Anda di halaman 1dari 8

NAMA : ZULFATHRI RANDHI

STAMBUK : I1A1 07 062


PROG. STUDI : MSP

TUGAS:
1. Membuat komentar tentang sebuah kasus pertambangan
2. Membuat tulisan mengenai BOD dan COD

TUGAS 1
Kasus:
Ada 3 kampung yang kebunnya dibeli oleh sebuah perusahaan tambang.
Masing-masing desa terdiri atas kurang lebih 150 kepala keluarga. Mereka (warga
kampung) hidup dari gaji kerja sebesar Rp. 50.000/hari sebagai buruh di
pertambangan tersebut dengan kompensasi 1 kali pengapalan, perusahaan tambang
membayar Rp. 75.000.000 kepada kampung tersebut. Pengapalan dilakukan sebanyak
2 kali/bulan.

Komentar:

Setiap kawasan pertambangan yang akan dibangun tentu memiliki dampak


positif maupun negatif terhadap kehidupan, baik untuk masyarakat sekitar kawasan
maupun terhadap lingkungan. Untuk contoh kasus seperti yang diberikan, mungkin
pada awal proses penambangan, sekitar setengah sampai satu tahun, masyarakat
masih merasakan manfaat dari adanya kawasan pertambangan tersebut. Begitu juga
dengan lingkungan sekitar, masih belum mendapat pengaruh yang signifikan dari
proses pertambangan.

Bayangkan saja, jika warga sekitar bekerja di perusahaan pertambangan


tersebut dengan gaji sebesar Rp 50.000 perhari, maka dalam sebulan setiap warga
akan mendapat kira-kira Rp 1.500.000. Ditambah dengan kompensasi pengapalan
untuk bulan pertama sebesar Rp 150.000.000 kepada 3 desa. Jadi kira-kira setiap
warga mendapat Rp 300.000 dari kompensasi pengapalan tersebut. Dengan uang hasil
penjualan kebun mereka, serta gaji sebesar Rp 1.800.000 pada bulan pertama dan Rp
1.500.000 untuk bulan-bulan berikutnya, masyarakat terlihat seperti menikmati
dengan meningkatnya taraf ekonomi mereka.

Seiring berjalannya waktu, selang sekitar satu tahun setelah berjalannya


proses penambangan, masyarakat akan merasakan dampak negatif dari penambangan
tersebut. Lingkungan menjadi rusak, sungai-sungai dan mata air menjadi kering,
sulitnya air bersih, banjir pada musim hujan, penyakit yang merajalela serta dampak
negatif yang lain di bidang sosial. Dampak tidak langsung dari meningkatnya taraf
ekonomi warga serta kerusakan lingkungan adalah naiknya harga bahan-bahan
kebutuhan pokok.

Akibat dari semua hal tersebut, warga bukannya semakin meningkat taraf
ekonominya malah semakin terpuruk dengan tingginya harga bahan pokok walaupun
dengan gaji Rp 1.500.000 perbulan. Warga yang ingin kembali mengolah lahan
kebunnya kini sudah tidak bisa lagi karena telah menjadi lokasi pertambangan.

Keadaan yang lebih parah mungkin bisa terjadi jika bahan galian di
pertambangan tersebut telah habis, sehingga perusahaan tambang meninggalkan
lokasi tersebut. Maka jadilah warga di sekitar pertambangan tersebut seperti istilah
hidup sengsara mati pun tak mau. Jalan yang mungkin dapat diambil oleh masyarakat
adalah meninggalkan kampung tersebut, kampung yang telah mereka tinggali selama
berpuluh-puluh tahun, sambil menunggu recovery lingkungan yang juga butuh waktu
berpuluh-puluh tahun.

Ada opsi lain yang mungkin bisa ditempuh sebelum dampak negatif dari
pertambangan dirasakan oleh masyarakat. Perusahaan tambang yang sadar akan
lingkungan sekitar mungkin dapat melakukan rehabilitasi lingkungan seperti
penanaman tumbuhan dan pepohonan yang bernilai ekonomis di areal lain sekitar
pertambangan yang dilaksanakan dan dijaga oleh masyarakat setempat. Jadi, selain
perusahaan tambang bisa terus berjalan, lingkungan terjaga, masyarakatpun bisa
menikmati hasil dari apa yang mereka tanam tersebut. Opsi ini memungkinkan
dampak negatif dari pertambangan dapat diminimalisir.

Setiap pembangunan pasti akan memberikan dampak positif dan negatif.


Tinggal bagaimana kita bisa memperbesar dampak positif dan memperkecil dampak
negatif yang akan ditimbulkan. Untuk kasus pertambangan yang berada dekat dengan
pemukiman dan melibatkan masyarakat sekitar, masyarakat harus pintar dan jeli
terhadap pertambangan yang ingin masuk ke daerah mereka. Masyarakat seharusnya
membuat komitmen dan perjanjian dengan perusahaan tambang agar tetap menjaga
lingkungan jika perusahaan tersebut masuk. Begitu juga dengan perusahaan tambang,
sebelum melakukan penambangan di suatu wilayah harus melakukan AMDAL
terlebih dahulu agar pertambangan bisa terus berjalan, masyarakat sejahtera,
lingkunganpun terjaga.

Opsi rehabilitasi lingkungan yang akan dilakukan perusahaan pertambangan


mungkin tidak akan berlaku jika kawasan yang akan dieksplor adalah kawasan yang
dilindungi dan hanya diperbolehkan untuk aktivitas masyarakat. Oleh karena itu,
perlunya kerjasama yang baik antara semua stakeholder baik pemerintah daerah
setempat, masyarakat dan akademisi dalam menyikapi masuknya perusahaan
pertambangan di suatu wilayah, agar dampak positif dan negatif yang akan muncul
kelak bisa diestimasi terlebih dahulu. Jika tidak layak, maka perusahaan tambang
tidak boleh masuk ke kampung tersebut, dan jika mungkin layak, perusahaan
tambang tersebut bisa saja masuk tetapi dengan syarat harus melakukan rehabilitasi
lingkungan.
BOD dan COD

A. Pendahuluan

Dalam kasus-kasus pencemaran perairan, baik itu laut, sungai, danau maupun
waduk, seringkali diberitakan bahwa nilai BOD dan COD perairan telah melebihi
baku mutu. Atau sebaliknya, pada kasus pencemaran lainnya yang mendapat protes
dari masyarakat sehubungan dengan adanya limbah industri, ditanggapi dengan dalih
bahwa nilai BOD dan COD perairan masih memenuhi baku mutu. Dalam salah satu
harian (Kompas edisi Senin, 12 Desember 1994) juga terdapat suatu berita dengan
judul “Sebaiknya, parameter BOD dan COD tak dipakai penentu baku mutu limbah”
yang kurang lebih merupakan pendapat dari salah satu pakar bioremediasi lingkungan
dari Universitas Sriwijaya, Palembang. Menurut pakar tersebut, dalam banyak kasus
kesimpulan yang hanya didasarkan pada hasil analisis BOD dan COD (juga pH)
belum merupakan jawaban ada tidaknya pencemaran lingkungan oleh suatu industri.
Di sisi lain, BOD dan COD adalah parameter yang menjadi baku mutu berbagai air
limbah industri selain beberapa parameter kunci lainnya.

B. Pengertian BOD dan COD

BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang


menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi
oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah
bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter).
Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan
oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap
masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat
dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk
mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai
(biodegradable organics) yang ada di perairan.
Sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd,
1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan
menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan
katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam
bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan
teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan
gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai
BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD
menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

C. Metode Pengukuran BOD dan COD

Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur


kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan
contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah
diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 oC) yang sering
disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang
dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat
dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan
menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi
pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang
menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan
hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi
hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting
diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada
pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak
dapat ditentukan.
Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan
peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA,
1989, Umaly dan Cuvin, 1988). Peralatan reflux (Gambar 1) diperlukan untuk
menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya
pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7)
sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan
asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu.
Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian
kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat
dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks
anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De
Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over
estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik.
Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari,
maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah
total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih
cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan
diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini
akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di
perairan dalam sepekan (lima 5 hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan
nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan
organik yang lebih persisten yang ada di perairan.
Gambar 1. Peralatan reflux untuk pengukuran COD (sumber: Boyd, 1979)

D. Mengapa Nilai COD Selalu Lebih Tinggi Dari Nilai BOD

Untuk menentukan tingkat penurunan kualitas air dapat dilihat dari penurunan
kadar oksigen terlatut (OT) sebagai akibat masuknya bahan organik dari luar,
umumnya digunakan uji BOD dan atau COD.
Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB)
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup
untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air. Oleh karena itu, nilai
BOD bukanlah merupakan nilai yang menujukkan jumlah atau kadar bahan organik
dalam air, tetapi mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik
tersebut. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti
dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh
dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh karena
itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam
air.
BOD5 merupakan penentuan kadar BOD baku yaitu pengukuran jumlah
oksigen yang dihabiskan dalam waktu lima hari oleh mikroorganisme pengurai secara
aerobic dalam suatu volume air pada suhu 20 derajat Celcius.
BOD5 500mg/liter (atau ppm) berarti 500 mg oksigen akan dihabiskan oleh
mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama waktu lima hari pada suhu 20
o
Celcius.
Beberapa dasar yang sering digunakan untuk menentukan kualitas air dilihat
dari kadar BOD adalah:
Erat kaitannya dengan BOD adalah COD. Dalam bahan buangan, tidak semua
bahan kimia organik dapat diuraikan oleh mikroorganisme secara cepat. Bahan
organik dalam air bersifat:
 Dapat diuraikan oleh bakteri (biodegradasi) dalam waktu lima hari
 Bahan organik yang tidak teruraikan oleh bakteri dalam waktu lima hari
 Bahan organik yang tidak mengalami biodegradasi
Uji COD ini meliputi semua bahan organik di atas, baik yang dapat diuraikan
oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat diuraikan. Oleh karena itu hasil uji
COD akan lebih tinggi dari hasil uji BOD.

Anda mungkin juga menyukai