Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan,
bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
(Janganlah kamu jadikan Allah), artinya sewaktu bersumpah dengan-Nya (sebagai sasaran) atau
penghalang (bagi sumpah-sumpahmu) yang mendorong kamu (untuk) tidak (berbuat baik dan
bertakwa). Maka sumpah seperti itu tidak disukai, dan disunahkan untuk melanggarnya lalu membayar
kafarat. Berbeda halnya dengan sumpah untuk berbuat kebaikan, maka itu termasuk taat (serta
mendamaikan di antara manusia), maksud ayat, jangan kamu terhalang untuk membuat kebaikan yang
disebutkan dan lain-lainnya itu jika terlanjur bersumpah, tetapi langgarlah dan bayarlah kafarat sumpah,
karena yang menjadi asbabun nuzulnya ialah tidak mau melanggar sumpah yang telah diikrarkannya.
(Dan Allah Maha Mendengar) ucapan-ucapanmu (lagi Maha Mengetahui) keadaan-keadaanmu.
Janganlah kalian terlalu mudah menyebut nama Allah dengan sering menggunakannya dalam sumpah.
Sebab, hal itu tidak sesuai dengan keagungan nama-Nya. Menjaga diri dengan tidak sering bersumpah
dengan nama Allah menyebabkan kebaktian, ketakwaan dan kemampuan melakukan perbaikan di
antara manusia. Sebab orang yang tidak sering bersumpah akan menjadi terhormat dan terpercaya di
hadapan orang sehingga omongannya diterima. Allah Maha Mendengar ucapan dan sumpah kalian,
Maha Mengetahui segala niat kalian.
Terdapat dua pendapat tentang asbabun nuzul ayat tersebut: Ayat tersebut turun berkenaan dengan
Abdullah bin Rawahah dan Basyir bin Nu’man, suami dari saudara perempuan Abdullah. Antara mereka
ada “sesuatu”, Basyir telah menceraikan saudara perempuan Abdullah kemudian dia ingin rujuk dan
berdamai kembali, namun Abdullah bersumpah tidak akan menemui Basyir, tidak akan berbicara
dengannya, dan tidak akan mendamaikan mereka berdua.
[16/11 17.13] melda hes c: Menurut pendapat lain, ayat tersebut berkenaan dengan Abu Bakar ketika
dia bersumpah tidak akan memberi nafkah Misthah karena dia telah berani turut serta menggunjing soal
hadits al-ifki (cerita bohong yang merusak nama baik Aisyah).
Ayat
َواَل
dan jangan
kalian jadikan
َ ٱهَّلل
Allah
ض ٗة
َ ع ُۡر
(sebagai) penghalang
bagi/dalam sumpahmu
أَن
untuk
ْ ُّتَبَر
وا
berbuat kebajikan
ْ َُوتَتَّق
وا
dan bertakwa
ْ صلِح
ُوا ۡ َُوت
َبَ ۡين
diantara
ِ ۚ َّٱلن
اس
manusia
ُ َوٱهَّلل
dan Allah
Maha Mendengar
يمٞ َِعل
Maha Mengetahui
2:224
Tafsir Kemenag
Ayat ini memperingatkan manusia agar berhati-hati mem-pergunakan nama Allah dalam bersumpah.
Jangan berani bersumpah dengan menyebut nama Allah untuk hal-hal yang tidak baik dan yang dilarang
oleh agama, sebab nama Allah sangat mulia dan harus diagungkan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir bahwa sebab turunnya ayat 224 ini, ialah ketika Abu Bakar bersumpah
dengan menyebut nama Allah, bahwa ia tidak akan membantu lagi seorang kerabatnya (an-Nur [24]: 22)
yang bernama Mistah yang turut menyiarkan kabar bohong menjelek-jelekkan nama Aisyah istri
Rasulullah ﷺ.
Riwayat yang mencemarkan nama baik Aisyah oleh orang-orang munafik disebut hadisul-ifki (kabar
bohong).
Dalam ayat ini dilarang bersumpah untuk tidak berbuat baik atau tidak bertakwa atau tidak mengadakan
islah di antara manusia.
Kalau sumpah seperti itu sudah diucapkan, wajib dilanggar (dibatalkan), sebab sumpah tersebut tidak
pada tempatnya, tetapi sesudah sumpah itu dilanggar, harus ditebus dengan membayar kafarat, yaitu
memerdekakan seorang budak atau memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian
kepada mereka atau kalau tak sanggup, berpuasa selama 3 hari.
Allah selalu mendengar dan mengetahui apa yang diucapkan dan dikerjakan oleh setiap orang.
Bersumpah yang hanya ucapan lidah saja tanpa sungguh-sungguh tidaklah akan dihukum Allah.
Tapi sumpah yang keluar dari hati dan diucapkan oleh lidah akan dinilai sebagai sumpah.
Janganlah kalian wahai kaum muslimin menjadikan sumpah kalian dengan nama Allah sebagai
penghalang bagi kalian untuk berbuat baik, bersilaturrahim, bertakwa dan melakukan perbaikan di
antara manusia dimana kalian diajak untuk melakukan sebagian darinya, lalu kalian menolak dengan
alasan sudah terlanjur bersumpah dengan nama Allah untuk tidak akan melakukannya.
Sebaliknya orang yang bersumpah harus meninggalkan sumpahnya dan melakukan amal-amal kebaikan
dan membayar denda kafarat sumpahnya, dan tidak menganggap apapun sumpahnya.
Allah Maha Mendengar perkataan kalian dan Maha Mengetahui segala keadaan kalian.
ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن اِ ٰلٓى اَ َج ٍل
ُق هّٰللا َ َربَّهٗ َواَل يَبْخَسْ ِم ْنه ِ َّق َو ْليَتُّ ب َك َما َعلَّ َمهُ هّٰللا ُ فَ ْليَ ْكتُ ۚبْ َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه ْال َح
َ ُب كَاتِبٌ اَ ْن يَّ ْكت َ ُّْم َس ّمًى فَا ْكتُبُوْ ۗهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم كَاتِ ۢبٌ بِ ْال َع ْد ۖ ِل َواَل يَأ
ض ِع ْيفًا اَوْ اَل يَ ْست َِط ْي ُع اَ ْن يُّ ِم َّل ه َُو فَ ْليُ ْملِلْ َولِيُّهٗ بِ ْال َع ْد ۗ ِل َوا ْستَ ْش ِه ُدوْ ا َش ِه ْي َدي ِْن ِم ْن ِّر َجالِ ُك ۚ ْم فَاِ ْن لَّ ْم يَ ُكوْ نَا َ ْق َسفِ ْيهًا اَو ُّ ۗا فَاِ ْن َكانَ الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه ْال َحSًًَٔش ْئـ
ُم ْٓوا اَ ْنSَٔب ال ُّشهَ ۤ َدا ُء اِ َذا َما ُد ُعوْ ا ۗ َواَل تَسْٔـ ْ
َ ض َّل اِحْ ٰدىهُ َما فَتُ َذ ِّك َر اِحْ ٰدىهُ َما ااْل ُ ْخ ٰر ۗى َواَل يَأ ِ ََر ُجلَي ِْن فَ َر ُج ٌل وَّا ْم َراَ ٰت ِن ِم َّم ْن تَرْ ضَوْ نَ ِمنَ ال ُّشهَ ۤ َدا ِء اَ ْن ت
هّٰللا ٓ
ْس َعلَ ْي ُك ْم َ ض َرةً تُ ِد ْيرُوْ نَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَي ِ ص ِغ ْيرًا اَوْ َكبِ ْيرًا اِ ٰلى اَ َجلِ ٖ ۗه ٰذلِ ُك ْم اَ ْق َسطُ ِع ْن َد ِ َواَ ْق َو ُم لِل َّشهَا َد ِة َواَ ْدن ٓى اَاَّل تَرْ تَاب ُْٓوا آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً َحا
ٰ َ ُتَ ْكتُبُوْ ه
ُ هّٰللا هّٰللا ُ ِّ هّٰللا ُ َّ ُ ۢ ُ َّ ُ ْ ۤ ْ ۗ ْ اَّل
َي ٍء َعلِ ْي ٌم ٌ َ
ْ ُضا َّر كَاتِبٌ َّو ش ِه ْيد ەۗ َواِن تف َعلوْ ا فاِنهٗ فسُوْ ق بِك ْم ۗ َواتقوا َ ۗ َويُ َعل ُمك ُم ُ ۗ َو ُ بِك ِّل ش َ ْ ٌ َ اَل َ ُجنَا ٌح اَ تكتبُوْ هَا َواش ِهد ُْوا اِذا تبَايَ ْعت ْم ۖ َو ي
اَل ُ َ َ ٓ َ ُ َ
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu
mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi
sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya),
atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki,
maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari
para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan
janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk
batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih
dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu
merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika
kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis
dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu
kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu pembayaran
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya untuk melindungi hak masing-masing dan untuk
menghindari perselisiha…
Prinsip saling percaya dan menjaga kepercayaan semua pihak. Untuk menghilangkan keraguan maka
hendaklah diadakan perjanjian secara tertulis atau jaminan. Tapi jika semua pihak saling mempercayai,
atau dalam transaksi tunai yang tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari, tidak mengapa
tanpa tulisan atau jaminan asalkan tetap menjaga amanah.
Orang yang mengetahui fakta harus bersedia menjadi saksi. Bersaksi dalam kebenaran merupakan
bentuk ibadah. Sebaliknya, yang menyembunyikan kesaksian akan terancam siksa. Sedangkan bersaksi
palsu termasuk dosa besar.
Taqwa mencakup segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, dalam jual beli, utang piutang, atau
mu’amalat lainnya mesti didasari taqwa.
Taqwa juga harus amanah dan menjauhi hal-hal yang merugikan pihak manapun. Allah SWT maha
mengetahui segalanya, maka dari itu setiap manusia harus menampakkan fakta sebenarnya bila diminta
persaksian.
Tafsir mufrodat:
ٰيَٓأَيُّهَا
wahai
َٱلَّ ِذين
orang-orang yang
beriman
إِ َذا
apabila
تَدَايَنتُم
dengan hutang
إِلَ ٰ ٓى
sampai
أَ َج ٖل
waktu
ُّم َس ٗ ّمى
yang ditentukan
diantara kamu
ُكَاتِ ۢب
seorang penulis
dengan adil
َواَل
dan tidak
َ يَ ۡأ
ب
enggan
ٌكَاتِب
seorang penulis
أَن
bahwa
َ ُيَ ۡكت
ب
menulis
َك َما
sebagaimana
ُعَلَّ َمه
telah mengajarkannya
ُ ۚ ٱهَّلل
Allah
ٱلَّ ِذي
orang yang
َعلَ ۡي ِه
atasnya
ُّ ۡٱل َح
ق
hak
ۡ
ِ ََّوليَت
ق
َ ٱهَّلل
Allah
َُربَّ ۥه
Tuhannya
َواَل
dan janganlah
ۡ يَ ۡبخ
َس
ia mengurangi
ُِم ۡنه
daripadanya
ش َٗۡٔي ۚا
sesuatu/sedikitpun
فَإِن
maka jika
ََكان
ada
ٱلَّ ِذي
orang yang
َعلَ ۡي ِه
atasnya
ُّ ۡٱل َح
ق
hak
َسفِيهًا
lemah akal
أَ ۡو
atau
ض ِعيفًا
َ
lemah (keadaannya)
أَ ۡو
atau
اَل
tidak
ia mampu
أَن
untuk
يُ ِم َّل
membacakan
هُ َو
ia
َُولِيُّ ۥه
walinya
dengan adil
dan persaksikanlah
ِمن
dari
ِّۖۡجالِ ُكم
َ ر
orang-orang laki-lakimu
فَإِن
maka jika
ۡلَّم
tidak
يَ ُكونَا
ada
ِم َّمن
dari orang
َ ت َۡر
َض ۡون
kamu ridhai
َِمن
dari
saksi-saksi
أَن
bahwa
َض َّل
ِ ت
lupa
ٱأۡل ُ ۡخ َر ٰۚى
yang lain
َواَل
dan jangan
َ يَ ۡأ
ب
enggan
saksi-saksi itu
إِ َذا
apabila
َما
apa
ْ ۚ ُدع
ُوا
mereka seru/panggil
َواَل
dan jangan
kamu jemu
أَن
bahwa/untuk
ُت َۡكتُبُوه
menuliskan
ص ِغيرًا
َ
kecil
أَ ۡو
atau
َكبِيرًا
besar
إِلَ ٰ ٓى
sampai
waktu
demikian itu
ُأَ ۡق َسط
lebih adil
ِعن َد
disisi
ِ ٱهَّلل
Allah
َوأَ ۡق َو ُم
bagi persaksian
أَاَّل
untuk tidak
إِٓاَّل
kecuali
أَن
bahwa
َتَ ُكون
ًتِ ٰ َج َرة
perdagangan
اض َر ٗة
ِ َح
tunai
تُ ِديرُونَهَا
kamu jalankannya
diantaramu
َ فَلَ ۡي
س
َۡعلَ ۡي ُكم
atas kalian
ُجنَا ٌح
dosa
أَاَّل
untuk tidak
ت َۡكتُبُوه َۗا
kamu menulisnya
إِ َذا
apabila
ۚۡتَبَايَ ۡعتُم
َواَل
dan jangan
ُضٓا َّر
َ ي
saling menyulitkan
بٞ ِكَات
penulis
َواَل
dan jangan
saksi
َوإِن
dan jika
kalian kerjakan
ُفَإِنَّ ۥه
ُ ۢ فُسُو
ق
kefasikan
ۗۡبِ ُكم
dengan/untuk kalian
ْ َُوٱتَّق
وا
dan bertakwalah
َ ۖ ٱهَّلل
Allah
dan mengajarmu
ُ ۗ ٱهَّلل
Allah
ُ َوٱهَّلل
dan Allah
بِ ُك ِّل
dengan segala
ش َۡي ٍء
sesuatu
يمٞ َِعل
Maha Mengetahui
Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti
jua beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau
pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat) untuk
pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara
kamu oleh seorang penulis dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah
utang atau jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) atau berkeberatan (penulis itu) untuk
(menuliskannya) jika ia diminta, (sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya
karunia pandai menulis, maka janganlah dia kikir menyumbangkannya. 'Kaf' di sini berkaitan dengan
'ya'ba' (Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan) surat itu (oleh
orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya
kewajibannya, (dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan
janganlah dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu (sedikit pun juga. Dan sekiranya orang yang
berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaannya) untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda
atau terlalu tua (atau ia sendiri tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak
menguasai bahasa dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya bapak, orang
yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur. Dan hendaklah persaksikan)
utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang telah balig lagi
merdeka (Jika keduanya mereka itu bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-
laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamu sukai) disebabkan
agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan
kesaksian disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka, (maka yang lain (yang ingat) akan
mengingatkan kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca 'tudzkir' dan ada yang dengan tasydid
'tudzakkir'. Jumlah dari idzkar menempati kedudukan sebagai illat, artinya untuk mengingatkannya jika
ia lupa atau berada di ambang kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat 'in'
syarthiyah dengan baris di bawah, sementara 'tudzakkiru' dengan baris di depan sebagai jawabannya.
(Dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) 'ma' sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk memikul dan
memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) atau bosan (untuk menuliskannya), artinya utang-
utang yang kamu saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau
besar) sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya, menjadi 'hal'
dari dhamir yang terdapat pada 'taktubuh' (Demikian itu) maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di
sisi Allah dan lebih mengokohkan persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena adanya
bukti yang mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk tidak
menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya. (Kecuali jika) terjadi
muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat dengan baris di atas hingga menjadi
khabar dari 'takuuna' sedangkan isimnya adalah kata ganti at-tijaarah (yang kamu jalankan di antara
kamu), artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada dosa lagi
kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika
kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang
sebelumnya merupakan soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan
yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi atau tak hendak
menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si
penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa
yang dilarang itu, (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan), artinya keluar dari taat yang sekali-kali tidak
layak (bagi kamu dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam perintah dan larangan-Nya (Allah
mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu. Lafal ini menjadi hal dari fi`il yang diperkirakan
keberadaannya atau sebagai kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan utang piutang (tidak secara tunai) dengan
waktu yang ditentukan, maka waktunya harus jelas, catatlah waktunya untuk melindungi hak masing-
masing dan menghindari perselisihan. Yang bertugas mencatat itu hendaknya orang yang adil. Dan
janganlah petugas pencatat itu enggan menuliskannya sebagai ungkapan rasa syukur atas ilmu yang
diajarkan-Nya. Hendaklah ia mencatat utang tersebut sesuai dengan pengakuan pihak yang berutang,
takut kepada Allah dan tidak mengurangi jumlah utangnya. Kalau orang yang berutang itu tidak bisa
bertindak dan menilai sesuatu dengan baik, lemah karena masih kecil, sakit atau sudah tua, tidak bisa
mendiktekan karena bisu, karena gangguan di lidah atau tidak mengerti bahasa transaksi, hendaknya
wali yang ditetapkan agama, pemerintah atau orang yang dipilih olehnya untuk mendiktekan catatan
utang, mewakilinya dengan jujur. Persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki. Kalau tidak ada dua
orang laki- laki maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan untuk menjadi saksi ketika terjadi
perselisihan. Sehingga, kalau yang satu lupa, yang lain mengingatkan. Kalau diminta bersaksi, mereka
tidak boleh enggan memberi kesaksian. Janganlah bosan-bosan mencatat segala persoalan dari yang
kecil sampai yang besar selama dilakukan secara tidak tunai. Sebab yang demikian itu lebih adil menurut
syariat Allah, lebih kuat bukti kebenaran persaksiannya dan lebih dekat kepada penghilangan keraguan
di antara kalian. Kecuali kalau transaksi itu kalian lakukan dalam perdagangan secara langsung (tunai),
kalian tidak perlu mencatatnya, sebab memang tidak diperlukan. Yang diminta dari kalian hanyalah
persaksian atas transaksi untuk menyelesaikan perselisihan. Hindarilah tindakan menyakiti penulis dan
saksi. Sebab yang demikian itu berarti tidak taat kepada Allah. Takutlah kalian kepada-Nya. Dan
rasakanlah keagungan-Nya dalam setiap perintah dan larangan. Dengan begitu hati kalian dapat
memandang sesuatu secara proporsional dan selalu condong kepada keadilan. Allah menjelaskan hak
dan kewajiban kalian. Dan Dia Maha Mengetahui segala perbuatan kalian dan yang lainnya(1). (1)
Masalah hukum yang paling pelik di semua perundang-undangan modern adalah kaidah afirmasi. Yaitu,
cara-cara penetapan hak bagi seseorang jika mengambil jalur hukum untuk menuntut pihak lain. Al-
Qur'ân mewajibkan manusia untuk bersikap proporsional dan berlaku adil. Jika mereka sadar akan itu,
niscaya akan meringankan pekerjaan para hakim. Akan tetapi jiwa manusia yang tercipta dengan
berbagai macam tabiat seperti cinta harta, serakah, lupa dan suka balas dendam, menjadikan hak-hak
kedua pihak diperselisihkan. Maka harus ada kaidah-kaidah penetapan yang membuat segalanya jelas.
[16/11 17.56] melda hes c: ۞ ٗاؤتُ ِمنَ اَ َمانَتَه ْ ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْليُؤَ ِّد الَّ ِذى َ َْواِ ْن ُك ْنتُ ْم ع َٰلى َسفَ ٍر َّولَ ْم ت َِج ُدوْ ا كَاتِبًا فَ ِر ٰه ٌن َّم ْقبُو
ُ ضةٌ ۗفَاِ ْن اَ ِمنَ بَ ْع
ࣖ ق هّٰللا َ َربَّهٗ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُموا ال َّشهَا َد ۗةَ َو َم ْن يَّ ْكتُ ْمهَا فَاِنَّ ٗ ٓه ٰاثِ ٌم قَ ْلبُهٗ ۗ َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ َعلِ ْي ٌم
ِ ََّو ْليَت
Terjemahan
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada
barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya,
sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Tuntunan pada ayat yang lalu mudah dilaksanakan jika seseorang tidak sedang dalam perjalanan. Jika
kamu dalam perjalanan dan melakukan transaksi keuangan tidak secara tunai, sedang kamu tidak
mendapatkan seorang penulis yang dapat menulis utang piutang sebagaimana mestinya, maka
hendaklah ada barang jaminan yang dipegang oleh yang berpiutang atau meminjamkan. Tetapi
menyimpan barang sebagai jaminan atau menggadaikannya tidak harus dilakukan jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya, utang
atau apa pun yang dia terima, dan hendaklah dia yang menerima amanat tersebut bertakwa kepada
Allah, Tuhan Pemelihara-nya. Dan wahai para saksi, janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, yakni
jangan mengurangi, melebihkan, atau tidak menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik
hak maupun yang tidak diketahuinya, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya
kotor, karena bergelimang dosa. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, sekecil apa pun itu,
yang nyata maupun yang tersembunyi, yang dilakukan oleh anggota badan maupun hati.
Tafsir mufrodat:
َوإِن
dan jika
ُۡكنتُم
kalian adalah
َعلَ ٰى
atas/dalam
َسفَ ٖر
perjalanan
َۡولَم
dan tidak
ْ تَ ِجد
ُوا
kamu memperoleh
كَاتِبٗ ا
seorang penulis
نٞ َفَ ِر ٰه
ۖةٞ ُوض
َ َّم ۡقب
yang dipegang
فَإِ ۡن
maka jika
َأَ ِمن
mempercayai
ض ُكم
ُ بَ ۡع
sebagian kamu
ٗ بَ ۡع
ضا
ٱلَّ ِذي
orang yang
َۡٱؤتُ ِمن
dipercayai
amanatnya
ۡ
ِ ََّوليَت
ق
َ ٱهَّلل
Allah
َُربَّ ۗۥه
Tuhannya
َواَل
dan jangan
ْ ت َۡكتُ ُم
وا
kamu sembunyikan
persaksian
َو َمن
menyembunyikannya
ُفَإِنَّ ٓۥه
maka sesungguhnya ia
مٞ َِءاث
berdosa
hatinya
ُ َوٱهَّلل
dan Allah
بِ َما
dengan/terhadap apa
kamu kerjakan
يمٞ َِعل
Jika kalian sedang dalam perjalanan dan tidak ada yang dapat mencatat utang, maka jaminannya berupa
barang yang diperoleh pihak yang mengutangi dari pihak yang berutang. Kalau seseorang menitipkan
sesuatu kepada orang lain sebagai amanat, dan ia dipercayakan untuk itu, maka orang yang
diamanatkan harus menyerahkannya saat diminta. Dan hendaknya ia takut kepada Allah yang
memelihara dan mengawasinya, sehingga nikmat-Nya di dunia dan akhirat tidak diputus. Janganlah
menyembunyikan keterangan atau persaksian ketika diminta. Dan barangsiapa menyembunyikannya,
maka ia adalah orang yang berdosa dan buruk hati. Allah Maha Mengetahui segala apa yang kalian
lakukan. Dan Dia akan memberi balasan sesuai hak kalian.
[16/11 18.07] melda hes c: Kandungan Ayat Q.S. Al-Baqarah ayat 283
Setiap transaksi yang mengandung perjanjian penangguhan seharusnya ada bukti tertulis. Namun jika
tidak memungkinkan perjanjian tertulis, maka hendaklah ada yang menjadi saksi. Jika ternyata tidak ada
saksi, tidak pula bukti tulisan, maka dipersilakan adanya jaminan.
Prisnsip mu’amalat adalah saling percaya dan menjaga kepercayaan semua fihak. Untuk menghilangkan
keraguan maka hendakla diadakan perjanjian secara tertulis atau jaminan. Namun kalau semuanya
saling mempercayai, atau dalam transaksi tunai yang tidak akan menimbulkan masalah di kemudian
hari, tidak mengapa tanpa tulisan atau jaminan aslakan tetap menjaga amanah.
Orang yang mengetahui fakta kebenaran mesti bersedia menjadi saksi. Bersaksi dalam kebenaran,
merupkan ibadah. Sebaliknya yang menyembunyikan kesaksian, terancam siksa. Sedangkan bersaksi
palsu termasuk dosa besar.Taqwa mencakup segala aspek kehidupan. Oleh karena itu dalam jual beli,
utang piutang, atau mu’amalat lainnya mesti didasari taqwa.
Taqwa juga mesti dimanifestasikan dalam menjaga amanah, kepercayaan, kejujuran dan menjauhi hal-
hal yang merugikan fihak manapun. Allah SWT maha mengetahui segalanya. Oleh karena itu setiap
insane mesti tetap menjaga kejujuran, menegakkan kebenaran, menampakkan fakta sebenarnya bila
diminta persaksian. Orang yang menyembunyikan kesaksian akan diungkap kesalahannya oleh yang
Maha Mengetahui.
Amanah adalah kepercayaan dari yang memberi terhadap yang diberi atau dititipi, bahwa sesuatu yang
diberikan atau dititipkan kapanya itu akan akan dipelihara sebagaimana mestinya, dan pada saat yang
menyerahkan memintanya kembali, maka ia akan menerima utuh sebagaimana adanya tanpa keberatan
dari yang dititipi. Yang menerimapun menerimanya atas dasar kepercayaan dari pemberi bahwa apa
yang diterimanya, diterima sebagaimana adanya, dan kelak si pemberi atau penitip tidak akan meminta
melebihi apa yang diberikan atau disepakati kedua pihak.
Kepada para saksi, yang pada hakikatnya juga memikul amanah kesaksian, diingatkan, janganlah kamu,
wahai para saksi, menyembunyikan persaksian, yakni jangan mengurangi, melebihkan, atau tidak
menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik hak maupun yang tidak diketahuinya. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.
ْط ُشهَد َۤا َء هّٰلِل ِ َولَوْ ع َٰلٓى اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ِو ْال َوالِ َد ْي ِن َوااْل َ ْق َربِ ْينَ ۚ اِ ْن يَّ ُك ْن َغنِيًّا اَوْ فَقِ ْيرًا فَاهّٰلل ُ اَوْ ٰلى بِ ِه َم ۗا فَاَل تَتَّبِعُوا ْالهَ ٰ ٓوى
ِ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكوْ نُوْ ا قَوَّا ِم ْينَ بِ ْالقِس
ُ هّٰللا ٓ ْ ُ
ْرضُوْ ا فَاِ َّن َ َكانَ بِ َما تَ ْع َملوْ نَ خَ بِ ْيرًا ِ اَ ْن تَ ْع ِدلوْ ا ۚ َواِ ْن تَل ٗوا اَوْ تُع
135. Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah,
walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang
terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu
kerjakan.
ٰيَٓأَيُّهَا
wahai
َٱلَّ ِذين
orang-orang yang
ْ َُءا َمن
وا
beriman
ْ ُُكون
وا
jadilah kamu
dengan keadilan
ُشهَدَٓا َء
menjadi saksi
ِ هَّلِل
bagi/karena Allah
َولَ ۡو
walaupun
َعلَ ٰ ٓى
atas/terhadap
ۡأَنفُ ِس ُكم
diri kalian sendiri
أَ ِو
atau
ۚ َِوٱأۡل َ ۡق َرب
َين
إِن
jika
يَ ُك ۡن
adalah
َغنِيًّا
kaya
أَ ۡو
atau
ٗ ِفَق
يرا
miskin
ُ فَٱهَّلل
maka Allah
بِ ِه َم ۖا
dengan keduanya
فَاَل
maka janganlah
ْ تَتَّبِع
ُوا
kamu mengikuti
ٓ ٰ ۡٱلهَ َو
ى
hawa nafsu
أَن
agar
َوإِن
dan jika
أَ ۡو
atau
ْ تُ ۡع ِرض
ُوا
kamu menentang/enggan
فَإِ َّن
maka sesungguhnya
َ ٱهَّلل
Allah
ََكان
adalah Dia
بِ َما
dengan/terhadap apa
kamu kerjakan
ٗ ِخَ ب
يرا
Maha Mengetahu
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari As-Suddi: bahwa turunnya ayat ini (An-Nisa ayat
135) berkenaan dengan pengaduan dua orang yang bersengketa, seorang kaya dan seorang lagi miskin.
Rasulullah Saw membela pihak yang fakir dengan menganggap orang fakir tidak akan mengzhalimi orang
kaya. Akan tetapi Allah tidak membenarkan tindakan Rasulullah Saw dan memerintahkan untuk
menegakkan keadilan di antara kedua belah pihak
Terdapat di dalam kitab TafsirAl-Thabari bahwa diceritakan dari Muhammad bin al-Husain yang berkata,
diceritakan dari Ahmad bin al-Mufdhil yang berkata, dari al-Suda, tentang firman Allah di atas. Ayat di
atas diturunkan kepada Nabi Saw. Ada dua orang yang berselisih dan datang kepada Nabi Saw. Orang
yang satu kaya dan orang yang lainnya miskin. Nabi Saw. lebih condong kepada orang yang miskin. Nabi
Saw. berpendapat bahwa orang miskin tersebut tidak bersalah kepada orang kaya. Maka, Allah tidak
menyukai kecuali Nabi Saw. menegakkan keadilan, baik kepada orang kaya maupun orang yang miskin.
Allah berfirman : “jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya, maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.
[16/11 18.21] melda hes c: Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar
menegakkan keadilan, dan janganlah mereka bergeming dari keadilan itu barang sedikit pun, jangan
pula mereka mundur dari menegakkan keadilan karena Allah hanya karena celaan orang-orang yang
mencela, jangan pula mereka dipengaruhi oleh sesuatu yang membuatnya berpaling dari keadilan.
Hendaklah mereka saling membantu, bergotong royong, saling mendukung dan tolong-menolong demi
keadilan.
{ِ } ُشهَدَا َء هَّلِل
Maksudnya, tunaikanlah kesaksian itu karena Allah. Maka bila kesaksian itu ditegakkan karena Allah,
barulah kesaksian itu dikatakan benar, adil, dan hak; serta bersih dari penyimpangan, perubahan, dan
kepalsuan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Dengan kata lain, tegakkanlah persaksian itu secara benar, sekalipun bahayanya menimpa diri sendiri.
Apabila kamu ditanya mengenai suatu perkara, katakanlah yang sebenarnya, sekalipun mudaratnya
kembali kepada dirimu sendiri. Karena sesungguhnya Allah akan menjadikan jalan keluar dari setiap
perkara yang sempit bagi orang yang taat kepada-Nya.
*******
Yakni sekalipun kesaksian itu ditujukan terhadap kedua orang tuamu dan kerabatmu, janganlah kamu
takut kepada mereka dalam mengemukakannya. Tetapi kemukakanlah kesaksian secara sebenarnya,
sekalipun bahayanya kembali kepada mereka, karena sesungguhnya perkara yang hak itu harus
ditegakkan atas setiap orang, tanpa pandang bulu.
*******
Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. (An-Nisa: 135)
Artinya, janganlah kamu hiraukan dia karena kayanya, jangan pula kasihan kepadanya karena miskinnya.
Allah-lah yang mengurusi keduanya, bahkan Dia lebih utama kepada keduanya daripada kamu sendiri,
dan Dia lebih mengetahui hal yang bermaslahat bagi keduanya.
*******
Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. (An-Nisa: 135)
Maksudnya, jangan sekali-kali hawa nafsu dan fanatisme serta risiko dibenci orang lain membuat kalian
meninggalkan keadilan dalam semua perkara dan urusan kalian. Bahkan tetaplah kalian pada keadilan
dalam keadaan bagaimanapun juga, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
َوال يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآنُ قَوْ ٍم عَلى أَاَّل تَ ْع ِدلُوا ا ْع ِدلُوا ه َُو أَ ْق َربُ لِلتَّ ْقوى
Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (Al-Maidah: 8)
Termasuk ke dalam pengertian ini ialah perkataan Abdullah ibnu Rawwahah ketika diutus oleh Nabi Saw.
melakukan penaksiran terhadap buah-buahan dan hasil panen milik orang-orang Yahudi Khaibar. Ketika
itu mereka bermaksud menyuapnya dengan tujuan agar bersikap lunak terhadap mereka, tetapi
Abdullah ibnu Rawwahah berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku datang kepada kalian dari makhluk
yang paling aku cintai, dan sesungguhnya kalian ini lebih aku benci daripada kera dan babi yang
sederajat dengan kalian. Bukan karena cintaku kepadanya, benciku terhadap kalian, lalu aku tidak
berlaku adil terhadap kalian.” Mereka mengatakan, “Dengan demikian, berarti langit dan bumi akan
tetap tegak.”
Hadis ini insya Allah akan disebut secara panjang lebar berikut sanadnya dalam tafsir surat Al-Maidah.
*******
Dan jika kalian memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi. (An-Nisa: 135)
Menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, makna talwu
ialah memalsukan dan mengubah kesaksian. Makna lafaz al-lai sendiri ialah mengubah dan sengaja
berdusta. Seperti pengertian yang ada di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Al-i’rad artinya menyembunyikan kesaksian dan enggan mengemukakannya. Dalam ayat yang lain
disebutkan melalui firman-Nya:
Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.
(Al-Baqarah: 283)
“”خَ ْي ُر ال ُّشهَدَا ِء الَّ ِذي يَأْتِي بِ َشهَا َدتِ ِه قَب َْل أَ ْن يُسألها
Sebaik-baik saksi ialah orang yang mengemukakan kesaksiannya sebelum diminta untuk bersaksi.
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan. (An-Nisa: 135)
Dengan kata lain, Allah kelak akan membalas perbuatan kalian itu terhadap diri kalian.
[16/11 18.29] nadia hes c: Tafsir jalalain sura anisa ayat 135
Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu menjadi penegak) atau benar-benar tegak dengan
(keadilan) (menjadi saksi) terhadap kebenaran (karena Allah walaupun) kesaksian itu (terhadap dirimu
sendiri) maka menjadi saksilah dengan mengakui kebenaran dan janganlah kamu menyembunyikannya
(atau) terhadap (kedua ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia) maksudnya orang yang disaksikan itu
(kaya atau miskin, maka Allah lebih utama bagi keduanya) daripada kamu dan lebih tahu kemaslahatan
mereka. (Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu) dalam kesaksianmu itu dengan jalan pilih kasih,
misalnya dengan mengutamakan orang yang kaya untuk mengambil muka atau si miskin karena merasa
kasihan kepadanya (agar) tidak (berlaku adil) atau menyeleweng dari kebenaran. (Dan jika kamu
mengubah) atau memutarbalikkan kesaksian, menurut satu qiraat dengan membuang huruf wawu yang
pertama sebagai takhfif (atau berpaling) artinya enggan untuk memenuhinya (maka sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga akan diberi-Nya balasannya.
۞ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكوْ نُوْ ا قَوَّا ِم ْينَ بِ ْالقِ ْس ِط ُشهَد َۤا َء هّٰلِل ِ َولَوْ ع َٰلٓى اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ِو ْال َوالِ َد ْي ِن َوااْل َ ْق َربِ ْينَ ۚ اِ ْن يَّ ُك ْن َغنِيًّا اَوْ فَقِ ْيرًا فَاهّٰلل ُ اَوْ ٰلى بِ ِه َم ۗا فَاَل تَتَّبِعُوا
ْرضُوْ ا فَاِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ خَ بِ ْيرًا
ِ ْالهَ ٰ ٓوى اَ ْن تَ ْع ِدلُوْ ا ۚ َواِ ْن ت َْل ٗ ٓوا اَوْ تُع
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun
terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.s
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari As-Suddi: bahwa turunnya ayat ini (An-Nisa ayat
135) berkenaan dengan pengaduan dua orang yang bersengketa, seorang kaya dan seorang lagi miskin.
Rasulullah Saw membela pihak yang fakir dengan menganggap orang fakir tidak akan mengzhalimi orang
kaya. Akan tetapi Allah tidak membenarkan tindakan Rasulullah Saw dan memerintahkan untuk
menegakkan keadilan di antara kedua belah pihak.
at 2:38 PM
[16/11 18.59] nadia hes c: As-Suddy melanjutkan ucapannya): “Diturunkan mengenai Nabi SAW. yang
menerima pengaduan dua orang laki-laki yang bersengketa, yang satu kaya dan yang satu lagi faqîr
(miskin). Nabi SAW. berpihak kepada yang faqîr (miskin); karena menurut pandangan beliau SAW:
“Bahwa orang Faqîr (miskin) tidak akan berbuat zhâlim (aniaya) kepada yang kaya. Maka Allah SWT.
tidak membenarkan tindakan Nabi SAW. tersebut, dan (Allah SWT.) memerintahkan (Nabi SAW.) untuk
menegakkan keadilan di antara kedua belah pihak, yaitu antara orang kaya dan faqîr (miskin)”.