Anda di halaman 1dari 9

Konsep

KANKER PAYUDARA; FAKTOR KETERLAMBATAN DETEKSI DINI

Kanker payudara memiliki angka insiden yang cukup tinggi didapatkan di negara
maju maupun di negara berkembang. Kanker payudara memiliki angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi baik didunia maupun di Indonsia.

Kanker payudara di Indonesia diperkirakan dalam waktu singkat akan menjadi


kanker dengan insiden tertinggi pada wanita, karena dinegara Indonesia
kebanyakan kasus kanker ditemukan pada stadium lanjut ketika penyembuhan
sudah sulit dilakukan dan prevalensi kanker payudara menempati urutan ke-1 di
Indonesia Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018.

Hal ini terjadi karena banyak wanita dinegara berkembang tidak menyadari tanda
dan gejala kanker serta kurang mengetahui bagaimana deteksi kanker diakibatkan
masih kurangnya edukasi pengetahuan tentang kanker dimasyarakat. Deteksi dini
ini bisa dilakukan dengan pencagahan primer berupa mengurangi ataupun
meniadakan faktor-faktor resiko yang diduga erat kaitannya dengan kanker
payudara. Selanjutnya bisa juga dilakukan pencegahan sekunder yaitu dengan
melakukan skrining. Skrining ini bisa dengan melakukan SADARI,SADANIS dan
mamografi. Keterlambatan penderita kanker dalam melakukan deteksi dini
mengakibatkan kanker payudara ditemukan saat stadium lanjut. Maka dari itu
saya ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keterlambatan
penderita kanker dalam deteksi dini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker payudara adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga terjadi pertumbuhan
yang tidak normal,cepat dan tidak terkendali yang terjadi pada jaringan
payudara (Mulyani, 2013). Kanker payudara adalah tumor ganas yang
tumbuh didalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, maupun
jaringan ikat pada payudara (Sekar, 2011). Menurut World Health
Organization (WHO), sekitar 9-8% wanita berpotensi akan mengalami
kanker payudara. Kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling
banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru
kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di
Amerika Serikat (Lumban Gaol and Briani,2014).
Data GLOBOCAN yang merupakan salah satu proyek dari
International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2018,
dikeahui terdapat 2.088.849 kasus baru kanker payudara pertahun di
seluruh dunia dan 6,6% kasus kematian yang disebabkan oleh kanker
payudara diseluruh dunia. Berdasarkan data National Cancer Institute’s
Surveillance, Epidemiologi and End Result Program (NCI) tahun 2018,
perkiraan kasus baru kanker payudara di Amerika sekitar 15,3% dari
semua jenis kasus baru kanker.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2017,
menunjukkan Sedangkan angka kejadian penyakit kanker di Indonesia
berjumlah (136,2 per 100.000 penduduk) dan berada diurutan ke-8 di Asia
Tenggara, sedangkan di Asia berada diurutan ke-23. Angka kejadian
kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata
kematiannya 17 per 100.000 penduduk dan diikuti kanker leher rahim
sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per
100.000 penduduk (WHO, 2017).
GLOBOCAN yang merupakan salah satu proyek dari International
Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2018, dikeahui terdapat
2.088.849 kasus baru kanker payudara pertahun di seluruh dunia dan 6,6%
kasus kematian yang disebabkan oleh kanker payudara diseluruh dunia.
Berdasarkan data National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemiologi
and End Result Program (NCI) tahun 2018, perkiraan kasus baru kanker
payudara di Amerika sekitar 15,3% dari semua jenis kasus baru kanker.

Di Indonesia prevalensi penyakit kanker juga cukup tinggi. Berdasarkan data


Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 prevalensi kanker payudara menempati
urutan ke-1 di Indonesia yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan
rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk, dan diikuti kanker leher rahim
yaitu sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rat-rata kematiannya 13,9
per 100.000 penduduk. Prevalensi kanker payudara di Indonesia sendiri
diperoleh data bahwa Provinsi Yogyakarta menempati urutan ke-1 jumlah
kanker payudara tertinggi yaitu sebesar 2,4 per 1000 perempuan (4.325),
selanjutnya diikuti oleh Dki Jakarta yaitu 08 per 1000 perempuan (3.946),
Provinsi Sumatra Barat yaitu 0,9 per 1000 perempuan (2.285), Aceh yaitu 0,8
per 1000 perempuan (1.869), Provinsi Bali yaitu mencapai 0,6 per 1000
perempuan (1.233) (Riset Kesehatan Dasar, 2018). Berdasarkan profil
kesehatan Sumatera Selatan, pada tahun 2018 terdapat jumlah penduduk
perempuan berusia 30-50 tahun yaitu sebanyak 1.255.483 orang dan sebanyak
67.125 orang (5,3%) telah melakukan pemeriksaan leher rahim dan payudara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut didapatkan hasil perempuan yang
terdeteksi IVA+ sebanyak 309 orang (0,5%) angka kejadian ini mengalami
penurunan yang signifikan dibanding data tahun 2017, dengan jumlah 874
perempuan (19,98%) terdeteksi IVA+. Sedangkan jumlah perempuan dengan
tumor atau benjolan sebanyak 304 orang (0,5%), menurun dari tahun sebelumnya
yaitu (0,28%) (Profil Kesehatan Sumatera Selatan, 2019).
Meningkatnya angka kejadian kanke payudara secara
signifikan di Indonesia, dipengaruhi oleh bebrapa faktor
diantaranya:Di Indonesia kanker payudara diperkirakan dalam
waktu singkat akan menjadi kanker dengan insiden tertinggi pada
wanita. Hal ini disebabkan karena dinegara Indonesia kebanyakan kasus
kanker ditemukan pada stadium lanjut ketika penyembuhan sudah sulit
dilakukan(Manuaba, 2010). Kanker payudara memiliki angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi baik didunia maupun di Indonsia. Selain itu
kecenderungan meningkatnya kasus ini membuat kanker payudara sebagai
suatu masalah kesehatan yang penting bagi wanita. Angka insiden yang
cukup tinggi didapatkan di negara maju maupun di negara berkembang.
Kecenderungan pasien kanker payudara yang datang kedokter atau
kerumah sakit dinegara berkembang terdiagnosis pada stadium
lanjut(Benjamin,dkk,2008). Hal ini terjadi karena banyak pasien wanita
dinegara berkembang tidak menyadari tanda dan gejala kanker serta
kurang mengetahui bagaimana deteksi kanker diakibatkan masih
kurangnya edukasi pengetahuan tentang kanker dimasyarakat (Nasution et
al,2018).
Pengetahuan akan kanker payudara sangat diperlukan bagi
masyarakat luas sehingga dapat membantu masyarakat mengenali kanker
payudara yang pada akhirnya penderita dapat terdeteksi dan terdiagnosis
dini. Kanker payudara dapat dikenali dari tanda dan gejala yang
ditimbulkannya. Penanganan kanker payudara yang datang pada stadium
dini akan memberikan hasil akhir berupa prognosis yang baik dan pada
pasien yang terdiagnosis stadium lanjut biasanya tidak banyak terapi yang
mempengaruhi keberhasilan terapi atau prognosis semakin kecil pada
survival kanker (NC,1993).
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2007 menunjukkan kejadian kanker payudara sebanyak 8.227 kasus
(16,85%) dan sekitar 60-70% pasien datang pada stadium lanjut yaitu
stadium III atau stadium IV sehingga hampir setengah dari angka kejadian
kanker payudara berakhir dengan kematian (Hikmati dan Adriani,2013).
Salah satu jenis kanker yang insidennya terus berkembang adalah kanker
payudara, didunia sendiri kanker payudara menduduki peringkat ke-2 yang
paling banyak diderita sekitar 11,9% dari seluruh kasus kanker payudara
yang baru terdiagnosis sekitar 1,7 juta, ditahun 2012 menunjukkan
peningkatan tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Kanker
payudara juga merupakan penyebab kematian utama kasus kanker pada
perempuan yaitu sebesar 522.000 kematian ditahun 2012 (Rossalia dan
Muhammad, 2016).
Menurut NCI tahun 2018 hanya sekitar 6% wanita yang
mengalami kanker payudara stadium lanjut yang dapat survive selama 5
tahun bahkan lebih. Pasien kanker payudara yang datang pada stadium
lanjut atau stadium menyebar memiliki tujuan terapi yang diberikan
bersifat paliatif (Ramli, 2017)
Pencegahan untuk menangani masalah kanker payudara dapat
dilakukan melalui pencegahan primer maupun pencegahan sekunder.
Pencagahan primer berupa mengurangi ataupun meniadakan faktor-faktor
resiko yang diduga erat kaitannya dengan kanker payudara. Pencegahan
sekunder yaitu dengan melakukan skrining (referensi).
Skrining adalah upaya deteksi dini untuk mengidentifikasi peyakit
atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan tes,
pemeriksaan atau dengan prosedur tertentu. Upaya ini dapat digunakan
secara tepat untuk dapat membedakan orang yang kelihatannya sehat tetapi
menderita suatu kelainan. Skrining kanker payudara di Puskesmas dapat
dilakukkan dengan deteksi dini yaitu Clinical Breast Examination (CBE)
dan untuk skrining kanker serviks sendiri bisa dilakukan dengan tes IVA
(Inspeksi Visua Asam Asetat). Jumlah kegiatan skrining kanker payudara
dan kanker serviks terbanyak pada Provinsi Jawa Bara, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. Sedangkan pada Provinsi Aceh, Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara belum terdapat skrining,
sedangkan estimasi jumlah penderita kanker payudara dan kanker serviks
pada Provinsi tersebut cukup banyak (Bott, R,2014)
Deteksi kanker dapat dilakukan dengan pemeriksaan payudara
sendiri atau yang disebut dengan SADARI. Pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) adalah pemeriksaan yang mudah yang bisa dilakukan setiap
wanita dan bisa dilakukan sendiri. Tindakan ini penting karena hampir
85% kelainan dipayudara justru ditemukan pertama kali oleh penderita
melalui pemeriksaan payudara sendiri dengan benar (Olfah, Mendri, and
Badi’ah, 2013). Deteksi dini kanker payudara dilakukan dengan
pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), yaitu pemeriksaan payudara
oleh petugas kesehatan, kegiatan SADANIS ini sangat penting dilakukan
karena mengingat kanker payudara adalah jenis kanker terbanyak yang
diderita wanita Indonesia. Deteksi dini kanker leher rahim dan kanker
payudara dilakukan pada kelompok sasaran perempuan umur 20 tahun ke
atas, namun prioritas program deteksi dini di Indonesia pada perempuan
usia 30-50 tahun dengan target 50% wanita sampai tahun 2019.
Selanjutnya itu, mammografi adalah cara sensitif untuk deteksi dini
kanker payudara tetapi SADARI dan SADANIS memiliki potensi untuk
memajukan diagnosis kanker payudara yang lebih mudah dan tanpa biaya
fasilitas mammografi. Wanita yang melakukan pemeriksaan payudara
sendiri secara teratur cenderung dalam mencari perawatan medis lebih
memiliki rentang waktu cepat untuk melakukan pemeriksaan kepelayanan
kesehatan. Hal ini dikarenakan apabila rutin melakukan pemeriksaan
payudara sendiri seorang wanita akan lebih cepat untuk menemukan
abnormalitas yang mengarah ke kanker payudara sehingga cepat mencari
bantuan medis.
Mengingat adanya kecenderungan peningkatan jumlah penderita
kanker, maka perlu dilakukan upaya untuk pencegahannya. Kemenkes RI
telah melaksanakan program deteksi dini kanker payudara yang dikenal
dengan metode SADARI (pemeriksaan payudara sendiri). Sadari adalah
pemeriksaan payudara sendiri yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya kanker dalam payudara wanita (Olfah,2013). American Cancer
Society menganjurkan bahwa sadari perlu dilakukan oleh wanita usia 20
tahun atau setiap bulannya yaitu pada hari ke-7 atau ke-10 setelah selesai
haid. Namun seiring berjalan waktu penyakit ini mulai mengarah keusia
lebih muda, maka usia remaja (13 – 20 tahun) juga perlu melakukan
kegiatan SADARI secara rutin sebagai upaya pencegahan dan deteksi dini
(ACS,2011)
Di Indonesia kurang lebih 65% masyarakat datang kepada dokter
pada stadium lanjut, hal ini menunjukkan bahwa penderita kanker
payudara terlambat mendeteksi kanker yang dideritanya. Besarnya
persentase penderita yang datang berobat pada stadium lanjut
menunjukkan kurangnya perilaku deteksi dini yang dilakukan oleh wanita,
begitu pula dengan kurangnya kesadaran wanita serta pemahaman
terhadap kanker payudara utamanya wanita yang memiliki faktor risiko
terhadap kanker payudara serta deteksi dini kurang diterapkan sehingga
wanita sebagian besar datang dalam kondisi kanker payudara dalam
stadium lanjut. Untuk itu deteksi dini dan pemahaman akan faktor risiko
menjadi sangat penting dilakukan sedini mungkin sehingga tingkat
kematian yang disebabkan kanker payudara dapat ditekan (Anggraeni et
al,2014).
Keterlambatan pemeriksaan kanker payudara adalah keadaan
dimana pasin kanker payudara datang untuk mengetahui kondisinya
melebihi waktu yang ditentukan (kanker pada stadium III) ketika kanker
sudah tidak dapat berdeferensiasi dengan baik untuk dilakukan pengobatan
(Seawan, 2012). Keterlambatan pemeriksaan kanker payudara dapat
mempengaruhi harapan hidup penderitanya, dimana angka
keberlangsungan hidup 5 tahun pada penderita kanker payudara yang telah
menjalani pengobatan sesuai adalah 95% untuk stadium 0, 88% untuk
stadium I, 66% untuk stadium III, dan 7% untuk stadium IV
(Sastrosudarmo, 2012).
Keterlambatan penderita kanker dalam melakukan deteksi dini
mengakibatkan kanker payudara ditemukan saat stadium lanjut. Faktor-
faktor yang menyebabkan keterlambatan penderita kanker dalam deteksi
dini adalah tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan,sikap, keterjangkauan
biaya, keterpaparan terhadap informasi, dukungan keluarga dan perilaku
deteksi pasien (Dyanti dan Suariyani,2016).
Penyebab keterlambatan pemeriksaan kanker payudara beragam, mulai
dari masalah ekonomi, usia atau faktor risiko kanker payudara mungkin kurang
tersebar luas dimasyarakat (Bustan, 2007) dan masih rendahnya kesadaran dan
pengetahuan masyarakat mengenai kanker payudara (Savitri,2015)
Belum terlihat gapnya?Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi
dan ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek.
Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan.
Menurut Lawrence Green (1980), menjelaskan bahwa perilaku itu sendiri
ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu: faktor predisposisi (predisposing
factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat
(reinforcing factors).

Data lapangan udah ada, tapi masih belum ada analisis dari penulis mengenai
“pentingnya”mengetahui faktor pengaruh keterlambatan deteksi dini. Bandingkan
dengan penelitian yang telah ada, apa yang kurang

Menurut Notoatmodjo (2007), masyarakat yang menderita


penyakit datang ke pusat pelayanan kesehatan sudah dalam stadium lanjut
dikarenakan mereka tidak merasakan sakit (disease but not illness).
Masyarakat belum menjadikan kesehatan sebagai prioritas didalam
hidupnya sehingga masyarakat lebih memilih memprioritaskan tugas-tugas
yang lebih penting dari pada mengobati sakitnya karena kondisi sakit itu
dianggap tidak akan mengganggu kegiatan atau tugasnya sehari-hari.
Perilaku atau usaha mengobati penyakitnya sendiri baru akan timbul
apabila mereka diserang penyakit dan merasakan sakit (Garg,2016).

Dari latar belakang diatas makan penulis tertarik untuk melakukan


analisis tentang faktor keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
pada penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk bisa memberikan gambaran pada
seluruh wanita bahwa faktor ini bisa menurunkan mortalitas dan
morbiditas kanker payudara

Anda mungkin juga menyukai