Oleh :
1. Ayu Lestari
NIM : 17.11.4066.E.A.00
2. Ika Agustina
NIM : 17.11.4066.E.A.00
3. Kasmawati
NIM : 17.11.4066.E.A.00
4. Regita argarini
NIM : 17.11.4066.E.A.0023
5. Siti Aica
NIM : 17.11.4066.E.A.00
6. Wahyudi
NIM : 17.11.4066.E.A.00
Samarinda
1
2018
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA
MEMERANGI BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA” dengan harapan semoga
makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehinga lebih
mengenal tentang apa itu KORUPSI dan lebih peduli untuk mencegah,mengawasi
KORUPSI baik dilingkungan Masyarakat maupun Instansi pemerintahan. Akhir kata
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi Para Mahasiswa, Pelajar, Umum dan
semua yang membaca makalah ini semoga bisa di pergunakan dengan semestinya.
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………..
i
Daftar Isi……………………………………………………………………….
ii
BAB I :
PENDAHULUAN………………………………………………........................................1
- Latar
Belakang………………………………………………….................................................1
- Maksud dan Tujuan...........
…………………………………………………..........................................2
BAB II : LANDASANTEORI…………………………………………..............................3
A. Pengertian Korupsi secara Teoritis………………………………...................................3
B. Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang…………………………................. 4
I. Korupsi Aktif………………………………………………………………….......................4
II. Korupsi Pasif……………………………………………………………….........................7
C. Teori Budaya Korupsi……………………………………………………………................8
D. Faktor Penyebab Korupsi………………………………………………………...............10
E. Gerakan Anti Korupsi……………………………………………………………..............12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………....................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh
masyarakat nasional maupun internasional. Korupsi sering dikaitkan dengan politik,
juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional,
kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Korupsi di tanah air kita ibarat
“warisan haram” tanpa surat wasiat.
Faktor internal penyebab korupsi dari diri pribadi sedang faktor eksternal
adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor
internal terdiri aspek moral, aspek sikap atau perilaku dan aspek sosial. Faktor
eksternal dilacak dari aspek ekonomi, aspek politis, aspek manajemen dan
organisasi, aspek hukum dan lemahnya penegakkan hukum, serta aspek social
yaitu lingkungan atau masyarakat kurang mendukung perilaku anti korupsi.
Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik mengatasi korupsi adalah
dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda
sekarang khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi. Karena mahasiswa adalah
generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu.
Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di
sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda
supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu
dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi pendahulunya.
A. Maksud
Maksud dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
perilaku korupsi di Indonesia yang sangat meprihatinkan, dan sebagai mahasiswa
tentu kami ingin memberikan kontribusi untuk mencegah terjadinya korupsi, karena
mahasiswa adalah lapisan masyarakat yang memepunyai ideologi tinggi dan mampu
memberikan pengawasan terhadap kinerja instansi pemerintahan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui pengertian dari korupsi.
b) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
c) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
4
d) Mengetahui peran serta Mahasiswa mencegah korupsi
e) Mengetahui dampak dari korupsi
f) Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
g) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
h) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
LANDASAN TEORI
5
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi
yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif.
I. Korupsi Aktif
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan
Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana
Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara
Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor
20 Tagun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau
keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam
huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional
Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7
ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja
mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1)
huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja
menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
6
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut
(Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja
memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan
sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat
dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya
atau membiarkan orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang Dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001) Pada waktu menjalankan
tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau
Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang
kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan
barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan hutang (huruf g) Pada waktu menjalankan tugas telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang
berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat
dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus
atau mengawasinya (huruf i)
- Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
II. Korupsi Pasif
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi
nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun
2001)
7
- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional
indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor
20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan
huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
C. Teori Budaya Korupsi
Di Indonesia, korupsi telah menjadi kebiasaan zaman lampau. Korupsi
menjadi budaya dalam sistem tersebut, dimana kekuasaan menjadi harga mati bagi
kalangan ningrat dan golongannya.
Korupsi merupakan tindakan penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya,
kemasyarakatan, dan kenegaraan. Perilaku korupsi sudah terjadi dimana-mana.
Antara pengusaha dan pejabat birokrat yang mempunyai kekuasaan atau antara
warga bertaraf ekonomi menengah ke bawah. Sepertinya dalam berbagai
perbincangan, kata korupsi merupakan kata yang sudah tidak aneh lagi. Seolah
telah menjadi bahasa lumrah dalam perbincangan.
Korupsi sudah tidak dianggap lagi sebagai pelanggaran etika individual
melainkan dianggap sebagai pelanggaran etika sosial sebagai kesepakatan umum.
Para anggota dewan, birokrasi, dan penegak hukum masih menganggap bahwa
korupsi merupakan tindakan pelanggaran etika individual yang harus dihindari.
Berkembangnya sikapsemacam ini justru membahayakan. Jika terjadi di kalangan
anggota dewan dan berkaitan erat dengan penegak hukum. Hal ini disebabkan
karena korupsi di DPR dilakukan dalam peraturan perundang-undangan yang sah
sebagai kebijakan negara (corruption by policy).Hal ini tentu akan merusak cita-cita
dan tujuan bangsa.
Terungkapnya berbagai kasus korupsi di lingkungan DPR, telah membuktikan
bahwa korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia. DPR adalah lembaga yang
memegang kedaulatan rakyat. Dimana rakyat menaruh harapan banyak kepada
para DPR. Namun tidak semua DPR melakukan korupsi, tetapi dengan adanya DPR
8
yng melakukan korupsi akan mengubah persepsi masyarakat sehingga menjadi
tidak percaya lagi terhadap kinerja DPR.
Masalah lain yaitu korupsi di tingkat pegawai negeri. Dalam hal ini salah satu
pemicunya adalah gaji pegawai yang rendah. Dengan gaji pegawai yang rendah
danbanyaknya kepentingan partai politik maka semua ini akan mendorong pada
tindakan korupsi dalam birokrasi dan dalam masyarakat.
Selain itu, pada masyarakat menengah ke bawah tanpa sadar juga sering
melakukan tindakan korupsi. Misalnya saja pada pemilihan kepala desa, para calon
memberikan uang kepada para warga dengan maksud agar warga memilih calon
kepala desa tersebut. hal ini juga termasuk dalam tidakan suap. Perilaku korupsi
juga tak hanya berlaku pada siapa yang menerima uang pelicin, tetapi juga pada
siapa yang memberikan uang pelicin tersebut. (Semma, 2008:36). Jadi, terhadap
pemberi suap maupun penerima suap sama-sama telah melakukan perilaku korupsi.
Di lingkup pendidikan misalnya saja seorang guru yang membocorkan kuncijawaban
UNAS kepada murid-muridnya agar bisa lulus semua dengan nilai yang
memuaskan. Tentu hal ini juga terbilang korupsi dalam tingkat yang kecil. Murid
sudah diajarkan terlebih dahulu untuk berbuat kecurangan yaitu seperti tidak jujur
dalam mengerjakan soal UNAS. Semestinya dalam lingkup pendidikan anak sudah
mulai diajarkan sejak dini untuk selalu berperilaku jujur.
Melihat hal di atas memang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua orang di
negeri ini sudah mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari taraf yang rendah
hingga sampai taraf tinggi. Korupsi memang sudah menjadi budaya di negeri ini.
suatu upaya untuk menghilangkan korupsi tersebut dari masyarakat sama saja
memusnahkan kebudayaan masyarakat yang merupakan warisan. Salah satu cara
yang bisa dilakukan yaitu dengan cara mengubah budaya pada masyarakat yang
masih mengagungkan kebudayaan lama yang dianut. Seberapa kuat kebudayaan
lama, jika kita lama-lama mampu mengikis secara terus menerus akan terlihat
dampak dengan mulai berkurangnya perilaku korupsi.
1. Faktor Politik
Politik salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika terjadi
instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan bahkan ketika
meraih dan mempertahankan kekuasaan. Menurut Susanto (2002) korupsi level
9
pemerintahan adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian
perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi,
disebabkan suatu hal yang disebut konstelasi politik. Sementara menurut De Asis,
korupsi politik misalnya perilaku curang (politik uang) pada pemilihan anggota
legislatif atau pejabat-pejabat eksekutif, dana illegal untuk pembiayaan kampanye,
penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara illegal dan teknik lobi yang
menyimpang (De Asis: 2000). Dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari
adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar
tanpa keterbukaan dan pertanggungjawaban.
2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-
undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi
hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil,
rumusan yang tidak jelas-tegas sehingga menjadi multi tafsir, kontradiksi
danoverlapping dengan peraturan lain, sanksi yang tidak equivalen dengan
perbuatan yang dilarang, sehingga tidak tepat sasaran, dan sebagainya,
memungkinkan peraturan tidak kompatibel dengan realitas di masa mendatang akan
mengalami resistensi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan legitimasi
bagi berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan mempertahankan dan
mengakumulasi kekuasaan. Bibit Samad Riyanto (2009) mengatakan lima hal yang
dianggap berpotensi menjadi penyebab timbulnya korupsi.
1. sistem politik;
2. intensitas moral seseorang atau kelompok;
3. remunerasi (pendapatan) yang minim;
4. pengawasan baik bersifat internal-eksternal;
5. taat aturan. \
Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk (Basyaib: 2002) yang
menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan perundang-undangan memberikan
peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Di samping itu, praktik penegakan
hukum juga masih dililiy berbagai permasalahan yang menjauhkan hukum dari
tujuannya.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu
dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi
seharusnya dilakukan orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah
dan hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan
hidup. Namun di saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi
(Sulistyantoro: 2004). Pendapat lain menyatakan kurangnya gaji dan pendapatan
pegawai negeri merupakan faktor paling menonjol menyebabkan meluasnya korupsi
di Indonesia. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil,
ketidakpercayaan sistem peradilan, banyak faktor motivasi orang kekuasaan,
anggota parlemen termasuk warga biasa, terlibat dalam perilaku korup.
10
4. Faktor Organisasi
Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari
sudut pandang organisasi meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b)
tidak adanya kultur organisasi yang benar, (c) system akuntabilitas di instansi
pemerintah kurang memadai, (d) manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam
organisasinya. Melalui tujuan organisasi para anggota dapat memiliki arah yang
jelas tentang segala kegiatan dan tentang apa saja yang tidak, serta apa yang
dikerjakan dalam kerangka organisasi. Tujuan organisasi dapat berfungsi
menyediakan pedoman-pedoman praktis bagi anggotanya. Tujuan organisasi
menghubungkan anggota dengan berbagai tata cara dalam kelompok. Standar
tindakan anggota organisasi akan menjadi tolok ukur dalam menilai bobot tindakan.
Sebuah organisasi berfungsi baik, bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri
di bawah sebuah pola tingkah laku (yang normatif), sehingga dapat dikatakan
kehidupan bersama mungkin apabila anggota-anggota bersedia memenuhi aturan
yang telah ditentukan.
11
dengan kebutuhan. Penanaman nilai-nilai ini juga penting dilakukan kepada
mahasiswa.
BAB III
PEMBAHASAN
B. Keterlibatan Mahasiswa
13
membangunkan kesadaran masyarakat akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu
Negara.
14
4. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasiyang
cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi strukturdan kultur.
5. Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati yang tidak
pernah memiliki roh sama sekali.
6. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas ataupengontrol, sehingga
tidak ada check and balance.
7. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsipada sistem
politik dan sistem administrasi Indonesia.
8. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga daricontoh-
contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari
tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
9. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa dan masyarakat yang
semakin canggih.
10. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan
amanah yang diemban.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
15
Saran-Saran
1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi dini
sebagai figur dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang paling
awal didapatkan generasi muda berasal dari keluarga.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulas kan pendidikan
anti korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3. Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku Perguruan Tinggi
sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa sebagai salah satu
bagian dari generasi penerus bangsa memiliki kompetensi intelektual, ide-ide
inovatif, kebijakan, dan pola pikir yang lebih diplomatis menjadikan mereka agen
perubahan pembelajaran kehidupan kebangsaan.
4. Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi memberikan
pembelajaran lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang realitas
sosial, masalah-masalah yang berkaitan dengan profesi, pelayanan umum, dll.
Sehingga termotivasi untuk kreatif dan mandiri mengajak dirinya sendiri, keluarga
dan lingkungannya untuk proaktif memberantas korupsi.
5. Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari
tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
6. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis
untuk dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di
segala aspek kehidupan.
7. Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang
independen yang khusus menangani korupsi.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://makalainet.blogspot.com/2013/10/korupsi.html (24/11/2014)
http://nurulayuislam.blogspot.com/2014/01/budaya-korupsi-di-indonesia.html
http://tugaskuliahghofur.blogspot.co.id/2014/11/makalah-peran-mahasiswa-dalam-
upaya.html
http://rizalrazib.blogspot.com/2011/11/peran-pemuda-dalampemberantasan.html
http://kualitaindonesia.blogspot.com/2012/03/pendidikan-antikorupsi.html
http://ridwanmuslim.wordpress.com/2013/04/03/makalah-korupsi-indonesia/
http://kompasiana.com/post/hukum/2011/01/29/peran-sertapemuda-sebagai-agen-
pemberantasan-korupsi/
http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
(diakses tanggal 24 November 2014 )
17