Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era reformasi membawa banyak perubahan dihampir segala bidang di Republik
Indonesia. Ada perubahan yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat, dan ada juga
yang negatif yang mana pada gilirannya akan merugikan keutuhan wilayah dan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Kelangsungan hidup bangsa
dan Negara merupakan suatu tanggung jawab ( hak dan kewajiban ) setiap warga negara
dan bangsa, tidak ada suatu bangsa yang akan damai dan tentram apabila tidak setiap
unsur bangsanya turut membelanya, dan tidak akan mungkin kita akan meminta bangsa
lain membela bangsa dan negara kita tanpa pamrih. Oleh karena itu kesadaran dan
partisipasi dalam bela Negara bagi setiap warga negara sangat penting dan tidak hanya
merupakan hak dan kewajiban tetapi sekaligus merupakan kehormatan bagi setiap warga
Negara.
Pada hakekatnya perjuangan bangsa Indonesia dalam pembelaan dilakukan oleh
rakyat Indonesia secara keseluruhan, bukan oleh kelompok tertentu hanya saja dalam
perjuangan itu, peran dan intensitas, partisipasi masyarakat atau rakyat Indonesia dapat
berbeda – beda dalam bela Negara. Dalam hal ini tidak dituntut kemungkinan ada
kelompok rakyat yang berpihak pada penjajah, tetapi mayoritas rakyat Indonesia
berperan dalam bela Negara untuk mengusir penjajah dari Bumi pertiwi ini. Sebagai
warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan
mewaspadai berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI seperti
pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuann NKRI.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari bela negara?
2. Mengapa negara perlu dibela oleh warga negaranya?
3. Apakah tindakan yang menunujakkan bela negara?
4. Bagaimana bentuk bela negara dalam segala bidang?

1
1.3 Tujuan Makalah
Ditinjau dari rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembuatan makalah ini adalah sebaga berikut :
1. Mengetahui pengertian bela negara
2. Mengetahui mengapa negara perlu dibela
3. Mengetahui tindakan yang menenjukkan bela negara
4. Mengetahui bagaimana bentuk bela negara dalam segala bidang

1.4 Kegunaan Makalah


Apabila ditinjau, maka makalah ini memiliki kegunaan baik dari segi teoritis maupun
dari segi praktis. Secara teoritis makalah ini memiliki kegunaan sebagai salah satu
sumber dasar pengetahuan mengenai pembelaan negara dalamm segala bidang.
Sedangkan secara praktis makalah ini memiliki kegunaan baik bagi pembaca maupun
penulis.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Unsur-Unsur Negara
Sebagai unsur organisasi dalam masyarakat baru dapat dikatakan Negara
apabila telah memenuhi unsur – unsur yang harus ada dalam suatu Negara.
Menurut Kovensi Montevideo tahun 1993 bahwa suatu Negara harus mempunyai
unusur-unsur sebagai berikut :
1. Penduduk yang tetap
2. Wilayah tertentu
3. Pemerintahan
4. Kemampuan mengadakan hubungan dengan Negara lain
5. Adanya pengakuan dari Negara lain

Berkaitan dengan upaya pembelaan Negara, salah satu sasaran yang sangat
penting dan harus dibela oleh pemerintah dan setiap warga negara adalah
wilayah negara. Wilayah negara (teritorial) merupakan wadah untuk
berlangsungnya penyelenggaraan upaya pembelaan Negara.

Wilayah NKRI terbentang sangat luas dan terdiri atas beribu – ribu pulau.
Keberadaan pulau di Indonesia berhadapan langsung dengan negara tetangga
yang mana seringkali menimbulkan konflik perbatasan yang menggangu dan
mengancam keutuhan wilayah negara Indonesia, seperti terjadi konflik perbatasan
antar negara Indonesia dengan Malaysia di Blok ambalat Kalimantan Timur.

2.2Pengertian Bela Negara


a. Menurut UUD pasal 30 , UU No. 20 1982; HANKAM
Bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur,
menyeruluh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah
air (wilayah nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia
dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada
UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

3
b. Dalam arti sempit
Bela negara secara sempit adalah bela negara hanya terbatas pada
mempertahankan keutuhan dan kedaulatan negara saja oleh TNI dan POLRI
dengan menngunakan senjata.
c. Dalam arti luas
Bela negara secara luas adalah bela negara dilaksanakan oleh warga negara
sesuai dengan profesi, kemampuan , kodrat masing-masing meliputi berbagai
bidang kehidupan.

2.3Motivasi dalam Pembelaan Negara


Usaha pembelaan suatu negara bertumpu pada kesadaran setiap warga negara
akan hak dan kewajibannya. Kesadarannya demikianlah perlu ditumbuhkan
melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam
pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan
berhasil ika setiap warga memahami keunggulan dan kelebihan negara dan
bangsanya. Disamping itu setiap warga negara hendaknya juga memahami
kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara
Indonesia.
Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai
bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela Negara Indonesia
yaitu :
1. Pengalaman sejarah perjuangan RI.
2. Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis.
3. Keadaan penduduk (demografis) yang besar.
4. Kekayaan sumber daya alam.
5. Perkembangan dan kemajuan IPTEK dibidang persenjataan.
6. Kemungkinan timbulnya bencana perang.

2.4Landasan Hukum Tentang Kewajiban Bela Negara


Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-
tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
negara.” dan “syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-
undang.” Jadi, sebagai warga negara sudah pasti dan mau tidak mau kita wajib

4
untuk ikut serta dalam membela negara dari segala ancaman, gangguan dan
hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara yaitu :
1. Tap MPR No. VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan
Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1954 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara
RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI.
5. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD 1945 pasal dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang – Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

2.5 Usaha Pertahanan dalam Pembelaan Negara


Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus
dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negar. Membela
negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain
seperti :
1. Ikut serta mengamankan lingkungan sekitar seperti siskamling, dengan
kegiatan siskamling maka keamanan dan ketertiban masyarakat akan tetap
terpelihara.
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri.
Membantu sesama manusia merupakan perbuatan terpuji. Membantu sesama
manusia dapat memperkokoh keutuhan masyarakat, karena bantuan yang
diberikan akan menimbulkan simpati dan empati.
3. Belajar dengan tekun
Kegiatan bela negara dapat dilakukan oleh pelajar di sekolah melalui
pembelajaraan pendidikan kewarganegaraan. Menurut UU No. 3 tahun 2002
pasal 9 ayat 2 menyebutkan keikutsertaan warga negara dalam upaya bela
negara diantaranya melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
4. Mengikuti kegiatan extrakurikuler seperti Paskibra, PMR, Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela
negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai ancaman ATHG/ ancaman,

5
tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI seperti para pahlawan yang rela
berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI. Ada bebarapa alasan mengapa
usaha pembelaan Negara penting dilakukan oleh setiap warga Negara Indonesia
diantaranya, yaitu :

1. Untuk mempertahankan Negara dari berbagai ancaman.


2. Untuk menjaga keutuhan wilayah Negara.
3. Merupakan panggilan Sejarah.
4. Merupakan kewajiban warga Negara.

Beberapa jenis ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :

1. Terorisme Internasional dan Nasioanal.


2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik didarat, laut udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.

2.6 Fungsi Negara dalam kaitannya dengan Pembelaan Negara


Para ahli merumuskan Fungsi Negara secara berbeda-beda. Perbedaan itu
tergantung pada titik berat perhatian latar belakang, tujuan Negara serta
dipengaruhi oleh pandangan atau ideologi yang dianut suatu Negara, seorag ahli
bernama Miliam Budiarjo menyatakan, bahwa setiap Negara, apapun
ideologinya, menyelenggarakan beberapa fungsi minimun yaitu :
1. Fungsi Penertiban ( law and order)
Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrok – bentrokan dalam
masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban atau bertindak
sebagai stabilitor.
2. Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran
Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat diperlukan campur
tangan dan peran aktif dari Negara.

6
3. Fungsi Pertahanan
Untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar, sehingga Negara harus
diperlengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4. Fungsi Keadilan
Fungsi ini dilaksanakan melalui badan – badan pengadilan.

Keempat fungsi tersebut merupakan fungsi minimum, yang berarti fungsi


Negara tersebut bisa berkembang lebih luas sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai Negara.

Pada dasarnya fungsi-fungsi Negara tersebut berkaitan dengan usaha


pembelaan negara salah satu fungsi negara yang sangat penting bagi jaminan
kelangsungan hidup negara adalah fungsi pertahanan Negara. Fungsi pertahanan
Negara dimaksudkan terutama untuk menjaga dan mempertahankan negara dari
segala kemungkinan serangan dari luar. Oleh sebab itu harus diperlengkapi
dengan alat-alat pertahanan yaitu TNI dan perlengkapannya. TNI terdiri dari TNI-
AD, TNI-AU, TNI-AL.

2.7 Hakekat Ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia


1. Ancaman dari Luar
Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka ketegangan
regional didunia umumnya, dan dikawasan Asia Tenggara khususnya dapat
dikatakan berkurang. Meskipun masih terdapat potensi konflik khususnya
diwilayah laut Cina Selatan, misalnya sengketa Kepulauan Spratly uang
melibatkan beberapa negara dikawasan ini, masalah Timor Timur yang
menyebabkan ketengangan antara Indonesia dan Australia, dan senketa Pulau
Sipadan / Ligitan antara Indonesia dan malaysia, namun diperkirakan semua
pihak yang terkait tidak akan menyelesaikan masalah tersebut melalui
kekerasan bersenjata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam jangka
pendek ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif kecil. Potensi ncaman
dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan moral dan
budaya bangsa Indonesia melalui disinformasi, propaganda, peredaran
narkotika dan obat-obat terlarang, film-film porno atau berbagai kebudayaan

7
asing yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama generasi muda, yang
pada gilirannya dapat merusak budaya bangsa. Potensi ancaman dari luar
lainnya adalah dalam bentuk “penjarahan” sumber daya alam Indonesia
melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol yang mana pada
gilirannya dapat merusak lingkungan atau pembagian hasil yang tidak
seimbang baik yang dilakukan melalui kolusi dengan penjabat pemerintah
terkait sehingga menyebabkan kerugian bagi bangsa Indonesia.
Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan
Ketahanan Nasional melalui berbagai cara, antara lain
a. Pembekalan mental spiritual dikalangan masyarakat agar dapat menangkal
pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan bangsa Indonesia.
b. Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui
pemahaman dan penghayatan (bukan sekadar penghafalan) sejarah
perjuangan bangsa.
c. Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya alam nasional
serta terciptanya suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa
( legitimate, bebas KKN, dan konsisten melaksanakan peraturan / Undang-
Undang)
d. Kegiatan –kegiatan lain yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta
menanamkan semangat juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air
serta mempertahankan Pancasila sbagai ideologi negara dan UUD 1945
sebagai landasan berbangsa dan bernegara.
e. Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari laur, meskipun
kemungkinan relatif sangat kecil, selain menggunakan unsur kekuatan
TNI, tentu saja dapat menggunakan unsur Rakyat Terlatih (Ratih) sesuai
dengan doktrin Sistem pertahanan Semesta.

Dengan doktrin Ketahanan Nasional itu, diharapkan bangsa Indonesia


mampu mengidentifikasi berbagai masalah nasional termasuk ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan terhadap keamanan negara guna
menentukan langkah atau tindakan untuk menghadapinya

8
2. Ancaman dari dalam
Meskipun tokoh-tokoh LSM banyak yang menyatakan hal ini sebagai
sesuatu yang mengada-ada, pada kenyataannya potensi ancaman yang
dihadapi negara republik Iindonesia tampaknya akan lebih banyak muncul dari
dalam negeri, antara lain dalam bentuk:
a. Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-garakan separitas berdasarkan
sentimen kesukuan pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap
kebijakan pemerintah pusat
b. Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru-
hara/kerusuhan massa
c. Upaya penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang ekstrim
atau yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa
indonesia
d. Potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat
dalam masalah politik, maupun akibat masalah SARA
e. Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional

Di masa transisi ke arah demokratisasi sesuai dengan tuntutan reformasi


saat ini, potensi konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah
besar. Perbedaan pendapat yang justru adalah esensi dari demokrasi malah
merupakan potensi konflik yang serius apabila salah satu pihak berkeras dalam
mempertahankan pendiriannya sementara pihak yang lain berkeras
memaksakan kehendaknya. Dalam hal ini, sebenarnya cara yang terbaik untuk
mengatasi perbedaan pendapat adalah musyawarah untuk mufakat. Namun
cara yang sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu
tampaknya sudak dianggap kuno atau tiak sesuai lagi di era reformasi ini.

Masalahnya, cara pengambilan suara terbanyakpun (yang dianggap


sebagai cara yang paling demokrasi dalam menyelesaikan perbedaan
pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang “kalah”,

9
sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak
kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.

Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian kalangan masyarakat serta


ketidak pastian hukum akibat campur tangan pemerintah dalam sistem
peradilan juga merupakan potensi ancaman bagi keamanan dalam negeri.
Apalagi di masa transisi saat ini ada kelompok/golongan yang secara terbuka
menyatakan tidak mengakui Peraturan/perundangan yang dikeluarkan oleh
pemerintah transisi yang berkuasa saat ini. Pelecehan terhadap hukum/undang-
undang ini jelas menimbulkan kekacauan/anarki dan merupakan potensi
konflik yang serius. Contoh yang paling nyata adalah insiden Semanggi di
mana para pengunjuk rasa yang jelas-jelas tidak mematuhi UU no 9/1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum akhirnya
bentrok dengan aparat keamanan yang justru ingin menegakkan hukum.
Terlepas dari berbagai faktor psikologis dan politis yang memicu terjadinya
insiden tersebut, kenyatannya adalah seandainya semua pihak menyadari
pentingnya kepatuhan terhadap hukum, tentunya insiden itu tidak akan terjadi.
Keragu-raguan aparat penegak hukam (kepolisian, kejaksaan, maupun
pengadilan) dalam menangani berbagai tindak pidana korupsi yang melibatkan
pejabat tinggi negara juga potensiak untuk menyulut huru-hara akibat
kekecewaan masyarakat. Tidak adanya kesadaran hukum, di samping aspek
sosial-psikologis yang perlu diteliti lebih lanjut dan dicarikan
penyelesaiannya, juga menyebabkan sering timbulnya tawuran antar warga
atau tawuran antar pelajar yang pada gilirannya menimbulkan keresahan
masyarakat dan menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan. Maka,
sosialisasi berbagai peaturan perundang-undangan serta penegakan hukum
yang tegas, adil dan tanpa pandang bulu adalah satu-satunya jalan untuk
mengatasi potensi konflik ini. Potensi ancaman dari dalam negeri ini perlu
mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas intenal seringkali
mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung maupun tidak
langsung, untuk kepentingsn mereka.

10
3. Memudarnya Nasionalisme dan Kecintaan pada Bangsa dan Tanah Air
Sebagai dari faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual pada suatu
tahapan sejarah, nasionalisme adalah “suatu kondisi pikiran, perasaan atau
keyakinan sekelompok manusia pada suatu wilayah geografis tertenru, yang
bebicara dalam bahasa yang sama, memiliki kesusteraan yang mencerminkan
inspirasi bangsanya, terlekat pada adat dan tradisi bersama, memuja pahlawan
mereka sendiri dan dalam kasus-kasus tertentu menganut agama yang sama”

Nasionalisme adalah produk langsung dari konsep bangsa. Ia merujuk kepada


perasaan “kasih sayang” pada satu sama lain yang dimiliki oleh anggota
bangsa itu dan rasa kebanggaan yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri. Dia
adalah semangat kebersamaan yang bertujuan memelihara kesamaan
pandangan, kesamaan masyarakat dan kesamaan bangsa dalam suatu
kelompok orang-orang tertentu. Dia adalah suatu ideologi abstrak yang
mengakui kebutuhan akan suatau pengalaman bersama, kebudayaan bersama,
dasar sejarah, bahasa bersama dan lingkungan politik yang homogen.
Nasionalisme dapat diungkapkan dalam berbagai cara, misalnya keinginan
untuk mencapai taraf kehidupan yang tinggi, keinginan utuk memenangkan
medali emas lebih banyak dari negara lain dalam Olympiade, atau bahkan
menundukkan wilayah lain yang berbatasan.

Akhir-akhir ini ditengarai semangat nasionalisme dan patriotisme, khususnya


di kalangan generasi muda Indonesia telah memudar. Beberapa indikasi antara
lain adalah munculnya semangat kedaerahan seiring dengan diberlakunya
otonomi daerah; ketidakpedulian terhadap bendera dan lagu kebangsaan;
kurangnya apresiasi trhadap kebudayaan dan kesenian daerah; konflik antar
etnis yang mengakibatkan pertumpahan darah.

Ketidak mampuan pemerintah pasca Orde Baru untuk mengatasi krisis


multidimensional sering dijadikan “kambing hitam” penyebab memudarnya
nasionalisme. Banyak orang yang tidak merasa bangga menjadi orang
Indonesia akibat citra buruk di dunia internasional sebagai “sarang koruptor”
dan ‘sarang teroris”. Banyak orang yang enggan membela negara dengan
alasan “saya dapat dari negara?” Presiden john F. Kennedy dari Amerika
11
Serikat pernah mengatakan, “don’t ask what your country can do for you” ask
what can you do for country!” (jangan tanyakan apa yang dapat dilakukan oleh
negaramu untukmu, tapi tanyakan apa yang dapat kamu lakukan untuk
negaramu!)

Semangat seperti itu seharusnya juga berlaku bagi semua warga negara
Indonesia. Ada semacam kekeliruan pandangan bahwa negara identik dengan
pemerintah, tapi dia tetap berhak dan wajib membela negaranya.

Memudarnya nasionalisme dan patriotisme mungkin juga disebabkan oleh


tiadanya penghayatan atas arti perjuangan para pahlawan kemerdekaan.
Perayaan hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus selama berpuluh tahun
terkesan hanya sebagai ritual upacara bendera yang membosankan. Tradisi
“hura-hura” lomba makan krupuk dan panjat pinang, panggung hiburan yang
dari tahun ke tahun hanya diisi oleh vocal group remaja setempat di setiap RT
di seluruh tanah air dan gapura yang mencatumkan slogan-slogan kosong di
setiap ujung gang. Yang lebih memperhatinkan, di tengah krisis ekonomi yang
berlarut-larut ini, hari Kemerdekaan dirayakan dengan kembang api. Betapa
tidak nasionalis dan patriotisnya, membakar uang puluhan juta rupiah,
sementara sebagian besar rakyat tengah menderita. Sedikit sekali kelompok
masyarakat yang merayakan hari Kemerdekaan dengan acara syukuran dan
do’a bersama mengingat jasa para pahlawan yang telah mengorbankan nyawa
mereka untuk mencapai kemerdekaan ini.

Demikian pula Sumpah Pemuda, yang sebenarnya adalah modal awal


persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia jauh sebelum kemerdekaan, kini
seolah hanya merupakan pelajaran sejarah yang tidak pernah dihayati dan
diamalkan. Munculnya gerakan separatisme dan konflik antar etnis
membuktikan tidak adanya kesadaran bahwa kita adalah satu tanah aur, satu
bangsa, dan satu bahasa. Harus diakui bahwa ada faktor-faktor politis,
ekonomi dan psikologis yang menyebabkan gerakan-gerakan separatis
maupun konflik antar etnis itu, misalnya masalah ketidak adilan sosial dan
ekonomi, persaingan antar kelompok dan sebagainya. Kurang tanggapan
pemerintah baik di pusat maupun daerah untuk mengantisipasi atau segera
12
menangani berbagai permasalahan itu menyebabkan suatu masalah kecil
menjadi konflik yang berkepanjangan.

4. Bela Negara sebagai Hak dan kewajiban Warga Negara


Konsep Bela Negara
Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. Konsep Bela Negara dapat
diuraikan yaitu secara fisik maupun non-fisik. Secara fisik yaitu dengan cara
“memanggul bedil” menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela negara
secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan Bela
Negara secara non-fisik dapat didefinisika sebagai “segala upaya untuk
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara
meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara., menanamkan kecintaan
terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara”.

Bela Negara Secara Fisik


Keterlibatan warga negara sipil dalam upaya pertahanan negara merupakan
hak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara Republik Indonesia.
Tapi, seperti diatur dalan UU no 3 tahun 2002 dan sesuai dengan doktrin
Sistem Pertahanan Semesta, maka pelaksanaannya dilakukan oleh Rakyat
Terlatih (Ratih) yang terdiri dari berbagai unsur misalnya Resimen
Mahasiswa, Perlawana Rakyat, Pertahanan Sipil, Mitra Babinsa, OKP yang
telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer dan lainnya. Rakyat Terlatih
mempunyai empat fungsi yaitu Keterlibatan Umum, Perlindungan
Masyarakat, Keamanan Rakyat dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang
disebut pertama umumnya dilakukan pada masa damai atau pada saat
terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat
Terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat, sementara fungsi Perlawana Rakyat dilakukan dalam
keadaan darurat perang di mana Rakyat Terlatih langsung di medan perang.

Apabila keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara


memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk
mengadakan Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi syarat seperti
13
yang dilakukan banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah mengikuti
pendidikan dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia
selama waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun
untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan
darurat perang, mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-
tugas tempur maupun tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif,
teratur dan berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan dengan
latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan sipil misalnya
dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas Hukum,
akuntan di Bagian Keuangan, penerbang di Skwdron Angkutan, dan
sebagainya. Gagasan ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi
masyarakat sipil, tapi memperkenalkan “dwi-fungsi sipil”. Maksudnya sebagi
upaya sosialisasi “konsep bela negara” di mana tugas pertahanan keamanan
negara bukanlah semata-mata tanggung jawab TNI, tapi adalah hak dan
kewajiban seluruh warga negara Republik Indonesia.

Bela Negara Secara Non-Fisik


Di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntuna reformasi saat ini,
justru kesadaran bela negara ini perlu ditanamkan guna menangkal berbagai
potensi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari luar maupun
dari dalam seperti yang diuraikan di atas. Sebagaimana tekad diungkapkan
sebelumnya, bela negara tidak selalu harus bearti “memanggul bedil
menghadapi musuh”. Keterlibatan warga negara sipil dalam bela negara secara
non-fisik dapat dilakukan dalam berbagai bentuk , sepanjang masa dan dalam
segala situasi, misalnya dengan cara :
a. Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati
arti demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak
memaksakan kehendak
b. Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus
kepada masyarakat
c. Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara sengan berkarya
nyata (bukan retorika)
d. Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/ undang-undang
dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
14
e. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal
pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan bangsa indonesia dengan lebih bertaqwa kepada Allah SWT
melalui ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-masing

Apabila seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam melakukan


bela negara secara non-fisik ini, maka berbagai potensi konflik yang pada
gilirannya merupakan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan bagi
keamanan negara dan bangsa kiranya akan dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan sama sekali. Kegiatan bela negara secara non-fisik sebagai upaya
peningkatan.

Ketahanan Nasional juga sangat penting untuk menangkal pengaruh


budaya asing di era globalisasi abad ke 21 di mana arus informasi (atau
disinformasi) dan propaganda dari luar akan sulit dibendung akibat semakin
canggihnya teknologi komunikasi.

5. Wujud Bela Negara oleh Mahasiswa dalam situasi yang damai


Mahasiswa adalah sosok yang intelektual yang menduduki posisi dan
peran khusus dalam kehidupan sosial kemasyrakatan. Posisi dan peran khusus
itu selain dimungkinkan oleh kepemilikan pengetahuan yang luas juga oleh
kepemilikan nilai-nilai dasar yang menjadi landasan jati diri intelektualnya.
Pengetahuan dan nilai-nilai dasar itu hendaknya menyatu dalam setiap teladan
teladan hidup dan perjuangan mahasiswa. Seorang mahasiswa mestinya
memiliki pengetahuan yang luas untuk bisa mengkritisi berbagai kepentingan
yang terjadi dalam masyarakat. Karena itu, minat baca yang tinggi dan
kebiasaan untuk melakukan refleksi krisis terhadap berbagai fenomena yang
muncul amatlah dianjurkan dan mesti menjadi menu harian para mahasiswa.
Adalah sebuah ironi besar bahkan sebuah penyangkalan terhadap jati dirinya
sendiri apabila mahasiswa asing dari buku-buku yang memuat segudang ilmu
pengetahuan dan asing dari realitas masyarakat sekelilingnya. Mahasiswa
mestinya memiliki semangat untuk mencari dan memiliki ilmu pengetahuan.
Namun, akumulasi pengetahuan yang diperoleh dalam bangku kuliah itu pada
mestinya selalu diaplikasikan dalam setiap konteks persoalan masyarakat.
Kiprah seorang mahasiswa tidak hanya terbatas dalam tembok-tembok kampus
15
atau dalam bangku kuliah tetapi senantiasa digemakan keluar terutama dalam
menjawab setiap persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Mahasiswa
mestinya mampu menangkap berbagai fenomena timpang yang terjadi
disekitarnya, untuk kemudian dikritisi dan dicari alternatif solusi atasnya.

Pemanfaatan intelegensi yang tinggi seperti yang telah mendasari


perjuangan mahasiswa era pra-kemerdekaan, mestinya juga mendasari
perjuangan mahasiswa saat ini. Karena itu, kebiasaan-kebiasaan yang tidak
menunjukkan pemanfaatan inteligensi atau berada di luar ciri jati diri
intelektualitasnya mestinya ditinggalkan. Fenomena absurditas intelektual,
keterlibatan dalam praktik kekerasan dan pelanggaran ham, pesta pora dan
hedonisme, gaya hidup konsumtif, seks bebas, lemahnya minat membaca dan
berdiskusi, kurangnya minat belajar, serta rendahnya minat berorganisasi yang
sekarang ini menjadi ciri kehidupan para mahasiswa umumnya, mestinya
ditinggalkan jauh-jauh. Selain pemanfaatan pengetahuan yang dimilikinya,
mahasiswa juga metinya selalu berjuang menegakkan nilai-nilai universal
kemanusiaan. Mahasiswa pada hakekatnya memiliki kemampuan yang khas
dan unik yang sulit ditemukan pada anggota masyarakat kebanyakan.

Kekhasan itu justru terletak pada nilai-nilai dasar yang menjadi landasan
jati diri intelektualitasnya, dan nilai-nilai itu amat inheren dalam identitasnya
sebagai seorang mahasiswa. Dunia mahasiswa adalah dunia akademik yang di
dalamnya terkandung nilai-nilai dasar seperti kebijaksanaan, keadilan,
kebenaran, dan objektivitas. Yang diharapkan dari mahasiswa adalah upaya
perealisasian nilai-nilai dasar tersebut dalam setiap kiprahnya dalam lembaga
pendidikan dan terutama di tengah masyarakat. Perealisasian dalam setiap
upaya memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan tersebut.

Perjuangan mahasiswa, dalam aksi demonstrasi misalnya, hendaknya


bukan dilandasi oleh sikap primordial-kedaerahan, atau demi keuntungan
eksklusif orang atau kelompok tertentu, melainkan demi menegakkan nilai-
nilai universal kemanusiaan. Hanya dengan ini mahasiswa mampu
menghidupkan kembali rasa persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Nilai-
nilai universal kemanusiaan adalah nilai-nilai yang senantiasa didambakan
16
oleh setiap orang. Nilai-nilai itu dapat mempersatukan dan membangun
solidaritas semua orang. Karena itu, memperjuangkan nilai-nilai seperti itu
akan mendorong rasa solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Mahasiswa
dipanggil untuk mewujudkan itu di tengah masyarakat.

Contohnya adalah pemanfaatan intelegensi sebagai modal dasar.


Kemerdekaan yang telah diraih bangsa indonesia pertama-tama sebenarnya
merupakan hasil pemanfaatan inteligensi, dan bukan kemenangan senjata.
Perjuangan merebut kemerdekaan melalui perang fisik/senjata telah terbukti
tidak membawa pembebasan bagi rakyat indonesia. Karena itu, mereka
berusaha memikirkan alternatif lain agar bisa keluar dari situasi penindasan
pada masa itu. Munculnya berbagai organisasi pemuda termasuk kongres
sumpah pemuda-merupakan hasil nyata pemanfaatan inteligensi ini yang
kemudian membawakan hasil yang memuaskan. Mahasiswa adalah kaum
intelektual muda. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa selain bergulat dengan
berbagai ilmu pengetahuan, juga bergulat dalam memperjuangkan nilai-nilai
universal kemanusiaan seperti kebijaksanaan, kebenaran, keadilan, dan
objektivitas. Dalam setiap perjuangannya, mahasiswa mesti selalu berpegang
teguh pada nilai-nilai di atas. Melalui kemampuan intelek yang dimiliki
mahasiswa mengakomodasi harapan dan idealisme masyarakat yang kemudian
terbentuk dalam ide-ide atau gagasannya. Ide dan gagasan itu merupakan
konstribusi paling bermakna dalam cita-cita pembaruan dalam konteks
kebangsa.

Perang adalah keadaan konflik antara dua pihak yang besar, seperti
negara, organisasi, dan kelompok sosial, yang dikarakterisasikan dengan
adanya pemakaian senjata mematikan. Gambaran umum tentang perang adalah
kampanye militer antara dua atau lebih pihak yang pertentangan mengenai
kedaulatan, daerah kekuasaan, sumber daya alam, agama, dan isu-isu lainnya.
Lalu bagaimana wujud bela negara yang dapat dilakukan mahasiswa ketika
terjadi perang? Dalam menghadapi ancaman militer, sistem pertahanan negara
menempatkan tni sebagai komponen utama, dengan didukung oleh komponen
cadangan dan komponen pendukung. Koponen cadangan adalah sumber daya
nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna

17
memperbesar dan memperkuat komponen utama. Di sini resimen mahasiswa
adalah sumber yang pelin siap untuk dimobilisasi memperkuat komponen
utama.

Komponen pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat


digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan koponen utama dan
komponen cadangan. Di komponen pendukung ini semua keluarga besar
perguruan tinggi bahkan semua warga negara dapat mengambil peran. Ditinjau
dari hukum humaniter, komponen utama adalah kombatan, komponen
cadangan adalah kombatan setelah melalui mobilisasi, sedangkan komponen
pendukung adalah non-kombatan.

Sistem pertahanan di manapun senantiasa padat teknologi. Setiap negara


senantiasa berusaha mengungguli kemampuan pertahanan negara lain yang
dianggap memiliki potensi ancaman. Salah satu aspek yang ingin diungguli
adalah teknologi persenjataannya. Cara yang paling mudah untuk
melakukannya adalah dengan membeli persenjataan dari negara kawan. Hal itu
tentu akan menguras devisa yang jumlahnya terbatas.

Saat ini pemerintah kita dalam memenuhi kebutuhan pertahanannya


sebagian besar masih membeli ini pemerintah kita dalam memenuhi kebutuhan
pertahanannya sebagian besar masih membeli, padahal devisa kita masih
sangat terbatas. Bahkan hanya untuk memeliharapun, sebagian masih
menggantungkan pada liuar negeri.

Oleh karena itu berdasarkan tri dharma perguruan tinggi, di bidang


penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi harus merasa ditantang pada
situasi ini. Perguruan tinggi dapat berkerja sama dengan badan penelitian dan
pengembangan (kabalitbang) departemen pertahanan, maupun pihak industri
pertahanan yang senantiasa mensuplai kebutuhan departemen pertahanan
misalnya munisi dan beberapa jenis senjata. Kalau saja kita bisa melakukan
pemeliharaan sendiri alat sista kita, maka hal itu sudah merupakan hal yang
sangat berarti, apalagi kalau kita mampu mengadakan sendiri :

18
 Pembuatan dan perbaikan alat angkut.ingat peristiwa perang teluk di kuwait
 Perbaikan kapal-kapal perang, pesawat tempur, kendaraan tempur, amunisi
dan bahan peledak.
 Memperkecil pengaruh akibat senjata nubika

Kita tentu masih ingat peristiwa perang teluk di kuwait. Arena perang pada
saat itu pada hakekatnya dipenuhi dengan perang teknologi yang dihasilkan
oleh para peneliti yang tidak kenal lelah dilaboratorium penelitian dan
pengembangan.

Selanjutnya di bidang pengabdian masyarakat, perguruan tinggi bisa


menggerakkan mahasiswa dalam kegiatan tni, misalnya :

 Tni masuk desa, membantu masyarakat terpencil dalam upaya mempercepat


pembangunan.

19
BAB III
PENUTUP

Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, jelaslah potensi ancaman


terhadap keamanan negara bisa datang dari luar maupun dalam negeri. Namun
potensi ancaman yang lebih besar adalah yang dari dalan negeri, terutama di
masa transisi menuju masyarakat madani sesuai dengan tuntunan reformasi.
Lebih jauh lagi, pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas dalam negeri
seringkali mengundang campur tangan asing baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Mengingat kesadaran bela negara yang masih rendah di kalangan elite


(politik dan ekonomi) serta kaum intelektual/akademisi, dsapat dikatakan
bahwa Pendidikan Pendahuluan Bela Negara untuk menanamkan kesadaran
bela negara masih sanfat relevan dan masih sangat dibutuhkan di era reformasi
saat ini dan di masa mendatang. Namun perlu dicarikan format yang lebih
efektif, lebih sesuai dengan kondisi masyarakat dan lebih bersifat konkrit dan
realistis agar tidak terkesan sebagai suatu kegiatan indoktrinasi teori yang
bersifat abstrak dan membosankan.

Pendidikan Bela Negara untuk masyarakat umum akan sangat


bermanfaat, khususnya dalam upaya menanamkan kesadaran akan hak dan
kewajiban konstistusional sebagai warga negara untuk mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Materi yang diajarkan dapat
ditingkatkan kualitasnya, namun mengingat latar belakang pendidikan formal
peserta yang cukup beragam mungkin perlu dilakukan penyesuain atau
modifikasi. Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk melibatkan lebih banyak
peserta dari kalanfan elite (politik dan ekonomi) yang tampaknya kurang
memiliki kesadaran bela negara akibat terlalu sibuk membela kepentingan
sendiri.

20
DAFTAR PUSTAKA

-Kaelan, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta


-A.T. Sugeng Priyanto, Pendidikan Kewarganegraan, Semarang, Aneka Ilmu, 2008
-Christine, S,T Kansil, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Bumi Aksara, 2007
-Zainul Ittihad Amin, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Universitas Terbuka, 2004
-Abdul Aziz, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Balai Pustaka, 2002
-UUD 1945, Republik Indonesia
www.kosmaext2010.com

21

Anda mungkin juga menyukai