik untuk tatap
muka. Guru harus melakukan berbagai inovasi pembelajaran agar peserta idik
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Secara keseluruan
pembelajaran online yang dilakukan saat covid ini tentu tidaklah sama hasilnya
seperti tatap muka.
Pembelajaran daring menimbulkan berbagai permasalahan, hal itu
dibuktikan dengan ketidakefektifan proses belajar mengajar melalui group
whatsappm classroom, gogoole meeting dan lain-lain. Banyak Siswa kurang
merespon dan kurang peduli terhadap materi yang diberikan oleh guru sehingga
4
hewan dan binatang. Ajaran islam telah menurunkan Al-Quaran dan hadist
sebagai landasan ataupun pedoman hidup manusia, ilmu yang terkandung tidak
hanya dibaca dan dipahami tetapi harus dapa diamalkan dengan perbuatan dalam
keseharian.
Penanaman akhlak pada peserta didik, untuk memberi suatu ilmu agar
dapat membedakan mana yang baik dan buruk secara mendalam.Membedahkan
mana yang baik dan mana yang buruk merupakan usaha yang sadar yang secara
spontan dakan langsung dilakukan. Akhlak yang sudah tertanam diharapkan dapat
membentenginya dari kehidupan luar yang begitu buas yang dapat merubah sikap
seseeorang dalam waktu yang singkat. Manusia tidak terlepas dengan kehidupan
sosial, maka dari itu diperlukan akhlak yang tertanam , agar keadaan kuar tidak
mempengaruhi kepribadian seseorang.
Menanamkan akhlak yang terpuji merupakan kerja sama antara guru,
orangtua dan lingkungan. Kerjasama yang dilakukan diharapkan dapat
membentuk peserta didik menjadi pribadi yang terpuji dan menarik untuk
diteladani, hal tersebut tidak lain dan tidak bukan karena akhlak yang tertanam
menjadi darah daging dan akan terbawa sampai kapanpun.
Akhlak yang mulia tidak hanya dirasakan oleh manusia itu sendiri
melainkan akan dirasakan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat
bahkan dalam kehidupan bernegara. Akhlak yang mulia juga berguna dalam
mengarahkan dan mewarnai berbagai aktifitas kehidupan manusia di segala
bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi akan maju
apabila disertai akhlak yang mulia. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang di miliki
oleh seseorang yang berakhlak mulia pasti akan dimanfaatkan sebaik-baiknya
untuk kebaikan hidup manusia. Sebaiknya orang yang memiliki ilmu pengetahuan
dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun
tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan
yang akibatnya akan menimbulkan bencana di muka bumi.
Kehendak hidup bermakna, inilah yang menjadi visi hidup alternatif di
tengah meluasnya problem-problem spiritual yang menjangkit manusia modern
dan peserta didik. Apabila gagal dari awal maka mereka tidak saja gagap
6
menjalani hidup secara lebih bermakna, melainkan mereka sudah gelap dengan
diri mereka sendiri.
Spritual memiliki fungsi sebagai pendorong atau penggerak manusia
kearah yang baik dan pada saat itu membuat hidup lebih seimbang. Peran spritual
bagi peserta didik sebagai ajaran untuk mendampingi proses hidup religion yang
dihayati dan diamalkan. Menurut Aman (2013:20), Spiritual dalam pengertian
luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit, sesuatu yang spiritual
memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia,
sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara,
Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti
dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi.
Salah satu aspek dari menjadi spiritual adalah memiliki arah tujuan, yang
secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari
seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam
semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indera,
perasaan, dan pikiran.
Aspek spiritual memiliki dua proses, pertama tumbuhnya kekuatan
internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan, kedua proses dengan
peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain
perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri,
dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui
pengalaman dan kemajuan diri, peserta didik yang memliki sikap spritual akan
selalu mendekatkan diri kepada tuhanya dan menjalankan perintah-perntah agama.
Apabila digabungkan akhlak dengan spiritual memiliki pengertian yang
sangat indah. Akhlak spritual adalah akhlak mulia kepada sang penciptnya, Allah
SWT (perilaku yang baik). Akhlak inilah yang membantu manusia lebih
memaknai hidupnya, dan dapat menghantarkan manusia kepada sumber
kebahagiaan yang hakiki yaitu Allah SWT. Hidup berbahagia adalah hidup
sejahtera dan diridhai Allah SWT serta disenangi oleh sesama makhluk hidup.
Menanamkan akhlak spritual sejak dini akan menjadikan peserta didik memiliki
sikap yang terpuji seperti, timbulnya kesadaran pada diri peserta didik sebagai
manusia yang diciptakan oleh sang pencipta, kemudian menyadari bahwa dirinya
7
berakhlak mulia, akhlak mulia mencakup etika budi pekerti atau moral sebagai
perwujudan dari pendidikan (Permendiknas, 2006: 2). Peseta didik diharapkan
tangguh dan mampu menghadapi tantangan hidup yang akan muncu dari
pergaulan masyarakat.
Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam
Menanamkan Aklak Spritual dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 14 Medan”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang peniliti kemukakan, peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang “Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam
Menanamkan Aklak Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 14 Medan”. Peneliti
melakukan fokus penelitian agar pembahasan lebih terarah dan merinci. Fokus
penelitian dalam tesis ini yaitu:
1. Efektifitas pembelajaran daring yaitu efektif atau tidaknya pembelajaran
online yang dilakukan dari rumah tanpa melakukan tatap muka.
2. Menanamkan akhlak spritual yaitu tingkah laku seseorang yang dilakukan
secara sadar berdasarkan keinginan untuk mendekatkan diri kepada
tuhannya melalui kegiatan-kegiatan keagamaan.
3. Membentukan karakter siswa kegiatan dari proses menanamkan akhlk
spritual kepada siswa. Nilai-nilai spiritual yang dimaksud tertuang dalam
paparan Kemendiknas yang berisikan 18 karakter.
4. Siswa yang dimaksud disini adalah siswa/i SMA Negeri 14 Medan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran daring efektif untuk diterapkan kepada siswa dalam
menanamkan akhlak spiritual dan membentuk karakter siswa SMA Negeri
14 Medan?
11
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
4. Untuk mengetahui efktifitas kegiatan pembelajarn daring di SMA Negeri
14 Medan.
5. Untuk mengetahui proses menanaman akhlak spiritual dalam membentuk
karakter siswa melalui pembelajaran daring di SMA Negeri 14 Medan.
6. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam
menanamkan akhlak spiritual dan membentuk karakter siswa melalui
pembelajjaran daring SMA Negeri 14 Medan.
E. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan secara teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam dunia
pendidikan, khususnya tentang menanaman akhlak spiritual dan
membentuk karakter siswa melalui pembelajaran daring di
b. Sebagai landasan untuk mengembangkan penelitian yang lebih luas
tentang menanaman akhlak spiritual dalam membentuk karakter siswa
melalui pembelajaran daring di
2. Manfaat secara Praktis
a. Bagi siswa, diharapkan dengan menanamkan akhlak spritual dapat
membentuk karakter siswa yang lebih baik.
b. Bagi guru, diharapkan menjadi masukan bagi pendidik untuk menyadari
bahwa membentuk karakter siswa diawali dengan menanamkan akhlak-
akhlak spritual terlebih dahulu dengan begitu akan terbentuk karakter
siswa dengan sendirinya.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Efektivitas Pembelajaran Daring
Berbicara tentang efektivitas sebaiknya kita bahas satu persatu makna dari
kata tersebut maka harus kita pisahkan dua kata tersebut. Pertama efek, yaitu
pengaruh terhadap apa yang telah dilakukan atau akiat dari suatu tindakan. Kedua
membahas tentang aktivitas yaitu kegiatan yang dilakukan dapat atau tidak suatu
kegiatan yang dilakukan sesuai atau tidak dengan tujuan yang diharapkan.
Kesimpulan dari efektivitas adalah pengaruh atau akibat yang ditimbulkan dari
suatu kegiatan itu sendiri.
Secara etimologi efektivitas berasal dari kata efektif, sedangkan dalam
bahasa inggris efectivenesss dan memiliki makna “berhasil”. Dalam Kamus besar
bahasa indonesia, efektivitas didefinisikan sebagai keberhasilan suatu usaha,
tindakan. Yang mana dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dapat
memberikan hasil yang memuaskan (KBBI, 2008: 352). “Sedarmayanti
mendefinisikan efektivitas sebagai suatu ukuran yang memberikan gambaran
seberapa jauh target dapat tercapai” (Sedarmayanti, 2009: 59)
Efektivitas berasal dari kata efek yang artinya pengasuh yang ditimbulkan
oeh sebab, akibat/dampak, efektif yang artinya berhasil, sedangkan efektivitas
menurut bahasa adalah ketepat gunaan, hasil guna menunjang tujuan. Secara
umum teori efektivitas berorientasi pada tujuan. Hal ini sesuai dengan beberapa
pendadpat yang ditemukan para ahli tentang efektivitas seperti yang
diketengahkan Etzoni bahwa keefektifan adalah derajat dimana organisasi
mencapai tujuannya menurut steers, keefektifan menekankan perhatian pada
kepedulian hasil yang dicapai organisasi dengan tujuan yag dicapai dan menurut
Sergovani, keefektifan organisasi adalah kesesuaian hasil yang dicapai organisasai
dengan tujuan (Komariah dan Triata. 2005: 7)
Berdasarkan penjelasan dari beberapa teori yang telah dikemukakan
pakarnya dapat diambil kesmpulan bahwa yang dimaksud dengan efektivitas
pembelajaran dalam hal ini adalah pelaksanaan pembelajaran yang berjalan
13
14
dengan baik, baik dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sehingga dapat
mengetahui sejauhmana keberhasilan sasaran atau tujuan yang telah di capai dari proses
yang sudah dilakukan.
a. Ciri-ciri Efektivitas
Ciri-ciri efektivitas sendiri ada beberapa poin yang akan dijelaskan
menurut ahli ataupun pakarnya. Menurut Muhaimin dalam bukunya paradigma
pendidikan Islam bahwasannya keefektifan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam dapat diukur melalui:
1) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku siswa
2) Kecepatan untuk kerja sebagai bentuk hasil belajar
3) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus di tepuh
4) Kuantitas hasil akhir yang dapat dicapai
5) Tingkat retansi belajar.
Sedangkan efisien pembelajaran dapat diukur dengan rasio antara
keefektifan dengan jumlah waktu yang sedang atau dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan. Dan dengan daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan
mengamati kecenderungan siswa untuk keinginan terus belajar (Muhaimin, 2001:
156).
Pengertian dari Muhaimin dapat dimengerti bahwasannya keefektifan
pendidikan Agama Islam melalui Kecermatan, Kecepatan, Kesesuaian, Kuantitas
dan tingkat resensi belajar yang dapat diukur dengan rasio antara keefektifan
dengan jumlah dan daya tarik pembelajarn pembelajaran.
b. Pembelajaran Daring
Interaksi antara guru dan murid merupakan kegiatan pembelajaran yang di
dalam kegiatan tersebut ada proses belajar yang disengaja. Guru sangat
berpengaruh dalam proses pembelajara, yang mana guru menghadirkan dunia
nyata ke dalam kelas agar siswa dapat belajar mengembangkan kemampuannya
dari sudut padang siswa itu sendiri. Menurut Pribadi (2011:7) pembelajaran adalah
aktivitas dan proses pembelajaran yang dilaksanakan dapat memfasilitasi peserta
didik untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
15
Menurut Webster kata “ spirit” berasal dari kata benda bahasa latin
„‟spritus‟‟ yang berarti napas dan kata kerja “spirare” yang berarti untuk
bernapas, melihat asal katanya, untuk hidup adalah untuk bernapas dan memiliki
napas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih
kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat
fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam
mencapai tujuan dan makna hidup. Spritual merupakan bagian enseial dari
keseluruhan kesehatan dan kesejatraan seseorang (Hasan, 2008:288). Sedangkan
menurut Aman (2013:20), Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang
berhubungan dengan spirit, sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang abadi
yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan
Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara, Didalamnya mungkin terdapat
kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti dalam agama , tetapi memiliki
penekanan terhadap pengalaman pribadi.
pengetahuan yang datangnya dari Allah SWT. Sehingga dengan ma‟rifat kedalam
hati para salik (pelaku spiritual) lebih mendekatkan diri kepada Allah.
a. Nilai religius, merupakan nilai yang berisi filsafat-filsafat hidup yang dapat
diyakini kebenarannya, misalnya nilai-nilai yang terkandung dalam kitab
suci.
b. Nilai estetika, merupakan nilai keindahan yang bersumber dari unsur rasa
manusia (perasaan atau estetika) misalnya kesenian daerah atau penghayatan
sebuah lagu.
c. Nilai moral, merupakan nilai mengenai baik buruknya suatu perbuatan
misalnya kebiasaan merokok pada anak sekolah.
d. Nilai kebenaran/empiris, merupakan nilai yang bersumber dari proses berpikir
menggunakan akal dan sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi (logika/rasio)
misalnya ilmu pengetahuan bahwa bumi berbentuk bulat.
a. Tahap transformasi nilai. Pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-
nilai yang baik dan yang kurang baik kepada anak didik, yang semata-mata
merupakan komunikasi verbal.
b. Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan
melakukan komunikasi dua arah atau interaksi antara anak didik dan guru
bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak hanya menyajikan informasi
tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan
dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan anak didik diminta
memberikan respon yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu.
c. Tahap transinternalisasi, yakni tahap ini lebih dari sekedar transaksi. Dalam
tahap ini, penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosok fisik, melainkan
sikap mentalnya (kepribadiannya). Demikian juga anak didik merespon kepada
guru bukan hanya gerakan atau penampilan fisiknya, melainkan sikap mental
dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam
internalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-masing
terlibat secara aktif. (Muhaimin, 1996:153).Proses merupakan cara yang
mudah untuk melakukan sesuatu kegiatan agar tercaapai tujuan dari harapan
yang diingnkan.
a. Macam-Macam Nilai Spiritual
Nilai spiritual mencakup nilai estetika, nilai moral, nilai religius, dan
nilai kebenaran. Macam-macam nilai spiritual dapat diketahui sebagai berikut:
1) Nilai Keimanan (Tauhid)
Iman terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi kognitif dan dimensi
etik. Dimensi kognitif ialah sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan
tentang kebenaran proporsi-proporsinya. Maka dengan itu, dibutuhkan
pemikiran sehat karena dengan itu seseorang akan mendapatkan
pengetahuan, dan kemudian dihayati. Dari penghayatan tersebut akan
mewujudkan keyakinan yang kuat dalam jiwa tanpa ada rasa keragu-raguan.
Dimensi etik, iman merupakan sikap jiwa yang bermuara kepada tindakan
dan amal. Dari sini nilai iman yang teraktualisasi dapat dillihat melalui amal
saleh yang dikerjakannya. (Syukur, 2004:46)
3) Nilai Akhlak
Dalam pengertian sederhana akhlak umumnya disamakan artinya
dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Sedangkan menurut bahasa
Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam
bahasa inggris. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak
terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela. Akhlak adalah sistem nilai
yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai
yang bersumber dari ajaran agama Islam. Pola sikap dan tindakan yang
dimaksud adalah mencakup berbagai pola yang berhubungan dengan Allah,
sesama manusia, dan alam sekitar.
Akhlak merupakan cerminan dari nilai tauhid dan takwa. Esensi
spiritualitas atau tasawuf adalah senantiasa ingat kepada Allah, kapan dan
dimana pun. Dengan demikian segala aktivitasnya akan selalu di awasi oleh-
Nya, sehingga segala perbuatannya akan terkotrol secara otomatis. Ia tidak
akan mudah tergoda oleh hawa nafsu. Akhlak adalah ilmu yang objeknya
membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat
disifatkan dengan baik dan buruknya. “Orang mukmin yang paling
sempurna keimanannya adalah ia yang memiliki akhlak terbaik. Yang
terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya kepada
pasangannya.” (Hadits riwayat Tirmidzi)
21
menciptakan (tidak ada contoh sebelumnya). Kata khalaqa menyajikan apa itu
kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaannya. Mahkluk ciptaan Allah
haruslah mengabdikan dirinya kepada sang penciptaanya sebagai rasa syukur
atas kehidupan yang telah diberikan kepadanya. Pengabdian yang dilakukan
manusia merupakan akhlak yang mulia da tidak dapat dipisahkan dari
hidupnya. Secarah garis besar akhlak menghubungkan makhluk dengan
makhluk yang lain dan makhluk (hamba) dengan Allah (Zubaed, 2011: 96).
Pengertian akhlak menurut Imam Abu Hamid al- Ghazali yang dikutip
oleh Halim (2004) bahwa yang dimaksud akhlak adalah merupakan sifat yang
terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perbuatan- perbuatan dengan mudah
24
tanpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu
darinya terlahir perbuatan baik maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang
baik. Jika yang terlahir adalah perbuatan buruk maka sifat tersebut dinamakan
dengan akhlak yang buruk. Jadi kesimpulannya akhlak adalah keseluruhan
kebiasaan manusia yang berasal dalam diri yang didorong keinginan secara
sadar dan dicerminkan dalam perbuatan yang baik. Akhlak merupakan pondasi
yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara al- Kholiq sebgai pencipta
dan manusia sebagai ciptaan-Nya (Raharjo, 2010: 231)
Akhlak merupakan sifat dari manusia yang dapat dilihat dari perbuatan
dan tingkah lakunya. Tingkah laku manusia dorongan sifat yang ada dalam
jiwa seseorang. Seseorang dapat melahirkan perbuatan-perbuatan yang sopan
atau buruk secara spontan tanpa ada dorongan dari luar semua itu timbul sesuai
potensi yang ada dalam dirinya. Pada hakikatnya akhlak mempunyai jangkuan
yang cukup luas dari pada etika, tidak hanya hubungan manusia dengan
manusia tetap juga manusia dengan sang penciptanya dalam wujud ibadah
bahkan hubungan manusia dengan alam semesta dalam bentuk kerja sama
salimg bantu membantu dan tolong menolog demikian pula dengan alam.
Sedangkan etika atau moral adalah pengetahuan yang berhubungan dengan
budi pekerti atau aturan-aturan yang normatif tentang perbuatan-perbuatan
manusia dalam hidup bersosialisasi.
4) Dengan rumusan-rumusan yang praktis dan tepat dan cocok dengan fitrah
(naluri) dan akal fikiran manusia, maka etika islam dapat dijadikan
pedoman oleh seluruh manusia.
5) Etika islam mengatur dan mengarakan fitrah manusia kejenjang akhlak
yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia di bawah pancaran sinar
petunjuk ALLAH SWT menuju keadilan nya. Sehingga terhindarlah
manusia dari fikiran dan perbuatan-perbuatan yang keliru dan
menyesatkan (Ja‟cub, 1978: 10).
Sifat atau perbuatan manusia yang dapat dilihat dari tingkah lakunya
dalam kehidupan merupakan gambaran dari akhlak yang telah ada dan
tertanam dalam diri. Apaila seseorang membiasakan menanamkan akhlak yang
baik maka akan timbul perbuatan yang terpuji dan begitu pula sebaliknya
apabila dia membiasakan menanamkan akhlak yang buruk maka timbul
perbuatan yang tidak terpuji. Potensi didalam diri seseorang adalah potensi
yang baik, sekarang bagamana membiasakan potensi tersebut dan melakukan
secara berulang agar menjadi kebiasaan yang baik.
Artinya: “ (agama kami) Ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.”
(QS. Asy-Syu‟ara‟: 137)
26
Tujuan utama dari penciptaan yaitu Akhlak manusia, hal yang utama
bagi semua ciptaan Allah, dan kerja keras untuk menjadikan kemauan insan
sejalan dengan hakikat “penciptaan”.Budi pekerti, watak, kesusilaan, dan
kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap
khaliqnya dan terhadap sesama manusia yang disebut dengan akhlak..
e. Macam-macam Akhlak
Ahlak memiliki dua macam sifat yaitu baik dan buruk, untuk lebih jelas
akan dibahas ahklak berdasarkan sifatnya agar lebih dimengerti dan dapat
dipahami. Macam- macam akhlak, yaitu terpuji (mahmudah) dan akhlak tercela
(mazmumah) (Zubaedi, 2011: 92).
a) Egois (al-nani’ahi) yaitu sikap mau menang sendiri dan tidak peduli
dengan orang lain. Larangan sikap tersebut termuat dala Al Qur‟an
surah al-isra ayat 29.
b) Kikir (al-bukhl). Larangan Allah terdapat dalam surah al-lail ayat 8-10.
c) Suka berdusta (al-buhta). Al Qr‟an mengecam perbuatan tersebut dalam
surat al-Nisa ayat 112.
d) Tidak menepati janji (khianat). Lrangan in termaksud dalam surah al-
Nisa ayat 107.
e) Pengecut (al-jubn). Termuat dalam surat al-isa ayat 72-73.
f) Menggunjing dan mengupat (ghibah). Larangan diemukan dalam surat
al-Hujarat ayat 12.
g) Dengki (hasad) yang dilarang dalam surat al-falaq ayat 1-5.
h) Membuat kerusakan. Allah melarang perbuatan ini sesuai dengan surat
al-Syu‟ara ayat 151-152
i) Berlebih lebihan (a-israf). Sesuai dengan larangan Allah dalam surat al-
Araf ayat 31
29
a) Mnyelidiki sejarah etika dan berbagai teori (aliran) lama dan baru
tentang tingkah laku manusia.
b) Membahas tentang cara-cara menghukum atau menilai baik dan
buruknya suatu pekerjaan.
c) Menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak mempengaruhi dan
mendorong lahirnya tingkah laku manusia yang meliputi faktor manusia
itu sendiri, fitranya atau nalurinya) adat kebiasaannya , lingkunganya,
khendak dan cita-citanya suara hatinya, motif yang mendorongnya
berbuat dan masalah pendidikan akhlak.
d) Menerangkan mana akhlak yang baik (akhlak mahmudah) dan mana
akhlak yang buruk (akhlak mazmuma) meenurut ajaran islam yang
bersumber pada AL Qur „an dan hadis Nabi Muhammad SAW.
Mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh juga meningkatkan budi
pekerti ke jenjang kemulian. Misalnya dengan cara melatih diri untuk
mencapai perbaikan bagai kesempurnaan pribadi.
e) Menegaskan arti dab tujuan hidup yang sebenarnya sehingga dapatlah
manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhi
segalah kelakuan buruk dan tercelah (Jamil, 2018: 6).
Akhlak tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi
31
pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan
tingkah laku lahiriah. Penanaman akhlak merupakan usaha untuk
membina seseoraang kedalam hati sanu bari. Memelihara dan mendidik,
merupakan bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama yaitu pribadi akhlakul karimah. Proses perkembangan menuju
peserta didik kearah kedewasaan perlu pengawasan dari pendidik agar
anak dapa berkembang dengan baik. Agar seorang dapat berkembang
kearah yang diingkan menjadi manusia yang dapat hidup bersosialisasi
dengan aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan maka anak di didik,
dipimpin kearah yang dapat dan sanggup hidup menuruti aturan-aturan
dan norma-norma kesusilaan. Maksud penanaman akhlak kepada peserta
didik ialah menjadikan pribadi yang kokoh, tidak mudah goyang dengan
kehidupan liar yang ada di sekitarnya, karena sudah tertanam nilai- nilai
yang baik. Tujuan penanaman akhlak agar peserta didik mengerjakan
segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan
sendiri dimanapun dan kapanpun.
Sebagaimana “agama memberikan sebuah kerangka moral,
sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan biasa memberikan penjelaan
mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan
perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari
eksistensi dirinya” (Desmita, 2005: 208)
mengatakan karakter sebagai kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama,
atau reputasi (juwariyah, 2013: 7).
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas (dalam Zubaedi, 2011:5)
adalah bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, tempramen, watak. Adapaun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak. Karakter ini mengacu pada serangkaian sikap,
perilaku, motivasi dan keterampilan (Hamid dan Saebani, 2013: 30) Istilah
berkarakter berarti memiliki karakter, memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak (Gunawan. 2012: 2). Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat (Muslich, 2018: 24)
nilai dalam tindakan. Seseorang berproses dalam karakter berubah menjadi suatu
kebaikan, suatu disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi situasi
dengan cara yang menurut moral itu baik. Karakter yang dirasakan memiliki tiga
bagian yang saling berhubungan, yakni pengtahuan moral, perasaan moral, dan
perilaku moral yang berisi tentang kebaikan dan tidak ada seorang pun yang
memiliki semua kebaikan itu, dan setiap orang memiliki beberapa kelemahan.
Orang-orang dengan karakter yang sering dipuji bisa sangat berbeda antara satu
dengan lainnya.
Tabel II.1
No Nilai Deskripsi
.
1. 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
agama lain dari segi pelaksanaannya, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain tanpa
membanding bandingkan.
2. 2. Jujur Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, yang
ditunjukan dari segi moral, tulus dan perasaan
mengenai keadilan maupun kebenaran. Jujur adalah
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
36
lain.
14. 14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya.
15. 15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16. 16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingku ngan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. 17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18. 18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber : Kemendiknas, Bahan Pelatihan Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa:2010
a) Religius.
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam prilaku
melaksanakan ajaran Agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai
pebedaan Agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan
ibadah Agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi
sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama,
38
dan individu dengan alam semsesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini
ditunjukkan dengan perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan.
Subnilai religious antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan
Agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri kerjasama antar
pemeluk Agama, antibuli dan kekerasan, tidak memaksakan kehendak,
mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
b) Nasionalis.
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik
bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan
pribadi dan kelompoknya. Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya
bangsa sendiri, menjaga kekayaan bangsa, rela berkorban, unggul,
berprestasi, cinta tanah air, taat hukum, menjaga lingkungan, dan
menghormati keragaman budaya, suku, dan Agama.
c) Mandiri.
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung
pada orang lain dan mempergunakan tenaga, pikiran, dan waktu untuk
merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain
etos kerja, tangguh dan tahan banting, daya juang, professional, kreatif,
keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Gotong royong.
Nilai karakter gotong-royong menunjukka tindakan menghargai
semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan
bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan atau
pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong
royong antara lain menghargai, kerjasama, inklusif, komitmen atas
keputusan bersama, musyawarah mufakat, solidaritas, empati, anti
diskriminasi, dan sika relawan.
Integritas.
Nilai integritas adalah nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
39
(KBBI) diterangkan bahwa, “ pengubahan sikap dan perilaku seorang atau mereka
yang berkelompok dapat dilakukan dengan pendidikan, usaha pendidikan sangat
berpengaruh bagi manusia yang sedang dalam usaha mendewasakan diri yang
dilakukan melalui upaya pengejaran dan latihan, proses, perbuatan, dan cara
mendidik”.( Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 263)
Menurut Ramayulis (1994: 1) pendidikan didefenisikan lewat pendekatan
etimologis. Pengembangan yang dalam bahasa Inggris artinya “education” yang
berarti bimbingan, kemudian dalam bahasa Arab berarti “tarbiyah” yang yang
artinya pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah pelatihan,
bimbingan serta pertolongan yang sengaja diberikan oleh siswa sebagai
pesertadidik oleh orang yang dewasa dan memiliki pengetahuan luas untuk
menjadikan peserta didik menjadi dewasa.
Pendidikan menurut Marzuki (2017:3) merupakan upaya terencana dalam
proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang
menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, sehat, dan berakhlak
(berkarakter) mulia. Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya
sebagai aktivitas dan fenomena.
Pendidikan menurut Muhaemin (2012: 38) sebagai aktivitas berarti upaya
yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang
dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan
memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik
yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial. Sedangkan
pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau
lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup
atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.
Berbeda dengan Purwanto (1993: 11) yang mengatakan bahwa usaha sadar
yang dilakukan seseorang dalam pergaulannya agar menjadi dewasa yang matang
dari segi “perkembangan jasmani dan rohaninya”. Usaha sadar yang dilakukan
orang dewasa dalam menolong atau mengawasi siswa atau peserta didik yang
sedang berkembang dan bertumbuh agar dapat dipantau dengan cara yang
sistematis serta teratur kejalan pendewasaan” (Sabri, 1999: 5).
42
dan hubungan horizontal dengan sesama manusia dan alam sekitar (Isnaeni,
2017:107).
Secara etimologi (ilmu asal usul kata), Islam berasal dari bahasa Arab,
terambil dari kosa kata salima yang berarti selamat sentosa. Kemudian dari kata ini
dibentuk menjadi kata aslama yang berarti memeliharakan dalam keadaan selamat,
sentisa, dan berarti pula berserah diri, patuh, tunduk, dan taat. Dari kata aslama ini
dibentuk kata Islam (aslama yuslimu islaman), yang mengandung arti sebagaimana
terkandung dalam arti pokoknya, yaitu selamat, aman, damai, patuh, berserah diri,
dan taat. Orang yang sudah masuk Islam dinamakan muslim yaitu orang yang
menyatakan dirinya telah taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah SWT.
Dengan melakukan aslama, orang ini akan terjamin keselamatannya di dunia dan
akhirat (Nata, 2011:11).
Pengertian Islam yang demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT
dalam surat Al-Baqarah ayat 112:
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada
berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.
Setelah membahas apa itu pendidikan, agama dan islam selanjutnya akan
membahas apa itu pengertian pendidikan agama islam menurut beberapa pakar. Al-
Abrasy (dalam Arief, 2010: 6) menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah proses
mempersiapkan insan agar hidup dengan sempurna dan tegap jasmaninya, bahagia,
sempurna budi pekertinya, mencintai tanah air, teratur pikirannya, cakap dalam
pekerjaannya halus perasaannya, dan manis tutur katanya.
Menurut Darajat (2004: 130) Pendidikan Agama Islam merupakan ajaran
untuk membentuk peserta didik dalam usaha untuk membina dan mengasuh agar
senantiasa bisa memahami ajaran Islam serta mengamalkan serta senantiasa
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup secara keseluruhan kemudian
menghayati tujuan yang pada akhirnya ajaran Islam dijadikan pedoman hidup.
Proses untuk menjadikan insan-insan islam yang bias meningkatkan
kemampuan yang dia punya dalam mewujudkan fungsinya sebagai khalifah Allah
SWT dan untuk merealisasikan tugas dan fungsinya baik kepada Tuhannya, sesama
insan, dan sesama makhluk lainnnya (Arief , 2002: 41)
45
Pendapat dari beberapa para ahli tentang pendidikan agama Islam dapat
diambil kesmpulan bahwa pendidikan agama Islam adalah proses pelatihan secara
sistematis dan dilakukan secara sadar untuk membentuk manusia dengan ilmu yang
luas serta agama seebagai landasan aktivitas hidup didunia. Perubahan tersebut
dapat dilihat dengan memunculkan inovasi-inovasi yang progressive pada
perbuatan manusia dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki anak secara
maksimal, agar terbentuk nilai-nilai yang berasaskan Islam untuk membentuk
kepribadian yang matang.
B. Penelitian Relevan
Berdasarkan telaah pustaka yang telah dilakukan, berikut ini dikemukakan
beberapa penelitian yang dilakukan dalam lini permasalahan yang terkait dengan
sikap spiritual. Diantaranya tesis yang ditulis oleh:
Jurnal penelitian yang dilakukan Masruroh lubis, dairina yusri, media
gusman dengan judul Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis e-learning
(studi inovasi pendidik MTs. PAI Medan di tengah wabah covid-19). Pendidikan
Agama Islam Selama Masa darurat Covid-19 ialah tetap melaksanakan
pembelajaran, namun dilaksanakan dengan sistem jarak jauh berbasis jaringan
internet. Kebijakan ini selalu diterapkan dengan mengikut aturan pemerintah.
Ragam inovasi pembelajaran yang diterapkan ialah 1) Inovasi Pada kegiatan
intrakurikuler, diantaranya seperti penyajian pembelajaran dengan multimedia.
Pembelajaran PAI yang menekankan moto „friendly‟. Diskusi dan penugasan
berbasis online, Penerapan metode berbasis proyek, evaluasi pembelajaran berbasis
pada kegiatan. 2) Inovasi pada kegiatan Ekstraurikuler, seperti rutinitas membaca
dan menghafal Alquran. Adapun hambatan yang dihadapi ialah 1) kesalahan
mindset, 2) Minimya komptensi, 3) ketidaksiapan guru dan siswa dalam
menghadapi pembelajaran E-Learning.
Penelitian yang dilakukan oleh ASYIFAH NUR HIDAYATI pada tahun
2016. Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan jurusan pendidikan Agama
Islam IAIN PURWOKERTO tersebut melakukan penelitian dengan judul:
“Pembinaan Akhlak Remaja (Studi Kasus dalam Organisasi Ikatan pelajar
Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama Pimpinan Anak Cabang
Bukateja kabupaten Purbalingga)”. Skripsi tersebut mengkaji pembinaan akhlak
47
BAB III
METODE PENELITIAN
Tabel III. 1
Rencana Waktu Penelitian
Uraian Kegiatan Bulan
No Juni Juli Agustus September Oktober Novmber
1. Pengajuan judul penelitian
2. Proposal penelitian
3. Seminar proposal
4. Pengumpulan data
5. Analisis data
6. Verifikasi data
7. Penyusunan laporan
penelitian
8. Seminar hasil
9. Revisi
10. Ujian tesis dan revisi
11. Wisuda
48
49
B. Latar Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah SMA Negeri 14 Medan yang
berlokasi Berlokasi di Jl. Pelajar Gg. Darmo, Binjai, Kec. Medan Denai, Kota
Medan, Sumatera Utara. SMA Negeri 14 Medan, merupakan salah satu Sekolah
Menengah Atas Negeri yang ada di Provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Sama
dengan SMA pada umumnya di Indonesia masa pendidikan sekolah di SMAN 14
Medan ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari Kelas X sampai
Kelas XII.
dilakukan dengan kondisi yang alamiah (Natural Setting), disebut juga dengan
metode etnographi, karena pada awalnya metode penelitian ini lebih banyak
digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya, disebut sebagai metode
kualitatif karena data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif (Sugiyono,
2013:1)
Adapun Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Deskriptif
Kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendiskripsikan
suatu gejala, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif
merumuskan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya saat penelitian
berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan
peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan
khusus terhadap peristiwa tersebut.
Penelitian ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa peneliti bermaksud
untuk mendeskripsikan tentang Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam
Menanamkan Akhlak Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 14 Medan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui akhlak spritual siswa dan karakter siswa dengan cara
menganalisis dan melihat langsung fakta melalui pengamatan dilapangan.
keterlibatan informan hendaklah terlibat dalam situasi yang dikaji kalau tidak
mereka akan lupa rincian-rincian penting dan tidak akan berbicara dalam
bahasa khusus berhubungan dengan situasi kultural.
Memahami kedua definisi diatas, maka sumber data utama dalam
penelitian ini berasal dari kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau
diwawancarai dengan mencatat, atau merekam serta mengambil gambar.
Dalam hal ini yang menjadi sumber data atau subjek dalam penelitian di
Sekolah SMA Negeri 14 Medan adalah:
Subjek Primer:
a. Siswa kelas XI yang berada di SMA Negeri 14 Medan dan mengikuti
proses belajar.
b. Siswa yang tidak mengikuti proses belajar sebagai penguatan
Subjek Sekunder:
a. Kepala Sekolah, untuk mengetahui kebijakan visi, misi sekolah.
b. Wakil Kepala Sekolah, untuk mengetahui jumlah guru, siswa, serta peran
dalam menanamkan nilai spiritual.
c. Beberapa guru-guru seperti guru agama dan beberapa guru kelas yang
diminta tanggapanya tentang bagaimana akhlak spritual dan karakter siswa
SMA Negeri 14 Medan
d. Dokumen-dokumen dan dokumentasi yang diperlukan.
Alasan ditetapkannya informan tersebut adalah mereka sebagai pelaku
yang terlibat dalam penelitian menanamkan akhlak spritual dan karakter siswa
SMA Negeri 14 Medan, mereka mengetahui secara langsung persoalan yang
dikaji, mereka lebih menguasai informasi secara akurat terkait judul tesis yang
peneliti.
2. Data Penelitian
Data penelitian adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa angka
maupun fakta. Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan
untuk menyusun suatu informasi. Sedangkan informasi adalah hasil
pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Data dalam penelitian ini
juga dapat disebut dengan objek penelitian. (Arikunto, 2015:161) Objek dalam
penelitian ini adalah:
52
a. Nilai akhlak spiritual dan karakter siswa dalam proses belajar Pendidikan
Agama Islam.
b. Strategi Menanamkan Aklak Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa
Pada Mata Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sma Negeri 14
Medan.
c. Faktor pendukung dan penghambat Menanamkan Aklak Spritual Dan
Membentuk Karakter Siswa Pada Mata Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Di Sma Negeri 14 Medan.
d. Karakter siswa yang mengikuti proses belajar Pendidikan Agama Islam.
Tabel III.2
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
No Sumber Data Metode Instrumen
1 Fenomena, Observasi Pedoman
aktivitas sosial, observasi
peristiwa,
kegiatan
2 Informan/subjek Interview Pedoman
wawancara
3 Dokumen Dokumentasi Arsip sekolah
atau
guru/pedoman
dokumentasi
53
1. Observasi
Pengamatan (observasi) adalah instrumen yang sering dijumpai dalam
penelitian pendidikan. Teknik observasi adalah salah satu cara untuk
mengetahui dan menyelidiki tingkah laku non verbal.
Apabila kita mengacu pada fungsi pengamat dalam kelompok kegiatan,
maka observasi dibagi menjadi kedalam dua bentuk : (Yusuf, 2018:384)
a. Participant observer, yaitu suatu bentuk observasi di mana pengamat
(observer) secara teratur berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan yang
diamati. Dalam hal ini juga pengamat memiliki fungsi ganda, sebagai
peneliti yang tidak diketahui dan dirasakan oleh anggota lain, dan kedua
sebagai anggota kelompok, peneliti berperan aktif sesuai dengan tugas
yang dipercayakan kepadanya.
b. Non-participant observer, yaitu suatu bentuk observasi di mana pengamat
(atau peneliti) tidak terlibat langsung dalam kegiatan kelompok, atau dapat
juga dikatakan pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan yang diamatinya.
Dalam observasi ini, teknik yang digunakan oleh peneliti adalah Non-
participant observer dimana peneliti tidak ikut berpartisipasi langsung dan
terlibat dalam kegiatan yang diamati, yaitu bagaimana Menanamkan Aklak
Spritual dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Di SMA Negeri 14 Medan. Kunci keberhasilan observasi
sebagai teknik pengumpulan data sangat banyak ditentukan pengamat sendiri,
sebab pengamat melihat, mendengar, mencium, atau mendengarkan suatu
objek penelitian dan kemudian menyimpulkan dari apa yang diamati itu.
Pengamat adalah kunci dari keberhasilan dan ketepatan hasil penelitian. Maka
peneliti yang memberikan makna tentang apa yang diamatinya dalam realitas
dan dalam konteks yang alami (natural setting); peneliti yang bertanya, dan
peneliti pula yang melihat bagaimana hubungan antara satu aspek dengan
aspek yang lain sebagai objek yang diamatinya.
Pengamatan berarti melihat secara teliti dan rinci hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan/perilaku yang berkaitan dengan Menanamkan Akhlak
54
F. Analisis Data
Berbeda dengan analisis data kuantitatif yang dilakukan pada akhir
kegiatan setelah data terkumpul semuanya, dalam penelitian kualitatif analisis
data yang terbaik dilakukan sejak awal penelitian (ongoing). Peneliti tidak boleh
menunggu data lengkap dan terkumpul dan kemudian menganalisisnya. peneliti
sejak awal, membaca dan menganalisis data yang terkumpul, baik berupa transkip
interviu, catatan lapangan, dokumen atau material lainnya secara kritis analitis
sembari melakukan uji kredibilitas maupun pemeriksaan keabsahan data secara
kontinu. Peneliti kualitatif jangan sekali-kali membiarkan data penelitiannya
“menumpuk” dan baru kemudian dilakukan analisis data. (Muri Yusuf, 2014:400)
Menurut Fossey dalam Muri Yusuf (2014:400) mengemukakan bahwa
batasan tentang analisis data dalam penelitian kualitatif sebagai berikut :
Qualitative analysis is a proces of reviewing, synthesizing and interpreting
data to describe and explain the phenomena or social worlds being studied”.
Ia menegaskan bahwa analisis data kualitatif merupakan proses mereviu dan
memeriksa data, menyintesis dan menginterpretasikan data yang terkumpul
sehingga dapat menggambarkan dan menerangkan fenomena atau situasi
sosial yang diteliti. Proses bergulir dan peninjauan kembali selama proses
penelitian sesuai dengan fenomena dan strategi penelitian yang dipilih
peneliti memberi warna analisis data yang dilakukan, namun tidak terlepas
dari kerangka pengumpulan data, reduksi data, penyajian (display) data, dan
kesimpulan/verifikasi.
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik
deskriptif dengan menggunakan analisis data kualitatif dari Miles dan Huberman
yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. (Miles dan
Huberman, 2007:16)
1. Reduksi Data
Miles dan Huberman menjelaskan bahwa reduksi data merupakan
sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan yang
tertulis dilapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian
berlangsung. Dengan demikian reduksi data merupakan proses pengambilan
56
kesimpulan dari data – data yang diperoleh pada setiap dilakukannya proses
penelian sehingga dapat memudahkan penarikan makna dari data tersebut
nantinya.
Menurut Berg dalam penelitian kualitatif dipahami bahwa data kualitatif
perlu direduksi dan dipindahkan untuk membuatnya lebih mudah diakses,
dipahami dan di gambarkan dalam berbagai tema dan pola. Dalam hal in
reduksi data sangat perlu dilakukan dalam data kualitatif agar lebih mudah
dipahami dan mudah digambakan oleh pembaca tentang kejadian yang diteliti.
Reduksi data bertujuan memudahkan penarikan hasil penelitian dari data
– data yang diperoleh pada saat penelitian. Reduksi data merupakan bagian
analisis yang sangat dipelukan pada penelitian ini sehingga peneliti lebih
mudah mengelola data – data yang diperoleh sehongga dapat memudahkan
peneliti mendapatkan hasil yang akan dicapai.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
berkemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data merupakan langkah selanjutnya dalam analisis model Miles
dan Huberman setelah proses reduksi. Penyajian data ini berupa pengubahan
data yang berbentuk teks naratif kedalam bentuk seperti bentuk grafis,
matriks, jaringan dan bentuk bagian.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Setelah data yang telah direduksi dan dilakukan penyajian data maka
selanjutnya dilakukan tahap kesimpulan/verifikasi guna mempertajam makna
yang diteliti. Proses verifikasi dalam hal ini merupakan tinjauan ulang
terhadap data–data yang diperoleh baik dari catatan lapangan dan lain
sebagainya.
G. Pemeriksaan Atau Pengecekan Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility
(validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas),
dan confirmability (obyektifitas). (Sugiyono, 2010:364)
57
1. Credibility (Keterpercayaan)
Adapun usaha untuk membuat lebih terpercaya (credible) proses,
interpretasi dan temuan dalam penelitian ini yaitu dengan cara:
a. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah
ditemui maupun yang baru.Dalam perpanjangan pengamatan untuk
menguji kredibilitas data penelitian ini, peneliti memfokuskan pada data
yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali
ke lapangan benar atau tidak dan berubah atau tidak.
b. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkesinambungan. Meningkatkan ketekunan merupakan
pengecekan kembali apakah data yang ditemukan salah atau tidak.
Kegiatan meningkat ketekunan dalam penelitian ini, peneliti lakukan
dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian
atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait denga temuan yang diteliti.
Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan
deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
c. Triangulasi
Menurut Wiliam Wiersma, triangulasi diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi sumber peneliti lakukan dengan
mengecek data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu melakukan
pengecekan kembali terhadap sumber penelitian ini, yakni terhadap guru,
siswa/i dan kepala sekolah di SMA Negeri 14 Medan. Triangulasi teknik,
peneliti lakukan dengan mengecek kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda, yakni dengan mengecek data yang diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi. Triangulasi
58
3. Dependability (Kebergantungan)
Dalam penelitian kualitatif, dependability disebut juga reliabilitas.
Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/
mereplikasi proses penelitian tersebut. Dependability dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
Dependability ini peneliti lakukan dengan berkonsultasi kepada dosen
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan
penelitian.
4. Confirmability
Confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses
yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian
yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
confirmability. Confirmability ini dilakukan saat peneliti sidang akhir tesis.
DAFTAR PUSTAKA
Aan Komariah dan Cepi Triata, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif
(Jakarta: Bumi Aksara, 2005).
Abdul Mujib, Pendidikan Karakter Perpesktif Islam (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya 2011).
Abudgin Nata, Akhlak Taasawuf, Jakarta: Rajagrafindo Persada, (2010), Hal.120
Ali Sadikin, Afreni Hamidah, Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid-
19,Biodik : Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi Vol. 06, No. 02(2020).
Alia B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: Raja
Grapindo, 2008).
Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam
Masa Darurat Covid-19. Info Singkat, Kajian Singkat Terhadap Isu
Aktuan Dan Strategis, 13–18. http://puslit.dpr.go.id