Pedoman Nasional Tes Dan Konseling HIV Dan AIDS
Pedoman Nasional Tes Dan Konseling HIV Dan AIDS
2013
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
E. FORMULIR PENCATATAN DAN PELAPORAN................................................................................ 76
E.1. Formulir 1: Persetujuan Tes/Tes ..................................................................................... 77
E.2. Formulir 2: Catatan Kunjungan Harian Klien Konseling dan Tes HIV ............. 78
E.3. Formulir 3: Formulir KTS ...................................................................................................... 79
E.4. Formulir 4: Formulir TIPK .................................................................................................... 82
E.5. Formulir 4: Persetujuan Tes ................................... Error! Bookmark not defined.
E.6. Formulir 5 A: Rujukkan Permintaan Tes Anti HIV ..................................................... 83
E.7. Formulir 5 B: Pengambilan Hasil Tes Anti HIV Melalui Konseling Pasca Tes
HIV 84
E.8. Formulir 6: Laporan Tes HIV Anti Bodi........................................................................... 85
E.9. Formulir 7: FORM RUJUKAN UNTUK KLIEN ................................................................. 86
E.10. Formulir 8: Pelayanan TKHIV ............................. Error! Bookmark not defined.
E.11. Formulir 9: Persetujuan Melepas Informasi. Error! Bookmark not defined.
E.12. Formulir 10: Laporan Bulanan ........................................................................................ 88
Disesuaikan sesuai hal 62
A. LATAR BELAKANG
Sampai dengan akhir tahun 2012 jumah kasus HIV yang dilaporkan
menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Dari hasil kajian
eksternal yang dilakukan telah terlaporkan banyak kemajuan program yang
nyata seperti misalnya jumlah layanan tes HIV bertambah secara nyata.
Demikian juga layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV hingga
saat ini berjumlah lebih dari 300 layanan yang tersebar di seluruh provinsi
dan aktif melaporkan kegiatannya.
Mulai tahun 2006, model utama layanan tes HIV adalah atas inisiatif
klien atau yang dikenal dengan konseling dan tes HIV sukarela atau KTS.
Pendekatan tersebut semata mengandalkan keaktifan klien dalam mencari
layanan tes HIV di fasilitas kesehatan ataupun layanan tes HIV berbasis
masyarakat. Namun ternyata cakupan dari layanan KTS tersebut terbatas
karena masih adanya ketakutan akan stigma dan diskriminasi serta
kebanyakan orang tidak merasa dirinya berisiko tertular HIV meskipun di
daerah atau di kelompok prevalensi tinggi. Di samping perlunya memperluas
jangkauan KTS, perlu ada pendekatan lain untuk meningkatkan cakupan
guna mencapai keterjangkauan universal (universal access) pada pencegahan,
perawatan, dukungan dan pengobatan HIV. Pendekatan lain tersebut adalah
melalui tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling
(TIPK) atau provider-initiated HIV testing and counselling (PITC) yang
menjadi pendekatan utama di layanan kesehatan dan akan dapat
meningkatkan cakupan tes HIV, memperbaiki akses ODHA pada layanan
kesehatan yang meningkatkan kesempatan untuk layanan pencegahan HIV.
C. SASARAN
Tes HIV dan konseling merupakan pintu masuk utama pada layanan
pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Seperti telah diketahui
bahwa:
Tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara global yaitu 5
komponen dasar yang disebut 5C (informed consent, confidentiality,
counseling, correct testing and connection/linkage to prevention, care, and
treatment services). Prinsip 5C tersebut harus diterapkan pada semua model
layanan Konseling dan Tes HIV.
E. PENGERTIAN
Layanan Tes dan Konseling HIV (TKHIV), adalah suatu layanan untuk
mengetahui adanya infeksi HIV di tubuh seseorang. Layanan ini dapat
diselenggarakan di layanan kesehatan formal atau klinik yang berbasis
komunitas. Tes dan Konseling HIV didahului dengan dialog antara
klien/pasien dan konselor/petugas kesehatan dengan tujuan meberikan
informasi tentang HIV-AIDS dan meningkatkan kemampuan pengambilan
keputusan berkaitan dengan tes HIV.
1. Tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling yang
disingkat dengan TIPK
2. Konseling dan tes HIV secara sukarela yang disingkat dengan KTS
Buku ini akan membahas tes HIV untuk keperluan diagnosis dengan
pendekatan kesehatan masyarakat guna meningkatkan cakupan pengobatan
ARV baik sebagai pencegahan maupun pengobatan dalam kerangka
perawatan HIV yang berkesinambungan. Bahasan mencakup model layanan
KTS, TIPK, juga model lain yang dikembangkan di Indonesia untuk
memperluas layanan tes HIV. Perlu ditekankan bahwa TKHIV merupakan
“pintu rujukan” terpenting pada layanan pencegahan, perawatan,
dukungan, dan pengobatan dan menjadi salah satu mata rantai dalam
jejaring Layanan HIV dan IMS Komprehensif Berkesinambungan yang terus
dikembangkan.
Indonesia saat ini lebih menekankan penawaran tes HIV di fasilitas layanan
kesehatan sebagai pendekatan yang rutin. Dengan demikian upaya untuk
menjamin klien mendapatkan manfaat diagnosis dan intervensi dini dapat
diperoleh, terutama untuk populasi kunci atau untuk penduduk di wilayah
epidemi yang menyeluruh.
Secara teknis, kotak berikut ini penjelasan penerapan TIPK di fasilitas layanan
kesehatan, didasarkan atas tingkat epideminya.
Layanan bergerak juga dapat dilaksanakan pada saat peristiwa atau kegiatan
penting seperti peringatan hari-hari penting, pertunjukan musik, kegiatan
olah-raga dan sebagainya. Layanan bergerak berinduk pada layanan
kesehatan wilayah setempat, sehingga tindaklanjut tes dapat dilakukan,
seperti akses ke pengobatan sesuai indikasi.
Pendekatan TKHIV di Lapas dan Rutan dapat dilakukan dengan inisiatif klien
atau inisiatif petugas kesehatan. Bagi Lapas dan Rutan yang belum memiliki
sarana tes atau petugas belum terlatih, maka tes darah dirujuk ke fasyankes
terdekat.
Layanan TKHIV di Lapas dan Rutan mengikuti alur layanan yang berlaku di
fasilitas kesehatan dan ditawarkan pada waktu berikut ini:
D.4. TES DAN KONSELING HIV PADA CALON TENAGA KERJA INDONESIA
(CTKI) DAN TENAGA KERJA INDONESIA PURNA (TKI PURNA)
D.5. TES DAN KONSELING HIV TERKAIT DENGAN UNIT TRANSFUSI DARAH
UTD berfungsi untuk melaksanakan uji saring darah donor terhadap Infeksi
Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD), yang salah satunya adalah HIV.
Donor darah dengan hasil uji saring HIV reaktif perlu dirujuk ke RS untuk
mendapatkan konseling dan tes diagnostik dan pengobatan lanjutan. Dalam
hal ini, rujukan dapat dilakukan sebagai bagian dari jejaring layanan ke tes
HIV. Bila hasil tes konfirmasi positif HIV maka pendonor perlu mendapat
akses layanan pencegahan dan perawatan, dukungan dan pengobatan serta
konseling untuk tidak lagi menjadi donor darah. Bagi yang sudah konfirmasi
negatif perlu dipastikan bahwa yang bersangkutan tidak berperilaku
berisiko dan tidak dalam masa jendela. Pendonor dapat kembali
mendonorkan darahnya dengan surat rujukan tertulis dari RS ke UTD.
Penjelasan lengkap tentang hal ini dapat dilihat pada Pedoman Tatalaksana
Donor Darah Reaktif, terbitan Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2013.
Dalam pedoman ini maka alur dari tes HIV berlaku baik untuk TIPK maupun
KTS. Proses TKHIV tersebut di fasilitas layanan kesehatan tergambar pada
Bagan 1 di bawah.
Tes HIV seringkali juga diminta klien dengan berbagai alasan seperti
memenuhi syarat untuk mengunjungi atau bekerja ke negara lain dan
permintaan pihak ketiga.
1. Perempuan Hamil
5. Pasien TB
Konfidensialitas
Sebaiknya tes HIV menggunakan tes cepat HIV yang sudah dievaluasi oleh
Kementerian Kesehatan. Tes cepat yang sesuai prosedur sangat layak
dilakukan dan memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara cepat serta
meningkatkan jumlah orang yang mengambil hasil, meningkatkan
kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari kesalahan pencatatan atau
tertukarnya hasil antar pasien. Tes cepat dapat dilakukan di luar sarana
laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan di
sarana kesehatan primer.
Pemilihan antara menggunakan tes cepat HIV atau tes ELISA harus
mempertimbangkan faktor tatanan tempat pelaksanaan tes HIV, biaya dan
ketersediaan perangkat tes, reagen dan peralatan; pengambilan sampel,
transportasi, SDM serta kesediaan pasien untuk kembali mengambil hasil.
Dalam melaksakan tes HIV, perlu merujuk pada alur Tes sesuai dengan
pedoman nasional pemeriksaan yang berlaku dan dianjurkan menggunakan
alur serial.
Tes HIV secara serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil non-
reaktif atau negatif, maka tes antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil
tes pertama menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan tes HIV kedua pada
sampel yang sama dengan menggunakan antigen dan/atau dasar tes yang
berbeda dari yang pertama. Perangkat tes yang persis sama namun dijual
dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi tersebut.
Hasil tes kedua yang menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di
kelompok populasi dengan prevalensi HIV 10% atau lebih dapat dianggap
sebagai hasil yang positif. Di daerah atau kelompok prevalensi rendah yang
cenderung memberikan hasil positif palsu, maka perlu dilanjutkan dengan
tes HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan Pedoman Nasional menganjurkan untuk
selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih murah dan tes kedua
hanya diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja.
Tes HIV harus disertai dengan adanya sistem jaminan mutu dan program
perbaikannya untuk meminimalkan hasil positif palsu dan negatif palsu. Jika
A1 (Tes I)
A1 + A1 -
Laporkan Negatif
A2 (Tes II)
A1 + A2 + A1 + A2 -
Ulangi A1 dan A2
A1 + A2 + A1 + A2 - A1 - A2 -
Laporkan Negatif
A3 (Tes III)
A1+ A2+ A3+ A1+ A2+ A3 - A1+ A2- A3+ A1+ A2 A3-
Indeterminate Negatif
Keterangan:
A1, A2 dan A3 merupakan tiga jenis tes antibodi HIV yang berbeda.
Tes virologi yang lebih canggih dan mahal hanya dianjurkan untuk
diagnosis anak umur kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV positif yang
merencanakan kehamilan. Tes HIV untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari
ibu HIV-positif tidak dibenarkan dengan tes antibodi, karena akan memberikan
hasil positif palsu. Tes darah dengan tujuan untuk diagnosis HIV harus
memperhatikan gejala atau tanda klinis serta prevalensi HIV di wilayah tempat
tinggal atau kelompok , seperti terpapar pada Tabel 1 di halaman 9.
Semua klien/pasien yang menjalani tes HIV perlu menerima konseling pasca
tes tanpa memandang apapun hasilnya. Hasil tes HIV tersebut disampaikan
kepada klien/pasien sesegara mungkin secara individual dengan informasi
singkat, jelas dan terkait dengan pengobatan dan perawatan selanjutnya.
Penerimaan status,
Peningkatan Perawatan diri, Komunikasi Memfasilitasi rujukan
kualitas hidup perubahan perilaku, dan PPIA, akses
dan perencanaan pencegahan positif kesehatan
Pedoman Konseling dan Tes HIV
30 masa depan: reproduksi dan
pengasuhan anak kesehatan seksual
Sebaiknya tes HIV menggunakan tes cepat HIV yang sudah dievaluasi oleh
Kementerian Kesehatan. Tes cepat yang sesuai prosedur sangat layak
dilakukan dan memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara cepat serta
meningkatkan jumlah orang yang mengambil hasil, meningkatkan
kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari kesalahan pencatatan atau
tertukarnya hasil antar pasien. Tes cepat dapat dilakukan di luar sarana
laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan di
sarana kesehatan primer.
Pemilihan antara menggunakan tes cepat HIV atau tes ELISA harus
mempertimbangkan faktor tatanan tempat pelaksanaan tes HIV, biaya dan
ketersediaan perangkat tes, reagen dan peralatan; pengambilan sampel,
transportasi, SDM serta kesediaan pasien untuk kembali mengambil hasil.
Tes HIV secara serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil non-
reaktif atau negatif, maka tes antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil
tes pertama menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan tes HIV kedua pada
sampel yang sama dengan menggunakan antigen dan/atau dasar tes yang
berbeda dari yang pertama. Perangkat tes yang persis sama namun dijual
dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi tersebut.
Hasil tes kedua yang menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di
kelompok populasi dengan prevalensi HIV 10% atau lebih dapat dianggap
sebagai hasil yang positif. Di daerah atau kelompok prevalensi rendah yang
cenderung memberikan hasil positif palsu, maka perlu dilanjutkan dengan
tes HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan Pedoman Nasional menganjurkan untuk
selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih murah dan tes kedua
hanya diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja.
Tes HIV harus disertai dengan adanya sistem jaminan mutu dan program
perbaikannya untuk meminimalkan hasil positif palsu dan negatif palsu. Jika
tidak maka klien/pasien akan menerima hasil yang tidak benar dengan
akibat serius yang panjang. Jaminan mutu juga diperlukan untuk kualitas
konseling.
A1 (Tes I)
A1 + A1 -
Laporkan Negatif
A2 (Tes II)
A1 + A2 + A1 + A2 -
Ulangi A1 dan A2
A1 + A2 + A1 + A2 - A1 - A2 -
Laporkan Negatif
A3 (Tes III)
A1+ A2+ A3+ A1+ A2+ A3 - A1+ A2- A3+ A1+ A2 A3-
Indeterminate Negatif
Keterangan:
A1, A2 dan A3 merupakan tiga jenis tes antibodi HIV yang berbeda.
10) Spesimen darah yang tidak Reaktif sesudah tes cepat pertama
dikatakan
sebagai sero negatif, dan kepada klien disampaikan bahwa hasilnya negatif.
Tidak dibutuhkan tes ulang.
Tes virologi yang lebih canggih dan mahal hanya dianjurkan untuk
diagnosis anak umur kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV positif yang
merencanakan kehamilan. Tes HIV untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari
ibu HIV-positif tidak dibenarkan dengan tes antibodi, karena akan memberikan
hasil positif palsu. Tes darah dengan tujuan untuk diagnosis HIV harus
memperhatikan gejala atau tanda klinis serta prevalensi HIV di wilayah tempat
tinggal atau kelompok , seperti terpapar pada Tabel 1 di halaman 9.
Konseling Pasca , semua klien yang telah menjalani tes HIV harus
menerima konseling pasca tes tanpa memandang apapun hasilnya.
Konseling pasca tes adalah konseling untuk menyampaikan hasil tes
kepada klien secara individual guna memastikan klien/pasien
mendapat tindak lanjut yang sesuai dengan hasil terkait dengan
pengobatan dan perawatan selanjutnya. Hal tersebut dilakukan
untuk membantu klien/pasien memahami dan menyesuaikan diri
dengan hasil pemeriksaan.
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam konseling paliatif dan duka cita
adalah:
Anak dan remaja di bawah umur secara hukum (pada umumnya <18
tahun), belum punya hak untuk membuat/memberikan persetujuan
(informed-consent) kecuali bagi mereka yang sudah menikah.
Namun mereka punya hak untuk terlibat dalam semua keputusan
yang menyangkut kehidupannya dan mengemukakan pandangannya
sesuai tingkat perkembangan umurnya. Dalam hal ini diperlukan
informed-consent dari orang tua atau wali/pengampu.
Internal: rujukan kepada layanan lain yang ada pada fasilitas layanan
kesehatan yang sama.
Eksternal: rujukan kepada berbagai sumber daya yang ada di wilayah
tempat tinggal klien, baik yang dimiliki oleh pemerintah ataupun
masyarakat.
B. KELOMPOK DUKUNGAN
C. LAYANAN PSIKIATRIK
Infeksi HIV dapat mencapai otak yang tampak berupa gejala psikiatrik dan
neurologik, juga karena penyakit kronis yang dapat menimbulkan beban
psikologik bagi pasien maupun keluaraga. Pengguna Napza mempunyai
gangguan psikiatrik lain atau gangguan mental berat. Pada saat menerima
hasil positif tes HIV, walaupun telah dipersiapkan lebih dulu dalam konseling
pra tes dan diikuti konseling pasca tes, klien dapat mengalami goncangan
jiwa yang cukup berat seperti depresi, gangguan panik, kecemasan yang
hebat atau agresif dan risiko bunuh diri. Bila keadaan tersebut terjadi, maka
perlu dirujuk ke fasilitas layanan psikiatri.
Pada prinsipnya sistem M&E untuk TKHIV merupakan bagian dari sistem
M&E program Pengendalian HIV-AIDS dan IMS nasional. Semua data dari
fasilitas layanan kesehatan dan non-kesehatan pemerintah, LSM atau swasta
penyelenggara layanan TKHIV, harus mengikuti pedoman M&E nasional dan
terintegrasi dalam sistem informasi di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan
nasional, terutama dalam pengumpulan semua indikator yang terpilah dalam
kelompok populasi.
A. PENCATATAN
Salah satu komponen penting dari monev yaitu pencatatan dan pelaporan,
dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi,
disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan
harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam
pengolahan dan analisis. Petugas UPK sangat berperan dalam pencatatan
data secara akurat dan lengkap tersebut.
1. Data Identitas
2. Alasan tes HIV dan asal rujukan kalau ada
3. Tanggal pemberian informasi HIV
4. Informasi tentang tes HIV sebelumnya bila ada
5. Penyakit terkait HIV yang muncul: TB, Diare, Kandidiasis oral, Dermatitis,
LGV, PCP, Herpes, Toksoplasmosi, Wasting syndrome, IMS, dan lainnya.
6. Tanggal kesediaan menjalani tes HIV
7. Tanggal dan tempat tes HIV
Formulir yang digunakan dalam layanan TKHIV sesuai dengan formulir yang
berlaku dalam Pedoman Nasional Monitoring dan Evaluasi.
Data layanan TKHIV diperoleh dari pencatatan dan pelaporan di UPK dan
mitra terkait dengan menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan
standar.
B. PELAPORAN
Sistem pelaporan layanan TKHIV dibuat agar dapat melaporkan hasil dari
kegiatan konseling di layanan TKHIV. Terdapat enam belas indikator yang
wajib dilaporkan oleh setiap layanan TKHIV yang ada di Indonesia. Laporan
layanan TKHIV membantu Kementerian Kesehatan dalam melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap layanan TKHIV yang ada. Selain itu data
yang dilaporkan juga dapat dijadikan bahan perencanaan berbasis data
dalam merencanakan program penanggulangan HIV di masa yang akan
datang. Pelaporan layanan TKHIV dimulai dari laporan bulanan dari setiap
layanan TKHIV yang ada ke dinas kesehatan di kabupaten/kota tempat
layanan tersebut berada. Selanjutnya setiap bulan laporan tersebut
dilaporkan kembali ke tingkat provinsi dan pusat (Subdit AIDS dan PMS)
Kementerian Kesehatan. Setiap bulan laporan tersebut diberi umpan balik
untuk memantau kualitas pelaporan.
Data Pasien
Pasien
dicatat pada Pasien
diperiksa
form
Laporan dikirim
secara online
Laporan dikirim ke
kedalam sistem
dinas kesehatan
Propinsi
Internet
Laporan dikirim ke
Pusat
A. BIMBINGAN TEKNIS
Tembusan kepada :
TKHIV merupakan pintu gerbang ke semua akses layanan HIV dan AIDS yang
diperlukan, termasuk pencegahan penularan kasus baru HIV. Layanan TKHIV
juga merupakan salah satu kegiatan utama dalam pengendalian HIV-AIDS
yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang HIV dan mengubah
perilaku berisiko tertular HIV yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah,
swasta dan masyarakat, baik terpadu di layanan kesehatan ataupun secara
mandiri di masyarakat.
Layanan TKHIV di Indonesia saat ini sudah banyak, namun masih perlu
ditingkatkan jumlah maupun kualitasnya, sehingga makin banyak
masyarakat yang dapat memeriksakan status HIVnya. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan cakupan TKHIV adalah dengan akselerasi tes
HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling (TIPK). Tes HIV
baik yang atas inisiatif klien maupun atas inisiatif petugas kesehatan
merupakan pendekatan dalam layanan tes HIV yang saling melengkapi.
I. PANDUAN KOMUNIKASI
HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Orang yang
terinfeksi HIV mungkin tidak merasa sakit pada awalnya, tetapi
perlahan-lahan sistem kekebalan tubuh akan rusak. Dia akan menjadi
sakit dan tidak mampu melawan infeksi. Sekali seseorang terinfeksi
HIV, dia dapat menularkan virus tersebut ke orang lain.
HIV dapat ditularkan melalui :
Cairan tubuh yang terinfeksi HIV seperti: semen, cairan vagina atau
darah selama hubungan seksual yang tidak aman.
Tranfusi darah yang terinfeksi HIV.
Pengguna napza suntik yang bertukar jarum suntik tidak steril.
Alat tato / skin piercing.
Dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya selama:
kehamilan;
melahirkan dan persalinan; dan
menyusui
HIV tidak dapat ditularkan lewat berpelukan atau berciuman, atau
gigitan nyamuk.
Pemeriksaan darah khusus (tes HIV) dapat dilakukan untuk mencari tahu
apakah seseorang terinfeksi HIV.
Contoh Komunikasi:
Contoh komunikasi:
Contoh komunikasi:
“HIV adalah virus atau kuman yang dapat merusak bagian tubuh
manusia yang diperlukan untuk melindungi dari serangan penyakit.
Test HIV dapat menentukan apakah Anda telah terinfeksi oleh virus
tersebut. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan darah sederhana
yang dapat memperjelas diagnosis. Setelah menjalani tes, kami akan
memberikan layanan konseling untuk membahas lebih dalam
tentang HIV/AIDS. Bila hasil tes Anda positif, kami akan memberikan
informasi dan layanan untuk mengendalikan penyakit Anda.
Termasuk obat antiretroviral dan atau obat lain untuk mengatasi
penyakit. Di samping itu, kami akan membantu dengan dukungan
dalam hal pencegahan penyakit dan membuka diri.
Katakan: “Hasil tes HIV ini bersifat rahasia dan hanya Anda dan tim
medis yang akan memberikan perawatan kepada anda yang tahu.
Artinya, petugas kami tidak diizinkan untuk memberi tahukan hasil
tes anda kepada orang lain tanpa seizin anda. Untuk
memberitahukannya kepada orang lain sepenuhnya menjadi hak
Anda.
Contoh komunikasi:
o Kami akan melakukan tes HIV hari ini, bila anda tidak keberatan
ATAU
Bila pasien masih ragu untuk menjalani tes HIV, maka dapat
ditawarkan lagi pada kunjungan berikutnya atau bila perlu rujuklah
ke layanan konseling dengan konselor terlatih untuk mendapatkan
konseling pra-tes secara lengkap. Sesi konseling tersebut harus
membahas kendala yang dihadapi untuk menjalani tes dan
menawarkannya kembali.
Ingat: pasien berhak untuk menolak menjalani tes HIV karena tes
HIV tidak boleh dipaksakan.
Formulir yang digunakan dalam konseling dan tes HIV, antara lain:
Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah mengerti tentang HIV-AIDS,
memahami prosedur pemeriksaan dan tahu segala akibat yang mungkin
timbul dari diketahuinya status HIV saya, serta telah diberikan konseling
dengan baik maka saya:
- tanggal kunjungan
- No Registrasi
- nama kota tinggal saat ini
- nama konselor yang akan melayani
Tanggal : _____________________________________________________________________
____________________________________
Nama Terang Dokter
Tanggal : ____________________________
Tanda Tangan
__________________________
Nama Dokter
LAPORAN LABORATORIUM
Nama Tes Hasil
1. _________________________________ Reaktif Non Reaktif
2. _________________________________ Reaktif Non Reaktif
3. _________________________________ Reaktif Non Reaktif
HASIL AKHIR
_________________________
Tanda tangan yang berwenang
Lokasi serta alamat dan nomor telepon harus disertakan dibawah ini.
Salinan dari laporan ini tidak boleh diberikan kepada klien
Catatan khusus :