Anda di halaman 1dari 23

PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI


KABUPATEN WONOSOBO
(Education Funding the State Junior High School Districts Wonosobo)

ARTIKEL

Diajukan kepada
Program Studi Magister Manajemen Pendidikan
Untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pendidikan (M.Pd)

Oleh:
Dwi Prayitno Sambodo NIM: 942013015

PROGRAM STUDI
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI
KABUPATEN WONOSOBO
(Education Funding the State Junior High School Districts Wonosobo)
Dwi Prayitno Sambodo
Emai: dwi.p.sambodo@gmail.com
Bambang Ismanto 1
Email: bam_ismanto@yahoo.com

ABSTRAK

Sambodo, D. P. 2016. Pembiayaan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negerii


Kabupaten Wonosobo. Tesis. Program Studi Magister Manajemen Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana. Pembimbing Dr. Bambang Ismanto, M.Si
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen biaya operasional,
komponen biaya investasi dan komponen biaya personal SMP Negeri Kabupaten Wonosobo.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek
penelitian ini yaitu seluruh sumber-sumber yang dipandang member data informasi yang
diperlukan, sumber data ini adalah kepala sekolah, bendahara, humas, kepala TU, guru yang
bersangkutan dan orang tua. Data penelitian diperoleh melalui teknik wawancara, angket dan
rekap arsip. Hasil penelitian ini: 1 )Biaya opersaional di Kabupaten Wonosobo terdiri dari: a)
biaya kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan; b) biaya profesi/diklat dan supervisi;
c) biaya penyelenggaran KBM; d) biaya penilaian; e) biaya pemeliharaan dan penggantian; f)
biaya daya dan jasa; dan g) biaya pembinaan siswa. 2) Biaya investasi di Kabupaten
Wonosobo terdiri dari: a) biaya pembangunan ruang kelas; b) biaya pembangunan perpus; c)
biaya pembangunan Lab. IPA; d) biaya pembangunan tempat ibadah; e) biaya pembangunan
toilet; f) biaya pembelian buku teks; g) biaya pembelian buku perpustakaan; h) biaya
pembelian buku sumber; i) biaya pembelian buku perlengkapan; j) biaya pembelian alat
peraga; k) biaya pembelian alat praktik; l) biaya pembelian LCD; m) biaya pembelian
computer; dan n) biaya pembelian perabotan.3) Biaya personal di Kabupaten Wonosobo
terdiri dari: a) biaya perlengkapan sekolah siswa; b) biaya transport siswa; c) biaya uang saku
siswa; dan e) biaya pembelian LKS siswa.

Kata kunci : Pimbiayaan Pendididikan, Operasional, Investasi, Personal

1
ABSTRACT
Sambodo,D. P., Ismanto, B. 2016. Education Funding the State Junior High School
Districts Wonosobo. Thesis: FKIP Program Study Magister Management Education.
The purpose of this research was knowing the components of operational costs,
components investment costs and personal costs junior high school in district Wonosobo .
This research use descriptive research with qualitative approach. The subject of this research
that all the resources of members of the data that have necessary information, the source of
this data is the principal, treasurer, public relations, head of TU, the teacher and the parents.
Data were obtained through interview techniques, questionnaires and recap archives. this
research result is 1) Operational cost in district Wonosobo consists of: a) the cost of the
welfare of educators; b) the cost of profession / training and supervision; c) the cost of the
delivery of teaching and learning; d) the cost of assessment; e) the cost of maintenance and
replacement; f) the cost of power and services; and g) the cost of coaching students. 2) The
cost of investment in District Wonosobo consists of: a) the cost of the construction of
classrooms; b) the cost of the construction of the library; c) the development cost science
laboratory; d) the cost of the construction of places of worship; e) the cost of construction of
toilets; f) cost of the purchase of text books; g) the cost of the purchase of library books; h)
the cost of purchasing books source; i) the cost of purchasing books equipment; j) the cost of
the purchase of props; k) the cost of purchasing new instruments; l) cost of purchasing LCD;
m) the cost of purchasing a computer; and n) the cost of purchasing equipments.3) Personal
costs in District Wonosobo consists of: a) the cost of school supplies students; b) the cost of
transport of students; c) the cost of students needed; and e) the cost of purchasing student
worksheets.

Keywords : Financing Education, Operational, Investment, Personal.


PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang fundamental dalam totalitas kehidupan, hanya dengan
pendidikan yang baik, setiap orang akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai individu,
kelompok, dan masyarakat serta sebagai makhluk Tuhan (Mukhtar & Iskandar, 2009: 6). Di
Negara Indonesia pendidikan merupakan kunci utama dalam mencerdaskan bangsanya.
Berbagai upaya telah dilalukan oleh pemerintah agar proses pendidikan di Indonesia berjalan
dengan baik. Seperti yang tertera pada UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2), bahwa setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Akan tetapi, berbagai masalah pendidikan di negara Indonesia sampai saat ini masih
belum terpecahkan. Pada hal pemerintah sudah melakukan berbagai usaha misalnya
pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui berbagai
pelatihan, pengadan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbagaikan sarana dan prasarana
pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah (Budimansyah, 2008: 56). Salah satu
faktor utama pemicu permasalahan tersebut adalah pendanaan, karena semua kehidupan
dalam pendidikan bersumber dari dana atau biaya.
Biaya pendidikan memiliki peran yang sangat penting, hampir tidak ada upaya
pendidikan yang dapat mengabaikan peran biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa
biaya, proses pendidikan (di sekolah) tidak akan berjalan (Supriadi, 2004: 3). Kebijakan
tentang pembiayaan di negara Indonesia tertera pada pada Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1), yang
menyatakan bahwa: dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kendinasan
dialokasikan minimal 20% dari Angaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pada era otonomi daerah seperti sekarang, sebagaian besar dana dalam RAPBD provinsi
dan kabupaten/kota diperoleh dari pusat yang disalurkan dalam bentuk paket yang disebut
Dana Alokasi Umum (DAU) dan untuk sebagian ditambah lagi Dana Alokasi Khusus (DAK)
(Supriadi, 2004: 6). Permenkeu telah mengatur adanya DAK, bahwa DAK dialokasikan
untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang
merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan dan masih banyak lagi. Besarnya anggaran
pendidikan yang dialokasikan dengan pengelolaan yang tepat akan sangat menentukan
kualitas pendidikan di daerahnya.
DAK dalam bidang pendidikan dan DAK tambahan bidang infrastruktur pendidikan
dialokasikan untuk hal-hal sebagai berikut: (1) mendukung penuntasan program wajib belajar
pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang bermutu dan merata dalam rangka memenuhi
Standar Pelayanan Minimum dan secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan;
(2) mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal melalui penyediaan sarana
prasarana pendidikan yang berkualitas dan mencukupi; dan (3) diprioritaskan untuk
melaksanakan rehabilitas ruang kelas dan/atau ruang belajar rusak sedang, rehabilitasi ruang
belajar rusak berat, pembangunan ruang kelas baru dan ruang belajar lain berserta
perabotannya, pembangunan perpustakaan beserta perabotannya, penyediaan buku referensi
perpustakaan, pembangunan laboratorium, dan penyediaan peralatan pendidikan, baik sekolah
negeri maupun swasta.
Dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004 dijelaskan bahwa DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. DAU bertujuan untuk pemeretaan kemampuan keuangan antara-Daerah yang
dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-Daerah melalui
peneraan formula yang mempertimbangkan potensi dan kebutuhuan daerah. Pengelolaan
DAU diserahkan kepada daerah sesuai dengan kebutuhan daerah untuk peningkatan
pelayanan masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam Penjeleasan dari
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang DAU bahwa kebutuhan fisik
daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar
umum/pulik, yang dimaksud layanan dasar publik antara lain penyediaan layanan kesehatan
dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Jadi
dengan demikian penyediaan layanan pendidikan dapat dimasukkan dalam anggaran DAU.
Kebiajakan progam BOS (Bantuan Operaional Siswa) mengacu dengan UU Nomor 33 tahun
2004 sehingga dapat diambil dari DAU.
Pada kenyataannya alokasi dana pendidikan masih banyak diselewengkan. The Asia
Foundation merilis laporan tentang alokasi belanja langsung pendidikan yang masih banyak
diselewengkan oleh pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia (Kompas, 16 Mei 2012).
Sebagian besar anggaran pendidikan banyak dialokasikan untuk wajib belajr pendidikan dasar
(dikdas) Sembilan tahun.
Fenomena di atas menunjukkan bahwa, berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan
masih banyak. Khususnya pada pembiayaan pendidikan, tidak transparan dan kurang
pahamnya tentang pendanaan pendidikan menjadi faktor penyebabnya. Pada hal pemerintah
sudah mengaturnya, seperti dalam Peraturan Pemerintah pasal 48, bahwa pengelolaan dana
pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
publik. Terlepas dari hal tersebut pemerintah juga telah menetapkan PP RI Nomor 48 tahun
2008 tentang pendanaan pendidikan. Pada pasal 2 ayat (1), menjelaskan bahwa pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antar pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat.
Sejalan dengan beberapa paparan di atas pembiayaan pendidikan Sekolah Menengah
Pertama Negeri Kabupaten Wonosobo masih belum maksimal. Berdasarkan hasil wawancara
dengan kepala dinas pendidikan Kabupaten Wonosobo pada bulan Mei 2015, mendapatkan
bahwa kemampuan pemahaman tentang biaya pendidikan masih rendah. Sebagian warga
sekolah masih belum mengetahui informasi yang cukup tentang pembiayaan pendidikan,
sebagai contoh informasi keuangan seperti rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah
(RAPBS) yang seharusnya bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua wali
belum transparan. Hal itu terjadi karena keterbatasan kemampuan dan waktu dalam
pengelolaan pembiayaan pendidikan menjadi penyebabnya.
Pada hal pembiayaan pendidikan merupakan faktor utama dalam suatu pendidikan.
Fatah (1998: 42), menyatakan bahwa pembiayaan pendidikan merupakan faktor yang tidak
dapat dihindarkan keberadaannya dalam meyediakan komponen-komponen input pendidikan.
Sejalan dengan pendapat Supriadi (2004: 3), yang berpendapat bahwa biaya pendidikan
merupakan salah satu komponen masukan yang sangat penting dalam penyelengaraan
pendidikan.
Biaya pendidikan yang dimaksud di atas yaitu biaya satuan pendidikan. Dalam PP RI
Nomor 48 Tahun 2008, biaya satuan pendidikan terdiri dari biaya investasi, biaya operasi,
bantuan biaya pendidikan,dan beasiswa. Pada biaya investasi terdiri atas biaya lahan
pendidikan dan biaya investasi selain lahan pendidikan. Menurut Fattah (2008: 18), biaya
operasi dibagi menjadi dua yaitu biaya personalia (pegawai) dan biaya non personalia (bukan
pegawai).
Supartini (2012: 9), mengatakan bahwa penggunaan dana satuan biaya pendidikan
terbesar adalah biaya operasinal, biaya non operasional dan biaya investasi serta terdapat
kolerasi positif dan signifikan antara standar biaya pendidikan dengan kompetensi
peningkatan mutu pembelajaran guru. Berbeda dengan penelitian Hapsari (2014: 33),
menyimpulkan bahwa biaya non personalia masih belum sesuai dengan standar biaya operasi
non personalia. Sejalan dengan paparan tersebut Alip (2014: 57), menyatakan bahwa belum
pernah dilakukan perhitungan pada biaya non personalia karena belum tahu dengan standar
pembiayaan pendidikan.
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan di atas maka fokus
penelitian ini adalah untuk mengetahui pembiayaan pendidikan SMP Negeri Kabupaten
Wonosobo dengan sub fokus atau pertanyaan: (1) Bagaimana komponen biaya operasional
Sekolah Menengah Negeri Kabupaten Wonosobo; (2) Bagaimana komponen biaya insvestasi
Sekolah Menengah Negeri Kabupaten Wonosobo; dan (3) Bagaimana komponen biaya
personal Sekolah Menengah Negeri Kabupaten Wonosobo?.

KAJIAN TEORI
Konsep Pembiayaan Pendidikan
Berbicara tentang pendidikan tidak luput dari yang namanya pendanaan atau biaya
pendidikan, tidak lepas dari itu maka para ahli berpendapat bahwa biaya pendidikan adalah
pengeluaran untuk pendidikan umum dan perorangan (dengan menghindarkan adanya
rangkapan) ditambah biaya alternatif yang tidak menyebabkan adanya pengeluaran (Hallak,
1985: 5). Sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh (Harsono, 2007: 9) menyatakan
bahwa biaya pendidikan adalah semua pengeluaran yang memiliki kaitan langsung dengan
penyelenggaraan pendidikan. Biaya pendidikan yang dimaksudkan adanya pengeluaran yang
dikeluarkan oleh individu maupun kelompok (umum) untuk menyelengarakan pendidikan.
Enas at.all (2012: 23), berpendapat bahwa biaya pendidikan adalah total biaya yang
dikeluarkan baik individu peserta didik, keluarga yang menyekolahkan anak, warga
masyarakan perorangan, kelompok masyarakat maupun yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk kelancaran pendidikan. Lain halnya dengan Supriadi (2004: 17), mengemukakan biaya
pendidikan merupakan salah satu komponen masukan intrumental (Instrumental input) yang
sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Sedangkan Mulyono (2010:
78), mengatakan bahwa biaya pendidikan adalah jumlah uang yang dihasilkan dan
dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelengaraan pendidikan yang mencakup gaji guru,
peningkatan profesional guru, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang pengadaan
peralatan/mobile, pendanaan alat-alat dan buku pelajaran, alat tulis kantor (ATK), kegiatan
ekstrakulikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi pendidikan.
Menurut Enas at.all (2012: 23), jenis biaya pendidikan dapat dikatagorikan kedalam
biaya langsung (direct cost), biaya tak langsung (indirect cost), privat cost, social cost dan
monetary cost. Biaya-biaya yang dibelanjakan oleh murid, atau orangtua/keluarga dan biaya
kesempatan pendidikan dalam penelitian ini tidak termasuk dalam pengertian biaya
pendidikan yang sifatnya nonbugetair sedangkan biaya pendidikan yang diperoleh dan
bersifat budgetair yaitu biaya pendidikan yang diperoleh dan dibelanjakan oleh sekolah
sebagai suatu lembaga (Fattah, 2012: 23).
Terdapat beragam komponen dalam biaya pendidikan. Umumnya orang menghitung
hanya dari biaya nyata (real cost) atau bisa disebut money cost, seperti capital cost/durable
asset dan recurrent cost/biaya operasional, sedangkan biaya peluang atau opportunity
cost
sebagai biaya yang harus dibayar, misalnya karena memilih studi daripada bekerja tidak
pernah dihitung (Fattah, 2012: 5).
Standar Pembiayaan Pendidikan
Menurut PP No 19 tahun 2005 tentang standar pembiayaan, yang dimaksud dengan
standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besaran biaya operasi
satuan pendidikan yang berlaku selama setahun (pasal 1, ayat 10). Pembiayaan pendidikan
terdiri dari biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal (pasal 62, ayat 1)
Menurut Permendiknas No.69 tahun 2009, yang termasuk ke dalam biaya pendidikan,
antara lain sebagai beriku: 1) biaya operasi nonpersonalia meliputi: biaya alat tulis sekolah
(ATS), biaya bahan dan alat habis pakai (BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan,
biaya daya dan jasa, biaya transportasi/perjalanan dinas, biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya
pembinaan siswa/ekstra kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja industri, dan
biaya pelaporan; 2) biaya alat tulis sekolah adalah biaya untuk pengadaan alat tulis sekolah
yang dibutuhkan untuk pengelolaan sekolah dan proses belajar; 3) Biaya alat dan bahan habis
pakai adalah biaya untuk pengadaan alat-alat dan bahan-bahan praktikum IPA, alat-alat dan
bahan-bahan praktikum IPS, alat-alat dan bahan-bahan praktikum bahasa, alat-alat dan
bahanbahan praktikum komputer, alat-alat dan bahan-bahan praktikum ketrampilan, alat-alat
dan bahan-bahan olah raga, alat-alat dan bahanbahan kebersihan, alat-alat dan bahan-bahan
kesehatan dan keselamatan, tinta stempel, toner/tinta printer, dll yang habis dipakai dalam
waktu satu tahun atau kurang; 4) biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan adalah biaya untuk
memelihara dan memperbaiki sarana dan prasarana sekolah/madrasah untuk mempertahankan
kualitas sarana dan prasarana sekolah/madrasah agar layak digunakan sebagai tempat belajar
dan mengajar; 5) biaya daya dan jasa merupakan biaya untuk membayar langganan daya dan
jasa yang yang mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah/madrasah seperti listrik,
telepon, air, dll; 6) biaya transpor/perjalanan dinas adalah biaya untuk berbagai keperluan
perjalanan dinas pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik baik dalam di kota maupun
ke luar kota; 7) biaya konsumsi adalah biaya untuk penyediaan konsumsi dalam kegiatan
sekolah/madrasah yang layak disediakan konsumsi seperti rapat-rapat sekolah/madrasah,
perlombaan di sekolah/madrasah, dll; 8) biaya asuransi adalah biaya membayar premi
asuransi untuk keamanan dan keselamatan sekolah/madrasah, pendidik, tenaga kependidikan,
dan peserta didik seperti asuransi kebakaran, asuransi bencana alam, asuransi kecelakaan
praktek kerja di industri, dll; 9) biaya pembinaan siswa/ekstrakurikuler adalah biaya untuk
menyelenggarakan kegiatan pembinaan siswa melalui kegiatan ekstra kurikuler seperti
Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), Unit Kesehatan Sekolah (UKS), Kelompok Ilmiah
Remaja (KIR), olah raga, kesenian, lomba bidang akademik, perpisahan kelas terakhir,
pembinaan kegiatan keagamaan, dll; 10) biaya uji kompetensi adalah biaya untuk
penyelenggaraan ujian kompetensi bagi peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
yang akan lulus; 11) biaya praktek kerja industri (prakerin) adalah biaya untuk
penyelenggaraan praktek industri bagi peserta didik SMK; dan 12) biaya pelaporan adalah
biaya untuk menyusun dan mengirimkan laporan sekolah/madrasah kepada pihak yang
berwenang.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan sebagai upaya menambah wawasan
tentang konsep umum administrasi pendidikan khususnya pembiayaan pendidikan.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Wonosobo. Lokasi penelitian ini tepatnya di SMP
Negeri 01 Mojotengah, SMP Negeri 02 Mojotengah, SMP Negeri 02 Kalikajar, SMP Negeri
03 Wonosobo, SMP Negeri 04 Wonosobo, SMP Negeri 02 Kretek, SMP Negeri 04 Kretek,
dan SMP Negeri 01 Selomerto. Subjek penelitian disesuaikan dengan pembiayaan pendidikan
di Sekolah Menengah Pertama, yaitu seluruh sumber-sumber yang dipandang member data
informasi yang diperlukan. Di mana sumber data yang terkaitkan dengan karakteristik
penelitian ini adalah kepala sekolah, bendahara, humas, kepala TU, guru yang bersangkutan
dan orang tua.
Data penelitian diperoleh melalui teknik wawancara, angket dan rekap arsip.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur, yang digunakan untuk
memperoleh informasi dalam studi pendahuluan dan untuk mendukung serta melengkapi hasil
penyebaran angket. Rekap arsip itu sendiri berupa nama sekolah, alamat sekolah, daftar nama
guru, dan lain-lain yang berbentuk kuantitatif atau kualitatif. Pada penyebaran angket peneliti
menyiapkan instrument berupa pertanyaan-pertanyaan yang diadopsi dari Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 48 Tahun 2008.
Uji keabsahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber.
Triangulasi sumber digunakan untuk mendukung hasil penyebaran angket dan wawancara
tidak terstruktur. Hasil penyebaran angket dicocokan (cross check) antara kepala sekolah,
bendahara, humas, kepala TU, dan guru yang bersangkutan.
Sesuai dengan fokus penelitian maka seluruh data yang ada di dalam penelitian ini di
analilis dengan analisis kualitatif. Teknik analisis data kualitatif dilakukan sebelum penelitian,
selama penelitian, dan sesudah penelitian. Analisis sebelum penelitian dilakukan ketika
memperoleh hasil wawancara pada studi pendahuluan yang bersifat sementara. Analisis
selama penelitian meliputi reduksi data, display data, dan verivikasi (penarikan kesimpulan).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Penelitian pembiayaan pendidikan ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan biaya
operasional, biaya investasi dan biaya personal SMP Negeri Kabupaten Wonosobo. Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengembangkan wawasan tentang
pembiayaan pendidikan dan penyempurnaannya. Penelitian dimulai dengan mengumpulkan
data primer dan data skunder sebagai hipotesis awal dalam studi pendahuluan. Berbagai
komponen pembiayaan pendidikan yang terdapat dalam penelitian diperoleh melalui
penyebaran angket, wawancara dan rekap arsip. Hasil penelitian diolah dalam bentuk tabel
yang kemudian diinterpretasikan sesuai dengan indikatornya.
Keberlangsungan suatu instansi pendidikan tidak terlepas dari uang. Adanya uang,
seluruh unsur kehidupan di sekolah akan bekerja. Pendanan atau pembiayaan pendidikan
harus berjalan dengan lancar. Biaya pendidikan tidak hanya terdiri dari gaji guru, peralatan
tulis, dan uang gedung. Seperti yang dijelaskan oleh Mulyono (2010), bahwa biaya
pendidikan adalah jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan
penyelenggaraan pendidikan. Dalam penelitian ini uang yang dihasilkan oleh delapan SMP
Negeri di Wonosobo berasal dari pemerintah. Tidak terdapat pungutan sama sekali untuk
seluruh siswa. Sejalan dengan penelitaian yang dilakukan oleh Ismatno (2014) bahwa
sebagian besar sumber dana berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan sebagai
implikasi wajib belajar sembilan tahun. Pembelanjaan uang sekolah dialokasikan pada
berbagai komponen pendidikan, antara lain yaitu biaya operasional dan biaya investasi.
Biaya-biaya di atas mencakup seluruh kompenen yang terdapat di sekolah. Pada
penelitian ini standar pembiayaan pendidikan berdasarkan Permendiknas Nomor 69 tahun
2009 dan PP RI Nomor 48 tahun 2008. Standar pembiayaan tersebut mencakup biaya
pendidikan yang terdiri dari biaya operasional, biaya investasi dan biaya personal. Pada
penelitian-penelitian sebelumnya dihasilkan berbagai manfaat dalam mengembangkan
pembiayaan pendidikan. Namun, terdapat pula sekolah yang masih rendah dalam transparansi,
akuntabilitas dan keberlanjutan pengelolaan pembiayaan pendidikan. Oleh sebab itu,
penelitian tentang pembiayaan pendidikan dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai
komponen-komponen pembiayaan pendidikan.
Komponen pertama dalam pembiayaan pendidikkan adalah biaya operasional. Biaya
operasioanl terdiri dari biaya personalia dan biaya non personalia. Fatah (2012), menjelaskan
bahwa biaya personalia merupakan biaya pegawai, sedangkan biaya non personalia adalah
biaya operasional bukan pegawai. Indikator biaya operasional yang pertama adalah
kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan. Berdasarkan hasil analisis di atas
pembiayaan pendidikan yang masih dialokasikan oleh beberapa sekolah yaitu: (1) insentif
tambahan bagi guru PNS dari Pemda Kabupaten; (2) insentif tambahan bagi tenaga
administrasi di sekolah dari Pemda Kabupaten; (3) honor bagi guru bantu dari sekolah; (4)
hadiah hari raya dari sekolah untuk guru; dan (5) alokasi uang lembur dari sekolah bagi
tenaga administrasi. Pembiayaan kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
tidak dialokasikan untuk honor bagi guru yang kelebihan jam mengajar dari sekolah, biaya
perjalanan dari skolah untuk proses mutasi/promosi guru, dan biaya untuk pakaian seragam
guru.
Hasil penelitian dari delapan sekolah tidak semua sekolah menganggarkan biaya
personalia untuk kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan. Tiga sekolah yang
menganggarkan insentif tambahan bagi guru PNS dari Pemda. Tiga sekolah menganggarkan
biaya insentif tambahan untuk tenaga administrasi dari Pemda. Enam sekolah menganggarkan
biaya honor untuk guru bantu. Satu sekolah menganggarkan biaya hadiah hari raya untuk guru
dan tenaga administrasi. Tiga sekolah menganggarkan biaya untuk uang lembur dari sekolah
untuk tenaga administrasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembiyaan untuk kesejahteraan
tenaga pendidik dan kependidikan di Kabupaten Wonosobo kurang atau belum
mensejahterakan tenaga pendidik dan kependidikan.
Indikator kedua biaya personalia adalah pembiayaan untuk peningkatan profesi. Pada
biaya personalia seluruh aspek dialokasikan oleh beberapa sekolah. Aspek pembiayaan
peningkatan profesi tesebut yaitu: (1) biaya khusus sekolah untuk diklat peningkatan
kemampuan professional bagi guru; (2) biaya diklat bagi kepala sekolah; (3) biaya diklat bagi
tenaga administrasi sekolah; (4) biaya sekolah untuk pelaksanaan KKG/MGMP guru; dan (5)
biaya sekolah untuk pelaksanaan kegiatan MKKS. Meskipun kelima aspek tersebut tidak
seluruh sekolah mengalokasikan, tetapi masih banyak sekolah yang mengalokasikannya.
Mengingat bahwa peningkatan profesi baik guru, tenaga kependidikan maupun kepala sekolah
sangat penting. Pada indikator supervisi kepala sekolah, hampir seluruh sekolah
mengalokasikannya.
Hasil penelitian dari delapan sekolah tidak semua sekolah menganggarkan biaya
personalia untuk peneingkatan profesi/diklat dan supervisi. Lima sekolah menganggarkan
biaya diklat guru. Empat sekolah menganggarkan biaya diklat kepala sekolah. Lima sekolah
menganggarkan biaya diklat tenaga administrasi. Emapat sekolah menganggarkan biaya
sekolah untuk pelaksanaan KKG/MGMP. Tiga sekolah menganggarkan biaya untuk MKKS.
Tujuh sekolah menganggarkan biaya untuk supervisi. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan untuk peningkatan profesi/diklat di Kabupaten Wonosobo sudah baik karena
hampir semua sekolah menganggarkan biaya untuk peningkatan profesi/diklat di Kabupaten
Wonosobo.
Berbeda dengan indikator di atas, biaya personalia untuk pembiayaan pembinaan
kesiswaan hampir semua sekolah mengalokasikannya. Akan tetapi pada aspek beasiswa dari
Provinsi dan Pemda hanya tiga yang mengalokasikannya. Karena tidak semua sekolah
memperoleh beasiswa tersebut. Selain beasiswa aspek lainnya yang dialokasikan adalah
pembiayaan sekolah untuk: (1) pembinaan pramuka; (2) pembinaan olahraga tingkat sekolah;
(3) pelaksanaan porseni tingkat sekolah; (4) pembinaan kesenian tingkat sekolah; (5)
pelaksanaan cerdas cermat tingkat sekolah; (6) pelaksanaan olimpiade sains; (7) pembinaan
KIR; (8) penyelenggaraan peringatan hari raya; (8) kegiatan pesantren kilat; dan (9) kegiatan
orientasi siwa baru.
Hasil penelitian dari delapan sekolah hampir semua menganggarkan biaya personalia
untuk pembiayaan kesiswaan. Semua sekolah menganggarkan biaya untuk pembinaan
pramuka. Semua sekolah menganggarkan biaya untuk pembinaan porseni tingkat sekolah.
Semua sekolah menganggarkan biaya untuk kesenian tingkat sekolah. Enam sekolah
menganggarkan biaya untuk pentas olahraga dan kesenian tingkat Kabupaten. Tujuh sekolah
menganggarkan biaya untuk pelaksanaan cedas cermat. Tujuh sekolah menganggarkan biaya
untuk pelaksanaan olimpiade sains. Empat sekolah menggangarkan biaya untuk pembinaan
KIR (karya ilmiah remaja). Lima sekolah menganggarkan biaya untuk penyelenggaraan
peringatan hari raya. Lima sekolah menganggarkan biaya untuk pesantren kilat. Tujuh sekolah
menganggarkan biaya untuk kegiatan orientasi siswa baru. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan untuk pembinaan kesiswaan di Kabupaten Wonosobo sudah baik di lihat dari
lebih dari setengah sekolah menerapkan biaya untuk pembinaan kesiswaan.
Sedangkan pada biaya non personalia khususnya pada pembiayaan pemeliharaan dan
penggantian, aspek terbanyak dialokasikan pada biaya perawataan bangunan, biaya perawatan
perabot kantor, dan biaya perawatan alat IPA. Biaya pengantian alat ketrampilan yang rusak
dan biaya penggantian buku pelajaran yang rusak hanya beberapa sekolah yang
mengalokasikan. Pada hal buku pelajaran sangat penting sebagai sumber utama pembelajaran.
Namun, banyak sekolah yang tidak memperhatikan hal tersebut.
Biaya non personalia lainnya adalah pembiayaan penyelenggaran KBM, penilaian, serta
daya dan jasa. Pada pembiayaan penyelenggaraan KBM sekolah lebih banyak
mengalokasikan pada biaya penyediaan buku dan bahan ajar, biaya penyediaan bahan
praktikum IPA, dan biaya praktek ketrampilan. Pada aspek biaya penyediaan bahan praktikum
IPS dan biaya pengembangan kurikulum muatan lokal hanya satu sekolah yang
mengalokasikan. Sedangkan pada indikator penilaian, seluruh sekolah mengalokasikan pada
biaya ulangan umum, ujian akhir tertulis, dan ujian akhir praktek. Untuk biaya pengembangan
dan penilaian tes diagnose, serta biaya pengukuran tes IQ dan IQ, hanya sekolah-sekolah
tertentu yang mengalokasikannya. Berbeda dengan indikator daya dan jasa, hampir seluruh
sekolah mengalokasikan pada aspek pembiayaan tersebut. Aspek pembiayaan daya dan jasa
adalah biaya listrik, air, telephon dan internet.
Hasil penelitian menunjuakkan bahwa biaya non personalia untuk penganggaran biaya
penyelengaraan KBM, penilaian, pemeliharaan dan penggantian, daya dan jasa sebagi beriku:
1) Penyelengaraan KBM. Empat sekolah menganggarkan biaya untuk penyediaan buku dan
bahan ajar. Empat sekolah menganggarkan biaya untuk penyediaan bahan praktikum IPA.
Satu sekolah menganggarkan biaya untuk bahan praktikum IPS. Emapat sekolah
menganggarkan biaya untuk praktek keterampilan. Satu sekolah menganggarkan biaya untuk
pengembangan kurikulum muatan lokal; 2) penilaian. Semua sekolah menganggarkan biaya
untuk ulangan umum (teori). Dua sekolah menganggarkan biaya untuk ulangan praktek.
Semua sekolah menganggarkan biaya untuk ujian akhir tertulis dan praktek. Dua sekolah
menganggarkan biaya untuk pengembangan dan penilaian tes diagnose. Dua sekolah
menganggarkan biaya untuk pengukuran tes IQ, EQ. Enam sekolah menganggarkan biaya
untuk pembelian buku rapot; 3) pemeliharaan dan penggantian. Enam sekolah
menganggarkan biaya untuk perawatan bangunan. Enam sekolah menganggarkan biaya untuk
perawatan alat IPA. Dua sekolah menganggarkan biaya untuk pengantian alat keterampilan
yang rusak. Dua sekolah menganggarkan biaya untuk pengantian buku pelajaran yang rusak;
4) barang dan jasa. Semua sekolah menganggarkan biaya untuk pemakaian listrik. Tujuh
sekolah menganggarkan biaya untuk pemakaian air (ledeng). Enam sekolah menggarkan
biaya untuk pemakaian telephon. Semua sekolah menganggarkan biaya untuk pemakaian
internet.
Jadi dari uraian diatas bahwa, biaya non personalia untuk penganggaran biaya
penyelengaraan KBM, penilaian, pemeliharaan dan penggantian, daya dan jasa di Kabupaten
Wonosobo baik. Karena rata-rata sekolah menganggarkan biaya non personalian tersebut.
Komponen kedua adalah biaya investasi, yang terdiri dari sarana dan prasarana, serta
tenaga. Untuk tenaga sama sekali tidak dialokasikan, karena tenaga pendidik maupun tenaga
kependidikan berasal dari pemerintah. Pada pembiayaan sarana dan prasarana tidak semua
aspek pembiayaan dialokasikan. Sarana dan prasarana untuk jenis bangunan pada tahun ini
yang masih dialokasikan yaitu: (1) pembangunan ruang kelas; (2) pembangunan
perpustakaan; (3) pembangunan Lab. IPA; (4) pembangunan tempat ibadah; dan (5)
pembangunan toilet. Pembangunan tempat-tempat tersebut dialokasikan oleh beberapa
sekolah yang belum memiliki, memperbaiki, atau menambah sarana dan prasarana. Untuk
pengalokasian sarana dan prasarana lainnya yaitu: (1) biaya pembelian buku teks; (2) biaya
pembelian buku perpustakan; (3) biaya pembelian buku sumber; (4) biaya pembelian buku
perlengakapan; (5) biaya pembelian alat peraga dan praktek; dan (6) biaya pembelian LCD,
computer serta perabotan. Aspek-aspek tersebut setiap tahun dialokasikan karena sumber
pembelajaran dari tahun ketahun semakin berkembang.
Hasil penelitian untuk biaya investasi dari delapan sekolah yaitu: 1) dua sekolah
menganggarkan biaya untuk pembangunan ruang kelas baru; 2) satu sekolah menganggarkan
ruang perpustakaan; 3) tiga sekolah menganggarkan laburatorium IPA; 4) satu sekolah
menganggarkan tempat ibadah; 5) tiga sekolah menganggarkan biaya untuk pembelian buku
teks; 6) enam sekolah menganggarkan biaya untuk pembelian buku perpustakaan; 7) lima
sekolah menganggarkan biaya untuk pembelian buku sumber; 8) tiga sekolah menganggarkan
biaya untuk pembelian buku perlengkapan; 9) tiga sekolah menganggarkan biaya untuk
pembelian alat peraga; 10) lima sekolah menganggarkan biaya untuk pembelian alat praktik;
11) enam sekolah menganggarkan biaya untuk pembelian LCD; 12) emat sekolah
menganggarkan biaya untuk pembelian computer; 13) tiga sekolah menganggarkan biaya
untuk pembelian perabotan.
Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya untuk investasi di Kabupaten
Wonosobo kurang, karena rata-rata untuk biaya investasi masih kurang dari setengah jumalah
total sekolah yang diteliti.
Kompenen terakhir adalah biaya personal, yang teridiri dari biaya perlengkapan, biaya
tansportasi, uang saku, dan biaya pembelian LKS siswa. Menurut Fatah (2012), biaya operasi
ditanggung oleh orang tua siswa adalah nilai uang dari segala sumber daya yang disediakan
oleh orang tua untuk memperoleh pendidikan disekolah/ madrasah. Tidak seluruh siswa
mengeluarkan biaya transportasi, karena jarak antara rumah dengan sekolah masih terjangkau
dengan berjalan kaki. Pada pengeluaran untuk pembelian LKS hanya beberapa sekolah yang
mengalokasikannya. Siswa yang tidak mengeluarkan biaya tersebut karena LKS sudah
disediakan dari pihak sekolah.
Dari hasil penelitian bahwa biaya personal untuk Kabupaten Wonosobo sebagai beriku:
1) seluruh sekolah, orang tua menganggarkan biaya untuk perlengkapan sekolah siswa; 2)
tujuh sekolah, orang tua menganggarkan biaya untuk transport siswa; 3) seluruh sekolah,
orang tua menganggarkan biaya untuk uang saku siswa; 4) dua sekolah, orang tua
menganggarkan biaya untuk pembelian LKS siswa. Jadi kesimpulan biaya personal di
Kabupaten Wonosobo baik, karena rata-rata setiap orang tua menganggarkan biaya personal.
Hapsari at.all (2004), biaya operasi non personal belum sesuai dengan standar biaya
opersasi non personal di Kabupaten Klaten dan penelitian Alip (2014) menyatakan bahwa
pengelola belum pernah menghitung besar biaya operasi non personalia keahlian karena
pengelola belum tau bahwa ada Permendiknas No. 69 tahun 2009 tentang standar biaya SSN
dan anggaran sekolah disusun sesuai dengan arahan dinas pendidikan yang belum
mengakomodasi perbedaan kebutuhan BAHP berbeda di Kabupaten Wonosobo yang sudah
sesuai dengan standar biaya pendidikan yang mengacu pada Permendiknas No. 69 tahun 2009
bahwa biaya operasi nonpersonalia meliputi: biaya alat tulis sekolah (ATS), biaya bahan dan
alat habis pakai (BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, biaya daya dan jasa, biaya
transportasi/perjalanan dinas, biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan siswa/ekstra
kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja industri, dan biaya pelaporan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka
disimpulkan sebagai berikut: 1) Biaya operasional di Kabupaten Wonosobo terdiri dari: biaya
kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan, biaya profesi/diklat dan supervise, biaya
penyelenggaran KBM, biaya penilaian, biaya pemeliharaan dan penggantian, biaya daya dan
jasa, dan biaya pembinaan siswa; 2) Biaya investasi di Kabupaten Wonosobo terdiri dari:
biaya pembangunan ruang kelas, biaya pembangunan perpus, biaya pembangunan Lab. IPA,
biaya pembangunan tempat ibadah, biaya pembangunan toilet, biaya pembelian buku teks,
biaya pembelian buku perpustakaan, biaya pembelian buku sumber, biaya pembelian buku
perlengkapan, biaya pembelian alat peraga, biaya pembelian alat praktik, biaya pembelian
LCD, biaya pembelian computer, dan biaya pembelian perabotan; 3) Biaya personal di
Kabupaten Wonosobo terdiri dari: biaya perlengkapan sekolah siswa, biaya transport siswa,
biaya uang saku siswa, dan biaya pembelian LKS siswa.

REKOMENDASI
Beberapa temuan yang dapat tentang biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal
Kabupaten Wonosobo direkomendasikan sebagai berikut: 1) Bagi Pemerintah Kabupaten
Wonosobo: a) Penyusunan anggaran oleh Pemerintah Kabupaten harus mengacu pada
kebutuhan satuan pendidikan, variabel-variabel penyusunan anggaran harus sesuai dengan
variabel satuan pendidikan, sehingga proses anggaran kabupaten menjadi acuan dalam
penyusunan RAPBS, b) Anggaran yang turun dari kabupaten untuk sekolah-sekolah pingiran
lebih diperhatikan, sehinggga pemerataan dana terimplikasikan dengan merata; 2) Bagi
Kepala Sekolah SMP Negeri Kabupaten Wonosobo: Penyusunan RAPBS lebih terperinci dan
anggaran lebih jelas, sehingga dapat dipahami oleh warga sekolah; 3) Bagi Guru (Bendahara
Sekolah): Setiap guru yang diberi tugas sebagai bendahara harus mengetahui tentang
penganggaran biaya yang dikeluarkan oleh sekolah: 4) Bagi Peneliti Selanjutnya: Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya
pada program studi manajemen pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Alip, Moch. 2014. Biaya Operasi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kategori SBI/RSBI di
DIY. Jurnal Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan. Fakultas Teknik Universitas Negeri
Yogyakarta

Budimansyah, D. 2008. Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penguatan Partisipasi


Masyarakat. Educationist. ISSN 1907-8838. Vol III:56-63

Enas., Ridwan & Suhardan. 2012. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Fattah, Nanang. 1998. Studi Tentang Pembiayaan Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung:. PT
Remaja Rosda Karya

---------------. 2008. Pembiayaan Pendidikan: Landasan Teori dan Studi Empiris. Jurnal
Pendidikan Dasar. April 2008. Bandung

---------------. 2012. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Remaja Rosda karya: Bandung.

---------------. 2012. Standar Pembiayaan Pendidikan. Remaja Rosdakarya : Bandung.

Hall, J. 2006. The Dilemma of School Finance Reform. The Journal of Social, Political, and
Economic Studies; Summer 2006; 31, 2; ProQuest Sociology
Hapsari & Sukirno. 2014. Analisis Biaya Satuan Pendidikan di SMK Negeri 01 Jogonalan
Tahun Ajaran 2014/2015. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. Vol XIII, No. 01,
2015.

Harsono. 2007. Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Ismanto, Bambang. 2014. Public Participation in Budget Management School In Salatiga of


Central Java Province, Indonesia. Australian Journal of Basic and Applied Sciences.
April 2014.
Kompas. 16 Mei 2012. Alokasi Dana Pendidikan Banyak Diselewengkan.
http://edukasi.kompas.com/read/2012/05/16/16360319/alokasi.dana.pendidikan.banyak
. diselewengkan. Diakses: 29 Oktober 2015.

Mukhatar & Iskandar. 2009. Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Gaung Persada (GP Press):
Jakarta:

Mulyono. 2010. Konsep Pembiayaan Pendidikan. Ar-Ruzz: Jogjakarta.

Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan


Pendidikan. Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jakarta.

---------------. 2009. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional. No 69 Tahun 2009 tentang


Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 Untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/MadrasahTsanawiyah (SMP/MTS),
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Sekolah Dasar Luar Biaya (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
(SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). Menteri Pendidikan
Nasional. Jakarta.

-----------------. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. No 161 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana
Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2015. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI. Jakarta

-----------------. 2012. Peraturan Menteri Keuangan. No 201/PMK.07/2012. Menteri Keuangan


RI. Jakarta

-----------------. 2013. Peraturan Presiden. No 10 Tahun 2013 tentang Dana Alokasi Umum
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.

-----------------. 2014. Peraturan Presiden. No 2 Tahun 2014 tentang Dana Alokasi Umum
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahuan Anggaran 2014. Presisden RI. Jakarta.

---------------. 2004. Undang-Undang. No 20 Tahung 2004 tentang Perimbangan Keuangan


Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sekretaris Negara RI. Jakarta.

---------------. 2013. Undang-Undang. No 20 Tahung 2013 tentang Sistem Pendidikan


Nasional. Sekretaris Negara RI. Jakarta.

---------------. 2013. Undang-Undang. No 23 Tahung 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara .Presiden RI. Jakarta.
Sumaryanto, T at.all. 2014. Analisis Pembiayaan Pendidikan Smk di Kota Semarang. Riptek.
Vol. 8. No. 2: Hal. 23 - 34

Supartini, Luh Kadek. 2011. Analisis Satuan Biaya Pendidikan di SMA Negeri 01 Sukawati
Tahun Ajaran. Tesis.

Supriadi, D. 2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. PT Remaja Rosda Karya:
Bandung.
CURRICULUM VITAE

Yang bertanda tangan di bawah ini :


DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Dwi Prayitno Sambodo, S.Pd.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Temanggung, 12 Januari 1990
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Krajan Candiroto Rt/ Rw 06/01, Kec. Candiroto, Kab.
Temanggung, Jawa Tengah 56257.
Pendidikan Terakhir : S1- Pendidikan Matematika
No. HP : +628562831695
E-mail : dwi.p.sambodo@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Dharma Wanita Candiroto, Temanggung lulus tahun 1996
2. SD Negeri 2 Candiroto, Temanggung lulus tahun 2002
3. SMP Negeri 1 Ngadirejo, Temanggung lulus tahun 2005
4. SMA Negeri 1 Piyungan, Bantul lulus tahun 2008
5. S1 Pendidikan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana lulus tahun 2013
6. S2 MMP Universitas Kristen Saty Wacana lulus tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai