Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Ranggi Marcapada

NIM : 20200101411

Perpajakan KJ101

UTS Perpajakan

Soal Teori
1. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan atau bentuk usaha tetap yang diatur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Subjek pajak dapat dibedakan menjadi
2 jenis dan memiliki kewajiban yang berbeda-beda yakni sebagai berikut:
- Subjek Pajak Dalam Negeri
Dikenakanan pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima dari Indonesia maupun
luar negeri, dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto, tarif pajak yang digunakan
adalah tarif umum berdasarkan tarif UU PPh Pasal 17, wajib menyampaikan SPT
- Subjek Pajak Luar Negeri
Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia, dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto, tarif pajak yang digunakan
adalah tarif sepadan berdasarkan tarif UU PPh Pasal 26, tidak wajib menyampaikan SPT

Kewajiban pajak subjektif berdasarkan kapan mulai dan berakhirnya dijelaskan sebagai
berikut:

- Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi


Mulai: saat dilahirkan dan berada di Indonesia atau berniat menetap di Indonesia
Akhir: saat meninggal dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
- Subjek Pajak Dalam Negeri Badan
Mulai: saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
Akhir: saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia
- Subjek Pajak Luar Negeri Melalui BUT
Mulai: saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia
AKhir: saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia
- Subjek Pajak Luar Negeri Tidak Melalui BUT
Mulai: saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
Akhir: saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
- Warisan Belum Terbagi
Mulai: saat timbulnya warisan yang belum terbagi
Akhir: saat warisan telah selesai dibagikan
2. Objek pajak merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun luar negeri, dapat digunakan sebagai
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Pada hal ini, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan dengan rincian
sebagai berikut yakni
a. Penggantian atau imbalan berkaitan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh
seperti gaji, tunjangan, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun.
b. Hadiah dari pekerjaan, undian, kegiatan maupun penghargaan
c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan
ataupun sebaliknya yakni kepada pemegang saham, dan sekutu
e. Penghasian daro modal atau penggunaan harta seperti biaya sewa, bunga, dividen,
royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan
f. Penghasilan lain-lain seperti keuntungan karena pembebasan utang, selisih kurs mata
uang asing, selisih lebih karena penilaian aktiva.
Berikut ini merupakan biaya yang boleh dan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto:
a. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto:
- Biaya yang secara langsung/tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha seperti
biaya bahan, gaji beserta tunjangan, bunga/royalty, premi asuransi,
promosi/penjualan, administrasi, perjalanan, pajak kecuali pajak penghasilan
- Iuran untuk dana penisun
- Kerugian selisih kurs mata uang asing, dan kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta yang dimiliki
- Biaya beasiswa, pelatihan, magang, penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indonesia
- Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, fasilitas pendidikan,
dan pembinaan olahraga
- Biaya pembangunan infrastruktur
b. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut Pasal 9 UU PPh:
- Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividend an pembagian sisa
hasil koperasi
- Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham
- Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
- Premi asuransi seperti kesehatan, kecelakaan, jiwa, beasiswa jika dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi
- Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham
3. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1, dijelaskan bahwa pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pada pengertian tersebut, ciri yang melekat pada pengertian pajak Menurut UU No. 28 Tahun
2007 tersebut adalah
- pajak merupakan kontribusi yang harus dilaksanakan wajib pajak, dalam hal ini wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
pemungut pajak yang mempunyai kewajiban dan hak perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berarti, setiap warga
negara yang telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak memiliki kewajiban membayar
pajak
- Pajak bersifat memaksa bagi setiap warga negara, apabila seorang wajib Pajak dengan
sengaja tidak membayar pajak maka akan dikenakan sanksi administratif maupun
hukuman pidana
- Apabila membayar pajak, warga negara tidak dapat imbalan langsung tetapi imbalan yang
didapat akan berupa manfaat seperti perbaikan jalan, fasilitas kesehatan, beasiswa
pendidikan dll bagi semua warga negara
- Pajak diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia dan memiliki kekuatan atau
ketentuan hukum yang tetap.
4. Jika saya menjadi Direktur Jenderal Pajak, strategi dan langkah yang saya lakukan untuk
mencapai target penerimaan pajak adalah sebagai berikut:
- Menyediakan aplikasi pajak online, aplikasi ini tentunya dapat memudahkan masyarakat
untuk membayar atau mengecek tagihan/pelaporan pajak. Selain itu, keberadaan aplikasi
ini lebih memudahkan di era pandemi karena masyarakat tidak harus datang ke kantor
pajak
- Pembuatan program sosialisasi dan penyuluhan wajib pajak, program ini dapat dilakukan
melalui berbagai media baik online maupun offline. Hal ini dilakukan agar menambah
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak untuk
membangun fasilitas negara.
- Melaksanakan amnesti pajak dengan tujuan meluaskan basis wajib pajak untuk
menambah jumlah pendapatan negara
- Meningkatkan kualitas teknologi dan SDM, peningkatan teknologi sebagai pendukung
pengelolaan dan penerimaan pajak perlu dilakukan agar tercapainya target penerimaan
pajak. Kualitas SDM dalah hal ini dapat dilakukan dengan standar formasi dan komposisi
pegawai sesuai topoksi masing-masing
- Meningkatkan mutu pendataan potensi pajak, hal ini dilakukan dengan kerjasama antara
DJP dengan pemerintah untuk menciptakan sistem pendataan yang lebih baik dan rinci
- Menetapkan kekuatan hukum yang lebih tegas dalam hukum perpajakan, hal ini
dilakukan agar wajib pajak / masyarakat lebih taat dalam melaksanakan kewajiban
membayar pajak.
- Langkah terakhir yang dapat dilakukan adalah meningkatkan mutu pemeriksaan dan
penagihan, hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kesalahan perhitungan,
menemukan potensi pelanggaran lebih dini, serta tujuan utamanya adalah
memaksimalkan penerimaan pajak.

Soal Kasus
Nomor yang diambil (1, 3, dan 5)

1. Diketahui:
Tanpa Bonus
Ptkp = k/2
Gaji Pokok = Rp. 60.000.000,-
Tunjangan Keluarga = Rp. 2.500.000,-
Tunjangan Jabatan = Rp. 5.500.000,-

Jawab:
Jaminan Kecelakaan Kerja dibayar pemberi kerja = 0,4% x Rp. 60.000.000,- = Rp.
240.000,-
Jkm dibayar pemberi kerja = 0,5% x Rp. 60.000.000,- = Rp.
300.000,-

Menghitung penghasilan Bruto:


Gaji Pokok = Rp. 60.000.000,-
Tunjangan Keluarga = Rp. 2.500.000,-
Tunjangan Jabatan = Rp. 5.500.000,-
Jaminan Kecelakaan Kerja dibayar pemberi kerja = Rp. 240.000,-
Jaminan kematian dibayar pemberi kerja = Rp. 300.000,- +
Penghasilan Bruto = Rp. 68.540.000,-

Pengurang:
Biaya Jabatan = Rp. 500.000,-
Iuran Jaminan hari tua = 2% x Rp. 60.000.000,- = Rp. 1.200.000
Iuran pensiun dibayar pekerja = Rp. 500.000,- +
Jumlah Pengurang = Rp. 2.200.000

Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto – Jumlah Pengurangan


= Rp. 68.540.000 – Rp. 2.200.000
= Rp. 66. 340.000,-
Jadi, Penghasilan Neto dalam setahun = 12 x Rp. 66.340.000 = Rp. 796.080.000,-

Ptkp = Rp. 54.000.000,- + Rp. 4.500.000 x 3 = Rp. 67.500.000,-


Phkp = Rp. 796.080.000 – Rp. 67.500.000 = Rp. 728.580.000,-

PPh Ps. 21 terutang setahun = (5% x 50.000.000) + (15% x 200.000.000) + (25% x


250.000.000) + 30% x (Rp. 728.580.000 – 500.000.000)
= Rp. 163.574.000,-

Dengan Bonus
Ptkp = k/2
Gaji Pokok = Rp. 60.000.000 x 12
= Rp. 720.000.000
Bonus = Rp. 50.000.000
Tunjangan Keluarga = Rp. 2.500.000 x 12
= Rp. 30.000.000
Tunjangan Jabatan = Rp. 5.500.000 x 12
= Rp. 66.000.000

Jawab =
- Jaminan Kecelakaan Kerja Dibayar Pemberi Kerja = 0,4 % x 720.000.000
= Rp. 2.880.000
- Jaminan Kematian Dibayar Pemberi Kerja = 0,5 % x 720.000.000
= Rp. 3.600.000
Menghitung penghasilan bruto:
Gaji Pokok = Rp. 720.000.000
Bonus = Rp. 50.000.000
Tunjangan Keluarga = Rp. 30.000.000
Tunjangan Jabatan = Rp. 66.000.000
JKK dibayar pemberi kerja = Rp. 2.880.000
JKM dibayar pemberi kerja = Rp. 3.600.000 +
Penghasilan Bruto = Rp. 872.480.000

Pengurang:
Biaya Jabatan = Rp. 500.000 x 12
= Rp. 6.000.000
Iuran Jaminan Hari Tua dibayar pekerja = 2 % x 720.000.000
= Rp. 14.400.000
Iuran Pensiun dibayar pekerja = Rp. 500.000 x 12
= Rp. 6.000.000 +
Jumlah Pengurang = Rp. 26.400.000

Penghasilan neto = Penghasilan Bruto – Jumlah Pengurangan


= 872.480.000 – 26.400.000
= Rp. 846. 080.000

PTKP = PTKP bagi wajib pajak pribadi + (PTKP pajak tambahan bagi wajib pajak
yang sudah menikah x 3)
= 54.000.000 + (4.500.000 x 3)
= 54.000.000 + 13.500.000
= Rp. 67.500.000

PHKP = Penghasilan neto – PTKP


= 846.080.000 – 67.500.000
= Rp. 778. 580.000

PPh Ps. 21 terutang setahun = (5 % x 50.000.000) + (15% x 200.000.000) + (25 % x


250.000.000) + (30 % x (PHKP – 500.000.000))
= (5 % x 50.000.000) + (15% x 200.000.000) + (25 % x
250.000.000) + (30 % x (778.580.000 – 500.000.000))
= Rp. 178. 574.000

Jadi,
a. PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus = PPh pasal 21 atas gaji + PPh pasal 21 atas bonus
= Rp. 13.631.167 + Rp. 15.000.000
= Rp. 28.631.167,-
b. PPh pasal 21 atas gaji = PPh pasal 21 terutang setahun tanpa bonus : 12
= Rp.163.574.000 : 12
= Rp. 13.631.167,-

c. Pph pasal 21 atas bonus = PPh pasal 21 terutang setahun dengan bonus –
PPh pasal 21 terutang setahun tanpa bonus
= Rp. 178.574.000 – Rp. 163.574.000
= Rp. 15.000.000,-

2. Jawab:
- Menghitung total PKP
Pengasilah dari negara Singapura berupa laba usaha Rp. 1.500.000.000,-
Penghasilan dari negara Malaysia berupa laba usaha Rp. 3.000.000.000,-
Kerugian di negara Fillipina Rp. 2.500.000.000,-
Penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp. 4.000.000.000,-

Jumlah penghasilan netto tidak sama dengan PKP karena terdapat kompensasi kerugian
atau oengurangan lain.

- Menghitung total PPh terutang

Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) b x Penghasilan Kena Pajak


25% x Rp. 4.000.000.000 = Rp. 1.000.000.000,-

- Menghitung PPh Maksimum dikreditkan sesuai penghasilan masing-masing negara

a. PPh Maksimum negara Singapura

Penghasilan Negara Singapura x Total PPh Terutang


Total Penghasilan Dalam Negeri

Rp. 1.500.000.000,- x Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 375.000.000,-


Rp. 4.000.000.000,-

b. Pph maksimum untuk Negara Malaysia

Penghasilan Negara Malaysia x Total PPh Terutang


Total Penghasilan Dalam Negeri

Rp. 3.000.000.000,- x Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 750.000.000,-


Rp. 4.000.000.000,-

c. Pph Maksimum Negara Fillipina

Penghasilan Negara Fillipina x Total PPh Terutang


Total Penghasilan Dalam Negeri

Rp. 2.500.000.000,- x Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 625.000.000,-


Rp. 4.000.000.000,-

- Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar di Luar Negeri untuk masing-masing negara

a. Pph terutang atau dibayar di Negara Singapura


Tarif Pajak Negara Singapura x Penghasilan Negara Singapura
40% x Rp. 1.500.000.000,- = Rp. 600.000.000,-

b. Pph terutang atau dibayar di negara Malaysia


25% x Rp. 3.000.000.000,- = Rp. 750.000.000,-

c. Pph terutang di negara Fillipina


25 % x Rp. 2.500.000.000,- = Rp. 625.000.000,-

Kredit Pajak Luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) bagi PT. Batavia tahun 2013
dihitung sebagai berikut:

Negara Total PPh PPh PPh PPh Pasal 24:


terutang Maksimum Terutang Terendah
dikreditkan dibayar di Kolom (1), (2),
sesuai Luar Negeri (3)
perbandingan
penghasilan
(1) (2) (3) (4)
Singapura Rp. Rp. Rp. Rp.
1.000.000.000 375.000.000 600.000.000 375.000.000
Malaysia Rp. Rp. Rp. Rp.
1.000.000.000 750.000.000 750.000.000 750.000.000
Fillipina Rp. Rp. Rp. Rp.
1.000.000.000 625.000.000 625.000.000 625.000.000
Total Rp.
KreditPajak 1.750.000.000
Luar Negeri
Diperbolehkan

Total kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) Rp. 1.750.000.000,-
karena jumlah ini masih lebih rendah dibanding total PPh terutang (Rp.
1.000.000.000,-)

3. Diketahui:
- Kerugian fiskal PT. ABC Tahun 2005 : Rp. 1.150.000.00. Pada 5 Tahun berikutnya diketahui laba
rugi fiskal PT. ABC sebagai berikut:
- 2006 -> Laba Fiskal -> Rp. 50.000.000
- 2007 -> Rugi Fiskal -> Rp. 250.000.000
- 2008 -> Laba Fiskal -> Rp. 25.000.000
- 2009 -> Laba Fiskal -> Rp. 0 atau NIHIL
- 2010 -> Laba Fiskal -> Rp. 200.000.000 -> (batas 5 tahun kerugian dimulai dari 2005)
- 2011 -> Laba Fiskal -> Rp. 500.000.000
a. Perhitungan kompensasi kerugian sebagai berikut
𝑅𝑢𝑔𝑖 𝐹𝑖𝑠𝑘𝑎𝑙 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 2005 −> 𝑅𝑝. 1.150.000.000

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐹𝐼𝑠𝑘𝑎𝑙 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 2006 −> 𝑅𝑝. 50.000.000

𝑺𝒊𝒔𝒂 𝑹𝒖𝒈𝒊 𝑭𝒊𝒔𝒌𝒂𝒍 𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏 𝟐𝟎𝟎𝟓 −> 𝑅𝑝. 1.100.000.000

𝑅𝑢𝑔𝑖 𝐹𝐼𝑠𝑘𝑎𝑙 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 2007 −> 𝑅𝑝. 250.000.000

𝑺𝒊𝒔𝒂 𝑹𝒖𝒈𝒊 𝑭𝒊𝒔𝒌𝒂𝒍 𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏 𝟐𝟎𝟎𝟓 −> 𝑅𝑝. 1.100.000.000

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐹𝐼𝑠𝑘𝑎𝑙 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 2008 −> 𝑅𝑝. 25.000.000

𝑺𝒊𝒔𝒂 𝑹𝒖𝒈𝒊 𝑭𝒊𝒔𝒌𝒂𝒍 𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏 𝟐𝟎𝟎𝟓 −> 𝑅𝑝. 1.075.000.000

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐹𝐼𝑠𝑘𝑎𝑙 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 2009 −> 𝑅𝑝. 0

𝑺𝒊𝒔𝒂 𝑹𝒖𝒈𝒊 𝑭𝒊𝒔𝒌𝒂𝒍 𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏 𝟐𝟎𝟎𝟓 −> 𝑅𝑝. 1.075.000.000

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐹𝐼𝑠𝑘𝑎𝑙 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 2010 −> 𝑅𝑝. 200.000.000

𝑺𝒊𝒔𝒂 𝑹𝒖𝒈𝒊 𝑭𝒊𝒔𝒌𝒂𝒍 𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏 𝟐𝟎𝟎𝟓 −> 𝑅𝑝. 875.000.000

b. Sisa rugi fiskal pada tahun 2005 Rp. 875.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2010 tidak
boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal pada tahun 2011 karena jangka waktu lima tahun
yang dimulai sejak tahun 2005 berakhir pada tahun 2010. Untuk kerugian laba fiskal pada tahun
2007 boleh dikompensasikan dengan laba fiskal hingga tahun 2011 dan laba fiscal 2012.

Anda mungkin juga menyukai