SENI MARISKA
NIM: 21117105
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker payudara (carcinoma mammae) merupakan suatu kondisi
dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya,
sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak
terkendali yang terjadi pada jaringan payudara (Depkes,2015).
Menurut World Health Organization (WHO), menyebutkan bahwa
kanker payudara adalah kanker yang paling sering terjadi pada wanita
yang berdampak pada 2,1 juta wanita setiap tahun, dan juga menyebabkan
jumlah kematian terbesar terkait kanker payudara pada wanita
(WHO,2018). Data GLOBOCAN tahun 2018, terdapat 2.088.849 kasus
baru kanker payudara pertahun di seluruh dunia dan 6,6% kasus kematian
yang disebabkan oleh kanker payudara di seluruh dunia. Berdasarkan data
National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemiologi and End Result
Program (NCI) tahun 2018, perkiraan kasus baru kanker payudara di
Amerika sekitar 15,3% dari semua jenis kasus baru kanker.
Sedangkan angka kejadian penyakit kanker di Indonesia berjumlah
(136,2 per 100.000 penduduk) dan berada diurutan ke-8 di Asia Tenggara,
sedangkan di Asia berada diurutan ke-23. Angka kejadian kanker payudara
yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematiannya 17
per 100.000 penduduk dan diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per
100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk
(WHO,2017).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 prevalensi
kanker payudara menempati urutan ke-1 di Indonesia yaitu sebesar 42,1
per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000
penduduk, dan diikuti kanker leher rahim yaitu sebesar 23,4 per 100.000
penduduk dengan rat-rata kematiannya 13,9 per 100.000 penduduk.
Prevalensi kanker payudara di Indonesia sendiri diperoleh data bahwa
Provinsi Yogyakarta menempati urutan ke-1 jumlah kanker payudara
tertinggi yaitu sebesar 2,4 per 1000 perempuan (4.325), selanjutnya diikuti
oleh Dki Jakarta yaitu 08 per 1000 perempuan (3.946), Provinsi Sumatra
Barat yaitu 0,9 per 1000 perempuan (2.285), Aceh yaitu 0,8 per 1000
perempuan (1.869), Provinsi Bali yaitu mencapai 0,6 per 1000 perempuan
(1.233) (Riset Kesehatan Dasar, 2018).
Meningkatnya angka kejadian kanker payudara secara signifikan di
Indonesia, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, faktor hormonal
termasuk salah satu faktor risiko penting terhadap kejadian kanker
payudara, peningkatan eksposur terhadap hormon estrogen akan
meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara, sedangkan mengurangi
eksposur ini dapat memproteksi terjadinya kanker payudara. Dan faktor
lainnya adalah usia menarche, status menopause, usia melahirkan anak
pertama, jumlah paritas, menyusui, penggunaan kontrasepsi oral, faktor
genetik, terapi hormon pengganti, dan gaya hidup serta lingkungan (Sari et
al,2018). Hal ini disebabkan karena di negara Indonesia kebanyakan kasus
kanker ditemukan pada stadium lanjut ketika penyembuhan sudah sulit
dilakukan (Manuaba,2010). Kanker payudara memiliki angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi baik di dunia maupun di Indonesia selain itu,
kecenderungan meningkatnya kasus ini membuat kanker payudara sebagai
suatu masalah kesehatan yang penting bagi wanita (Rahmawaty et
al,2019). Hal ini terjadi karena banyak pasien wanita di negara
berkembang tidak menyadari tanda dan gejala kanker serta kurang
mengetahui bagaimana deteksi kanker diakibatkan masih kurangnya
edukasi pengetahuan tentang kanker dimasyarakat (Nasution et al,2018).
Upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat ada kaitannya dengan tanda dan gejala awal dari kanker
payudara sangat diperlukan, agar masyarakat lebih dini dapat mengenali
gejala kanker payudara sehingga dapat dengan segera untuk mencari
pengobatan dipelayanan kesehatan. Tingkat kesadaran dan pengetahuan
yang rendah tentang tanda dan gejala dini kanker payudara secara
signifikan berhubungan dengan banyaknya pasien didiagnosis kanker
payudara stadium lanjut, saat mereka pertama kali diperiksa oleh tenaga
medis (Solikhah,2019).
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2010, kanker payudara menempati urutan pertama pasien rawat inap
diseluruh RS di Indonesia sebesar 12.014 kasus (28,7%), disusul kanker
leher rahim sebesar 5.349 kasus (12,8%) (Nurhayati et al,2019). Menurut
NCI tahun 2018 hanya sekitar 6% wanita yang mengalami kanker
payudara stadium lanjut yang dapat survive selama 5 tahun bahkan lebih
(Rahmawaty et al,2019).
Pencegahan untuk menangani masalah kanker payudara dapat
dilakukan melalui pencegahan primer maupun pencegahan sekunder.
Pencagahan primer berupa mengurangi ataupun meniadakan faktor-faktor
resiko yang diduga erat kaitannya dengan kanker payudara. Pencegahan
sekunder yaitu dengan melakukan skrining (Rahmadhani,2019).
Skrining adalah upaya deteksi dini untuk mengidentifikasi peyakit
atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan tes,
pemeriksaan atau dengan prosedur tertentu. Upaya ini dapat digunakan
secara tepat untuk dapat membedakan orang yang kelihatannya sehat tetapi
menderita suatu kelainan. Skrining kanker payudara di Puskesmas dapat
dilakukkan dengan deteksi dini yaitu Clinical Breast Examination (CBE)
dan untuk skrining kanker serviks sendiri bisa dilakukan dengan tes IVA
(Inspeksi Visua Asam Asetat). Jumlah kegiatan skrining kanker payudara
dan kanker serviks terbanyak pada Provinsi Jawa Bara, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. Sedangkan pada Provinsi Aceh, Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara belum terdapat skrining,
sedangkan estimasi jumlah penderita kanker payudara dan kanker serviks
pada Provinsi tersebut cukup banyak (Bott, R,2014)
Deteksi kanker dapat dilakukan dengan pemeriksaan payudara
sendiri atau yang disebut dengan SADARI. Pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) adalah pemeriksaan yang mudah yang bisa dilakukan setiap
wanita dan bisa dilakukan sendiri. Tindakan ini penting karena hampir
85% kelainan dipayudara justru ditemukan pertama kali oleh penderita
melalui pemeriksaan payudara sendiri dengan benar (Olfah et al,2013).
Deteksi dini kanker payudara dilakukan dengan pemeriksaan payudara
klinis (SADANIS), yaitu pemeriksaan payudara oleh petugas kesehatan,
kegiatan SADANIS ini sangat penting dilakukan karena mengingat kanker
payudara adalah jenis kanker terbanyak yang diderita wanita Indonesia.
Deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara dilakukan pada
kelompok sasaran perempuan umur 20 tahun ke atas, namun prioritas
program deteksi dini di Indonesia pada perempuan usia 30-50 tahun
dengan target 50% wanita sampai tahun 2019. Selanjutnya itu,
mammografi adalah cara sensitif untuk deteksi dini kanker payudara tetapi
SADARI dan SADANIS memiliki potensi untuk memajukan diagnosis
kanker payudara yang lebih mudah dan tanpa biaya fasilitas mammografi.
Wanita yang melakukan pemeriksaan payudara sendiri secara teratur
cenderung dalam mencari perawatan medis lebih memiliki rentang waktu
cepat untuk melakukan pemeriksaan kepelayanan kesehatan. Hal ini
dikarenakan apabila rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri
seorang wanita akan lebih cepat untuk menemukan abnormalitas yang
mengarah ke kanker payudara sehingga cepat mencari bantuan medis.
Mengingat adanya kecenderungan peningkatan jumlah penderita
kanker, maka perlu dilakukan upaya untuk pencegahannya. Kemenkes RI
telah melaksanakan program deteksi dini kanker payudara yang dikenal
dengan metode SADARI (pemeriksaan payudara sendiri). Sadari adalah
pemeriksaan payudara sendiri yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya kanker dalam payudara wanita (Olfah,2013). American Cancer
Society menganjurkan bahwa sadari perlu dilakukan oleh wanita usia 20
tahun atau setiap bulannya yaitu pada hari ke-7 atau ke-10 setelah selesai
haid. Namun seiring berjalan waktu penyakit ini mulai mengarah keusia
lebih muda, maka usia remaja (13 – 20 tahun) juga perlu melakukan
kegiatan SADARI secara rutin sebagai upaya pencegahan dan deteksi dini
(ACS,2011)
Di Indonesia kurang lebih 65% penderita kanker payudara datang
kepada dokter pada stadium lanjut (Anggraeni et al,2014). Hal ini
menunjukkan bahwa penderita kanker payudara terlambat mendeteksi
kanker yang dideritanya. Besarnya persentase penderita yang datang
berobat pada stadium lanjut menunjukkan kurangnya perilaku deteksi dini
yang dilakukan oleh wanita, begitu pula dengan kurangnya kesadaran
wanita serta pemahaman terhadap kanker payudara utamanya wanita yang
memiliki faktor risiko terhadap kanker payudara serta deteksi dini kurang
diterapkan sehingga wanita sebagian besar datang dalam kondisi kanker
payudara dalam stadium lanjut. Untuk itu deteksi dini dan pemahaman
akan faktor risiko menjadi sangat penting dilakukan sedini mungkin
sehingga tingkat kematian yang disebabkan kanker payudara dapat ditekan
(Anggraeni et al,2014).
Pada negara berkembang termasuk di Indonesia, keterlambatan
pengenalan dan diagnosis kanker payudara disebabkan beberapa faktor
yaitu keterlambatan pasien (patient delay), keterlambatan dalam sistem
kesehatan (referral delay) dan keterlambatan dalam mendapatkan
perawatan (treatment delay). Keterlambatan pasien dimana jarak waktu
pertama konsutasi diatas 3 bulan. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran
diri untuk deteksi dini, adanya faktor budaya hingga yang paling sering
yaitu ketakutan akan diagnosa kanker yaitu penderita takut untuk
berkonsultasi walaupun sudah merasakan gejala (Jaye et al,2011).
Keterlambatan pemeriksaan kanker payudara adalah keadaan
dimana pasin kanker payudara datang untuk mengetahui kondisinya
melebihi waktu yang ditentukan (kanker pada stadium III) ketika kanker
sudah tidak dapat berdeferensiasi dengan baik untuk dilakukan pengobatan
(Seawan, 2012). Keterlambatan pemeriksaan kanker payudara dapat
mempengaruhi harapan hidup penderitanya, dimana angka
keberlangsungan hidup 5 tahun pada penderita kanker payudara yang telah
menjalani pengobatan sesuai adalah 95% untuk stadium 0, 88% untuk
stadium I, 66% untuk stadium III, dan 7% untuk stadium IV
(Sastrosudarmo, 2012). Penyebab keterlambatan pemeriksaan kanker
payudara beragam, mulai dari masalah ekonomi, usia atau faktor risiko
kanker payudara mungkin kurang tersebar luas dimasyarakat
(Bustan,2007) dan masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat mengenai kanker payudara (Savitri,2015).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor
keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara. Menurut penelitian
Ario et al (2013) menjelaskan adanya hubungan faktor usia dan faktor
pendidikan dengan keterlambatan pengobatan, namun faktor psikologi dari
berbagai usia dan tingkat pendidikan berperan menentukan pasien
berkonsultasi serta berhubungan dengan keterlambatan ditangani pasien.
Menurut penelitian Dyanti dan & Suariyani (2016), Watiningsih &
Sugiartini (2020) terdapat variabel bebas diantaranya tingkatjuga
menyatakan bahwa pendidikan, tingkat pengetahuan, riwayat kanker
payudara pada keluarga, keterjangkauan jarak, keterjangkauan biaya,
keterpaparan informasi/media massa, dukungan suami/keluarga, dukungan
teman, dan perilaku deteksi dini, . Selain itu menurut penelitian
Watiningsih dan Sugiartini (2020) faktor tingkat pendidikan, akses media
massa, dukungan kelompok umur sebaya/lingkungan sebagai faktor
keterlambatan deteksi dini..
Akan tetapi hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti, saat ini
belum banyak penelitian yang mengeksplorasi faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi terhadap keterlambatan deteksi dini kanker payudara
khususnya di Indonesia menggunakan pendekatan review literature. Oleh
sebab itu penulis tertarik untuk melakukan eksplorasi mengenai faktor
keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara di Indonesia
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
pada penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
keterlambatan deteksi pada pasien kanker payudara di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi faktor yang
berpengaruh terhadap faktor keterlambatan deteksi dini pasien kanker
payudara di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Payudara
1. Pengertian
Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan
pertumbuhan sel tidak normal atau terus menerus dan tidak terkendali
yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat
yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis. Sel kanker bersifat
ganas dapat berasal atau tumbuh dari setiap jenis sel ditubuh manusia
(Depkes RI,2009). Kanker hingga saat ini menjadi masalah kesehatan
di dunia termasuk di Indonesia. Jenis kanker kanker yang banyak
diderita dan ditakuti oleh perempuan adalah kanker payudara. Pada
umumnya kanker payudara menyerang kaum wanita, lemungkinan
menyerang laki-laki sangat kecil yaitu 1:1000 (Mulyani,2013).
Kanker payudara adalah pembelahan sel secara tidak terkendali
yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang
mamae tidak termasuk kulit payudara (Romauli,2009). Selain itu
menurut (Nisman,2011) kanker payudara adalah kanker yang terjadi
pada kelenjar mamae terjadi karena keganasan sel atau pertumbuhan
sel yang tidak terkendali dari sel kelenjar dan salurannya, secara
normal sel akan tumbuh sesuai dengan kebutuhan tubuh, tetapi lain
halnya dengan kanker payudara, sel yang rusak tidak langsung mati
melainkan membangun sel baru yang jumlahnya melebihi kebutuhan
tubuh.
Keterlambatan deteksi
FAKTOR PEMUNGKIN
kanker payudara
1.Jarak rumah kepelayanan
kesehatan
2.Biaya pelayanan kesehatan
FAKTOR PENDORONG
1.Dukungan kelarga
2.Dukungan kader kesehatan
masyarakat
3.Dukungan petugas kesehatan