Anda di halaman 1dari 65

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DARING DALAM

MENANAMKAN AKLAK SPRITUAL DAN MEMBENTUK


KARAKTER SISWA PADA MATA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
SMA NEGERI 14 MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Dalam Memperoleh Gelar Magister


Pendidikan Agama Islam Dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

OL EH:
Nurul Fatimah Hasibuan
0331193005

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DARING DALAM
MENANAMKAN AKLAK SPRITUAL DAN MEMBENTUK
KARAKTER SISWA PADA MATA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
SMA NEGERI 14 MEDAN

TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Dalam Memperoleh Gelar Magister
Pendidikan Agama Islam Dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

Nurul Fatimah Hasibuan


0331193005

DOSEN PEMBIMBING

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Mesiono, M.Pd Dr. Zaini Dahlan, M.Pd


NIP. 197107 200701 1 031 NIP. 198905102 01801 1 002

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
DAFTAR ISI

Daftar Tabel ..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1


B. Fokus Penelitian ........................................................................................ 10
C. Rumusan Masalah ..................................................................................... 10
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 11
E. Kegunaan Penelitian.................................................................................. 11

BAB II KAJIAN TEORI


A. Landasan Teori .......................................................................................... 13
1. Efektivitas Pembelajaran Daring ........................................................ 13
2. Akhlak Spritual .................................................................................. 17
3. Pembentukan Karakter Siswa............................................................. 31
4. Pendidikan Agama Islam ................................................................. 40
B. Penelitian Relevan .................................................................................. 46

BAB III METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 48
B. Latar Penelitian ......................................................................................... 49
C. Metode dan Prosedur Penelitian ................................................................ 49
D. Data dan Sumber Data ............................................................................... 50
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 52
F. Analisis Data ............................................................................................. 55
G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ........................................ 57

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59


DAFTAR TABEL

Tabel II.1
Nilai-nilai dalam Karakter.................................................................................... 25
Tabel III.1
Perincian Waktu Penelitian .................................................................................. 48
Tabel III.2
Sumber & Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 52
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi di era Industri 4.0 atau sering disebut revolusi
industri ke empat merupakan tingkatan untuk perkembangan teknologi di dunia.
Pada era 4.0 memang difokuskan dengan teknologi yang bersifat digital.
Teknologi industri memiliki pengaruh yang besar terhadap proses pembelajaran.
Kemudahan menggunakan teknologi digital telah dirasakan oleh guru dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal tersebut seperti yang telah disampaikan
oleh Keengwe & Georgina dalam penelitiannya telah menyatakan bahwa
perkembangan teknologi memberikan perubahan terhadap pelaksanaan pengajaran
dan pembelajaran (Keengwe & Georgina, 2012). Teknologi informasi dapat
diterima sebagai media dalam melakukan proses pendidikan, termasuk membantu
proses belajar mengajar, yang juga melibatkan pencarian referensi dan sumber
informasi (Wekke & Hamid, 2013).
Manfaat era digital telah dirasakan di masa pandemi Covid-19 yang
berdampak pada dunia. Dunia telah digegerkan dengan virus yang dikenal dengan
Corona Virus Diseae 2019, atau populernya dengan nama Covid- 19. Virus ini
sangat berbahaya karena wabahnya sangat cepat menyebar kedunia. Virus
tersebut memberikan dampak yang sangat besar terhadap semua aspek kehidupan
manusia, termaksud dalam dunia pendidikan. Virus yang datang secara tiba- tiba
membuat repot dan sibuk dunia untuk mengatasinya, karena virus tersebut
melumpuhkan pergerakan masyarakat dalam berbagai aktivitas. Pemerintah
Indonesia harus membuat kebijakan yang sebenarnya menolak untuk
melakukannya, karena ditakutkan penularan virus Covid- 19 yang begitu cepat
dan aktif, maka dari itu pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan
penutupan berbagai lembaga pendidikan sementara waktu sampai virus tersebut
benar- benar hilang dimuka bumi ini. penutupan ini dilakukan untuk mengurangi
kontak orang-orang secara langsung agar mengurangi timbulnya penyebaran virus
baru dilingkungan Sekolah.

1
2

Pendidikan yang menutup diri untuk melakukan pembelajaran secara tatap


muka dikarenakan virus Covid-19 yang sangat berbahaya. Dampak dari pnutupan
sekolah memunculkan ide baru dalam dunia pndidikan yaitu perubahan pola pikir
secara menyeluruh. Keadaan seperti ini memaksa semua kalangan masyarakat
untuk bekerja dari rumah dan belajar dari rumah. Dunia pendidikan menjadikan
rumah sebagai tempat yang aman saat belajar dan mengantikan lembaga
pendidikan formal untuk sementara waktu sampai batas yang belum ditentukan.
Proses belajar yang awalnya secara tatap muka kini berubah menjadi daring
(dalam jaringan) atau online. Secara praktik guru dan murid melakukan proses
belajar melalui media dengan jaringan internet dan bukan guru melkukn
kunjungan kerumah murid- murid secara bergilir. Hal ini dilakukan atas dasar
perintah dari pemerintah dengan alasan mencega pnyebaran virus Covid-19. Guru
yang berperan aktif dituntut siap dan cepat beradaptasi dengan keadaan agar
berinovasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik agar proses belajar
menjadi menarik. Guru diharuskan mampu menggunakan teknoogi sebagai sarana
untuk membantu berjalanya proses pembelajaran.
Pembelajaran menggunakan jaringan internet lazim disebut dengan E-
Learning, atau juga dikenal dengan pembelajaran daring (dalam jaringan) (Sobron
et al, 2019). Pembelajaran daring disambut dengan suasana bingung bagi guru
dan siswa yang sama sekali belum pernah melakukan pembelajaran daring,
berbeda dengan mereka yang sudah sebagian menganggap hal tersebut tidak asing
lagi. Secara mental guru dan murid harus siap melakukan proses belajar secara
daring ditengah keadaan yang tidak mungkin melakukan proses belajar secara
tatap muka. Alat yang digunakan saat belajar daring seperti HP Android, tablet
dan Laptop dengan bantuan jaringan internet untuk menghubugkan jaringan yang
lain. Media yang digunakan seperti Whatsaps, gogle classroom, google meeting,
zoom dan lain-lain. Media tersebut sebagai media penghubung antara guru dan
murid saat proses belajar mengajar.
Pada saat ini guru menjadikan ponsel sebagai fatner dalam mengajar, yang
sebelumnya hanya sekedar sebagai alat komunikasi. Selain guru harus mahir
menggunakan ponsel guru juga harus mahir menggunakan aplikasi yang
membantu proses belajar. Hal tersebut membuat para guru harus belajar lebih
3

dalam dengan aplikasi dan cara menggunakanya. Tidak sedikit dari mreka yang
awalnya anti tetapi dengan keadaan saat ini menjadikan mereka akrab dengan
dunia internet (Arifa, 2020: 13). Banyak guru yang merasakan tekanan dengan
kondisi seperti ini, tidak sedikit guru yang tertinggal dibidang teknologi
dikarenakan faktor umur dan tempat tinggal di pedalaman jauh dari kota. Guru-
guru seperti ini harus mengeluarkan tenaga yang lebih dan ekstra agar
terlaksananya proses belajar secara online. Masalah guru tidak hanya di proses
saja, tetapi dalam pelaksanaannya guru harus memikirkan bagaimana agar proses
belajar itu menarik dan mengundang minat belajar anak. Guru harus dapat
memberikan suasana belajar yang menarik dan asik untuk diikuti oleh siswa,
karena saat pembelajaran daring guru tidak dapat langsung mengontrol siswa
apakah mereka mengikuti pembelajaran secara aktif atau tidak. Saat pembelajaran
daring selalu muncul masalah-masalah baru yang membuat hubungan antara guru
dan siswa semakin jauh. Permasalahan-permasalahan tersebut terkadang membuat
tujuan belajar yang diharapkan guru tidak tercapai. Guru harus bekerja keras saat
keadaan seperti ini agar apa yang diinginkan guru untuk peserta didiknya tercapai.
Tekanan saat pembelajaran daring tidak sama dengan proses belajar tatap
muka, hal ini menimbulkan efektivias pembelajaran secara daring. Saat proses
belajar, guru selalu merumuskan tujuan belajar sebagai acuan tingkat
keberhasilan. Keberhasilan belajar siswa dilihat dari efek atau perubahan setelah
melakukan aktvitas atau kegiatan yang telah dilakukanya setelah proses belajar.
Aktivitas belajar secara daring tidak selalu berhasil dan diakhiri dengan hasil yng
memuaskan. Seoorang guru harus terus berupaya sebisa mungkin agar siswanya
berhasil dalam belajar, walaupun dalam keadaan yang tidak baik untuk tatap
muka. Guru harus melakukan berbagai inovasi pembelajaran agar peserta idik
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Secara keseluruan
pembelajaran online yang dilakukan saat covid ini tentu tidaklah sama hasilnya
seperti tatap muka.
Pembelajaran daring menimbulkan berbagai permasalahan, hal itu
dibuktikan dengan ketidakefektifan proses belajar mengajar melalui group
whatsappm classroom, gogoole meeting dan lain-lain. Banyak Siswa kurang
merespon dan kurang peduli terhadap materi yang diberikan oleh guru sehingga
4

proses belajar mengajar menjadi tidak efektif. Ketidakefektifan tersebut


disebabkan oleh rasa bosan yang dialami selama belajar online, sehingga hal itu
menyebabkan kepasifan yang terjadi selama belajar online, hal tersebut
merupakan ciri-ciri ketidakefektifan belajar online. Ciri-ciri keefektifan program
pembelajaran adalah berhasil mengantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan
instruksional yang telah ditentukan, memberikan pengalaman belajar yang
atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan
instruksional dan memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar
(Rohmawati, 2015). Keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari
segi tingkat prestasi belajar saja, melainkan harus pula ditinjau dari segi proses
dan sarana penunjang.
Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses
interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari
aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, respon siswa terhadap
pembelajaran dan penguasaan konsep siswa. Perlu adanya hubungan timbal balik
antara siswa dan guru untuk mencapai suatu tujuan secara bersama, selain itu juga
harus disesuaikan dengan kondisi keadaan pandemi yang membuat terhambatnya
proses pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) dalam menanamkan akhlak
kepada siswa.
Akhlak dalam ajaran agama islam adalah suatu sikap yang harus dimiliki
setiap muslim. Akhlak yang dimaksud adalah akhlak yang baik. Akhlak sendiri
terbagi menjadi dua yaitu akhlak terpuji dan tercela. Al- Quran dan hadist
merupakan landasan atau pedoman bagi agama islam yang didalamnya berisikan
aturan-aturan yang harus dilaksanakan. Penerimaan baik dan buruk harus
didasarkan Al- Quran dan hadist yang berisikan istilah-istilah yang mengacu
kepada arah yang baik dan buruk serta balasan akan perbuatan yang akan dibuat
(Nata, 2010: 120).
Perlunya penanaman akhlak kepada peserta didik sebagai benteng
perbuatan yang akan dilakukanya di kemuadian hari. Pada dasarnya setiap
manusia telah diberi kesadaran untuk melakukan yang bak dan perasaan berakhlak
sejak dilahiekan didunia. Akhlak merupakan ukuran untuk memedahkan dari sifat
5

hewan dan binatang. Ajaran islam telah menurunkan Al-Quaran dan hadist
sebagai landasan ataupun pedoman hidup manusia, ilmu yang terkandung tidak
hanya dibaca dan dipahami tetapi harus dapa diamalkan dengan perbuatan dalam
keseharian.
Penanaman akhlak pada peserta didik, untuk memberi suatu ilmu agar
dapat membedakan mana yang baik dan buruk secara mendalam.Membedahkan
mana yang baik dan mana yang buruk merupakan usaha yang sadar yang secara
spontan dakan langsung dilakukan. Akhlak yang sudah tertanam diharapkan dapat
membentenginya dari kehidupan luar yang begitu buas yang dapat merubah sikap
seseeorang dalam waktu yang singkat. Manusia tidak terlepas dengan kehidupan
sosial, maka dari itu diperlukan akhlak yang tertanam , agar keadaan kuar tidak
mempengaruhi kepribadian seseorang.
Menanamkan akhlak yang terpuji merupakan kerja sama antara guru,
orangtua dan lingkungan. Kerjasama yang dilakukan diharapkan dapat
membentuk peserta didik menjadi pribadi yang terpuji dan menarik untuk
diteladani, hal tersebut tidak lain dan tidak bukan karena akhlak yang tertanam
menjadi darah daging dan akan terbawa sampai kapanpun.
Akhlak yang mulia tidak hanya dirasakan oleh manusia itu sendiri
melainkan akan dirasakan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat
bahkan dalam kehidupan bernegara. Akhlak yang mulia juga berguna dalam
mengarahkan dan mewarnai berbagai aktifitas kehidupan manusia di segala
bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi akan maju
apabila disertai akhlak yang mulia. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang di miliki
oleh seseorang yang berakhlak mulia pasti akan dimanfaatkan sebaik-baiknya
untuk kebaikan hidup manusia. Sebaiknya orang yang memiliki ilmu pengetahuan
dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun
tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan
yang akibatnya akan menimbulkan bencana di muka bumi.
Kehendak hidup bermakna, inilah yang menjadi visi hidup alternatif di
tengah meluasnya problem-problem spiritual yang menjangkit manusia modern
dan peserta didik. Apabila gagal dari awal maka mereka tidak saja gagap
6

menjalani hidup secara lebih bermakna, melainkan mereka sudah gelap dengan
diri mereka sendiri.
Spritual memiliki fungsi sebagai pendorong atau penggerak manusia
kearah yang baik dan pada saat itu membuat hidup lebih seimbang. Peran spritual
bagi peserta didik sebagai ajaran untuk mendampingi proses hidup religion yang
dihayati dan diamalkan. Menurut Aman (2013:20), Spiritual dalam pengertian
luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit, sesuatu yang spiritual
memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia,
sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara,
Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti
dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi.
Salah satu aspek dari menjadi spiritual adalah memiliki arah tujuan, yang
secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari
seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam
semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indera,
perasaan, dan pikiran.
Aspek spiritual memiliki dua proses, pertama tumbuhnya kekuatan
internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan, kedua proses dengan
peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain
perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri,
dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui
pengalaman dan kemajuan diri, peserta didik yang memliki sikap spritual akan
selalu mendekatkan diri kepada tuhanya dan menjalankan perintah-perntah agama.
Apabila digabungkan akhlak dengan spiritual memiliki pengertian yang
sangat indah. Akhlak spritual adalah akhlak mulia kepada sang penciptnya, Allah
SWT (perilaku yang baik). Akhlak inilah yang membantu manusia lebih
memaknai hidupnya, dan dapat menghantarkan manusia kepada sumber
kebahagiaan yang hakiki yaitu Allah SWT. Hidup berbahagia adalah hidup
sejahtera dan diridhai Allah SWT serta disenangi oleh sesama makhluk hidup.
Menanamkan akhlak spritual sejak dini akan menjadikan peserta didik memiliki
sikap yang terpuji seperti, timbulnya kesadaran pada diri peserta didik sebagai
manusia yang diciptakan oleh sang pencipta, kemudian menyadari bahwa dirinya
7

mempunyai tanggung jawab kepada sang penciptanya yaitu menjalankan perintah


dan menjau larangan. Seperti itulah sesorang dikatakan memiliki aklak spritual
dengan bahasa smpelnya tidak lupa diri dengan penciptanya. Setelh itu semua
sudah terlaksana maka peserta akan menemukan arti dan tujuan hidup. Peserta
didik akan terbentuk karakter dalam dirinya karena sikapnyanya yang rendah hati
dan tidak memungkuri bahwa dia makhluk yang diciptan. Kesadaran tersebut akan
membentuk karakter peserta didik, hal tersebut tidak semudah itu berjalan dengan
mulus karena ada faktor lingkungan yang sangat kuat dapat merubah karakter.
Seorang peserta didik memiliki aspek moral/karakter yang berkembang
dan diperkembangkan. Dan yang besar pengaruh terhadap perilaku yang sesuai
atau tidak dengan nilai-nilai moral yang berlaku adalah lingkungan. Sejak
dilahirkan, lingkungan pertama yang dikenal seorang anak dalam kehidupannya
adalah orang tua, maka dari itu orang tua dan keluarga memiliki peranan paling
besar terhadap perkembangan moral anak.(Gunarsa, 2006:60).
Kejadian yang dirasakan saat ini sangat mempengaruhi karakter siswa.
Banyak siswa yang sebelumnya memiliki akhlak yang mulia dan karakter yang
bagus kini berubah menjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh teknologi yang
semakin canggih dan kurangnya pengawasan orangtua kepada anaknya. Siswa
yang selalu menghabiskan waktunya dengan menggunakan teknologi dn jaringan
sosial, lambat laun akan membentuk karakternya. Siswa yang awalnya
menjadikan media alat komunikasi dalam belajar kini mereka kurang
memperdulikan pelajaran itu sendiri. Perkembangan tersebut membawa
pergeseran di dunia pendidikan yang mempengaruhi fungsi pendidikan. Akibat
yang dirasakan karena virus Covid-19 sangat terasa khususnya bagi dunia
pendidikan. Teknologi memiliki manfaat bagi kehidupan manusia disisi lain juga
terdapat sisi positif yang dapat diambil dan juga terdapat sisi negatifnya yang
dihasilkan. Diantara sisi negatif yang sering dikeluhkan adalah persoalan
penurunan karakter oleh peserta didik. Tugas guru semakin berat dengan keadaan
seperti ini, karena yang diharapkan guru adalah siswa yang bertaqwa, taat dan
memiliki kepribadian yang mantap.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 tahun
2003 Bab II Pasal 3 juga dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
8

mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa


yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis, serta tanggung jawab. (Media Wacana Press, 2003:12).
Uraian Undang-undang Sisdiknas tersebut berarti salah satu fokus dari
tujuan pendidikan nasional yaitu pada pembinaan karakter. Berdasarkan tujuan
pendidikan nasional idealnya pendidikan harus mampu memberikan pencerahan
dan menumbuhkan sikap spiritual dan sosial kepada siswa sehingga mereka
mampu bersikap responsif terhadap segala persoalan yang tengah dihadapi
masyarakat dan bangsanya. Melalui pendidikan yang embannya, mereka
diharapkan dapat menjadi individu berkarakter dan menjadi sosok spiritual yang
memiliki apresiasi tinggi terhadap masalah demokrasi, kemanusiaan toleransi, dan
kedamaian hidup.
Karakter masih saja menjadi pusat perhatian di dunia pendidikan, banyak
hal yang telah dilakukan termasuk mengganti kurikulum tertulis atau kurikulum
formal untuk lebih menekankan kepada afektif dan pembentukan karakter.
Sejalan dengan hasil penelitian Anwar (2014:100) dalam jurnal, yang
mengungkapkan bahwa ada beberapa hal lain yang mendasari pengembangan
kurikulum 2013 yaitu tantangan masa depan yang harus dihadapi dan tidak bisa
dihindari, kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki siswa pada masa
depan, fenomena negatif yang akhir-akhir ini terus mengemuka, dan persepsi
masyarakat terhadap keberadaan kurikulum yang diberlalukan saat ini merupakan
hal-hal yang menjadi pertimbangan disusunnya kurikulum 2013.
Persoalan ini tidak lain disebabkan oleh kebanyakan siswa di sekolah
memiliki otak cerdas, brilian, serta mampu menyelesaikan berbagai soal mata
pelajaran dengan sangat tepat. Sayangnya, tidak sedikit pula di antara mereka
yang cerdas itu justru tidak berperilaku cerdas dan sikap yang brilian, serta kurang
mempunyai mental kepribadian yang baik, sebagaimana nilai akademik yang telah
mereka raih di bangku sekolah.
9

Persoalan karakter ini memang tidak seutuhnya terabaikan oleh lembaga


pendidikan. Akan tetapi, dengan fakta-fakta seputar kemerosotan karakter pada
sekitar lingkungan masyarakat ini menunjukkan bahwa ada kegagalan pada
institusi pendidikan dalam hal menumbuhkan manusia Indonesia yang berkarakter
atau berakhlak mulia.
Membicarakan karakter merupakan hal yang sangat urgen dan mendasar,
orang-orang yang berkarakter dan baik secara individual maupun sosial ialah yang
memiliki akhlak, moral dan budi pekerti yang baik. Mengingat begitu urgennya
karakter, maka institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk
menanamkannya nilai yang baik kepada peserta didiknya. Karakter yang baik
akan dimiliki oleh seseorang melalui kebiasaan yang selalu dilakukan berulang
kali. Karakter atau watak seseorang mempengaruhi setiap perilaku yang dimiliki
manusia yang dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukannya. Permasalahan
moralitas di kalangan para pelajar merupakan salah satu masalah pendidikan yang
harus mendapatkan perhatian dari semua pihak. Seringkali melihat peserta didik
dengan perkembangan pada diri mereka yang menimbulkan kekecewaan kepada
pendidik. Ketika berbicara mengenai perkembangan peserta didik, seharusnya
mereka, peserta didik mengamalkan ajaran agama yang mereka terimah saat
belajar. pendidikan agama yang menjadi basic dan landasan segala tingkah laku
kehidupan mereka akan lebih menonjol saat itu diterapkan dalam kesehariannya,
karena dalam pendidikan agama sudah ada nilai-nilai yang terpuji. Tetapi
kenyataannya bahwa pengalaman terhadap pelajaran agama dikalangan peserta
didik belum sepenuhnya memuaskan dan memberikan kebanggaan kepada
pendidik .
Berbagai macam persoalan yang diuraikan diatas terdapat solusi yang
memang briliant yaitu melalui pendidikan agama Islam (PAI). Peran pendidikan
agama Islam sangat lah strategis untuk menanamkan akhlak dan membentuk
karakter siswa. Pendidikan agama Islam dalam sebagai sarana tranformasi
pengetahuan dari segi kognitifnya, dari segi afektif berperan dalam pengendalian
akhlak spritual anak dan hasilnya terbentuk kepribadian yang mantap dan
seutuhnya (aspek psikomotorik). Pendidikan agama Islam diharapkan mampu
menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa dan
10

berakhlak mulia, akhlak mulia mencakup etika budi pekerti atau moral sebagai
perwujudan dari pendidikan (Permendiknas, 2006: 2). Peseta didik diharapkan
tangguh dan mampu menghadapi tantangan hidup yang akan muncu dari
pergaulan masyarakat.
Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam
Menanamkan Aklak Spritual dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 14 Medan”.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang peniliti kemukakan, peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang “Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam
Menanamkan Aklak Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 14 Medan”. Peneliti
melakukan fokus penelitian agar pembahasan lebih terarah dan merinci. Fokus
penelitian dalam tesis ini yaitu:
1. Efektifitas pembelajaran daring yaitu efektif atau tidaknya pembelajaran
online yang dilakukan dari rumah tanpa melakukan tatap muka.
2. Menanamkan akhlak spritual yaitu tingkah laku seseorang yang dilakukan
secara sadar berdasarkan keinginan untuk mendekatkan diri kepada
tuhannya melalui kegiatan-kegiatan keagamaan.
3. Membentukan karakter siswa kegiatan dari proses menanamkan akhlk
spritual kepada siswa. Nilai-nilai spiritual yang dimaksud tertuang dalam
paparan Kemendiknas yang berisikan 18 karakter.
4. Siswa yang dimaksud disini adalah siswa/i SMA Negeri 14 Medan.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran daring efektif untuk diterapkan kepada siswa dalam
menanamkan akhlak spiritual dan membentuk karakter siswa SMA Negeri
14 Medan?
11

2. Bagaimana proses menanaman akhlak spiritual dalam membentuk karakter


siswa melalui pembelajaran daring di SMA Negeri 14 Medan?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menanamkan akhlak
spiritual dan membentuk karakter siswa melalui pembelajjaran daring
SMA Negeri 14 Medan?

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
4. Untuk mengetahui efktifitas kegiatan pembelajarn daring di SMA Negeri
14 Medan.
5. Untuk mengetahui proses menanaman akhlak spiritual dalam membentuk
karakter siswa melalui pembelajaran daring di SMA Negeri 14 Medan.
6. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam
menanamkan akhlak spiritual dan membentuk karakter siswa melalui
pembelajjaran daring SMA Negeri 14 Medan.

E. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan secara teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam dunia
pendidikan, khususnya tentang menanaman akhlak spiritual dan
membentuk karakter siswa melalui pembelajaran daring di
b. Sebagai landasan untuk mengembangkan penelitian yang lebih luas
tentang menanaman akhlak spiritual dalam membentuk karakter siswa
melalui pembelajaran daring di
2. Manfaat secara Praktis
a. Bagi siswa, diharapkan dengan menanamkan akhlak spritual dapat
membentuk karakter siswa yang lebih baik.
b. Bagi guru, diharapkan menjadi masukan bagi pendidik untuk menyadari
bahwa membentuk karakter siswa diawali dengan menanamkan akhlak-
akhlak spritual terlebih dahulu dengan begitu akan terbentuk karakter
siswa dengan sendirinya.
12

c. Bagi lembaga pendidikan, sebagai bahan informasi tentang menanaman


akhlak spiritual dalam membentuk karakter siswa serta melakukan
pengembangan-pengembangan kedepannya.
d. Bagi peneliti, sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Penlitian ini merupakan sumbangan pemikiran sebagai terwujutnya
aktualisasi peran mahasiswa. Pengalaman yang dilakukan peneiti
merupakan wawasan yang paling berharga selai itu sebagai bahan
referensi dalam meningkatkan penelitian selanjutnya.
13

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Efektivitas Pembelajaran Daring
Berbicara tentang efektivitas sebaiknya kita bahas satu persatu makna dari
kata tersebut maka harus kita pisahkan dua kata tersebut. Pertama efek, yaitu
pengaruh terhadap apa yang telah dilakukan atau akiat dari suatu tindakan. Kedua
membahas tentang aktivitas yaitu kegiatan yang dilakukan dapat atau tidak suatu
kegiatan yang dilakukan sesuai atau tidak dengan tujuan yang diharapkan.
Kesimpulan dari efektivitas adalah pengaruh atau akibat yang ditimbulkan dari
suatu kegiatan itu sendiri.
Secara etimologi efektivitas berasal dari kata efektif, sedangkan dalam
bahasa inggris efectivenesss dan memiliki makna “berhasil”. Dalam Kamus besar
bahasa indonesia, efektivitas didefinisikan sebagai keberhasilan suatu usaha,
tindakan. Yang mana dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dapat
memberikan hasil yang memuaskan (KBBI, 2008: 352). “Sedarmayanti
mendefinisikan efektivitas sebagai suatu ukuran yang memberikan gambaran
seberapa jauh target dapat tercapai” (Sedarmayanti, 2009: 59)
Efektivitas berasal dari kata efek yang artinya pengasuh yang ditimbulkan
oeh sebab, akibat/dampak, efektif yang artinya berhasil, sedangkan efektivitas
menurut bahasa adalah ketepat gunaan, hasil guna menunjang tujuan. Secara
umum teori efektivitas berorientasi pada tujuan. Hal ini sesuai dengan beberapa
pendadpat yang ditemukan para ahli tentang efektivitas seperti yang
diketengahkan Etzoni bahwa keefektifan adalah derajat dimana organisasi
mencapai tujuannya menurut steers, keefektifan menekankan perhatian pada
kepedulian hasil yang dicapai organisasi dengan tujuan yag dicapai dan menurut
Sergovani, keefektifan organisasi adalah kesesuaian hasil yang dicapai organisasai
dengan tujuan (Komariah dan Triata. 2005: 7)
Berdasarkan penjelasan dari beberapa teori yang telah dikemukakan
pakarnya dapat diambil kesmpulan bahwa yang dimaksud dengan efektivitas
pembelajaran dalam hal ini adalah pelaksanaan pembelajaran yang berjalan

13
14

dengan baik, baik dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sehingga dapat
mengetahui sejauhmana keberhasilan sasaran atau tujuan yang telah di capai dari proses
yang sudah dilakukan.

a. Ciri-ciri Efektivitas
Ciri-ciri efektivitas sendiri ada beberapa poin yang akan dijelaskan
menurut ahli ataupun pakarnya. Menurut Muhaimin dalam bukunya paradigma
pendidikan Islam bahwasannya keefektifan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam dapat diukur melalui:
1) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku siswa
2) Kecepatan untuk kerja sebagai bentuk hasil belajar
3) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus di tepuh
4) Kuantitas hasil akhir yang dapat dicapai
5) Tingkat retansi belajar.
Sedangkan efisien pembelajaran dapat diukur dengan rasio antara
keefektifan dengan jumlah waktu yang sedang atau dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan. Dan dengan daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan
mengamati kecenderungan siswa untuk keinginan terus belajar (Muhaimin, 2001:
156).
Pengertian dari Muhaimin dapat dimengerti bahwasannya keefektifan
pendidikan Agama Islam melalui Kecermatan, Kecepatan, Kesesuaian, Kuantitas
dan tingkat resensi belajar yang dapat diukur dengan rasio antara keefektifan
dengan jumlah dan daya tarik pembelajarn pembelajaran.

b. Pembelajaran Daring
Interaksi antara guru dan murid merupakan kegiatan pembelajaran yang di
dalam kegiatan tersebut ada proses belajar yang disengaja. Guru sangat
berpengaruh dalam proses pembelajara, yang mana guru menghadirkan dunia
nyata ke dalam kelas agar siswa dapat belajar mengembangkan kemampuannya
dari sudut padang siswa itu sendiri. Menurut Pribadi (2011:7) pembelajaran adalah
aktivitas dan proses pembelajaran yang dilaksanakan dapat memfasilitasi peserta
didik untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
15

Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara yang berbeda- beda sala


satunya yaitu dengan cara pembelajaran Daring atau belajar scara online
ataupun jarak jauh. Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang
menggunakan jaringan internet dengan aksebilitas, konektivitas, fleksibelitas,
dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran
(Sadikin dan Hamidah, 2020: 224). Pembelajaran daring merupakan
pembelajaran yang menggunakan media dan jaringan internet sebagai alat
bantu dalam proses belajar mengajar di suatu pendidikan.
Penggunaan jaringan internet dan teknologi multimedia mampu
merubah cara penyampaian proses pembelajaran dan penyampaian ilmu
pengetahuan. Pembelajaran daring menjadi alternatif proses belajar disaat
situasi yang kurang mendukung untuk belajar secara tatap muka. Pembelajaran
daring adalah pembelajaran yang mampu mempertemukan guru dan siswa
untuk melaksanakan interaksi pembelajaran dengan bantuan internet. Pada
tataran pelaksanaannya pembelajaran daring memerlukan dukungan perangkat
mobile seperti smartphone atau telepon Android, laptop, komputer, tablet dan
semacamny.” (Sadikin, dan Hamidah, 2020: 214).
Pengertian di atas dapat dimengerti bahwasannya pembelajaran online
atau yang biasa disebut pembelajaran Daring (dari Rumah) merupakan
pembelajaran berabasis internet yang menggunakan Smartphone, laptop, tablet
dan semacamnya untuk melaksanakan pembelajaran online dari rumah di
tengah pandemi Covid-19 yang sedang memarak pembelajaran ini di gunakan
pendidik dan guru untuk diterapkan guna untuk menjauhi atau mencegah
penyebaran virus tersebut.
1) Macam-macam Pembelajaran Daring
Untuk jenis-jenis Pembelajaran Daring dikelompokkan berdasarkan
teknologi informatika yang di pakai serta atas dasar basis teknologinya, yakni:
a) Computer Based Training atau CBT
Sistem yang mulai berkembang pada ahun 80-an dan terus berkembang
hingga saat ini. Hal tersebut didukung dengan berkembangnya sistem
animasi yang semakin menarik dan realistis seperti contohnya sistem
animasi 3 dimensi. CBT (Compter Bassed Training) pada dasarnya
16

merupakan salah satu metode pembelajaran interaktif dan menarik yang


memanfaatkan komputer sebagai medianya. Perkembangan teknologi saat
ini. teknik pembelajaran secara mandiri sangat mungkin dilakukan, salah
satunya melalui media komputer, untuk itu diperlukan suatu media yang
dapat digunakan untuk membantu prosespembelajaran salah satu solusi
yang di berikan adalah dengan pembuatan Computer Bassed Training
(CBT).
b) Web Based Training atau WBT
Sistem perkembangan lanjutan dari CBT berbasis teknologi internet.
Dengan memakai konsep ini, maka komunikasi dua arah di antara
pengguna bisa terwujud. Akan tetapi untuk lancar tidaknya proses belajar
akan sangat tergantung dari infrsatruktur jaringan kecepatan tinggi.
Halangan pada penerapan konsep ini ada pada kenyataannya jika jaringan
internet di indonesia bisa dikatakan belum merata dengan baik” (Sadikin
dan Hamidah, 2020: 214).
Pengertian di atas dapat di pahami babhwasannya sistem learning
yang digunakan dalam suatu derah biasanya menggunakan CBT
(Computer Bassed Training) karena jika menggunkan WBT (Web Bassed
Training) pada kenyataannya jaringan internet di indonesia belum
seluruhnya merata.
c) Karakteristik E-Learning
Karateristik E-Learning tersebut bersifat jaringan, yang
membuatnya mampu untuk dapat memperbaiki dengan secara cepat,
menyimpan atau juga memunculkan kembali, mendistribusikan, serta juga
sharing pembelajaran juga informasi. Karakteristik E-Learning menurut
Nursalam antara lain:
 Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials)
yang kemudian disimpan didalam komputer, sehingga dapat untuk
diakses oleh guru serta murid kapan saja dan dimanapun.
 Memanfaatkan suatu jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan
belajar, serta hal-hal yang berkaitan dengan suatu administrasi
pendidikan dapat dilihat pada tiap-tiap komputer..
17

 Memanfaatkan suatu keunggulan komputer (digital media serta juga


komputer networks)” (Nursalam, 2018: 135).
2. Akhlak Spritual
Akhlak Spritual merupakan dua kata yang memiliki arti masing- masing
atau tersendiri, sebelum kita membahas apa itu akhlak spritual maka terlebih
dahulu membahas teori tersebut secara terpisah agar lebih dapat dipahami.
Terlebih dahulu membahas spritual, walaupun diawal judul tertera tentang akhlak,
karena dalam tahapannya beragama dahulu baru menyempurnakan akhlak sesuai
ajaran islam.

Menurut Webster kata “ spirit” berasal dari kata benda bahasa latin
„‟spritus‟‟ yang berarti napas dan kata kerja “spirare” yang berarti untuk
bernapas, melihat asal katanya, untuk hidup adalah untuk bernapas dan memiliki
napas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih
kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat
fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam
mencapai tujuan dan makna hidup. Spritual merupakan bagian enseial dari
keseluruhan kesehatan dan kesejatraan seseorang (Hasan, 2008:288). Sedangkan
menurut Aman (2013:20), Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang
berhubungan dengan spirit, sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang abadi
yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan
Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara, Didalamnya mungkin terdapat
kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti dalam agama , tetapi memiliki
penekanan terhadap pengalaman pribadi.

Menurut Al- Ghazali dalam (Hasyim, 2002:89) manusia diciptakan


sebagai makhluk yang terdiri dari jiwa dan jasad. Jiwa, yang menjadi inti hakikat
manusia adalah makhluk spritual rabbani yang sangat halus. Jiwa berada dialam
spritual sedangkan jasad dialam materi. Jiwa berada di alam Jiwa berasal dari
Ilahi yang mempunyai potensi kodrati yaitu kecenderungan kepada kebaikan dan
keengganan kepada kekejian. Fitrah jiwa ini cenderung mendapatkan nur yang
disebut sebagai ma‟rifat kedalam hatinya, ia dapat menerima kebenaran
18

pengetahuan yang datangnya dari Allah SWT. Sehingga dengan ma‟rifat kedalam
hati para salik (pelaku spiritual) lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Bahasa sederhana untuk menguraikan pengertian diatas bahwasanya


manusia yang terdiri dari jasad dan jiwa. Jiwa yang akan diberi atau dimasukan
kepercyaan bagaimana beragama dan mempercayai sang pencipta. Jasad sebagai
pelaku utama ketika jiwa sudah menerima kebenaran. Aspek spritual memiliki
arah dan tujuan dalam hidup yang secara terus menerus bergerak untuk
meningkatkan hubungan kedekatan degan sang pencipta serta menghilangkan atas
keragu – raguuan dalam hati. Spritual memiliki nilai- nilai yang harus ditanamkan
kedalam jiwa seseorang.

Menurut Notonegoro dalam Rokhmah (2016: 8) nilai spiritual/rohani


merupakan hal yang berguna untuk kebutuhan rohani. Nilai spiritual ini dibagi
menjadi empat, yaitu:

a. Nilai religius, merupakan nilai yang berisi filsafat-filsafat hidup yang dapat
diyakini kebenarannya, misalnya nilai-nilai yang terkandung dalam kitab
suci.
b. Nilai estetika, merupakan nilai keindahan yang bersumber dari unsur rasa
manusia (perasaan atau estetika) misalnya kesenian daerah atau penghayatan
sebuah lagu.
c. Nilai moral, merupakan nilai mengenai baik buruknya suatu perbuatan
misalnya kebiasaan merokok pada anak sekolah.
d. Nilai kebenaran/empiris, merupakan nilai yang bersumber dari proses berpikir
menggunakan akal dan sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi (logika/rasio)
misalnya ilmu pengetahuan bahwa bumi berbentuk bulat.

Beberapa nilai-nilai spiritual yang telah dijelaskan, berikut proses


penanaman nilai-nilai spiritual kedalam diri seseorang agar jiwa bergerak
berdasarkan nilai yang baik (Muhaimin dkk, 1993:126). Tahap-tahap atau proses
penanaman nilai-nilai islam adalah:
19

a. Tahap transformasi nilai. Pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-
nilai yang baik dan yang kurang baik kepada anak didik, yang semata-mata
merupakan komunikasi verbal.
b. Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan
melakukan komunikasi dua arah atau interaksi antara anak didik dan guru
bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak hanya menyajikan informasi
tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan
dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan anak didik diminta
memberikan respon yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu.
c. Tahap transinternalisasi, yakni tahap ini lebih dari sekedar transaksi. Dalam
tahap ini, penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosok fisik, melainkan
sikap mentalnya (kepribadiannya). Demikian juga anak didik merespon kepada
guru bukan hanya gerakan atau penampilan fisiknya, melainkan sikap mental
dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam
internalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-masing
terlibat secara aktif. (Muhaimin, 1996:153).Proses merupakan cara yang
mudah untuk melakukan sesuatu kegiatan agar tercaapai tujuan dari harapan
yang diingnkan.
a. Macam-Macam Nilai Spiritual
Nilai spiritual mencakup nilai estetika, nilai moral, nilai religius, dan
nilai kebenaran. Macam-macam nilai spiritual dapat diketahui sebagai berikut:
1) Nilai Keimanan (Tauhid)
Iman terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi kognitif dan dimensi
etik. Dimensi kognitif ialah sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan
tentang kebenaran proporsi-proporsinya. Maka dengan itu, dibutuhkan
pemikiran sehat karena dengan itu seseorang akan mendapatkan
pengetahuan, dan kemudian dihayati. Dari penghayatan tersebut akan
mewujudkan keyakinan yang kuat dalam jiwa tanpa ada rasa keragu-raguan.
Dimensi etik, iman merupakan sikap jiwa yang bermuara kepada tindakan
dan amal. Dari sini nilai iman yang teraktualisasi dapat dillihat melalui amal
saleh yang dikerjakannya. (Syukur, 2004:46)

2) Nilai Ketakwaan (Ibadah)


20

Nilai ketakwaan seseorang dicerminkan melalui ibadah dan amal


saleh. Dengan maksud agar dapat sedekat mungkin dengan Allah tanpa
melupakan amal saleh baik kepada diri sendiri, sesama dan alam. Amal
saleh adalah perbuatan-perbuatan yang menunjukkan pada perilaku baik.
Amal saleh kepada sesama bisa berupa saling menyayangi, tolong-
menolong, toleran, gotong royong dan lain sebagainya. Kita dapat
memahami bahwa sebagai manusia harus menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan yaitu menghormati perbedaan yang ada, saling mengasihi,
saling menyayangi,saling menolong, toleran dan sebagainya. Dengan tidak
langsung nilai ketakwaan ini akan membentuk karakter seseorang jika
dilakukan secara terus menerus.

3) Nilai Akhlak
Dalam pengertian sederhana akhlak umumnya disamakan artinya
dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Sedangkan menurut bahasa
Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam
bahasa inggris. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak
terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela. Akhlak adalah sistem nilai
yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai
yang bersumber dari ajaran agama Islam. Pola sikap dan tindakan yang
dimaksud adalah mencakup berbagai pola yang berhubungan dengan Allah,
sesama manusia, dan alam sekitar.
Akhlak merupakan cerminan dari nilai tauhid dan takwa. Esensi
spiritualitas atau tasawuf adalah senantiasa ingat kepada Allah, kapan dan
dimana pun. Dengan demikian segala aktivitasnya akan selalu di awasi oleh-
Nya, sehingga segala perbuatannya akan terkotrol secara otomatis. Ia tidak
akan mudah tergoda oleh hawa nafsu. Akhlak adalah ilmu yang objeknya
membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat
disifatkan dengan baik dan buruknya. “Orang mukmin yang paling
sempurna keimanannya adalah ia yang memiliki akhlak terbaik. Yang
terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya kepada
pasangannya.” (Hadits riwayat Tirmidzi)
21

Akhlak berkaitan dengan hati, karena perilaku yang muncul dari


seseorang sesungguhnya mencerminkan apa yang ada dalam hatinya.
Dengan demikian, jika hatinya baik maka akhlaknya juga akan baik.Begitu
banyak cara dalam menjaga hati salah satunya dengan memperbanyak
membaca Alqur‟an, sholat fardhu, qiyamul lail, dan berdzikir kepada Allah.
Apabila hati sudah terjaga maka akan terwujudakhlak yang mulia baik sikap
maupun perkataan.

b. Metode Penanaman Nilai


1) Metode Penanaman Nilai Melalui Pembiasaan
Pembiasaan berarti suatu keadaan dimana seseorang mengaplikasikan
prilaku-prilaku yang belum pernah dilakukan atau jarang dilakukan sehingga
menjadi sering dilaksankan dan pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan.
(Helmawati, 2017:27)
Pembiasaan dalam konsep Islam dapat diartikan sebagai berikut:
Pertama, pembiasaan merupakan sesuatu yang disengaja untuk dilakukan
secara berulang-ulang agar mnjadi pembiasaan. Metode habituation
(pembiasaan) ini, menitik beratkan pada pengalaman. Karena yang dilakukan
tersebut adalah sesuatu yang diamalkan. Inti dari pembiasaan adalah
pengulangan. (Gunawan, 2014:267)
Kedua, metode pembiasaan adalah cara yang digunakan untuk
menciptakan suatu kebiasaan atau tingkah laku tertentu bagi anak didik.
(Ramayulis, 2005:110) dari definisi diatas maka dapat disimpulka bahwa
metode pembiasaan adalah cara yang digunakan untuk menciptakan kebiasaan
kepada seseorang dalam bersikap, bertindak, dan berfikir.
2) Metode Penanaman Nilai Melalui Keteladanan
Kata keteladanan berasal dari kata dasar „‟Teladan‟‟ yang berarti
perbuatan(barang dan sebagainya) yang dapat ditiru atau dicontoh. Sedangkan
keteladanan berarti hal-hal yang dapat ditiru atau di contoh. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2005:996).
Hasbullah (1999:28) mengemukakan bahwa tingkah laku, cara berbuat
dan cara berbicara akan ditiru oleh anak. Dengan teladan ini, lahirlah gejala
positif, yakni penyamaan dengan orang yang ditiru.Identifikasi positif itu
22

penting sekali dalam pembentukan kepribadian. Karena itulah keteladanan


merupakan alat pendidikan yang utama dan terpenting, sebab proses
transfernya terikat erat dalam pergaulan antara orang tua dan anak serta
pergaulan tersebut berlangsung secara wajar dan akrab.

c. Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Sikap Spiritual


Ada tiga sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara
spiritual, yaitu: (Masganti, 2011: 29)
1) Tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama
sekali.
2) Telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proporsional.
3) Bertentangan/buruknya hubungan antara bagian-bagian.
Merangsang perubahan sikap pada diri seseorang bukanlah hal yang
mudah untuk dilakukan, karena ada kecederungan sikap-sikap untuk bertahan.
Ada banyak hal yang menyebabkan sulitnya mengubah suatu sikap, antara lain:
(Slameto, 2017: 190)
1) Adanya dukungan dari lingkungan terhadap sikap yang bersangkutan.
2) Adanya peranan tertentu dari suatu sikap dalam kepribadian seseorang.
3) Bekerjanya prinsip mempertahankan keseimbangan.
4) Bekerjanya asas seektivitas
5) Adanya kecenderungan seseorang untuk menghindari kontak dengan
data yang bertentangan dengan sikap.
6) Adanya sikap yang tidak kaku pada sementara orang untk
mempertahankan pendapat-pendapatnya.
d. Pengertian Akhlak
Akhlak merupakan cerminan dari perbuatan atau sikap seseorang yang
menjelaskan baik atau buruk perbuatan yang dilakukannya. Apabila seseorang
melakukan perbuatan terpuji maka dapat dikatakan bahwa akhlaknya baik dan
begitu juga sebaliknya apabila seseorang itu melakukan perbuata tercela maka
dapat dikatakan akhlaknya buruk. Memperjelas teori tentang akhlak akan
disajikan beberapa pakar teori yang membahas akhlak. Menurut Shihab (2002:
78) akhlak secara bahasa berawal dari kata khalaqa, dilihat dari pengertian
kebahasaan, akhlak memiliki banyak arti, seperti “menciptakan (dari tiada)”,
23

menciptakan (tidak ada contoh sebelumnya). Kata khalaqa menyajikan apa itu
kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaannya. Mahkluk ciptaan Allah
haruslah mengabdikan dirinya kepada sang penciptaanya sebagai rasa syukur
atas kehidupan yang telah diberikan kepadanya. Pengabdian yang dilakukan
manusia merupakan akhlak yang mulia da tidak dapat dipisahkan dari
hidupnya. Secarah garis besar akhlak menghubungkan makhluk dengan
makhluk yang lain dan makhluk (hamba) dengan Allah (Zubaed, 2011: 96).

Pengerttian akhlak di kamus Al-Munjid, berawal dari kata khuluq yang


artinya tingkah laku perbuatan manusia yang selalu dilakukan setiap waktunya
(Nasir, 1991: 14). Akhlak ialah kebiasaan kehendak Ini berarti bahwa
kehendak itu bila dibiasakan akan menjadi kebiasaan dan disebut akhlak.
Contohnya, bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu ialah
akhlak dermawan. Akhlaq (sifat Allah pada ciptaannya), akhlak adalah
proyeksi hidup manusia dalam mencerminkan peranan sifat-sifat Allah sebagai
„abdillah untuk mengemban amanah Sang Khaliq. Atau memerankan sifat-
sifat Khaliq yang ada dalam diri setiap makhluk, yang dapat menciptakan
segala sesuatu dari diri manusia. (Asmaran, 2002: 11). Allah berfirman dalam
(QS. Shaad: 46) yang berbunyi:

     

Artinya: Sesungguhnya kami Telah mensucikan mereka dengan


(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang Tinggi yaitu selalu
mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (QS. Shaad: 46)

Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah mensucikan mereka dengan


mengingat akhirat agar merek selalu berbuat yang baik dan menghindari sesuat
yang buruk, karena negeri akhirat negeri yang kekal.

Pengertian akhlak menurut Imam Abu Hamid al- Ghazali yang dikutip
oleh Halim (2004) bahwa yang dimaksud akhlak adalah merupakan sifat yang
terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perbuatan- perbuatan dengan mudah
24

tanpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu
darinya terlahir perbuatan baik maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang
baik. Jika yang terlahir adalah perbuatan buruk maka sifat tersebut dinamakan
dengan akhlak yang buruk. Jadi kesimpulannya akhlak adalah keseluruhan
kebiasaan manusia yang berasal dalam diri yang didorong keinginan secara
sadar dan dicerminkan dalam perbuatan yang baik. Akhlak merupakan pondasi
yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara al- Kholiq sebgai pencipta
dan manusia sebagai ciptaan-Nya (Raharjo, 2010: 231)

Akhlak merupakan sifat dari manusia yang dapat dilihat dari perbuatan
dan tingkah lakunya. Tingkah laku manusia dorongan sifat yang ada dalam
jiwa seseorang. Seseorang dapat melahirkan perbuatan-perbuatan yang sopan
atau buruk secara spontan tanpa ada dorongan dari luar semua itu timbul sesuai
potensi yang ada dalam dirinya. Pada hakikatnya akhlak mempunyai jangkuan
yang cukup luas dari pada etika, tidak hanya hubungan manusia dengan
manusia tetap juga manusia dengan sang penciptanya dalam wujud ibadah
bahkan hubungan manusia dengan alam semesta dalam bentuk kerja sama
salimg bantu membantu dan tolong menolog demikian pula dengan alam.
Sedangkan etika atau moral adalah pengetahuan yang berhubungan dengan
budi pekerti atau aturan-aturan yang normatif tentang perbuatan-perbuatan
manusia dalam hidup bersosialisasi.

Beberapa ciri yang dapat membedahkan etika islam (akhlak) dengan


etika baik menurut pandangan umum ataupun filsafat yaitu:
1) Etika dalam islam mengajarkan dan menuntut manusia kepada tingkah
laku yang baik dan menjaukan diri dari tingkah laku yang buruk.
2) Etika islam menerapkan bahwa yang menjadi sumber moral ukuran baik
buruk perbuatan didasarkan kepada ajaran islam SWT (al Quran) dan
ajaran Rasul nya.
3) Etika islam bersifat universal dan komprehensip, dapat diterima oleh
seluruh umat manusia segalah waktu dan tempat.
25

4) Dengan rumusan-rumusan yang praktis dan tepat dan cocok dengan fitrah
(naluri) dan akal fikiran manusia, maka etika islam dapat dijadikan
pedoman oleh seluruh manusia.
5) Etika islam mengatur dan mengarakan fitrah manusia kejenjang akhlak
yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia di bawah pancaran sinar
petunjuk ALLAH SWT menuju keadilan nya. Sehingga terhindarlah
manusia dari fikiran dan perbuatan-perbuatan yang keliru dan
menyesatkan (Ja‟cub, 1978: 10).
Sifat atau perbuatan manusia yang dapat dilihat dari tingkah lakunya
dalam kehidupan merupakan gambaran dari akhlak yang telah ada dan
tertanam dalam diri. Apaila seseorang membiasakan menanamkan akhlak yang
baik maka akan timbul perbuatan yang terpuji dan begitu pula sebaliknya
apabila dia membiasakan menanamkan akhlak yang buruk maka timbul
perbuatan yang tidak terpuji. Potensi didalam diri seseorang adalah potensi
yang baik, sekarang bagamana membiasakan potensi tersebut dan melakukan
secara berulang agar menjadi kebiasaan yang baik.

Allah memerintahkan kepada hambanya untuk selalu mengikuti jejak


baik Rasulullah, dan tunduk terhadap apa yang telah dibawah oleh beliau
sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Qalam:



Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”


(QS. Al-Qalam: 4)

firman Allah dalam surat Asy-Syu‟ara‟:



Artinya: “ (agama kami) Ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.”
(QS. Asy-Syu‟ara‟: 137)
26

Ayat tersebut dapat dipahami dengan jelas, bahwa umat Rasulullah,


haruslah mengikuti apa aja yang dicontohkannya kepada umatnya. Termasuk
menanamkan kedalam diri setiap muslim Akhlakul Karimah. Akhlak adalah
kebiasaan yang seseorang sering lakukan kepada orang lain sehingga maka
kebiasaan tersebut disebut dengan akhlak. Contoh apabila seseorang terbiasa
membantu orang lain dalam kebaikan, maka kebiasaan orang tersebut yaitu
menolong orang lain terhadap sesama ciptaan Allah. Setiap manusia baik anak-
anak, pelajar dan dewasa diperintahkan untuk memiliki/mempunyai akhlak
yang baik atau yang sering disebut dalam kehidupan sehari-hari dengan
sebutan akhlak terpuji.

Tujuan utama dari penciptaan yaitu Akhlak manusia, hal yang utama
bagi semua ciptaan Allah, dan kerja keras untuk menjadikan kemauan insan
sejalan dengan hakikat “penciptaan”.Budi pekerti, watak, kesusilaan, dan
kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap
khaliqnya dan terhadap sesama manusia yang disebut dengan akhlak..

e. Macam-macam Akhlak
Ahlak memiliki dua macam sifat yaitu baik dan buruk, untuk lebih jelas
akan dibahas ahklak berdasarkan sifatnya agar lebih dimengerti dan dapat
dipahami. Macam- macam akhlak, yaitu terpuji (mahmudah) dan akhlak tercela
(mazmumah) (Zubaedi, 2011: 92).

1) Akhlak baik (akhlaqul mahmudah)


Kesempurnaan iman manusia terdapat pada Akhlak terpuji
(mahmudah) (Masan, 2006: 66). Tingkah laku manusia dibimbing agar
memiliki, kebenaran, kebaikan, cinta keindahan, dan tida senang dengan
keburukan maka dapat dikatakan dengan akhlak yang baik. Akhlak
terpuji (akhlaqul karimah) timgkal laku seseorang kepada sang
penciptannya Allah SWT. sifat terpuji melahirkan akhlak terpuji.
Hamzah Ya‟qub rantai iman seseorang salah satunya dapat diperoleh dari
akhlak yang baik (Amiruddin, 2016: 80).
27

Karakter akhlak terpuji yang diperintahkan Allah dan Rasul untuk


dimiliki seperti:

a) Rasa belas kasihan dan lemah lembut (ar-rahman). Akhlak ini


berdasarkan tuntutan Allah di dalam surah Ali Imran ayat 159.
b) Pemaaf dan mau bermusyawarah (al-afwu). Akhlak ini berdasarkan
Al-Qur‟an surat Ali Imran ayat 159.
c) Sikap dapat dipercaya dan mampu menepati janji (amanah) tututan
sikap ini berlandaskan al-qurah surah al-mu‟minun ayat 8.
d) Manis muka dan tidak sombong (anisatun). Tuntutan akhlak ini
berdasarkan surat luqman ayat 18.
e) Tekun dan merendahkan diri dihadapan Allah SWT (Khusyu’ dan
Tadharu). Sesuai dengan tuntutan Allah dalam surah al-mu‟minun
ayat 2.
f) Sifat malu (haya). Akhlak ini sesuai dengan tuntutan Allah dalam
surah al-nisa ayat 108.
g) Persaudaraan dan perdamaian (al-ikhwan dan al-islahi). Tuntutan Al
Qur‟an yang berkenaan dengan ayat ini adalah surah al hujarat ayat
10.
h) Berbuat baik dan beramal shaleh (al-shaihat) sesuai dengan firman
Allah dalam surat al nisa ayat 124.
i) Sabar (al-shabr). Sabar yang dimaksud mencakup tiga hal yaitu: 1.
Sabar dalam beribada dan beramal. 2. Sabar untuk tidak melakukan
maksiat dan mengikuti godaan duniawi yang dilarang. 3. Sabar
ketimpa musibah dan malapetaka. Ini sesuai dengan tuntutan Allah
dalam Al Qur‟an surah Al Baqarah ayat 153.
j) Suka saling tolong menolong (ta’awun). Sesuai dengan firman Allah
dalam surat al-Maidah ayat 2.
k) Akhlak-akhlak lain seperti sifat disenangi, menghormati tamu (al-
dhiyafah), menahan diri dari maksiat, (al-hilm), berbudi pekerti
tinggi (al-muruah) bersi/suci (al-nazhafah), pemurah (al-sakhau,
pemurah (al-salam), jujur (al-sidiq) berani karena benar (al-syaja‟ah)
dan rendah hati (al-tawadhu) (Jamil, 2018: 16) .
28

2) Akhlak Tercela (akhlaqul mazmumah)


Akhlak tercela adalah perbuatan dan perkataan tercela yang mengalir
tanpa merasa terpaksa yang keluar dari diri seseorang disebut akhlak tercela
(Tatapangarsa, 2006: 223). Akhlak mazmumah adalah segala macam sikap
atau tingkah laku tercela oleh karena itu, sikap dan tingkah laku yang lahir
merupakan cerminan atau gambaran dari sikap batin. Mazmumah atau
akhlak tercela yang dikemukakan oleh Umari yaitu sifat-sifat atau perilaku
egositis (ananiah), pemabuk, khianat, kikir, berdusta, aniaya, pengecut
(jubn), mengumpat,pemarah, menipu, memperdayakan, merasa tidak perlu
ada yang lain, dendam, berbuat kerusakan, bunuh diri, berlebihan, ,
menipu,mencintai dunia, dengki, mengadu domba,takabur, kufur nikmat
membunuh, riba, riya, mencuri, berolok-olok, mubazir, dan lain-lain
(Tatapangarsa, 2006:225).

Menurut Solihin dalam bukunya Jamil. Karakter akhlak tercela atau


yang sering disebut dengan akhlak mazmumayaitu seperti:

a) Egois (al-nani’ahi) yaitu sikap mau menang sendiri dan tidak peduli
dengan orang lain. Larangan sikap tersebut termuat dala Al Qur‟an
surah al-isra ayat 29.
b) Kikir (al-bukhl). Larangan Allah terdapat dalam surah al-lail ayat 8-10.
c) Suka berdusta (al-buhta). Al Qr‟an mengecam perbuatan tersebut dalam
surat al-Nisa ayat 112.
d) Tidak menepati janji (khianat). Lrangan in termaksud dalam surah al-
Nisa ayat 107.
e) Pengecut (al-jubn). Termuat dalam surat al-isa ayat 72-73.
f) Menggunjing dan mengupat (ghibah). Larangan diemukan dalam surat
al-Hujarat ayat 12.
g) Dengki (hasad) yang dilarang dalam surat al-falaq ayat 1-5.
h) Membuat kerusakan. Allah melarang perbuatan ini sesuai dengan surat
al-Syu‟ara ayat 151-152
i) Berlebih lebihan (a-israf). Sesuai dengan larangan Allah dalam surat al-
Araf ayat 31
29

j) Berbuat zalim (al-zalim). Orang yang berbuat zalim dilarang Allah


dalam surat Al-Baqarah ayat 59.
k) Berbuat dosa besarn (al-fawahisy). Akhlak ini dilarang Allah
sebagaimana terdapat dalam surat al-Anam ayat 151 (Jamil, 2018: 19) .

Dimensi akhlak didalam islam dikategorikan dengan point-poin yang


terpuji (mahmudah atau karimah), apabila nilai akhlak tercela (mazmumah).
Maka dapat diamalkan nilai Akhlak yang terpuji dan menjauhi akhlak yang
tercela.Penghayatan tertinggi serta terpelihara kesucian jiwa dan hati
sebagai pribadi dan masyarakat muslim maka dapat diktan dengan akhlak
baik.

f. Ruang Lingkup Akhlak


Akhlak merupakan sikap atau perbuatan yang muncul dari dalam diri
seseorang, maka akhlak dapat dikelompokan kedalam berbagai ruang lingkup
seperti.

1) Akhlak Terhadap Khaliq (Pencipta)


Akhlak dalam ruag lingkup terhadap sang Khaliq sebagai sikap yang
dtunjukan oleh manusia kepada pencipta alam semesta termaksud dirinya
sendiri. Sikap ini dimanifestasikan dalam bentuk kepatuhan menjalankan
segalah perintah Allah dan menjauhi larangannya.Selain itu manifestasi
akhlak kepada Allah juga ditunjukan dengan komitmen yang kuat untuk
terus memperbaiki kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Intinya semua perilaku seseorang yang memiliki akhlak yang baik


kepada Allah harus tercermin dalam tingkah laku sehari-hari sesuai dengan
syariat Allah.Seseorang yang memiliki akhlak yang baik kepada Allah pasti
memiliki keinginan yang kuat tanpa paksaan untuk terus berupaya menjaadi
seseorang hamba yang patuh kepada penciptanya. Sebaliknya seseorang
dianggap memiliki akhlak yang buruk kepada penciptanya jika ia tidak
memiliki keinginan untuk melakukan perintah Allah (Jamil, 2018: 5).

2) Akhlak Terhadap Makhluk


30

Akhlak terhadap Allah sebagai pencipta tidak dapat dipisahkan dari


akhlak manusia kepada makhluk lain terutama kepada sesama manusia.
Dalam konteks hubungan sebagai sesama muslim, maka Rasulullah
mengumpamakan bahwa hubungan tersebut sebagi sebuah anggota tubuh
yang saling terkait dan merasakan penderitaan jika salah satu organ tubuh
tersebut mengalami sakit. Manifestasi akhlak kepada manusia dilakukan
dengan penuh keikhlasan dan kontiunitas akan semakin menguatkan akhlak
manusia kepada penciptanya. Alhasil, perpaduan dua sikap akhlak ini aakan
menjadi manusia terpuji baik di hadapan Allah maupun makhluk lainya
(Jamil, 2018: 5).

Secara lebih rinci menurut Hamzah Yaqub, yang menjadi lapangan


pembahasan etika Islam atau akhlak adalah:

a) Mnyelidiki sejarah etika dan berbagai teori (aliran) lama dan baru
tentang tingkah laku manusia.
b) Membahas tentang cara-cara menghukum atau menilai baik dan
buruknya suatu pekerjaan.
c) Menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak mempengaruhi dan
mendorong lahirnya tingkah laku manusia yang meliputi faktor manusia
itu sendiri, fitranya atau nalurinya) adat kebiasaannya , lingkunganya,
khendak dan cita-citanya suara hatinya, motif yang mendorongnya
berbuat dan masalah pendidikan akhlak.
d) Menerangkan mana akhlak yang baik (akhlak mahmudah) dan mana
akhlak yang buruk (akhlak mazmuma) meenurut ajaran islam yang
bersumber pada AL Qur „an dan hadis Nabi Muhammad SAW.
Mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh juga meningkatkan budi
pekerti ke jenjang kemulian. Misalnya dengan cara melatih diri untuk
mencapai perbaikan bagai kesempurnaan pribadi.
e) Menegaskan arti dab tujuan hidup yang sebenarnya sehingga dapatlah
manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhi
segalah kelakuan buruk dan tercelah (Jamil, 2018: 6).
Akhlak tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi
31

pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan
tingkah laku lahiriah. Penanaman akhlak merupakan usaha untuk
membina seseoraang kedalam hati sanu bari. Memelihara dan mendidik,
merupakan bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama yaitu pribadi akhlakul karimah. Proses perkembangan menuju
peserta didik kearah kedewasaan perlu pengawasan dari pendidik agar
anak dapa berkembang dengan baik. Agar seorang dapat berkembang
kearah yang diingkan menjadi manusia yang dapat hidup bersosialisasi
dengan aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan maka anak di didik,
dipimpin kearah yang dapat dan sanggup hidup menuruti aturan-aturan
dan norma-norma kesusilaan. Maksud penanaman akhlak kepada peserta
didik ialah menjadikan pribadi yang kokoh, tidak mudah goyang dengan
kehidupan liar yang ada di sekitarnya, karena sudah tertanam nilai- nilai
yang baik. Tujuan penanaman akhlak agar peserta didik mengerjakan
segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan
sendiri dimanapun dan kapanpun.
Sebagaimana “agama memberikan sebuah kerangka moral,
sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan biasa memberikan penjelaan
mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan
perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari
eksistensi dirinya” (Desmita, 2005: 208)

3. Pembentukan Karakter Siswa


Membahas mengenai karakter maka akan terbesit akan kebiasaan yang
dilakukan oleh seseorang secara berulang. Karakter merupakan kebiasaan yang
dilakukan karena keinginan yang didasari kesukaan, kcenderungan serta
kemampuan yang dimilikinya yang kesemuaan itu sudah ada dan terekam dalam
pola pikiran. Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter” , kharasein”,
“kharax”, dalam bahasa inggris “character”. Bahasa indonesianya “karakter” yang
berarti watak atau sifat (Mujib, 2011, 11). Sementara itu homby dan Panwel
32

mengatakan karakter sebagai kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama,
atau reputasi (juwariyah, 2013: 7).
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas (dalam Zubaedi, 2011:5)
adalah bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, tempramen, watak. Adapaun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak. Karakter ini mengacu pada serangkaian sikap,
perilaku, motivasi dan keterampilan (Hamid dan Saebani, 2013: 30) Istilah
berkarakter berarti memiliki karakter, memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak (Gunawan. 2012: 2). Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat (Muslich, 2018: 24)

Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles (dalam Lickona, 2013:81)


mendefenisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tidakan-
tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Semntara
itu, menurut Michael Novak (dalam Lickona, 2013:81) melalui pengamatan
seorang filsuf kontemporer mengatakan karakter adalah “campuran kompatibel dari
seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum
bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam sejarah
Karakter dapat diartikan sebagai ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang
ciri-ciri tersebut membedakan antara satu individu dengan individu yang lain
(Mulyasa, 2013: 54). seseorang yang berperilaku tidak jujur, curang, kejam, dapat
dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter yang jelek. Sedangkan orang yang
berperilaku jujur, baik, dan disiplin dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki
karakter yang baik. Karakter yang baik itu terdiri dari mengetahui hal yang baik,
menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik, kebiasaan dalam cara
berpikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan. (Lickona, 2013:81-
82)
Beberapa pengertian yang telah djelaskan dapat ditarik kesimpulan bahwa
karakter merupakan kebiasaan yang akan dilakukan secara berulang dan terus
menerus. Karakter yang tepat dalam dunia pendidikan terdiri dari nilai operatif,
33

nilai dalam tindakan. Seseorang berproses dalam karakter berubah menjadi suatu
kebaikan, suatu disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi situasi
dengan cara yang menurut moral itu baik. Karakter yang dirasakan memiliki tiga
bagian yang saling berhubungan, yakni pengtahuan moral, perasaan moral, dan
perilaku moral yang berisi tentang kebaikan dan tidak ada seorang pun yang
memiliki semua kebaikan itu, dan setiap orang memiliki beberapa kelemahan.
Orang-orang dengan karakter yang sering dipuji bisa sangat berbeda antara satu
dengan lainnya.

a. Tujuan Pembentukan Karakter


Peserta didik dibentuk karakternya karena memiliki tujuan, di antaranya
yaitu:
1) Menjadikan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga
terwujud dalam perilaku sehari-hari (Asmani, 2013: 43)
2) Membentuk anak didik yang berwatak pengasih, penyayang, sabar,
beriman, takwa, bertanggung jawab, amanah, jujur, adil, dan mandiri
(Hamid dan Saebani, 2013: 31)
3) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi karakter yang khas pada peserta
didik
4) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak berkesesuaian dengan nilai-
nilai yang dikembangkan oleh sekolah (Kesuma, 2018: 25)
5) Terciptanya hubungan yang harmonis antara satu dengan yang lain.

b. Proses Pembentukan Karakter


Untuk membentuk karakter siswa yang baik, guru harus melakukan hal-
hal yang positif, di antaranya yaitu:
1) Bertindak sebagai sosok yang peduli, model, dan mentor. Guru
memperlakukan siswa dengan kasih dan hormat, memberikan contoh
yang baik, mendorong perilaku sosial, dan memperbaiki perilaku yang
merusak.
34

2) Menciptakan komunitas moral di kelas. Guru membantu siswa untuk


saling mengenal satu sama lain, hormat dan saling memperhatikan satu
sama lain, serta merasa dihargai sebagai anggota kelompok.
3) Mempraktikkan disiplin moral. Guru menciptakan dan menegakkan
aturan
4) Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis. Guru melibatkan siswa
dalam pembuatan keputusan dan membagi tanggung jawab yang
menjadikan kelas sebagai tempat baik untuk berkembang dan belajar.
5) Mengajarkan nilai-nilai melalui kurikulum. Guru menggunakan mata
pelajaran akademi sebagai sarana untuk mempelajari isu-isu etis.
6) Menggunakan pembelajaran kooperatif. Guru mengajar siswa mengenai
sikap dan berbagai keterampilan untuk saling membantu satu sama lain
dan bekerja sama
7) Membangun kepekaan nurani. Guru membantu siswa mengembangkan
tanggung jawab akademis dan menghargai pentingnya belajar dan
bekerja.
8) Mendorong refleksi moral, melalui membaca, menulis, berdiskusi,
berlatih membuat keputusan, dan berdebat.
9) Mengajarkan resolusi konflik, sehingga murid memiliki kapasitas dan
komitmen untuk menyelesaikan konflik secara adil dan wajar, dengan
cara-cara tanpa kekerasan (Anwar dan Salam , 2015: 183)

c. Metode Pembelajaran Berkarakter


Untuk membentuk karakter peserta didik terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat dilakukan, di antaranya yaitu:
1) Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang dilakukan dengan sengaja secara
berulang-ulang sehingga sesuatu tersebut menjadi kebiasaan. Pembiasaan
dapat mendorong seseorang untuk berperilaku, dan tanpa pembiasaan hidup
seseorang akan berjalan lamban, sebab sebelum melakukan sesuatu harus
memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukannya (Mulyasa, 2013:
166). Metode pembiasaan dalam bidang psikologi pendidikan dikenal
dengan istilah operan conditioning, mengajarkan peserta didik untuk
35

membiasakan perilaku terpuji, disiplin, giat belajar, bekerja keras, ikhlas,


jujur, dan bertanggung jawab atas setiap tugas yang telah diberikan. Model
pembiasaan ini perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan
karakter, untuk membiasakan peserta didik selalu bersifat baik dan terpuji,
sehingga tersimpan pikiran-pikiran positif di dalam otaknya (Mulyasa,
2013: 166).
d. Nilai – Nilai Karakter
Nilai – nilai karakter sangat banyak sehingga perlu dijabarkan agar
menjadi terperinci agar lebih mudah dipahami. Setelah diperoleh poin- poin
dari nlai karakter tersebut maka dapat menentukan tolak ukur dan batasan agar
tidak terlalu jauh ke poin- poin yang lain. Pembentukan karakter berdasarkan
poin yang akan dijelskan agar dapat mengettahui ketercapain karakter mana
yang telah terbentuk. Berikut nilai-nilai karakter yang dikemukakan
kemendiknas pada bahan pelatihan pengembangan budaya dan karakter bangsa
(2010:9) adalah sebagai berikut.

Tabel II.1

Nilai-nilai dalam karakter berdasarkan Kemendiknas (2010:9)

No Nilai Deskripsi
.
1. 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
agama lain dari segi pelaksanaannya, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain tanpa
membanding bandingkan.
2. 2. Jujur Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, yang
ditunjukan dari segi moral, tulus dan perasaan
mengenai keadilan maupun kebenaran. Jujur adalah
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
36

3. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan


agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. 4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. 5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya.
6. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. 7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. 8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. 9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. 10. Semangat Kebang- Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
saan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. 11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
12. 12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13. 13. Bersahabat/Komuni Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
katif berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang
37

lain.
14. 14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya.
15. 15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16. 16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingku ngan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. 17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18. 18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber : Kemendiknas, Bahan Pelatihan Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa:2010

1) Karakter Peserta Didik Dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017.


Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut :
(Siti Zubaida, 2016:75).

a) Religius.
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam prilaku
melaksanakan ajaran Agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai
pebedaan Agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan
ibadah Agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi
sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama,
38

dan individu dengan alam semsesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini
ditunjukkan dengan perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan.
Subnilai religious antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan
Agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri kerjasama antar
pemeluk Agama, antibuli dan kekerasan, tidak memaksakan kehendak,
mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
b) Nasionalis.
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik
bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan
pribadi dan kelompoknya. Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya
bangsa sendiri, menjaga kekayaan bangsa, rela berkorban, unggul,
berprestasi, cinta tanah air, taat hukum, menjaga lingkungan, dan
menghormati keragaman budaya, suku, dan Agama.
c) Mandiri.
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung
pada orang lain dan mempergunakan tenaga, pikiran, dan waktu untuk
merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain
etos kerja, tangguh dan tahan banting, daya juang, professional, kreatif,
keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
 Gotong royong.
Nilai karakter gotong-royong menunjukka tindakan menghargai
semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan
bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan atau
pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong
royong antara lain menghargai, kerjasama, inklusif, komitmen atas
keputusan bersama, musyawarah mufakat, solidaritas, empati, anti
diskriminasi, dan sika relawan.
 Integritas.
Nilai integritas adalah nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
39

dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki


komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral.
Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga
Negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi
tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Subnilai integritas
antara lain, kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti
korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladan, menghargai martabat
individu.
e. Faktor-Faktor yang Mempengarui Pembentukan Karakter
Ada beberapa faktor penting yang dianggap mempengaruhi
keberhasilan karakter. Pada dasarnya apa yang dilakukan setiap manusia
mempengaruhi apa yang menjadi karakter seseorang. Pengaruh tersebut bisa
berasal dari dalam diri seseorang juga bisa berasal dari luar diri seseorang.
Berikut ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi karakter, antara
lain :
1) Faktor insting, istilah insting telah dipakai dengan berbagai arti. Defenisi
klasiknya ialah suatu pola tingkah laku yang terorganisasi dan kompleks
yang merupakan ciri dari mahluk tertentu pada situasi khusus, tidak
dipelajari, dan tidak berubah.
2) Faktor pembiasaan, adalah sesuatu yang sengaja dilakukan berulang-
ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Mulyasa (2013:168)
menjelaskan bahwa pembiasaan dalam karakter secara tidak terprogram
dapat dilaksanakan dengan tiga cara. Pertama, rutin yaitu pembiasaan
yang dilakukan terjadwal, seperti : upacara bendera, senam, shalat
berjamaah, keberaturan, pemiliharaan kebersihan, dan kesehatan diri.
Kedua, spontan adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian
khusus seperti: perilaku memberi salam, membuang sampah pada
tempatnya, budaya antri, mengatasi silang pendapat (perkelahian).
Ketiga, keteladanan adalah pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-hari
seperti :berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji
kebaikan dan keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.
40

3) Faktor lingkungan, lingkungan adalah segala sesuatu yang berada


disekitar atau disekeliling seseorang, baik berupa manusia, benda mati,
hewan, maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tatanan
masyarakat.
4) Faktor keturunan, secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat
memengaruhi pembentukan karakter sikap seseorang. Agama Islam telah
mengatur kehidupan umatnya dalam masalah keturunan yang dapat
membentuk karakter seseorang. Islam senantiasa menuntun untuk
melakukan kebajikan sehingga anak dan keturunan yang dilahirkan
menjadi orang yang memiliki karakter baik. Ada sebuah istilah yang
sering di dengar yakni buah tidak jauh jatuh dari pohonnya. Istilah
tersebut mengindikasikan bahwa sifat-sifat yang dimiliki orang tua pada
Menurut Zubaedi (2011:181) sifat-sifat yang biasa diturunkan dari orang
tuanya ada dua macam. Pertama, sifat-sifat jasmaniah yakni sifat
kekuatan dan bentuk tubuh dan urat saraf orang tua dapat diwariskan
kepada anak-anaknya. Orang tua yang memiliki postur tubuh tinggi besar
kemungkinan mewariskan kepada anaknya. Kedua, sifat-sifat rohaniah,
yakni lemah kuatnya suatu naluri yang dapat diwariskan orang tuanya
kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.
Secara lebih singkat dikemukakan oleh Haidar (2016:86-88), bahwa
yang mempengaruhi karakter atau akhlak adalah sebagai berikut:
1) Faktor Intern, yaitu faktor yang bersumber dari kepribadian, watak dan
perilaku seseorang. Hal ini dilatarbelakangi oleh dua hal yaitu bawaan
dan pendidikan (ada juga yang menyebutnya faktor dasar dan ajar).
2) Faktor Ekstern, yaitu yang disebabkan oleh lingkungan, kultur dan
budaya. Seperti yang kita alami sekarang ini sebagai dampak negatif dari
kemajuan IPTEK dan globalisasi. Kemajuan zaman ini banyak sekali
dampak negatif tanpa mengingkari dampak positif.

4. Pendidikan Agama Islam


Perbedaan pendapat dari beberapa ahli dalam mendefenisikan pendidikan
menimbulkan banyak teori akan pendidikan, dikarenakan tidak ada batasan dalam
mengartikan pendidikan. Kata pendidikan didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
41

(KBBI) diterangkan bahwa, “ pengubahan sikap dan perilaku seorang atau mereka
yang berkelompok dapat dilakukan dengan pendidikan, usaha pendidikan sangat
berpengaruh bagi manusia yang sedang dalam usaha mendewasakan diri yang
dilakukan melalui upaya pengejaran dan latihan, proses, perbuatan, dan cara
mendidik”.( Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 263)
Menurut Ramayulis (1994: 1) pendidikan didefenisikan lewat pendekatan
etimologis. Pengembangan yang dalam bahasa Inggris artinya “education” yang
berarti bimbingan, kemudian dalam bahasa Arab berarti “tarbiyah” yang yang
artinya pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah pelatihan,
bimbingan serta pertolongan yang sengaja diberikan oleh siswa sebagai
pesertadidik oleh orang yang dewasa dan memiliki pengetahuan luas untuk
menjadikan peserta didik menjadi dewasa.
Pendidikan menurut Marzuki (2017:3) merupakan upaya terencana dalam
proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang
menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, sehat, dan berakhlak
(berkarakter) mulia. Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya
sebagai aktivitas dan fenomena.
Pendidikan menurut Muhaemin (2012: 38) sebagai aktivitas berarti upaya
yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang
dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan
memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik
yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial. Sedangkan
pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau
lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup
atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.
Berbeda dengan Purwanto (1993: 11) yang mengatakan bahwa usaha sadar
yang dilakukan seseorang dalam pergaulannya agar menjadi dewasa yang matang
dari segi “perkembangan jasmani dan rohaninya”. Usaha sadar yang dilakukan
orang dewasa dalam menolong atau mengawasi siswa atau peserta didik yang
sedang berkembang dan bertumbuh agar dapat dipantau dengan cara yang
sistematis serta teratur kejalan pendewasaan” (Sabri, 1999: 5).
42

Begitu banyak teori yang membahas tentang apa itu pendidikan,


dikarenakan pendidikan memiliki arti yang sangat luas maknanya. Kesimpulan dari
teori yang telah djelaskan bahwasanya pendidikan proses pendewasaan yang
matang melalui pergaulan antara guru, lingkungan dan masyarakat. Pendidikan
tidak hanya memberikan pengajaran saja melainkan banyak hal yang diperoleh dari
pendidikan seperti ilmu, keterampilan dan kepribadian yang mantap. Pendidikan
memberikan ilmu secara tersetruktur agar mudah didapat oleh peserta didik. Setelah
melewati pendidikan diharapkan menjadi sosok yang mandiri, bertanggung jawab,
kreatif, sehat, dan berakhlak (berkarakter) mulia.
Definisi pendidikan dalam konteks keislaman sering disebut dengan
berbagai istilah, yakni al-tarbiyah, al-ta’lim, al-ta’dib, dan al-riyadlah. Setiap
istilah tersebut memiliki manka yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan perbedaan
konteks kalimatnya dalam penggunaan istilah tersebut. Sedangkan dalam
leksikologi al-Qur‟an dan as-sunnah tidak ditemukan istilah al-tarbiyah, namun
terdapat beberapa istilah kunci yang seakar engannya yaitu al-rabb, rabbayani,
nurabbi, yurbi, dan rabbani (Mujid et.al, 2017:10).
Istilah- istilah tersebut itu memiliki makna yang sama, yakni pendidikan
(Heri Gunawan, 2014:1), Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama,
dikenal pula kata din ( ‫ ) الدين‬dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa.
Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu
tersusun dari dua kata, “a” tidak dan “gam” pergi, jadi tidak pergi, di tempat,
diwarisi turun temurun. Agama membawa peraturanperaturan yang merupakan
hukum, yang harus dipatuhi orang. Dan agama dapat dikatakan juga tuntunan,
dalam makna yang menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntunan bagi
kehidupan manusia (Nasution, 2010:1).
Apabila digabungkan kedua kata tersebut akan menmbulkan makna yang
sangat luas yakni pendidikan agama adalah satu unsur pendidikan yang dalam
penataan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila memiliki haluan, bukan
sekedar mendidik untuk mempercayai kaidah-kaidah dan melaksanakan tata cara
keagamaan saja, tetapi merupakan usaha yang terus menerus untuk
menyempurnakan pribadi dalam hubungan vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa
43

dan hubungan horizontal dengan sesama manusia dan alam sekitar (Isnaeni,
2017:107).
Secara etimologi (ilmu asal usul kata), Islam berasal dari bahasa Arab,
terambil dari kosa kata salima yang berarti selamat sentosa. Kemudian dari kata ini
dibentuk menjadi kata aslama yang berarti memeliharakan dalam keadaan selamat,
sentisa, dan berarti pula berserah diri, patuh, tunduk, dan taat. Dari kata aslama ini
dibentuk kata Islam (aslama yuslimu islaman), yang mengandung arti sebagaimana
terkandung dalam arti pokoknya, yaitu selamat, aman, damai, patuh, berserah diri,
dan taat. Orang yang sudah masuk Islam dinamakan muslim yaitu orang yang
menyatakan dirinya telah taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah SWT.
Dengan melakukan aslama, orang ini akan terjamin keselamatannya di dunia dan
akhirat (Nata, 2011:11).

Pengertian Islam yang demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT
dalam surat Al-Baqarah ayat 112:

               

 

Artinya: (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada


Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari Islam dari segi bahasa
adalah berserah diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT dalam rangka mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kata Islam tidak mempunyai hubungan
dengan orang tertentu atau dari golongan tertentu dari suatu negeri, melainkan
Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah SWT sendiri. Hal ini dinyatakan
dalam ayat al-Qur‟an surat Ali „Imran ayat 19, sebagai berikut:
44

              

             

19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada
berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang secara khas memiliki ciri


Islami, berbeda dengan konsep pendidikan lain yang kajiannya lebih memfokuskan
pada pemberdayaan umat berdasarkan al-Quran dan hadis. Artinya, kajian
pendidikan Islam bukan sekedar menyangkut aspek normatif ajaran Islam, tetapi
juga terapannya dalam ragam materi, institusi, budaya, nilai, dan dampaknya
terhadap pemberdayaan umat.

Setelah membahas apa itu pendidikan, agama dan islam selanjutnya akan
membahas apa itu pengertian pendidikan agama islam menurut beberapa pakar. Al-
Abrasy (dalam Arief, 2010: 6) menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah proses
mempersiapkan insan agar hidup dengan sempurna dan tegap jasmaninya, bahagia,
sempurna budi pekertinya, mencintai tanah air, teratur pikirannya, cakap dalam
pekerjaannya halus perasaannya, dan manis tutur katanya.
Menurut Darajat (2004: 130) Pendidikan Agama Islam merupakan ajaran
untuk membentuk peserta didik dalam usaha untuk membina dan mengasuh agar
senantiasa bisa memahami ajaran Islam serta mengamalkan serta senantiasa
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup secara keseluruhan kemudian
menghayati tujuan yang pada akhirnya ajaran Islam dijadikan pedoman hidup.
Proses untuk menjadikan insan-insan islam yang bias meningkatkan
kemampuan yang dia punya dalam mewujudkan fungsinya sebagai khalifah Allah
SWT dan untuk merealisasikan tugas dan fungsinya baik kepada Tuhannya, sesama
insan, dan sesama makhluk lainnnya (Arief , 2002: 41)
45

Pendapat dari beberapa para ahli tentang pendidikan agama Islam dapat
diambil kesmpulan bahwa pendidikan agama Islam adalah proses pelatihan secara
sistematis dan dilakukan secara sadar untuk membentuk manusia dengan ilmu yang
luas serta agama seebagai landasan aktivitas hidup didunia. Perubahan tersebut
dapat dilihat dengan memunculkan inovasi-inovasi yang progressive pada
perbuatan manusia dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki anak secara
maksimal, agar terbentuk nilai-nilai yang berasaskan Islam untuk membentuk
kepribadian yang matang.

a) Tujuan Pendidikan Agama Islam


Pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang
agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam
hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat
melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Majid, 2004: 135).
Setiap orangtua pastilah berkeinginan mempunyai anak yang saleh, yang selalu
membawa harum nama orang tuanya, berkepribadian yang saleh pula, karena
hal tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi orangtua.
Oleh karena itu berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun
tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak
dibenarkan melupakan etika sosial/moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini
juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) didunia bagi anak
didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) diakhirat
kelak (Majid, 2004: 136). Bagi umat Islam tentunya pendidikan agama yang
wajib diikutinya adalah pendidikan agama Islam. Dalam hal ini pendidikan
agama Islam mempunyai tujuan kurikuler yang merupakan penjabaran dari
tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yaitu Pendidikan Nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab (Majid, 2004: 136).
46

Mengingat betapa pentingnya pendidikan agama Islam dalam


mewujudkan harapan setiap orang tua, masyarakat dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, maka pendidikan agama Islam harus diberikan dan
dilaksanakan di sekolah dengan sebaik-baiknya. Dalam mewujudkan
pendidikan agama islam yang lebih baik lagi maka semua golongan berperan
aktif demi kemajuan bersama. Pendidikan agama Islam menjadikan manusia
lebih bertaqwa kepada sang penciptanya semua itu diwujudkan dengan
berakhlak mulia sehat dan berilmu.

B. Penelitian Relevan
Berdasarkan telaah pustaka yang telah dilakukan, berikut ini dikemukakan
beberapa penelitian yang dilakukan dalam lini permasalahan yang terkait dengan
sikap spiritual. Diantaranya tesis yang ditulis oleh:
Jurnal penelitian yang dilakukan Masruroh lubis, dairina yusri, media
gusman dengan judul Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis e-learning
(studi inovasi pendidik MTs. PAI Medan di tengah wabah covid-19). Pendidikan
Agama Islam Selama Masa darurat Covid-19 ialah tetap melaksanakan
pembelajaran, namun dilaksanakan dengan sistem jarak jauh berbasis jaringan
internet. Kebijakan ini selalu diterapkan dengan mengikut aturan pemerintah.
Ragam inovasi pembelajaran yang diterapkan ialah 1) Inovasi Pada kegiatan
intrakurikuler, diantaranya seperti penyajian pembelajaran dengan multimedia.
Pembelajaran PAI yang menekankan moto „friendly‟. Diskusi dan penugasan
berbasis online, Penerapan metode berbasis proyek, evaluasi pembelajaran berbasis
pada kegiatan. 2) Inovasi pada kegiatan Ekstraurikuler, seperti rutinitas membaca
dan menghafal Alquran. Adapun hambatan yang dihadapi ialah 1) kesalahan
mindset, 2) Minimya komptensi, 3) ketidaksiapan guru dan siswa dalam
menghadapi pembelajaran E-Learning.
Penelitian yang dilakukan oleh ASYIFAH NUR HIDAYATI pada tahun
2016. Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan jurusan pendidikan Agama
Islam IAIN PURWOKERTO tersebut melakukan penelitian dengan judul:
“Pembinaan Akhlak Remaja (Studi Kasus dalam Organisasi Ikatan pelajar
Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama Pimpinan Anak Cabang
Bukateja kabupaten Purbalingga)”. Skripsi tersebut mengkaji pembinaan akhlak
47

melalui organisasi IPNU dengan melakukan kegiatan bernilai postif seperti


kegiatan tersebut berupa kegiatan pelatihan, kegiatan keagamaan, dan kegiatan
sosial atu kemanusiaan. Kegiatan pelatihan tersebut berupa Malam Keakraban
(Makrab) bagi Anggota IPNU-IPPNU Pimpinana Anak Cabang Bukateja, Seminar
Napsa, Latihan Hadroh, Majelis Rubungan Pelajar (MRP).
Ulfah Rahmawati, dengan judul Pengembangan Kecerdasan Spiritual Santri
(Studi terhadap Kegiatan Keagamaan dirumah Tahfidzul Deresan Putri Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, hasil penelitian ini adalah dalam
pengembangan kecerdasan santri dibagi menjadi 3 waktu yaitu harian kegiatannya
meliputi menghafal Al-Qur‟an, shalat wajib berjamaah, shalat sunah ( shalat
tahajud, dhuha, dan rawatib), puasa sunah (senin, kamis dan dawud), sedekah dan
dzikir. Kegiatan mingguan meliputi membaca Al-Kafi, Al-Waqiyah, Kajian hadits,
Muhadroh Jasmi. Kegiatan bulanan yaitu ta’lim for kids. Pendukung kegiatan
pengembangan keceradasan spiritual santri yaitu: Terjadwal, adanya pengawasan,
reward, dan punishment. Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian yang
akan dilakukan, hanya perbedaannya penelitian tersebut meneliti pengembangan
kecerdasan spiritual sedangkan penelitian yang dilakukan meneliti tentang
penanaman sikap spiritual pada peserta didik pada kegiatan ekstrakurikuler Tahfidz.
Penelitan lain dilakukan oleh Halimah Palamban, dengan judul Membangun
Kecerdasan Spiritual Peserta Didik dalam Pembelajaran Al-Qur‟an di Madrasah
melalui Model Living Values Education. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, hasil penelitian ini adalah nilai-nilai kunci pribadi dan sosial yaitu
kedamaian, kejujuran, kerendahan hati, toleransi, kebijaksanaan, kesederhanaan dan
persatuan. Metode penelitian tersebut sama dengan peneliti lakukan, hanya saja
penelitian tersebut meneliti tentang membangun kecerdasan spiritual sedangkan
peneliti akan meneliti tentang penanaman sikap spiritual pada peserta didik pada
kegiatan ekstrakurikuler Tahfidz.
48

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 14 Medan sesuai dengan juduk tesis
yang saya buat “Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam Menanamkan
Akhlak Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 14 Medan”. Berlokasi di Jl. Pelajar
Gg. Darmo, Binjai, Kec. Medan Denai, Koa Medan, Sumatera Utara
2. Waktu Penelitian

Tabel III. 1
Rencana Waktu Penelitian
Uraian Kegiatan Bulan
No Juni Juli Agustus September Oktober Novmber
1. Pengajuan judul penelitian
2. Proposal penelitian
3. Seminar proposal
4. Pengumpulan data
5. Analisis data
6. Verifikasi data
7. Penyusunan laporan
penelitian
8. Seminar hasil
9. Revisi
10. Ujian tesis dan revisi
11. Wisuda

48
49

B. Latar Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah SMA Negeri 14 Medan yang
berlokasi Berlokasi di Jl. Pelajar Gg. Darmo, Binjai, Kec. Medan Denai, Kota
Medan, Sumatera Utara. SMA Negeri 14 Medan, merupakan salah satu Sekolah
Menengah Atas Negeri yang ada di Provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Sama
dengan SMA pada umumnya di Indonesia masa pendidikan sekolah di SMAN 14
Medan ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari Kelas X sampai
Kelas XII.

Sekolah SMA Negeri 14 Medan, berdiri pada tahun 1984, akreditasi


sekolah A dan jurusan atau permintaan IPA dan IPS. Kegiatan peroses belajar
mengajar dimulai dari pukul 07:30-14:00.

C. Metode dan Prosedur Penelitian


Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, jenis penelitian ini
adalah (field research) atau penelitian lapangan yang memiliki karakteristik alami
sebagai sumber penelitian. Menurut Sugiyono (2010:15) mengatakan bahwa
metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive
dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi. Data yang diperoleh akan dikumpulkan menjadi satu,
seperti dokumentasi pribadi dan dokumentasi resmi lainnya. Data-data tersebut
diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung kelapangan dan hasilnya
dilakukan catatan lapangan. Sehingga hasil yang didapat menggambarkan reallita
sesungguhnya secara luas, mendalam, terperinci dan tuntas untuk diteliti. Hal ini
dilakukan agar mendapat kebenaran atara teori dan kenyataaan yang sedang
terjadi.
Metode penelitian ini muncul karena terjadi perubahan paradigma dalam
memandang suatu realitas, fenomena atau gejala, sehingga metode ini sering
disebut pula dengan metode penelitian naturalistik, karena penelitiannya
50

dilakukan dengan kondisi yang alamiah (Natural Setting), disebut juga dengan
metode etnographi, karena pada awalnya metode penelitian ini lebih banyak
digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya, disebut sebagai metode
kualitatif karena data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif (Sugiyono,
2013:1)
Adapun Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Deskriptif
Kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendiskripsikan
suatu gejala, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif
merumuskan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya saat penelitian
berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan
peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan
khusus terhadap peristiwa tersebut.
Penelitian ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa peneliti bermaksud
untuk mendeskripsikan tentang Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam
Menanamkan Akhlak Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 14 Medan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui akhlak spritual siswa dan karakter siswa dengan cara
menganalisis dan melihat langsung fakta melalui pengamatan dilapangan.

D. Data dan Sumber Data


1. Sumber Data
Sumber data sebagai sumber utama penelitian mengenai variabel-
variabel yang diteliti. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata
dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal ini jenis datanya dibagi dalam kata-kata, tindakan,
sumber data tertulis, foto, dan statistik. (Moleong, 2012:157)
Subjek yang diteliti dalam penelitian kualitatif disebut informan yang
dijadikan teman bahkan konsultan untuk menggali informasi yang dibutuhkan
peneliti. Dalam hal ini Spradley dalam (Salim dan Syahrum, 2015: 143)
menjelaskan bahwa informan yang harus dipilih haruslah seseorang yang
benar-benar memahami kultur atau situasi yang ingin diteliti untuk
memberikan informasi kepada peneliti. Pada umumnya informan haruslah
paling sedikit mempunyai keterlibatan penuh selama 3-4 tahun. Bahwa
51

keterlibatan informan hendaklah terlibat dalam situasi yang dikaji kalau tidak
mereka akan lupa rincian-rincian penting dan tidak akan berbicara dalam
bahasa khusus berhubungan dengan situasi kultural.
Memahami kedua definisi diatas, maka sumber data utama dalam
penelitian ini berasal dari kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau
diwawancarai dengan mencatat, atau merekam serta mengambil gambar.
Dalam hal ini yang menjadi sumber data atau subjek dalam penelitian di
Sekolah SMA Negeri 14 Medan adalah:
Subjek Primer:
a. Siswa kelas XI yang berada di SMA Negeri 14 Medan dan mengikuti
proses belajar.
b. Siswa yang tidak mengikuti proses belajar sebagai penguatan
Subjek Sekunder:
a. Kepala Sekolah, untuk mengetahui kebijakan visi, misi sekolah.
b. Wakil Kepala Sekolah, untuk mengetahui jumlah guru, siswa, serta peran
dalam menanamkan nilai spiritual.
c. Beberapa guru-guru seperti guru agama dan beberapa guru kelas yang
diminta tanggapanya tentang bagaimana akhlak spritual dan karakter siswa
SMA Negeri 14 Medan
d. Dokumen-dokumen dan dokumentasi yang diperlukan.
Alasan ditetapkannya informan tersebut adalah mereka sebagai pelaku
yang terlibat dalam penelitian menanamkan akhlak spritual dan karakter siswa
SMA Negeri 14 Medan, mereka mengetahui secara langsung persoalan yang
dikaji, mereka lebih menguasai informasi secara akurat terkait judul tesis yang
peneliti.
2. Data Penelitian
Data penelitian adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa angka
maupun fakta. Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan
untuk menyusun suatu informasi. Sedangkan informasi adalah hasil
pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Data dalam penelitian ini
juga dapat disebut dengan objek penelitian. (Arikunto, 2015:161) Objek dalam
penelitian ini adalah:
52

a. Nilai akhlak spiritual dan karakter siswa dalam proses belajar Pendidikan
Agama Islam.
b. Strategi Menanamkan Aklak Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa
Pada Mata Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sma Negeri 14
Medan.
c. Faktor pendukung dan penghambat Menanamkan Aklak Spritual Dan
Membentuk Karakter Siswa Pada Mata Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Di Sma Negeri 14 Medan.
d. Karakter siswa yang mengikuti proses belajar Pendidikan Agama Islam.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam
melakukan suatu penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik/prosedur pengumpulan data peneliti
tidak akan mendapatkan data secara maksimal. Oleh sebab itu pengumpulan data
sangat perlu dipahami oleh peneliti. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.
Untuk lebih jelas peneliti merangkumnya dalam bentuk tabel sebagai
berikut:

Tabel III.2
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
No Sumber Data Metode Instrumen
1 Fenomena, Observasi Pedoman
aktivitas sosial, observasi
peristiwa,
kegiatan
2 Informan/subjek Interview Pedoman
wawancara
3 Dokumen Dokumentasi Arsip sekolah
atau
guru/pedoman
dokumentasi
53

1. Observasi
Pengamatan (observasi) adalah instrumen yang sering dijumpai dalam
penelitian pendidikan. Teknik observasi adalah salah satu cara untuk
mengetahui dan menyelidiki tingkah laku non verbal.
Apabila kita mengacu pada fungsi pengamat dalam kelompok kegiatan,
maka observasi dibagi menjadi kedalam dua bentuk : (Yusuf, 2018:384)
a. Participant observer, yaitu suatu bentuk observasi di mana pengamat
(observer) secara teratur berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan yang
diamati. Dalam hal ini juga pengamat memiliki fungsi ganda, sebagai
peneliti yang tidak diketahui dan dirasakan oleh anggota lain, dan kedua
sebagai anggota kelompok, peneliti berperan aktif sesuai dengan tugas
yang dipercayakan kepadanya.
b. Non-participant observer, yaitu suatu bentuk observasi di mana pengamat
(atau peneliti) tidak terlibat langsung dalam kegiatan kelompok, atau dapat
juga dikatakan pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan yang diamatinya.
Dalam observasi ini, teknik yang digunakan oleh peneliti adalah Non-
participant observer dimana peneliti tidak ikut berpartisipasi langsung dan
terlibat dalam kegiatan yang diamati, yaitu bagaimana Menanamkan Aklak
Spritual dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Di SMA Negeri 14 Medan. Kunci keberhasilan observasi
sebagai teknik pengumpulan data sangat banyak ditentukan pengamat sendiri,
sebab pengamat melihat, mendengar, mencium, atau mendengarkan suatu
objek penelitian dan kemudian menyimpulkan dari apa yang diamati itu.
Pengamat adalah kunci dari keberhasilan dan ketepatan hasil penelitian. Maka
peneliti yang memberikan makna tentang apa yang diamatinya dalam realitas
dan dalam konteks yang alami (natural setting); peneliti yang bertanya, dan
peneliti pula yang melihat bagaimana hubungan antara satu aspek dengan
aspek yang lain sebagai objek yang diamatinya.
Pengamatan berarti melihat secara teliti dan rinci hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan/perilaku yang berkaitan dengan Menanamkan Akhlak
54

Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam Di SMA Negeri 14 Medan.
2. Wawancara
Teknik mengumpulkan data yang kedua adalah wawancara. Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
(Moleong, 2012:186)
Pada teknik ini, peneliti datang dan behadapan langsung dengan
responden atau subjek yang akan diteliti. Teknik ini merupakan salah satu
teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya
langsung kepada responden. Peneliti berinteraksi dan menanyakan tentang
sesuatu yang telah direncanakan untuk menggali data yang akurat pada
responden, hasilnya kemudian dicatat sebagai informasi penting dalam
penelitian.
Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data
mengenai kondisi siswa dalam Menanamkan Akhlak Spritual Dan Membentuk
Karakter Siswa Pada Mata Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA
Negeri 14 Medan, pertanyaan ditujukan kepada informan penelitian yaitu
siswa, guru, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dalam bentuk pertanyaan
sesuai dengan pedoman wawancara.
3. Dokumentasi
Cara lain untuk memperoleh data dan informasi yang akurat dari
responden adalah dokumentasi. Dalam melaksanakan metode dokumentasi,
peneliti melakukan dokumentasi dalam bentuk foto terkait dengan
Menanamkan Akhlak Spritual Dan Membentuk Karakter Siswa Pada Mata
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sma Negeri 14 Medan. Peneliti
juga menyelidiki benda-benda tertulis seperti dokumen, peraturan-peraturan,
notulen, catatan harian, di SMA Negeri 14 Medan sesuai dengan pedoman
observasi yang telah dipersiapkan.
55

F. Analisis Data
Berbeda dengan analisis data kuantitatif yang dilakukan pada akhir
kegiatan setelah data terkumpul semuanya, dalam penelitian kualitatif analisis
data yang terbaik dilakukan sejak awal penelitian (ongoing). Peneliti tidak boleh
menunggu data lengkap dan terkumpul dan kemudian menganalisisnya. peneliti
sejak awal, membaca dan menganalisis data yang terkumpul, baik berupa transkip
interviu, catatan lapangan, dokumen atau material lainnya secara kritis analitis
sembari melakukan uji kredibilitas maupun pemeriksaan keabsahan data secara
kontinu. Peneliti kualitatif jangan sekali-kali membiarkan data penelitiannya
“menumpuk” dan baru kemudian dilakukan analisis data. (Muri Yusuf, 2014:400)
Menurut Fossey dalam Muri Yusuf (2014:400) mengemukakan bahwa
batasan tentang analisis data dalam penelitian kualitatif sebagai berikut :
Qualitative analysis is a proces of reviewing, synthesizing and interpreting
data to describe and explain the phenomena or social worlds being studied”.
Ia menegaskan bahwa analisis data kualitatif merupakan proses mereviu dan
memeriksa data, menyintesis dan menginterpretasikan data yang terkumpul
sehingga dapat menggambarkan dan menerangkan fenomena atau situasi
sosial yang diteliti. Proses bergulir dan peninjauan kembali selama proses
penelitian sesuai dengan fenomena dan strategi penelitian yang dipilih
peneliti memberi warna analisis data yang dilakukan, namun tidak terlepas
dari kerangka pengumpulan data, reduksi data, penyajian (display) data, dan
kesimpulan/verifikasi.
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik
deskriptif dengan menggunakan analisis data kualitatif dari Miles dan Huberman
yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. (Miles dan
Huberman, 2007:16)
1. Reduksi Data
Miles dan Huberman menjelaskan bahwa reduksi data merupakan
sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan yang
tertulis dilapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian
berlangsung. Dengan demikian reduksi data merupakan proses pengambilan
56

kesimpulan dari data – data yang diperoleh pada setiap dilakukannya proses
penelian sehingga dapat memudahkan penarikan makna dari data tersebut
nantinya.
Menurut Berg dalam penelitian kualitatif dipahami bahwa data kualitatif
perlu direduksi dan dipindahkan untuk membuatnya lebih mudah diakses,
dipahami dan di gambarkan dalam berbagai tema dan pola. Dalam hal in
reduksi data sangat perlu dilakukan dalam data kualitatif agar lebih mudah
dipahami dan mudah digambakan oleh pembaca tentang kejadian yang diteliti.
Reduksi data bertujuan memudahkan penarikan hasil penelitian dari data
– data yang diperoleh pada saat penelitian. Reduksi data merupakan bagian
analisis yang sangat dipelukan pada penelitian ini sehingga peneliti lebih
mudah mengelola data – data yang diperoleh sehongga dapat memudahkan
peneliti mendapatkan hasil yang akan dicapai.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
berkemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data merupakan langkah selanjutnya dalam analisis model Miles
dan Huberman setelah proses reduksi. Penyajian data ini berupa pengubahan
data yang berbentuk teks naratif kedalam bentuk seperti bentuk grafis,
matriks, jaringan dan bentuk bagian.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Setelah data yang telah direduksi dan dilakukan penyajian data maka
selanjutnya dilakukan tahap kesimpulan/verifikasi guna mempertajam makna
yang diteliti. Proses verifikasi dalam hal ini merupakan tinjauan ulang
terhadap data–data yang diperoleh baik dari catatan lapangan dan lain
sebagainya.
G. Pemeriksaan Atau Pengecekan Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility
(validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas),
dan confirmability (obyektifitas). (Sugiyono, 2010:364)
57

1. Credibility (Keterpercayaan)
Adapun usaha untuk membuat lebih terpercaya (credible) proses,
interpretasi dan temuan dalam penelitian ini yaitu dengan cara:
a. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah
ditemui maupun yang baru.Dalam perpanjangan pengamatan untuk
menguji kredibilitas data penelitian ini, peneliti memfokuskan pada data
yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali
ke lapangan benar atau tidak dan berubah atau tidak.
b. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkesinambungan. Meningkatkan ketekunan merupakan
pengecekan kembali apakah data yang ditemukan salah atau tidak.
Kegiatan meningkat ketekunan dalam penelitian ini, peneliti lakukan
dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian
atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait denga temuan yang diteliti.
Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan
deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
c. Triangulasi
Menurut Wiliam Wiersma, triangulasi diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi sumber peneliti lakukan dengan
mengecek data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu melakukan
pengecekan kembali terhadap sumber penelitian ini, yakni terhadap guru,
siswa/i dan kepala sekolah di SMA Negeri 14 Medan. Triangulasi teknik,
peneliti lakukan dengan mengecek kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda, yakni dengan mengecek data yang diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi. Triangulasi
58

waktu peneliti lakukan dengan melakukan pengecekan dengan wawancara


dan observasi pada waktu dan situasi yang berbeda.
2. Transferability (Keteralihan)
Transferability (keteralihan) adalah melakukan uraian rinci dari data ke
teori, atau dari kasus ke kasus lain, sehingga pembaca dapat menerapkannya
dalam konteks yang hampir sama.
Peneliti membuat laporan dengan memberikan uraian yang rinci, jelas,
sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian maka pembaca menjadi jelas
atas penelitian ini dan dapat mengaplikasikan hasil penelitian di tempat lain.

3. Dependability (Kebergantungan)
Dalam penelitian kualitatif, dependability disebut juga reliabilitas.
Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/
mereplikasi proses penelitian tersebut. Dependability dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
Dependability ini peneliti lakukan dengan berkonsultasi kepada dosen
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan
penelitian.
4. Confirmability
Confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses
yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian
yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
confirmability. Confirmability ini dilakukan saat peneliti sidang akhir tesis.
DAFTAR PUSTAKA

Aan Komariah dan Cepi Triata, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif
(Jakarta: Bumi Aksara, 2005).
Abdul Mujib, Pendidikan Karakter Perpesktif Islam (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya 2011).
Abudgin Nata, Akhlak Taasawuf, Jakarta: Rajagrafindo Persada, (2010), Hal.120
Ali Sadikin, Afreni Hamidah, Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid-
19,Biodik : Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi Vol. 06, No. 02(2020).
Alia B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: Raja
Grapindo, 2008).
Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam
Masa Darurat Covid-19. Info Singkat, Kajian Singkat Terhadap Isu
Aktuan Dan Strategis, 13–18. http://puslit.dpr.go.id

Anwar, Rusliyansyah. 2014. Hal-Hal yang Mendasari Penerapan Kurikulum.


Vol. 5 No.1 April 2014. Diambil dari:
http://journal.binus.ac.id/indeks.php/Humaniora/article/view/2987 (12
Januari 2020)

Aifat Masan, Aqidah Akhlak, Semarang: Karya Toha Putra, (2006).

Agus Hidayatulloh, AL AZIZ Al-QURAN Tajwid, Bekasi: Cipta Bagus Sagara.

Barmawi Umary, Materia Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1989).

Buya Amiruddin, Pendidikan Karakter (membina generasi muda berkepribadian


Islami), Medan: CV.Manhaji, (2016).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(Jakarta : Balai Pustaka, 2008).
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka, 2005),
Dr.Asmaran As.,M.A. Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada)
Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana, Pendidikan Karakter,
(Bandung: Rosdakarya, 2018).
E. Mulyasa, manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013),
Hasyim Syah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama,2002).
Hamzah ja‟cub, Etika Islam (pokok-pokok Kuliah Akhlak , Jakarta : CV. Publicita,
(1978).
Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2013)
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2012)
Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia,
60 Surabaya: Bina Ilmu, (2006).

Jamal Ma‟mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di


Sekolah, (Jogjakarta: Diva Press, 2013).
Jamil, Akhlak Tasawuf, Medan: PERDANA PUBLISING, (2018).
Juwariyah, dkk. Pendidikan Karater Dlam Perspektif Pendidikan Islam
{Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
2013).
Keengwe, J., & Georgina, D. (2012). The digital course training workshop for
online learning and teaching. Education and Information Technologies,
17(4), 365–379.https://doi.org/10.1007/s10639-011-9164-x
M.Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Fungsi dan peran wahyu dalam
masyarakat, Bandung: mizan, (2002).
Sahilun A. Nasir, Tinjauan Akhlak, Surabaya: Al-Ikhlas, (1991).
Sabar Budi Raharjo. “Pendidikan Karakter sebagai Upaya Menciptakan Akhlak
Mulia”.

Salim Dan Syahrum. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Ciptapustaka Media,


2015 Cet. Ke-6.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D), Bandung: Alfabeta, 2010.
Sobron, A. ., Bayu, Rani, & S, M. (2019). Persepsi Siswa Dalam Studi Pengaruh
Daring Learning Terhadap Minat Belajar IPA.
Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja, (Bandung: CV
Mandar Maju, 2009)
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2001)
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018),

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. 2011
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam As, Membumikan Pendidikan
Karakter, (Jakarta: 2015).
Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu, (Jakarta: Salemba
Medika, 2008)
Permendiknas no 22 tahun 2006, teeentang standar isi unuk satuan pendidikan
tingkat dasar dan menengah.
Research on Indonesian Pesantren. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 83,
585–589.https://doi.org/10.1016/J.SBSPRO.2013.06.111
Tafsir, dkk., Moralitas al-Quran dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama
Media, 2002).

Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.


Jakarta: Prenamedia Group, 2014
Wekke, I. S., & Hamid, S. (2013). Technology on Language Teaching and
Learning: A
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter,Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
(2011).

Anda mungkin juga menyukai