Anda di halaman 1dari 28

SKRIPSI

Faktor Keterlambatan Deteksi Dini Pasien


Kanker Payudara di Indonesia: Literature Review

SENI MARISKA
NIM: 21117105

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN


TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS ILMU KESEHATAN,
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker payudara (carcinoma mammae) merupakan suatu kondisi
dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya,
sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak
terkendali yang terjadi pada jaringan payudara (Depkes,2015).
Menurut World Health Organization (WHO), menyebutkan bahwa
kanker payudara adalah kanker yang paling sering terjadi pada wanita
yang berdampak pada 2,1 juta wanita setiap tahun, dan juga menyebabkan
jumlah kematian terbesar terkait kanker payudara pada wanita
(WHO,2018). Data GLOBOCAN tahun 2018, terdapat 2.088.849 kasus
baru kanker payudara pertahun di seluruh dunia dan 6,6% kasus kematian
yang disebabkan oleh kanker payudara di seluruh dunia. Berdasarkan data
National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemiologi and End Result
Program (NCI) tahun 2018, perkiraan kasus baru kanker payudara di
Amerika sekitar 15,3% dari semua jenis kasus baru kanker.
Sedangkan angka kejadian penyakit kanker di Indonesia berjumlah
(136,2 per 100.000 penduduk) dan berada diurutan ke-8 di Asia Tenggara,
sedangkan di Asia berada diurutan ke-23. Angka kejadian kanker payudara
yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematiannya 17
per 100.000 penduduk dan diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per
100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk
(WHO,2017).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 prevalensi
kanker payudara menempati urutan ke-1 di Indonesia yaitu sebesar 42,1
per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000
penduduk, dan diikuti kanker leher rahim yaitu sebesar 23,4 per 100.000
penduduk dengan rat-rata kematiannya 13,9 per 100.000 penduduk.
Prevalensi kanker payudara di Indonesia sendiri diperoleh data bahwa
Provinsi Yogyakarta menempati urutan ke-1 jumlah kanker payudara
tertinggi yaitu sebesar 2,4 per 1000 perempuan (4.325), selanjutnya diikuti
oleh Dki Jakarta yaitu 08 per 1000 perempuan (3.946), Provinsi Sumatra
Barat yaitu 0,9 per 1000 perempuan (2.285), Aceh yaitu 0,8 per 1000
perempuan (1.869), Provinsi Bali yaitu mencapai 0,6 per 1000 perempuan
(1.233) (Riset Kesehatan Dasar, 2018).
Meningkatnya angka kejadian kanker payudara secara signifikan di
Indonesia, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, faktor hormonal
termasuk salah satu faktor risiko penting terhadap kejadian kanker
payudara, peningkatan eksposur terhadap hormon estrogen akan
meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara, sedangkan mengurangi
eksposur ini dapat memproteksi terjadinya kanker payudara. Dan faktor
lainnya adalah usia menarche, status menopause, usia melahirkan anak
pertama, jumlah paritas, menyusui, penggunaan kontrasepsi oral, faktor
genetik, terapi hormon pengganti, dan gaya hidup serta lingkungan (Sari et
al,2018). Hal ini disebabkan karena di negara Indonesia kebanyakan kasus
kanker ditemukan pada stadium lanjut ketika penyembuhan sudah sulit
dilakukan (Manuaba,2010). Kanker payudara memiliki angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi baik di dunia maupun di Indonesia selain itu,
kecenderungan meningkatnya kasus ini membuat kanker payudara sebagai
suatu masalah kesehatan yang penting bagi wanita (Rahmawaty et
al,2019). Hal ini terjadi karena banyak pasien wanita di negara
berkembang tidak menyadari tanda dan gejala kanker serta kurang
mengetahui bagaimana deteksi kanker diakibatkan masih kurangnya
edukasi pengetahuan tentang kanker dimasyarakat (Nasution et al,2018).
Upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat ada kaitannya dengan tanda dan gejala awal dari kanker
payudara sangat diperlukan, agar masyarakat lebih dini dapat mengenali
gejala kanker payudara sehingga dapat dengan segera untuk mencari
pengobatan dipelayanan kesehatan. Tingkat kesadaran dan pengetahuan
yang rendah tentang tanda dan gejala dini kanker payudara secara
signifikan berhubungan dengan banyaknya pasien didiagnosis kanker
payudara stadium lanjut, saat mereka pertama kali diperiksa oleh tenaga
medis (Solikhah,2019).
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2010, kanker payudara menempati urutan pertama pasien rawat inap
diseluruh RS di Indonesia sebesar 12.014 kasus (28,7%), disusul kanker
leher rahim sebesar 5.349 kasus (12,8%) (Nurhayati et al,2019). Menurut
NCI tahun 2018 hanya sekitar 6% wanita yang mengalami kanker
payudara stadium lanjut yang dapat survive selama 5 tahun bahkan lebih
(Rahmawaty et al,2019).
Pencegahan untuk menangani masalah kanker payudara dapat
dilakukan melalui pencegahan primer maupun pencegahan sekunder.
Pencagahan primer berupa mengurangi ataupun meniadakan faktor-faktor
resiko yang diduga erat kaitannya dengan kanker payudara. Pencegahan
sekunder yaitu dengan melakukan skrining (Rahmadhani,2019).
Skrining adalah upaya deteksi dini untuk mengidentifikasi peyakit
atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan tes,
pemeriksaan atau dengan prosedur tertentu. Upaya ini dapat digunakan
secara tepat untuk dapat membedakan orang yang kelihatannya sehat tetapi
menderita suatu kelainan. Skrining kanker payudara di Puskesmas dapat
dilakukkan dengan deteksi dini yaitu Clinical Breast Examination (CBE)
dan untuk skrining kanker serviks sendiri bisa dilakukan dengan tes IVA
(Inspeksi Visua Asam Asetat). Jumlah kegiatan skrining kanker payudara
dan kanker serviks terbanyak pada Provinsi Jawa Bara, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. Sedangkan pada Provinsi Aceh, Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara belum terdapat skrining,
sedangkan estimasi jumlah penderita kanker payudara dan kanker serviks
pada Provinsi tersebut cukup banyak (Bott, R,2014)
Deteksi kanker dapat dilakukan dengan pemeriksaan payudara
sendiri atau yang disebut dengan SADARI. Pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) adalah pemeriksaan yang mudah yang bisa dilakukan setiap
wanita dan bisa dilakukan sendiri. Tindakan ini penting karena hampir
85% kelainan dipayudara justru ditemukan pertama kali oleh penderita
melalui pemeriksaan payudara sendiri dengan benar (Olfah et al,2013).
Deteksi dini kanker payudara dilakukan dengan pemeriksaan payudara
klinis (SADANIS), yaitu pemeriksaan payudara oleh petugas kesehatan,
kegiatan SADANIS ini sangat penting dilakukan karena mengingat kanker
payudara adalah jenis kanker terbanyak yang diderita wanita Indonesia.
Deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara dilakukan pada
kelompok sasaran perempuan umur 20 tahun ke atas, namun prioritas
program deteksi dini di Indonesia pada perempuan usia 30-50 tahun
dengan target 50% wanita sampai tahun 2019. Selanjutnya itu,
mammografi adalah cara sensitif untuk deteksi dini kanker payudara tetapi
SADARI dan SADANIS memiliki potensi untuk memajukan diagnosis
kanker payudara yang lebih mudah dan tanpa biaya fasilitas mammografi.
Wanita yang melakukan pemeriksaan payudara sendiri secara teratur
cenderung dalam mencari perawatan medis lebih memiliki rentang waktu
cepat untuk melakukan pemeriksaan kepelayanan kesehatan. Hal ini
dikarenakan apabila rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri
seorang wanita akan lebih cepat untuk menemukan abnormalitas yang
mengarah ke kanker payudara sehingga cepat mencari bantuan medis.
Mengingat adanya kecenderungan peningkatan jumlah penderita
kanker, maka perlu dilakukan upaya untuk pencegahannya. Kemenkes RI
telah melaksanakan program deteksi dini kanker payudara yang dikenal
dengan metode SADARI (pemeriksaan payudara sendiri). Sadari adalah
pemeriksaan payudara sendiri yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya kanker dalam payudara wanita (Olfah,2013). American Cancer
Society menganjurkan bahwa sadari perlu dilakukan oleh wanita usia 20
tahun atau setiap bulannya yaitu pada hari ke-7 atau ke-10 setelah selesai
haid. Namun seiring berjalan waktu penyakit ini mulai mengarah keusia
lebih muda, maka usia remaja (13 – 20 tahun) juga perlu melakukan
kegiatan SADARI secara rutin sebagai upaya pencegahan dan deteksi dini
(ACS,2011)
Di Indonesia kurang lebih 65% penderita kanker payudara datang
kepada dokter pada stadium lanjut (Anggraeni et al,2014). Hal ini
menunjukkan bahwa penderita kanker payudara terlambat mendeteksi
kanker yang dideritanya. Besarnya persentase penderita yang datang
berobat pada stadium lanjut menunjukkan kurangnya perilaku deteksi dini
yang dilakukan oleh wanita, begitu pula dengan kurangnya kesadaran
wanita serta pemahaman terhadap kanker payudara utamanya wanita yang
memiliki faktor risiko terhadap kanker payudara serta deteksi dini kurang
diterapkan sehingga wanita sebagian besar datang dalam kondisi kanker
payudara dalam stadium lanjut. Untuk itu deteksi dini dan pemahaman
akan faktor risiko menjadi sangat penting dilakukan sedini mungkin
sehingga tingkat kematian yang disebabkan kanker payudara dapat ditekan
(Anggraeni et al,2014).
Pada negara berkembang termasuk di Indonesia, keterlambatan
pengenalan dan diagnosis kanker payudara disebabkan beberapa faktor
yaitu keterlambatan pasien (patient delay), keterlambatan dalam sistem
kesehatan (referral delay) dan keterlambatan dalam mendapatkan
perawatan (treatment delay). Keterlambatan pasien dimana jarak waktu
pertama konsutasi diatas 3 bulan. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran
diri untuk deteksi dini, adanya faktor budaya hingga yang paling sering
yaitu ketakutan akan diagnosa kanker yaitu penderita takut untuk
berkonsultasi walaupun sudah merasakan gejala (Jaye et al,2011).
Keterlambatan pemeriksaan kanker payudara adalah keadaan
dimana pasin kanker payudara datang untuk mengetahui kondisinya
melebihi waktu yang ditentukan (kanker pada stadium III) ketika kanker
sudah tidak dapat berdeferensiasi dengan baik untuk dilakukan pengobatan
(Seawan, 2012). Keterlambatan pemeriksaan kanker payudara dapat
mempengaruhi harapan hidup penderitanya, dimana angka
keberlangsungan hidup 5 tahun pada penderita kanker payudara yang telah
menjalani pengobatan sesuai adalah 95% untuk stadium 0, 88% untuk
stadium I, 66% untuk stadium III, dan 7% untuk stadium IV
(Sastrosudarmo, 2012). Penyebab keterlambatan pemeriksaan kanker
payudara beragam, mulai dari masalah ekonomi, usia atau faktor risiko
kanker payudara mungkin kurang tersebar luas dimasyarakat
(Bustan,2007) dan masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat mengenai kanker payudara (Savitri,2015).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor
keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara. Menurut penelitian
Ario et al (2013) menjelaskan adanya hubungan faktor usia dan faktor
pendidikan dengan keterlambatan pengobatan, namun faktor psikologi dari
berbagai usia dan tingkat pendidikan berperan menentukan pasien
berkonsultasi serta berhubungan dengan keterlambatan ditangani pasien.
Menurut penelitian Dyanti dan & Suariyani (2016), Watiningsih &
Sugiartini (2020) terdapat variabel bebas diantaranya tingkatjuga
menyatakan bahwa pendidikan, tingkat pengetahuan, riwayat kanker
payudara pada keluarga, keterjangkauan jarak, keterjangkauan biaya,
keterpaparan informasi/media massa, dukungan suami/keluarga, dukungan
teman, dan perilaku deteksi dini, . Selain itu menurut penelitian
Watiningsih dan Sugiartini (2020) faktor tingkat pendidikan, akses media
massa, dukungan kelompok umur sebaya/lingkungan sebagai faktor
keterlambatan deteksi dini..
Akan tetapi hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti, saat ini
belum banyak penelitian yang mengeksplorasi faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi terhadap keterlambatan deteksi dini kanker payudara
khususnya di Indonesia menggunakan pendekatan review literature. Oleh
sebab itu penulis tertarik untuk melakukan eksplorasi mengenai faktor
keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara di Indonesia

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
pada penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi faktor yang
berpengaruh terhadap faktor keterlambatan deteksi dini pasien kanker
payudara di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kanker Payudara
1. Pengertian
Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan
pertumbuhan sel tidak normal atau terus menerus dan tidak terkendali
yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat
yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis. Sel kanker bersifat
ganas dapat berasal atau tumbuh dari setiap jenis sel ditubuh manusia
(Depkes RI,2009). Kanker hingga saat ini menjadi masalah kesehatan
di dunia termasuk di Indonesia. Jenis kanker kanker yang banyak
diderita dan ditakuti oleh perempuan adalah kanker payudara. Pada
umumnya kanker payudara menyerang kaum wanita, lemungkinan
menyerang laki-laki sangat kecil yaitu 1:1000 (Mulyani,2013).
Kanker payudara adalah pembelahan sel secara tidak terkendali
yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang
mamae tidak termasuk kulit payudara (Romauli,2009). Selain itu
menurut (Nisman,2011) kanker payudara adalah kanker yang terjadi
pada kelenjar mamae terjadi karena keganasan sel atau pertumbuhan
sel yang tidak terkendali dari sel kelenjar dan salurannya, secara
normal sel akan tumbuh sesuai dengan kebutuhan tubuh, tetapi lain
halnya dengan kanker payudara, sel yang rusak tidak langsung mati
melainkan membangun sel baru yang jumlahnya melebihi kebutuhan
tubuh.

2. Gejala Kanker Payudara


Kanker payudara dapat dideteksi sendiri dengan gejala awal berupa
benjolan keras dan kecil. Pada banyak kasus benjolan ini tidak sakit.
Selain itu adanya cairan yang keluar dari puting susu ketika tidak
menyusui juga perlu diwaspadai sebagai adanya kanker. Jika cairan
yang keluar dari puting berwarna susu, kuning, hijau, atau cairan
berdarah dengan tingkat kekentalan dari kental hingga lengket,
sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter. Apalagi jika cairan keluar
secara spontan, tanpa adanya rangsangan dari luar. Sekitar 80%
penyebab keluarnya cairan adalah adanya intraductal papiloma
(pertumbuhan non kanker pada saluran).
Kita perlu mencurigai adanya kanker payudara jika menemukan
keadaan seperti dibawah ini:
a. Teraba adanya benjolan.
b. Nyeri di payudara maupun puting susu.
c. Keluar cairan dari puting susu ketika tidak sedang menyusui.
d. Cairan yang keluar memiliki warna dan kekentalan yang berbeda
dengan susu.
e. Timbul iritasi dikulit payudara (bersisik).
f. Retraksi kulit puting susu (kulit tertarik kedalam).
g. Kulit payudara atau puting berubah menjadi kemerahan, kasar, atau
menjadi lebih tebal.
h. Kulit payudara mengerut seperti kullit jeruk (peau d’orange).
(Handayani et al, 2012).

3. Faktor Risiko Kanker Payudara


Faktor risiko yang utama berhubungan dengan keadaan hormonal
atau peningkatan kadar hormon estrogen dan genetik. Beberapa gen
yang dicurigai mempunyai kecenderungan untuk terjadinya kanker
payudara yaitu mutasi gen BRCA 1 (kromosom 17), BRCA 2
(kromosom 13), dan juga gen lainnya.
Penyebab terjadinya keadaan estrogen dominan karena beberapa
faktor risiko berikut ini, dan dapat digolongkan berdasarkan:
a. Faktor yang berhubungan dengan diet
Beberapa faktor yang memperberat terjadinya kanker seperti:
1) Peningkatan berat badan yang bermakna pada saat pasca
menopause
2) Diet ala barat yang tinggi lemak (western style)
3) Asupan alkohol jangka panjang
Sedangkan faktor risiko yang mempunyai dampak positif
dalam artian memperkecil kemungkinan terjadinya kanker
payudara adalah:
1) Peningkatan konsumsi serat
2) Peningkatan konsumsi buah dan sayur
b. Faktor Reproduksi
Faktor reproduksi terkait dengan beberapa hal berikut:
1) Usia menstruasi awal dan siklus menstruasi.
Menstruasi dini berhubungan dengan peningkatan risiko
kanker payudara. Dewasa ini di negara-negara berkembang
terjadi pergeseran usia menstruasi awal dari sekitar 16-17
tahun menjadi 12-13 tahun. Risiko kanker payudara
mengalami penurunan sekitar 10% setiap 2 tahun
keterlambatan usia menstruasi awal.
Karakteristik siklus menstruasi juga diteliti dalam
hubungannya dengan peningkatan risiko kanker payudara.
Dalam suatu penelitian, sikluas menstruasi yang kurang
dari 26 hari atau lebih lama dari 31 hari selama usia 18-22
tahun juga diprediksikan mengurangi risiko kanker
payudara. Penelitian ini menunjukkan bahwa siklus
menstruasi yang pendek saat usia 30 tahun, berhubungan
dengan penurunan risiko kanker payudara. Menopause
yang terlambat juga turut meningkatkan risiko kanker
payudara. Untuk setiap tahun usia menopause yang
terlambat akan meningkatkan risiko kanker payudara
sebesar 3%.
2) Usia kehamilan pertama
Risiko kanker payudara menunjukkan peningkatan seiring
dengan peningkatan usia mereka saat kehamilan pertama
terutama wanita yang mengandung pada usia lebih dari 35
tahun. Hal ini diperkirakan karena adanya rangsangan
pematangan sel-sel payudara yang diinduksi oleh
kehamilan, membuat sel-sel ini lebih peka terhadap
perubahan kearah keganasan. Dalam suatu penelitian
ditemukan bahwa usia kehamilan pertama memiliki
dampak yang lebih besar terhadap risiko kanker payudara
dari pada usia kehamilan yang berikutnya.
3) Jumlah kelahiran
Efek dari jumlah kelahiran terhadap risiko kanker payudara
telah lama diteliti. Dalam suatu penelitian, dilaporkan
bahwa wanita yang belum melahirkan mempunyai risiko
30% untuk berkembang menjadi kanker dibandingkan
dengan wanita yang sudah melahirkan. Sementara itu,
penelitian juga menunjukkan adanya penurunan risiko
kanker payudara dengan peningkatan jumlah kelahiran
dibandingkan dengan wanita yang belum mempunyai anak.
4) Masa menyusui
Menyusui merupakan hal yan sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa menyusui mempunyai efek protektif
terhadap risiko terjadinya kanker payudara.
c. Faktor Endokrin
Faktor endokrin terkait dengan kadar hormon estrogen yang
telah disebutkan diatas sebagai faktor utama risiko terjadinya
kanker payudara. Faktor endokrin ini dapat dibagi menjadi
faktor endogen (hormon estrogen yang dihasilkan dari dalam
tubuh) dan faktr eksogen (hormon estrogen yang didapatkan
dari luar).
d. Faktor Endogen
Telah diketahui bahwa salah satu faktor risiko yang penting
dalam pertumbuhan kanker payudara pada wanita adalah
paparan hormon estrogen dari dalam tubuh selama hidupnya.
Fator-faktro seperti menstruasi dini (sebelum usia 12 tahun)
dan menopause pada usia lanjut (setelah usia 55 tahun)
merupakan faktor risiko yang berperan dalam pertumbuhan
kanker payudara.
e. Faktor Eksogen
Penggunaan terapi hormon estrogen dari luar untuk tujuan
kontrasepsi seperti pada penggunaan kontrasepsi oral maupun
pada penggunaan terapi sulih hormon pada wanita menopause,
keduanya dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara.
f. Kontrasepsi oral
Masih terdapat kontroversi sampai saat ini terkait peran
kontrasepsi oral dalam perkembangan kanker payudara.
Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa kontrasepsi oral
berperan dalam meningkatkan risiko kanker payudara secara
signifikan pada wanita pramenopause, tetapi tidak pada wanita
dalam masa pascamenpause.
g. Terapi sulih hormon
Dari penelitian menunjukkan bahwa terapi sulih hormon (TSH)
dapat meningkatkan risiko kanker payudara sebesar 2,3% tiap
tahunnya pada wanita pascamenopause yang memakai TSH.
Kegemukan berhubungan dengan peningkatan risiko kanker
payudara pascamenopause, dan hal ini disebabkan oleh jumlah
hormon endogen pada wanita dengan kegemukan juga ikut
meningkat.
h. Radiasi pengion pada saat pertumbuhan payudara. Pada masa
pertumbuhan, perubahan organ payudara sangat cepat dan
rentan terhadap radiasi pengion.
i. Riwayat Keluarga
Pada masyarakat umum yang tidak dapat memeriksakan gen
dan faktor proliferasinya, maka riwayat kanker pada keluarga
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit.
j. Riwayat adanya penyakit tumor jinak
Beberapa tumor jinak pada payudara dapat berubah struktur
menjadi ganas, seperti pada jenis tumor hiperplasia duktus
atipik. (Rasjidi, 2013).
4. Patofisiologi kanker payudara
Mekanisme pasti perkembangan kanker belum sepenuhnya
dipahami. Studi awal menyatakan bahwa terdapat beberapa tahap
perkembangan kanker yaitu tahap inisiasi, promosi, dan progresi.
Menurut (Cahyawati,2018) pada tahun 1976, Nowel mengemukakan
hipotesis evolusi klonal untuk menjelaskan tentang perkembangan
kanker. Hipotesis ini menyebutkan bahwa perkembangan kanker
terjadi oleh karena adanya ekspansi klonal dan seleksi klonal yang
terjadi berulang kali didalam tubuh manusia. Selanjutnya terdapat
hipotesis cancer stem cell (CSC) yang menyebutkan bahwa
pembentukan tumor terjadi melalui cara yang sama dengan stem cell
yang normal, namun CSC mmpu untuk memperbaiki diri dan
berdeferensiasi menjadi bermacam-macam tipe sel sel pada tumor,
menetap dalam tumor dan menyebabkan kekambuhan serta bisa
mengalami metastasis. CSC inilah yang diketahui memiliki peranan
pentng pada perkembangan kanker payudara.

5. Stadium Kanker Payudara


Stadium kanker menunjukan kondisi kanker, semakin tinggi
stadium kanker payudara, maka perkembangan penyakit ini semakin
memburuk. Berikut stadium dan kondisi yang terjadi pada kanker
payudara (Handayani et al,2012).
a. Stadium 0
Stadium 0 merupakan stadium pre-kanker ketika massa tumor
belum keluar dari kelenjar susu maupun saluran susu. Sel-sel
kanker masih berapa didalam saluran susu (duktus), belum
menginvasi kedalam jaringan payudara normal yang
berdekatan. Kemungkinan bertahan hidup pada stadium I
sampai 10 tahun kedepan sebesar 98%.
b. Stadium I
Ukuran kanker sekitar 2 cm atau kurang, hanya terbatas pada
payudara dan belum sampai pada kelenjar getah bening.
Kemampuan bertahan hidup penderita kanker payudara
stadium I (survival rate) selama 5 tahun kedepan kanker 85%.
c. Stadium IIA
Tidak ditemukan tumor pada payudara, tetapi sel-sel kanker
ditemukan dikelenjar getah bening diketiak yang terletak
dibawah lengan. Dikatakan stadium IIA jika ukuran tumor
sebesar 2 cm atau kurang, dan telah menyebar ke kelenjar getah
bening aksila (ketiak). Bisa juga kondisi tumor berukuran lebih
dari 2 cm, tetapi tidak lebih dari 5 cm dan belum menyebar ke
kelenjar getah bening aksia (ketiak). Daya bertahan hidup
penderita kanker payudara stadium IIA selama 5 tahun kedepan
berkisar 60-70%.
d. Stadium IIB
Tumor sudah menyebar ke kelenjar getah bening asila dengan
ukuran sudah lebih dari 2 cm, tetapi tidak lebih dari 5 cm. Bisa
juga ukuran tumor sudah lebih besar dari 5 cm tetapi belumm
menyabar ke kelenjar getah bening aksila (ketiak).
e. Stadium IIIA
Tumor tidak ditemukan dipayudara tetapi ditemukan dikelenjar
getah bening melekat bersama atau oada struktur yang lain,
atau kanker ditemukan pada kelenjar getah bening dekat tulang
dada, atau tumor bisa ditemukan dengan berbagai ukuran.
Kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening aksila
(ketiak), saling melekat atau menempel pada struktur lain atau
kanker ditemukan pada kelenjar getah bening dekat tulang
dada. Survival rate selama 5 tahun kedepan untuk penderita
kanker payudara stadium IIIA sebesar 30-50%.
f. Stadium IIIB
Tumor bisa ditemukan dengan berbagai ukuran dan sudah
menyebar kedinding dada atau kulit payudara, serta mungkin
telah menyebar ke kelenjar getah bening aksila (ketiak) yang
mengelompok bersama atau melekat pada struktur lain. Bisa
juga kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening dekat
tulang dada. Kanker payudara yang sudah mengalami
peradangan atau inflamasi paling tidak sudah masuk pada
stadium IIIB.
g. Stadium IIIC
Bisa jadi tidak ditemukan adanya tumor dipayudara, tetapi
tumor sudah ditemukan adanya berbagai ukuran dan sudah
menyebar ke dinding dada atau kulit payudara. Sel kanker
sudah menyebar ke kelenjar getah bening naik diatas maupun
dibawah tulang selangka atau klavikula (collarbone). Kanker
bisa jadi sudah menyebar ke kelenjar getah bening aksila
(ketiak) atau ke kelenjar getah bening dekat tulang dada.
h. Stadium IV
Kanker sudah menyebar atau bermetastasis kebagian tubuh
yang lain. Daya bertahan hidup penderita 5 tahun kedepan pada
penderita kanker payudara stadium IV sekitar 15%.

6. Deteksi Dini Kanker Payudara


Penderita kanker payudara sering terlambat mengetahui
penyakitnya, sehingga datang kerumah sakit ketika sudah pada
stadium akhir. Deteksi awal sangat diperlukan agar pengobatan
penderita kanker payudara lebih cepat dilakukan (Ongona dan
Tumbo,2013).
Terdapat beberapa jenis deteksi awal kanker payudara yaitu:
(Oluwafeyikkemi et al,2014).
a. Mammography
Adalah proses dengan menggunakan amplitude yang lebih
rendah dari x-ray untuk mengetahui keadaan payudara. Tujuan
dari mammography sendiri adalah deteksi awal kanker
payudara dengan melihat adanya benjolan berdasarkan
karakteristik dan bentuknya. Teknik ini dipercayai dapat
menurunkan angka kematian akibat kanker payudara.
b. Clinical Breast Examination (CBE)
Adalah pemeriksaan fisik dari kanker payudara yang dilakukan
oleh ahli kesehatan untuk mengetahui benjolan atauu
perubahan dari payudara yang mungkin merupakan masalah
serius seperti kanker payudara yang ungkin membutuhkan
tindakan seperti mastitis atau fibroadenoma.
c. Breast Self Examination (BSE)
Adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh seseorang untuk
deteksi setiap abnormal payudara. BSE dilakukan dengan
melihat dan ispeksi menual terhadap adanya benjolan,
perubahan kulit dan benjolan pada kulit serta puting payudara.
Ini dilakukan setiap bulan setelah usia 20 tahun, lebih baik
beberapa hari setelah periode menstruasi seseorang ketika
payudara sedikit bengkak. BSE dapat dilakukan oleh setiap
orang, sehingga lebih mudah dilakukan untuk mendeteksi
kanker. Dan BSE penting karena jika terdapat masalah pada
payudara, seseorang dapat langsung pergi kedokter dan bisa
langsung memeriksakan serta menentukan prognosisnya.
Prognosis secara langsung berhubungan dengan stadium
sehingga dapat melokalisir penyebarannya. Diagnosis awal
biasanya mempercepat pengobatan sebelum penyebaran sel
kanker dan menghasilkan manajemen yang lebih baik. BSE
membuat estimasi skrining yang lebih efektif sehingga
menurunkan kematian sekitar 25% (Oluwafeyikemi et al,2014).
Kurangnya perilaku melakukan SADARI menyebabkan
banyaknya pasien yang terlambat datang kepelayanan
kesehatan (Ongona dan Tumo,2013).
B. Faktor-Faktor Keterlambatan Deteksi Dini
1. Umur
Wanita dengan usia tua memiliki risiko lebih besar untuk terkena
kanker payudara dan juga memiliki risiko lebih besar untuk terlambat
melakukan pemeriksaan kanker payudara dipelaanan kesehatan
dibandingkan dengan wanita usia muda. Wanita yang lebih tua
menunggu lebih lama atau memiliki rentang waktu yang lama dari
wanita yang lebih muda untuk pergi kepelayanan kesehatan untuk
memeriksakan keluhan yang dirasakannya (Ermiah et al,2012).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderasaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra yang dimilikinya yaitu (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior).
Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu:
a. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan suatu materi
tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real atau sebenarnya.
d. Analisis (analysis), diartika sebagai kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-
komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaiannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis), diartikan menunjukkan kepada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evalution), diartikan sebagai kemampuan seseorang
individu yang dapat menilai suatu materi. Dari penilaian
tersebut diungkapkan suatu kriteria yang sudah ditentukan oleh
individu itu sendiri atau menggunakan kriteria yang ada
Menurut Notoatmodjo (2007) dalam Asriwati dan Irawati
(2019).
Nilai odd ratio tingkat pengetahuan menunjukkan semakin
tinggi tingkat pengetahuan tentang kanker payudara maka
kesadaran dalam melkukan pemeriksaan awal kepelayanan
kesehatan akan semakin tinggi. Orang dengan tingkat pengetahuan
kurang tentang kanker payudara mempunyai risiko 15,7 kali untuk
mengalami keterlambatan dalam melakukan pemeriksaan awal
kanker payudara kepelayanan kesehatan dibandingkan dengan
tingkat pengetahuan baik dan orang dengan tingkat pengetahuan
cukup mempunyai risiko 9,5 kali untuk mengalami keterlambatan
dalam melakukan pemeriksaan awal kanker payudara kepelayanan
kesehatan dibandingkan dengan tingkat pengetahuan baik (Dyanti
dan Suariyani,2016).
3. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) dalam Asriwati dan Irawati (2019),
sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Dapat disimpulkan bahwa
manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkkan terlebih dahulu. Sikap belum merupakan predisposisi
tindakan atau perilaku.
Sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu
objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Newcomb
(1998), salah satu psikolog sosial menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu.
4. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan adalah keyakinan
kesehatan individu dan keluarga tentang pencarian perawatan dan
tindakan kesehatan. Pencarian perawatan dan tindakan kesehatan ini
berkaian dengan perilaku pencarian pengobatan (health seeking
behavior) yaitu bagaimana orang yang sakit memperoleh pelayanan
kesehatan yang layak. Perilaku ini melewati beberapa tahapan yaitu:
a. Mengenali gejala penyakit dengan menggunakan caranya
sendiri.
b. Melakukan penyembuhan atau pengobatan sendiri sesuai
denan pengetahuan, keyakinan atau kepercayaan.
c. Melakukan upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan
dari luar, sesuai dengan pemahaman dan persepsi terhadap
penyakit tersebut (Notoatmodjo,2010).
Menurut Soep (2016) ada hubungan yang signifikan antara fasilitas
pengobatan dengan keterlambatan pecarian pelayanan kesehatan
penderita kanker payudara. Sesuai dengan teori yang mengatakan
fasilitas pengobatan menjadi salah satu unsur dalam pengambilan
keputusan pengobatan (Notoatmodjo,2003).
5. Riwayat Keluarga Kanker
Pada masyarakat umum yang tidak dapat memeriksakan gen dan
faktor proliferasinya, maka riwayat kanker pada keluarga merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya penyakit (Rasjidi,2013).
Menurut Fitoni et al (2014) menunjukkan bahwa wanita dengan
riwayat keluarga pernah menderita kanker payudara lebih berisiko
terkena kanker payudara dibandingkan wanita yang tidak ada riwayat
kanker payudara pada keluarga. Apabila dilakukan pemeriksaan
genetik terhadap darah dan hasil menunjukkan positif, maka dapat
meningkatan peluang terkena kanker payudara pada keturunannya 2
hingga 3 kali lebih tinggi. Namun tidak ada hubungan yang bermakna
antara riwayat kanker payudara pada keluarga dengan keterlambatan
penderita kanker payudara dalam melakukan pemeriksaan awal
kepelayanan kesehatan hal ini disebabkan karena diantara reponden
yang memiliki riwayat kanker payudara pada keluarga masih memiliki
pengetahuan kurang tentang kanker payudara (Dyanti dan
Suriyani,2016).
6. Kepercayaan dan Nilai-Nilai Budaya
Nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri
seseorang (Green,2000). Kepercayaan yaitu seseorang yang
mempunyai atau meyakini suatu kepercayaan tertentu akan
mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang
akan berpengaruh terhadap kesehatannya (Darwis dan Mas’ud,2017).
7. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku dan menghasilkan
banyak perubahan, khususnya pengetahuan dibidang kesehatan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal semakin mudah menyerap
informasi termasuk juga informasi kesehatan, semakin tinggi pula
kesadaran untuk berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo,2003) dalam
Widiawaty (2019)
Bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan berdampak pada
tingkat penerimaan dan pemahaman suatu pengetahuan tentang
penyakit tersebut menjadi kurang, sehingga akan menyebabkan
ketidaktahuan responden mengenai pemeriksaan deteksi dini
(Romadani,2014).
8. Rasa Takut
Terjadi atau timbul karena merasa lemah, tidak berdaya dalam
menghadapi kondisi, situasi atau peristiwa diluar dirinya. Takut adaah
perasaan ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi tantangan atau
ancaman dari luar (Notoatmodjo,2010).
Ketakutan wanita ditinggalkan oleh pasangan hidup atau suami
juga menjadi faktor penting bagi seorang wanita saat akan menjalani
pemeriksaan kepelayanan kesehatan. Hal ini terlihat dari penelitian
yang telah dilakukan dinegara yang mayoritas muslim seperti di
Indonesia melaporkan bahwa wanita tidak mau untuk dilakukan
masektomi jika didiagnosis kanker payudara, dikarenakan takut
ditinggalkan oleh pasangan hidup (Solikhah,2019).
9. Penghasilan atau Pendapatan Keluarga
Orang yang tidak mampu dari segi sosial ekonomi dalam
mengakses pelayanan kesehatan mempunyai risiko 5,95 kali untuk
mengalami keterlambatan dalam melakukan pemeriksaan awal
kepelayanan kesehatan dibandingkan orang yang mampu dari segi
ekonomi. Responden yang tidak mampu dalam mengakses pelayanan
kesehatan disebabkan karena memiliki pendapatan rendah sehingga
takut terhadap biaya pemeriksaan payudara (Dewi et al,2017).
10. Jarak Rumah Kepelayanan Kesehatan
Semakin banyak sarana dan tenaga kesehatan, semakin kecil jarak
jangkau masyarakat terhadap tempat pelayanan kesehatan seharusnya
tingkat penggunaan pelayanan kesehatan akan bertambah.
Menempatkan fasilitas pelayanan kesehatan lebih dekat kepada
masyarakat golongan sosial ekonomi rendah secara langsung
menyebabkan pelayanan tersebut diterima oleh masyarakat. Hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa masyarakat segan berpergian jauh
kesarana pengobatan hanya untuk pengobatan ringan. Lama berpergian
dan jarak juga mempengaruhi pencarian pengobatan (Anggraeni,2019).
11. Biaya Pelayanan Kesehatan
Faktor ekonomi dari segi pendapatan memiliki hubungan dengan
rentang waktu keterlambatan pemeriksaan kanker payudara dipelaynan
kesehatan. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk kepelayanan kesehatan baik biaya pengobatan
maupun biaya transportasi dan biaya yang tidak terduga lainnya
(Yuswar dan Nurlisis,2018).
12. Dukungan Suami/Keluarga
Dukungan keluarga merupakan bantuan atau sokongan yang
diterima salah satu anggota keluarga dalam menjalankan fungsi
didalam kelarga. Dukungan sosial yang diberikan suami berupa
emotional support yang meliputi ekspresi empati dan perhatian pada
istri dalam melakukan deteksi kanker payudara. Kedua, esteem
support yaitu suami membuat istri memiliki perasaan berharga dan
bernilai. Ketiga, instrumental support yaitu dukungan suami meliputi
bantuan secara langsung yang diperoleh istri berupa menemani istri
selama melakukan deteksi dini. Keempat, informational support yaitu
pemberian nasehat, pengarahanm saran, dan umpan balik kepada istri
dalam deteksi dini kanker payudara (Elvira,2010).
13. Dukungan Kader Kesehatan Masyarkat
Kader kesehatan merupakan ujung tombak pelayanan ksehatan
ditingkat komunitas dan masyarakat, sehingga peran kader kesehatan
sangat penting dalam menunjang keberhasilan program kesehatan yang
dilakukan oleh puskesmas sebagai fasilitas kesehatan terdepan
dimasyarakat. Tingginya jumlah penduduk yang masuk ketegori risiko
terhadap masalah kesehatan payudara dan belum adanya kader
kesehatan yang terlatih untuk melakukan Breast Self-Examination
menyebabkan isu tentang kesehatan payudara dan deteksi dini kejadian
kanker payudara menjadi hal urgen untuk diatasi. Mengingat bahaya
kanker payudara yaitu komplikasi pada organ tubuh lainnya sehingga
berujung pada kematian (Yuhanah et al,2019).
14. Dukungan Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan adalah pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan. Berdasarkan ilmu dan kiat
petugas kesehatan, bentuk pelayanan bio-psiko, sosial, spritual, yang
menyeluruh ditujukan pada individu, kelompok, dan masyarakat, baik
sehat, maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan
(Sujono,2010) dalam Widiyaningsih dan Suharyanta (2020).
Dukungan tenaga kesehatan sangat membantu terhadap kesehatan
masyarakat, tetapi tidak semua dukungan yang diberikan khususnya
oleh tenaga kesehatan dapat diterima atau dilaksanakan masyarakat.
Tidak sedikit masyarakat mengabaikan kegiatan yang dilakukan tenaga
kesehatan, karena merasa tidak butuh atau malas, sehingga masyarakat
tersebut ada yang tidak mengetahui tentang informasi kesehatan
(Nurhayati et al,2019).
C. Perilaku Kesehatan
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007),
perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:
a. Faktor Predisposisi
Faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan , tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang
dianuti masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi
dan sebagainya.
b. Faktor pemungkin (Enabling factor)
Faktor yang mencakup ketersediaan sarana prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat contohnya fasilitas
pelayanan kesehatan.
c. Faktor penguat (Reinforcing factor)
Faktor ini mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang
dipandang tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat
dan tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas yang sering
berinteraksi dengan masyarakat termasuk petugas kesehatan.
Selain itu, faktor undang-undang dan peraturan-peraturan yang
terkait dengan kesehatan juga termasuk dalam faktor ini.
D. Kerangka Teori
Bagan 2.1
PREDISPOSISI
Kerangka Teori
1.Umur
2.Tingkat pengetahuan
3.Sikap
4.Perilaku pencarian pelayanan
kesehatan
5.Riwayat keluarga kanker
6.Kepercayaan dan nilai-nilai
budaya
7.Tingkat pendidikan
8.Rasa takut

Keterlambatan deteksi
FAKTOR PEMUNGKIN
kanker payudara
1.Jarak rumah kepelayanan
kesehatan
2.Biaya pelayanan kesehatan

FAKTOR PENDORONG
1.Dukungan kelarga
2.Dukungan kader kesehatan
masyarakat
3.Dukungan petugas kesehatan

Sumber: Modifikasi dari Soekidjo Notoatmodjo,2010


BAB III
METODE LITERATURE REVIEW

A. Strategi Penelusuran Literature


1. Database elektronik
Tipe studi literature review ini adalah semua penelitian yang
menggunakan variabel Faktor Ketermbatan Deteksi Dini pasien kanker
payudara. Artikel yang digunakan pada literature review ini disusun
melalui penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi dan full
text. Semua populasi berhak menjadi sampel jika memenuhi semua
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan oleh peneliti.
Data studi literature review ini akan menggunakan data yang
diperoleh dari data elektronik, yaitu: Google Scholar dan Pubmed yang
dipublikasi pada tahun 2015 2010 sampai dengan 2020. Penelusuran
data ini akan menggunakan kata kunci yang berbeda dari bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia. Peneliti akan memilih sendiri artikel
yang sesuai dengan judul, abstrak, isi, dan tujuan dari penulisan
literature review.
Artikel yang terpilih harus sesuai dengan kriteria inklusi. Artikel
yang terkait dengan faktor keterlambatan deteksi dini pasien kanker
payudara dikeluarkan. Masing-masing artikel yang dipilih akan dibaca
dengan cermat dari abstrak, tujuan, data analisis dari pertanyaan awal
peneliti untuk mengumpulkan informasi tentang faktor keterlambatan
deteksi dini pasien kanker payudara.

2. Pertanyaan Panduan (Keywoard)

Tabel 3.1 Keyword


Information Disease Patient
Factors delay Examination Breast Cancer

Pertanyaan Panduan: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi


keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara?
a. Kata kunci dalam bahasa Indonesia : Faktor keterlambatan,
Pemeriksaan, Kanker payudara
b. Kata kunci dalam bahasa Inggris : Factors delay, Examination,
Breast cancer
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Terdapat beberapa kriteria hasil inklusi dalam pemilihan referensi
literature ini, yaitu:
a. Artikel yang memiliki judul dan isi yang relevan dengan tujuan
b. Berbahasa Indonesia atau Inggris serta full text
c. Artikel terkait faktor keterlambatan pemeriksaan pasien kanker
payudara
d. Artikel penelitian yang dipublikasi dari tahun 2015 sampai dengan
2020
Adapun kriteria eksklusi adalah artikel yang tidak sesuai dengan
kriteria inklusi tidak memiliki struktur lengkap, artikel yang tidak
membahas faktor keterlambatan pemeriksaan pasien kanker payudara
dan artikel yang dipublikasi dari tahun 2015 sampai dengan 2020.
B. Proses Seleksi Literature

Anda mungkin juga menyukai