Anda di halaman 1dari 7

Laporan Pendahuluan Cholelithiasis 

(Batu Empedu)

DISUSUN OLEH :

MARIANUS LETSOIN

C017182016

Perseptor lahan Perseptor Institusi

( ) ( )

PROGRAM DIII VOKASI KEPERAWATAN TERPADU


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
A.       Pengertian :
a.       Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat  pada sal. empedu
(Duktus Koledocus ).
b.      Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung
empedu.
c.       Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.
d.      Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.

B.    Etiologi :
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen- pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena :
kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.
     Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
·         Infeksi kandung empedu
·         Usia yang bertambah
·         Obesitas
·         Wanita
·         Kurang makan sayur
·         Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
2.  Batu pigmen empedu , ada dua macam;
·       Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis
hati tanpa infeksi
·       Batu pigmen coklat  :  bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu,
disertai bendungan dan infeksi
3. Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan
anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus
koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.

  c. Manifestasi Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.

GEJALA AKUT GEJALA KRONIS


TANDA : TANDA:
1.       Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1.       Biasanya tak tampak gambaran pada
spasme abdomen
2.      Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada2.      Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
kwadran kanan atas
3.      Kandung empedu membesar  dan nyeri
4.      Ikterus ringan

GEJALA: GEJALA:
1.       Rasa nyeri (kolik empedu) yang 1.       Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :
Menetap abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat :
2.      Mual dan muntah                     terpusat di epigastrium menyebar ke arah
3.      Febris (38,5°°C) skapula kanan
2.      Nausea dan muntah
3.      Intoleransi dengan makanan berlemak
4.      Flatulensi
5.      Eruktasi (bersendawa)

D. Komplikasi
Jika tidak segera ditangani, batu empedu atau kolelitiasis dapat menyumbat saluran empedu dan
memicu terjadinya peradangan atau infeksi kantung empedu. Kondisi ini dikenal dengan
kolesistitis akut atau radang kantung empedu akut. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi
jika batu empedu tidak segera diobati adalah:

 Cholangitis atau peradangan saluran empedu


 Pankreatitis akut atau peradangan pankreas akut
 Ileus batu empedu atau penyumbatan usus akibat batu empedu
 Sepsis
E. Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium :
1.       Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2.      Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3.      Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4.      Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi  sehingga
menyebabkan penurunan absorbsi vitamin  K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5.      USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan
distensi saluran empedu  ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6.      Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat
kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7.      PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk
menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8.     Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9.     CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
10.  Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran
atau pembesaran pada gallblader.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kolelitiasis atau batu empedu meliputi observasi, medikamentosa, atau tindakan
operatif. Penanganan disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit.

Observasi
Kolelitiasis seringkali ditemukan secara insidental saat melakukan pemeriksaan penunjang untuk
kondisi lainnya. Kasus yang bersifat asimtomatik sebaiknya dilakukan pendekatan terapi
observasi gejala dan follow up klinis.[4,6]
Sekitar 2‒4% pasien asimtomatik menjadi bergejala dalam follow up tahunan. Beberapa faktor
risiko transisi ini adalah adanya batu empedu yang multipel, temuan kolesistografi negatif, dan
pasien usia muda.[11]
Medikamentosa
Pada pasien asimptomatik atau simptomatik yang menolak tindakan operatif, ataupun tidak
memenuhi syarat pembedahan, dapat direkomendasikan untuk diberikan terapi medikamentosa
disolusi oral atau Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL).
Analgetik

Analgetik lini pertama dapat diberikan obat antiInflamasi nonsteroid (OAINS),


seperti diklofenak, ketoprofen, indometasin, atau paracetamol. Opsi lain bisa berikan analgetik
golongan narkotika, seperti meperidine atau buprenorfin. OAINS dipilih karena efek analgesik
yang setara dengan obat golongan narkotika, tetapi dengan efek samping yang lebih rendah.
Agen antispasmodik, seperti butilscopolamina, merupakan alternatif untuk merelaksasi dan
mengurangi spasme kantung empedu.[2-4]
Terapi Disolusi Oral

Obat disolusi disarankan untuk pasien kolelitiasis asimtomatik dengan batu empedu kolesterol.
Selain itu, bisa diberikan juga pada pasien simptomatik yang mempunyai kontraindikasi terapi
pembedahan, atau dengan batu empedu berukuran kurang dari 15 mm dengan fungsi kantung
empedu yang normal.[11]

Jenis obat disolusi batu empedu adalah asam ursodeoksikolat atau asam kenodeoksikolat. Kedua
obat ini berfungsi menurunkan sekresi kolesterol bilier oleh hepar, menyebabkan pembentukan
cairan empedu tak terkonjugasi, dan meningkatkan pelarutan kristal dan batu kolesterol.
Kelemahan terapi ini adalah membutuhkan waktu observasi yang panjang dan rekurensi yang
tinggi (>50%).[4,11]

Terapi disolusi oral akan bermanfaat pada pasien dengan batu empedu multipel, ukuran batu
kurang dari 15 mm, atau dengan hasil pemeriksaan CT-Scan dengan nilai CT kurang dari 60 HU.
Studi oleh Tomida et al mengenai pemberian obat ursodeoksikolat jangka panjang (18 tahun)
pada 527 peserta, melaporkan bahwa obat tersebut dapat menurunkan secara signifikan risiko
nyeri traktus bilier dan komplikasi kolesistitis akut pada pasien kolelitiasis, bahkan pada pasien
simptomatik[11,12]

Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)


ESWL cukup efektif dilakukan pada pasien kolelitiasis kolesterol dengan fungsi kantung empedu
normal. Prosedur ini memiliki efektivitas biaya yang setara dengan prosedur kolesistektomi pada
batu empedu kecil (<4 cm3). Meski demikian, prosedur ini memiliki tingkat rekurensi lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kolesistektomi. Sebanyak 36% pasien yang telah melalui
prosedur ESWL, perlu dilakukan kolesistektomi pada periode follow up berikutnya.[11]
Pembedahan Kolesistektomi
Kolesistektomi adalah penanganan utama pada kolelitiasis simtomatik. Pada pasien
asimptomatik, dapat dianjurkan untuk dilakukan kolesistektomi pada kondisi tertentu, misalnya
pada pasien dengan anemia hemolitik, risiko tinggi kanker kantung empedu, atau sirosis
hepatis yang direncanakan untuk transplantasi hati.[3,4,6,11,13]
Kolesistektomi dapat dilakukan dengan teknik laparoskopi dan laparotomi. Teknik laparoskopik
lebih unggul dalam hal mengurangi masa rawat inap, waktu pemulihan, nyeri pasca operasi, dan
biaya tindakan. Angka kejadian perdarahan perioperatif kolesistektomi laparoskopik juga
terhitung rendah, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan golongan darah dan penyimpanan darah
preoperatif secara rutin pada kolesistektomi laparoskopik.[3,10,11]
Teknik laparoskopik dijadikan pilihan utama di rumah sakit yang memiliki fasilitas ini.
Kolesistektomi laparoskopik awal dalam rentang 72 jam setelah onset gejala mempunyai
manfaat yang signifikan, baik dari sisi medis maupun sosioekonomi.[3,10,11]

Meskipun sudah direncanakan untuk dilakukan operasi laparoskopi, sekitar 3,6‒8% kasus
dilakukan pergantian teknik intraoperatif menjadi laparotomi. Hal ini dapat disebabkan karena
kantung empedu tidak tervisualisasi secara jelas, ditemukan inflamasi berat, atau terdapat tanda-
tanda yang mengarah pada keganasan. Tanda keganasan misalnya ukuran batu empedu yang
besar (>3 cm), pasien wanita lansia, atau ditemukan kondisi porcelain gallbladder.[2,11,14]
DAFTAR PUSTAKA

1.      Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P:
586-588.
2.      Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.
3.      Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P:
523-536.
4.      D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
5.      Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.

6.      Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill


Livingstone, Melborne : 74 - 76.

Anda mungkin juga menyukai