Anda di halaman 1dari 3

Mahasiswa di masa sekarang dipenuhi dengan akses mudah untuk mendapatkan

pengetahuan lebih selain yang sudah didapatkan lewat bangku perkuliahan. Akses mudah
tersebut sebab perkembangan teknologi informasi yang saat ini semakin cepat dirasakan. Akan
semakin nyaman pula bagi para mahasiswa yang tinggal di perkotaan dengan infrastruktur yang
mumpuni, sangat disayangkan jika mereka tidak memanfaatkan kenyamanan ini untuk
mendapatkan sebanyak-banyaknya ilmu.

Lalu apakah mahasiswa bisa disebut sebagai bagian dari masyarakat informasi? Untuk
menjadi masyarakat informasi ada banyak tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh
mahasiswa. Memang benar saat ini informasi seperti tidak ada harganya, informasi selalu ada di
sekitar kita. Mulai dari isi telepon genggam yang kita pegang tiap hari, sampai dinding-dinding
di jalanan semuanya mengandung informasi. Dari banyaknya informasi tersebut kita harus bisa
memilah dan memilih mana informasi yang tepat dan mana yang tidak tepat, khususnya
informasi yang tersebar secara digital. Kemampuan ini dinamakan sebagai literasi digital.
Penelitian Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti pada aktivitas literasi digital dari 2010 sampai
2017 menemukan bahwa kelompok dari perguruan tinggi termasuk mahasiswa merupakan
kelompok mayoritas yang mempunyai aktivitas ini [ CITATION Kur17 \l 1057 ]. Tantangan
bagi kelompok di perguruan tinggi sekarang adalah bagaimana kelompok-kelompok lain juga
mendapatkan pengetahuan yang sama tentang literasi digital.

Literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses sumber daya dan mengevaluasi serta
menciptakan informasi secara kritis melalui teknologi digital. Banyaknya penyebaran hoaks dan
ujaran kebencian, maraknya perundungan siber, kelompok radikal dan teroris menggunakan
media sosial untuk merekrut anggota, dan ketergantungan atau kecanduan yang tinggi terhadap
internet menjadi penanda kondisi literasi digital di Indonesia[ CITATION Kur17 \l 1057 ].

Masyarakat Informasi

Pada tingkat yang sederhana, informasi berarti pengetahuan, dan dalam konteks
komputer, data. Orang dapat memperoleh informasi dari media seperti buku, surat kabar, televisi,
radio dan internet. Mereka juga memperoleh informasi dengan menggunakan metode
komunikasi seperti telepon – telekomunikasi. Masyarakat berarti jaringan hubungan antara orang
dan organisasi. Jadi masyarakat informasi adalah masyarakat yang sebagian besar didasarkan
pada informasi dan komunikasi – jenis masyarakat yang semakin umum di seluruh dunia, dan
sudah ada di negara-negara yang lebih maju. [ CITATION BBC10 \l 1057 ]

Banyaknya informasi yang tersebar di sekitar kita belum tentu mutlak menjadikan
masyarakat sebagai masyarakat informasi. Setidaknya ada beberapa hal yang membuat suatu
masyarakat bisa disebut sebagai masyarakat informasi, diantaranya:adanya level intensitas
informasi yang tinggi (kebutuhan akan informasi yang tinggi) dalam kehidupan
masyarakatnya sehari – hari pada organisasi – organisasi yang ada, dan tempat– tempat
kerja; penggunaan teknologi informasi untuk kegiatan sosial, pengajaran dan bisnis, serta
kegiatan– kegiatan lainnya; kemampuan pertukaran data digital yang cepat dalam jarak yang
jauh masyarakat yang sadar akan informasi dan mendapatkan informasi secara cukup;
menjadikan informasi sebagai komoditas bernilai ekonomis; mengakses informasi super highway
(berkecepatan tinggi); distribusi informasi berubah dari tercetak menjadi elektronik dengan
karakteristik informasi; sistem layanan berubah dari manual ke elektronis (e-service); sektor
ekonomi bergeser dari penghasil barang ke pelayanan jasa; dan kompetisi bersifat global & ketat
[CITATION Dam12 \p 75 \l 1057 ]

Kesenjangan digital menjadi salah satu masalah dari kesiapan masyarakat kita menuju
masyarakat informasi. Jika dilihat dari peneterasi pengguna internet di Indonesia, memang
jumlahnya akan terlihat besar. Namun jumlah tersebut bukan berarti mencerminkan seluruh
penggunanya cakap dalam menggunakannya. Meski penetrasi internet dan tingkat keterhubungan
di dunia meningkat setiap tahunnya, banyak wilayah di Asia Tenggara di mayoritas negara
berkembang belum mempunyai akses menggunakan internet dan perangkat elektronik
[ CITATION Jal201 \l 1057 ].

Banyak sekali masalah-masalah yang ada saat ini berakar dari kesenjangan digital.
Masifnya penyebaran informasi bohong atau hoaks sering menjadi penyebab konflik-konflik
yang terjadi. Pada masa pandemi Covid-19 saat ini contohnya, masyarakat kesulitan untuk
menemukan mana informasi yang benar dan mana yang tidak, akibat dari banjir informasi,
sampai-sampai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat istilah khusus tentang fenomena
ini, yakni infodemi.

Infodemi adalah terlalu banyak informasi termasuk informasi palsu atau menyesatkan di
lingkungan digital dan fisik selama wabah penyakit. Ini menyebabkan kebingungan dan perilaku
pengambilan risiko yang dapat membahayakan kesehatan. Ini juga menyebabkan
ketidakpercayaan pada otoritas kesehatan dan merusak respons kesehatan masyarakat. Infodemik
dapat mengintensifkan atau memperpanjang wabah ketika orang tidak yakin tentang apa yang
perlu mereka lakukan untuk melindungi kesehatan mereka dan kesehatan orang-orang di sekitar
mereka. Dengan berkembangnya digitalisasi – perluasan media sosial dan penggunaan internet –
informasi dapat menyebar lebih cepat. Ini dapat membantu mengisi kekosongan informasi
dengan lebih cepat tetapi juga dapat memperkuat pesan berbahaya[ CITATION WHO20 \l
1057 ].

Solusi Atas Masalah Ini

Jawaban atas masalah-masalah di atas adalah dengan meningkatkan literasi digital


masyarakat. Pemerintah sendiri telah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan hal ini, salah
satunya dengan meluncurkan modul literasi digital untuk sekolah dasar [CITATION DIR21 \l
1057 ]. Sekarang tinggal bagaimana kita sebagai mahasiswa berinovasi untuk
mengkomunikasikan program ini agar tersampaikan ke banyak masyarakat.

Komunikasi-komunikasi lewat media sosial, maupun sosialisasi secara konvensional


harus gencar dilakukan. Ini menjadi tantangan sekaligus solusi yang bisa ditawarkan kepada
mahasiswa agar masalah-masalah di atas bisa terselesaikan. Mahasiswa juga harus memahami
bahwa literasi digital sebagai kompetensi bukan hanya kemampuan menggunakan teknologi, tapi
juga termasuk kemampuan menganalisis, berpikir kritis, hingga dengan kontrol dari
penggunaannya yang adiktif.

Anda mungkin juga menyukai