Anda di halaman 1dari 16

MAKAL AH

KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIFTERI
Dosen Pembimbing :

KELOMPOK 1 :
Ali Imron Neli Septia Mustika Dewi
NIM : 17.11.4006.E.A.004 NIM : 17.11.4006.E.A.0016
Ali Saifudin Novia Wahyuni
NIM : 16.11.4006.E.A.0039 NIM : 17.11.4006.E.A.0019
Arista Arianto Noorhassanah
NIM : 16.11.4006.E.A.0076 NIM : 17.11.4066.E.A.001
Ernawati Ratna Sari
NIM : 17.11.4006.E.A.0009 NIM : 17.11.4066.E.A.0022
Ika Agustina Regita Arga Rini
NIM : 17.11.4006.E.A.0012 NIM : 17.11.4066.E.A.0023

AKADEMI KEPERAWATAN YARSI


SAMARINDA
2018/2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIFTERI
A. PENGERTIAN
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae (Iwansain, 2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh
Corynebacterium dipteriae dengan bentuk hasil batang gram positif
(jauhari, nurdin, 2008)
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
penghasil racun Corynebacterium dipteriae (Fuadi, Hasan, 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak
yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium dipteriae.
B. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah Corynebacterium dipteriae. Bakteri ini
ditularkan melalui percikan tubuh yang berasal dari batuk penderita
atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri.
Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput
lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.
Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru metilen
atau biru toluidine. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung
dari lesi.
Menurut Staf Ilmu Kesehatan anak FKUI dalam buku kuliah ilmu
kesehatan anak, sifat bakteri Corynebacterium dipteriae :
1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
Disamping itu bakteri ini dapat mati pada pemanasan 60 derajat
celcius selama 10 menit, tahan beberapa minggu dalam es, air,
susu, dan lender yang telah mongering. Terdapat tiga jenis basil
yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermidis atas dasar perbedaan
bentuk koloni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium
telurit. Basil difteria mempunyai sifat.

1. Membentuk psedomembran yang sukar diangkat, mudah


berdarah, dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi
darah yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik
dan kuman.
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat
meracuni jaringan setelah beberapa jam diserap dan
memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.

Menurut tingkat keparahannya, Staff Ilmu Anak FKUI membagi


penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu :

1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada


mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai
faring (dinding belakang rongga mulut), sampai menimulkan
pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat apabila terjadi sembatan nafas yang berat
disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang
otot jantung), paralysis (kelemahan anggota gerak) dan
nefritis (radang ginjal).

Menurut bagian ilmu kesehatan anak FKUI, penyakit ini


dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :
1. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula
tampak pilek, kemudian secret yang keluar tercampur darah
sedikit yang berasal dari pseudomembran. Penyebaran
pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.
2. Difteri laring dan tonsil (DIfteri fausial)
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa
mengancam nyawa pnderita akibat gagal nafas. Palig sering
dijumpai (75%). Gejala mungkin ringan tanpa pembentukan
pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan
imunitas pada penderita. Pada kondisi yang lebih berat
diawali dengan radang tenggorokan dengan peningkatan
suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, pseudomembran awalnya
hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas
ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, da nada
pembengkakan regional leher tampak seperti leher sapi (bull’s
neck). Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta
stridor inspirasi walaupun belum terjadi sumbatan laring.
3. Difteri laring dan trakea
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil,
daripada yang primer. Gejala gangguan nafas berupa suara
serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat timbul
sesak nafas hebat, sianosis dan tampak retraksi suprasternal
serta epigastrium. Ada bull’s neck, laring tampak kemerahan
dan sembab, banyak secret, dan permukaan ditutupi oleh
pseudomembran. Bila anaka terlihat sesak dan payah sekali
perlu dilakukan trakeostomi sebagai pertolongan pertama.
4. Difteri kutaneus dan vaginal
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan
vagina dengan pembentukan membrane diatasnya. Namun
tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka
yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri dapat pula
timbul pada daerah konjungtiva dan umbilicus.

5. Diphtheria Kulit, konjungtiva, Telinga

Diphtheria Kulit berupa tukak dikulit, tepi jelas dan terdapat membran
pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan
lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada
konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret
purulen dan berbau.

C. Tanda dan gejala

a. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derajat celcius,

b. Batuk dan pilek yang ringan.

c. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan

d. Mual , muntah, sakit kepala.

e. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke


abuan kotor.

f. Kaku leher.

D. Patofisiologi
Basil hidup dan berkembang biak pada traktus respiratorius bagian
atas terutama bila terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus, dan
lain-lain. Selain itu dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun jarang
terjadi. Pada tempat-tempat tersebut basil membentuk pseudomembran
dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul lokal kemudian
menjalar ke faring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas . kelenjar getah
bening sekitarnya akan membengkak dan mengandung toksin.
Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan menyebabkan miokarditis
toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralysis
terutama otot-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis
fokal pada hati dan ginjal, yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis.
Kematian pasien difteria pada umumnya disebabkan oleh terjadinya
sumbatan jalan nafas akibat pseudomembran pada laring dan trakea,
gagal jantung karena miokardititis, atau gagal nafas akibat terjadinya
bronkopneumonia.

Penularan penyakit difteria adalah melalui udara ( droplet infection),


tetapi dapat juga melalui perantaraan alat atau benda yang
terkontaminasi oleh kuman difteria. Penyakit dapat mengenai bayi tapi
kebanyakan pada anak usia balita. Penyakit Difteria dapat berat atau
ringan tergantung dari virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan tubuh
anak. Bila ringan hanya berupa keluhan sakit menelan dan akansembuh
sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan pada anak jika daya tahan
tubuhnya baik. Tetapi kebanyaknya pasien datang berobat sering dalam
keadaan berat seperti telah adanya bullneck atau sudah stridor atau
dispnea. Pasien difteria selalu dirawat dirumah sakit karena mempunyai
resiko terjadi kompliasi seperti mioarditis atau sumbatan jalan nafas
(Ngastiyah,1997)

.
Menut iwansain,2008 dalam secara sederhana pathofisiologi difteri yaitu :

1. Kuman difteri masuk dan berkembang biak pada saluran nafas atas, dan
dapat juga pada vulva,kulit,mata.

2. Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.


Pseudomembran timbul lokal dan memjalar dari faring, laring,dan saluran
nafas atas. Kelenjar getah bening akan tampak membengkak dan
mengandung toksin.

3. Bila eksotoksin mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya


miokarditis dan timbul paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai
jaringan saraf.

4. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudomembran


pada laring dan trakea dan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.

E. Penatalaksanaan

Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan


pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu
kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut
normal dan pengobatan spesifik.

Pengobatan spesifik untuk difteri :

1. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/ hari selama 2hari berturut-


turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.

a. TEST ADS

ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.

Diberikan 0,05 CC → intracutan tunggu 15 menit → indurasi


dengan garis tengah 1 cm → (+)

b. CARA PEMBERIAN

- test positif → BESREDKA


- test negatif → secara DRIP/IV

c. DRIP/IV

200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai


kebutuhan. Diberikan selama 4 sampai 6 jam → observasi gejala
cardinal.

2. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari


bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan
kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.

3. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis


yang sangat membahayakan,dengan memberikan predison
2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas
yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada
pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat
diberikan strikin1/4 mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10
hari.

H. Pengkajian

1. Biodata

a. Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak 2-10 tahun dan jarang


ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang
dewasa diatas 15 tahun
b. Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama dinegara-
negara miskin
c. Tempat tinggal : biasanya terjadi pada penduduk ditempat-tempat
pemukiman yang rapt-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang .

2. Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,
anoreksia, lemah

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengalami mengalami demam yang tidak terlalu tinggi,


lesu,pucatsakit kepala, anoreksia

4. Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil , sinus, faring, laring, dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah

5. Riwayat penyakit keluarga adanya keluarga yang mengalami difteri

6. Pola Fungsi kesehatan

a. pola nutrisi dan metabolisme

jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia

b. Pola aktivitas

klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam

c. Pola istirahat

klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur

d. Pola eliminasi

klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan
nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia

7 pemeriksaan fisik

Pada diptheria tonsil-faring


a. malaise

b. suhu tubuh > 38,9 c

c. pseudomembran (putih kelabu ) melekat dan menutup tonsil dan

d. dinding faring

e. bulneck

Diptheriae laring

a. stridor

b suara parau

c. batuk kering

d. pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal, sub


costal dan supraclavicular

Diptheriae hidung

a. pilek ringan

b. sekret hidung serosanguinus ; mukopurulen

c. lecet pada nares dan bibir atas

d. membran putih pada septum nasi

I. Diagnosa keperawatan

1. Pola nafas nafas tiddak efektif b/d edema laring


2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia

3 Nyeri akut b/d proses inflamasi

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


O SA
1. Pola Setelah dilakukan 1. Observasi tanda- 1. Untuk
nafas tindakan keperawatan tanda vital. mengetahui
tidak tentang oxygen 2. Posisikan pasien keadaan
efektif theraphy selama 1x24 semi fowler. umum
b.d jam diharapkan pola 3. Anjurkan pasien pasien
edema nafas pasien kembali agar tidak terlalu 2. Agar pasien
laring normal. banyak bergerak. merasa
Kriteria Hasil : 4. Kolaborasi lebih
a. Frekuensi dengan tim nyaman
pernafasan medis dalam 3. Agar sesak
dalam batas pemberian terapi tidak
normal 16-24 oksigen bertambah
kali/menit. 4. Mempertaha
b. Irama nafas nkan
sesuai dengan kebutuhan
yang diharapkan. oksigen
c. Pengeluaran yang
sputum pada maksimal
jalan nafas. bagi pasien.
d. Tidak ada suara
nafas tambahan.
e. Bernafas mudah.
f. Tidak ada
dyspnea
2. Ketidaks Setelah dilakukan 1. Monitor intake 1. Untuk
eimbang tindakan keperawatan kalori dan mengetahui
an nutrisi selama 1x24 jam nutrisi kualitas pemasukan
kurang klien dapat terpenuhi. konsumsi atau intake
dari Kriteria Hasil : makanan. makanan.
kebutuha a. Klien dapat 2. Berikan porsi 2. Makanan
n tubuh mengetahui kecil makanan dalam porsi
b.d tentang penyakit lunak/lembek. kecil mudah
anoreksi yang dideritanya. 3. Berikan makan dikonsumsi
a b. Adanya minat sesuai dengan oleh klien
dan selera selera. dan
makan. 4. Timbang BB tiap mencegah
c. Porsi makan hari. terjadinya
sesuai anoreksia.
kebutuhan. 3. Meningkatka
d. BB meningkat n intake
makanan.
4. Mengetahui
kurangnya
BB dan
efektifitas
nutrisi yang
diberikan.
3. Nyeri Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Untuk
akut b.d tindakan keperawatan pengkajian nyeri mengetahui
proses selama 1x24 jam secara lokasi nyeri
inflamasi diharapkan nyeri dapat menyeluruh dan derajat
berkurang atau hilang. meliputi lokasi, nyeri,
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi, sehingga
a. Pasien dapat kualitas, dapat
mengatakan keparahan nyeri, dilakukan
nyeri yang dan factor pengobatan
dirasakan. pencetus nyeri. yang tepat
b. Nyeri berkurang 2. Observasi 2. Agar dapat
wajah tidak ketidaknyamana mengetahui
meringis. n non verbal. tingkat nyeri
c. Skala nyeri 3. Ajarkan untuk pada pasien.
berkurang (0-2). menggunakan 3. Relaksasi
d. TTV dalam batas teknik non dapat
Normal farmakologi merelaksasika
- TD : 120/90 missal relaksasi, n otot-otot
mmHg guided sehingga nyeri
- N : 60-100 imaginery, terapi dapat
x/m. music dan berkurang dan
- RR : 16-24 distraksi. pasien bisa
x/m. 4. Kendalikan factor rileks.
- S : 36.0 – lingkungan yang 4. Lingkungan
37.0 0C dapat yang tenang
mempengaruhi dapat
respon pasien menjadikan
terhadap pasien dapat
ketidaknyamana istirahat.
n misals suhu, 5. Agar nyeri
lingkungan, berkurang dan
cahaya, pasien cepat
kegaduhan sembuh.
5. Kolaborasi :
pemberian
analgetik sesuai
indikasi
PENUTUP

A. Kesimpulan
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular
(contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri
Corynebacterius diphtheria, yaitu kuman yang menginfeksi saluran
pernafasan, terutama pada bagian tonsil, nasofaring (bagian antara
hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri ini dapat
melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh
karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan
bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun.
Dilaporkan 10% kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai
menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama abad ke 20, difteri
merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda.
Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan
tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan
sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.
B. Saran
Untuk pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa masih
banyak kekurangan. Saya berharap bagi yang membaca untuk
mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah ini. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Stephen S. tetanus edited by. Bherman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak
Nasional Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000

Merdjani, A., dkk, 2003, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72,, Cetakan kesebelas
Jakarta : 2005

https://id.scribd.com/doc/312900031/ASKEP-DIFTERI-PADA-ANAK.doc

Anda mungkin juga menyukai