Anda di halaman 1dari 9

PERFORASI 

GAST
PENDAHULUAN
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab perforasi
gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat
trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem
gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum.
Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan
(perforatio tecta).
Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun baru pada
tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka bedah pada ulkus
peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus
perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk ulkus
gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena
dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala setelah perbaikan sederhana. Efek
fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak awal abad 19, dan
pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun 1940. Perkembangan
selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi selektif tinggi pada akhir
1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi
postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan teknik-
teknik ini. Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi gaster, penutupan sederhana lebih
umum dikerjakan daripada reseksi gaster.

ANATOMI LAMBUNG
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus dan
duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan
limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya
secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak.
Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang terdiri
dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat
produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat
lapisan ototnya.

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya
dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan
minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenum, juga ditemukan
arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu
pada tukak peptik lambung atau duodenum.
Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan
hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan duodenum.
Saluran limf dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar paraaorta dan
preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal embrional itu terdapat
kelenjar limf yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran embrional.
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri. Impuls
nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari
n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior
(sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet
anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus untuk
visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior.

FISIOLOGI LAMBUNG
Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh fundus dan
korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam pencernaan awal
berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin.
Motilitas
Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan pencampuran makanan
serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung makanan mencapai 1500 ml
karena mampu menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa
peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang setelah
vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas penampungan pada penderita tumor
lambung lanjut sehingga cepat kenyang.
Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman. Kontraksi
yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan dengan enzim
lambung, kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tidak berlemak,
nasi, dan sayuran meninggalkan lambung dalam tiga jam, sedangkan makanan yang tinggi lemak
dapat bertahan di lambung 6-12 jam.

Cairan lambung
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung lendir,
pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini selalu
ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun secara
sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase gastrik, dan
fase intestinal ini saling mempengaruhi dan berhubungan.
Fase sefalik
Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang makanan
akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus.
Fase gastrik
Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan
peptida dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik
intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung.
Fase intestinal
Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus
halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat
sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum
akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada
pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat.

PERFORASI GASTER
Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas
akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara paralel dengan
penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari
perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster.
Etiologi
• Perforasi non-trauma, misalnya :
o akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia
o spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.
o Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia lanjut.
o Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptik
o Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
o Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus
dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

• Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya :


o trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.
o Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
o Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa dan
termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan
sindrom sabuk pengaman.
Dari hasil penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung sejak akhir tahun 2006 terhadap 38 kasus
perforasi gaster, 32 orang di antaranya adalah pengonsumsi jamu (84,2 persen) dan dari jumlah
itu, sebanyak 18 orang mengonsumsi jamu lebih dari 1 tahun (56,25 persen). Pasien yang paling
lama mengonsumsi jamu adalah sekitar 5 tahun. Frekuensi tersering mengonsumsi jamu adalah
seminggu tiga kali. Namun jamu yang mereka konsumsi adalah jamu plus obat kimia atau yang
sering dikenal dengan jamu oplosan. Dari uji laboratorium, ternyata jamu tersebut mengandung
bahan kimia. Sebagian besar zat kimia tersebut merupakan golongan obat yang bersifat
antiperadangan dan antinyeri (anti-inflamasi) nonsteroid (NSAID) di antaranya fenilbutazon,
antalgin, dan natrium diclofenac, serta golongan obat anti-inflamasi steroid di antaranya
deksametosan dan prednisone
Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum. pasien
akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari radiologis, sejumlah besar
udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum falsiparum tampak dikelilingi udara.

Patofisiologi
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena
kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal
memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah
perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko
terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke
rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan
partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis
bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai
peritonitis bakterial kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum dan
organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya
terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan
bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah
pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk
abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses
abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat
terjadi.

Tanda dan Gejala


Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan
tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan
di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim
pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut
kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di
bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi
peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk
sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang
karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang
akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita
akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti
berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes
obturator.

Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah : foto polos
abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan
CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya
jangan ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi
cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang
disebutkan sebelumnya.

Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar dari
perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan
bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem
gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus besar.
Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara, jumlah
udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah
perforasi.

Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan ini
biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli
bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi.
Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi
gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen.
Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi
jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto abdomen klasik
dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.

Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya, kualitas film
pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10
menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik
tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada
75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri.
Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah
patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar
50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika
atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear. Gambaran udara
bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat
dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri.
Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah
abdomen.

Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini
berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah
sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga
untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh.
Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

CT scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah
perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni
dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.
Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara
lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif.
Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan
dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan
bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu
mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan
cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak
selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan
murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan
kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit
sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral
minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi
bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat
menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan
bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka
prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik
terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut akan
meningkatkan resiko kematian :
• Usia lanjut
• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
• Malnutrisi
• Timbulnya komplikasi
Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum
operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian
antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan
nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif
dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah :


• Koreksi masalah anatomi yang mendasari
• Koreksi penyebab peritonitis
• Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit
dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung)
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak
yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan
umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan
memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah
kekambuhan.
Perforasi gaster pada periode neonatal
Meskipun perforasi gaster jarang terjadi, penyakit ini lebih sering terjadi pada anak daripada
dewasa, dan biasanya terjadi di ICU neonatal.
Tiga mekanisme telah diajukan untuk perforasi gaster pada neonatal : traumatik, iskemik, dan
spontan. Etiologi spesifik dapat sulit ditentukan karena bayi biasanya sakit dan patologi aktual
menyediakan hanya sedikit petunjuk. Kebanyakan perforasi gaster adalah akibat trauma
iatrogenik.
Cedera paling umum adalah akibat pemasangan pipa orogastrik atau nasogastrik yang terlalu
bertenaga. Perforasi biasanya di sepanjang kurvatura mayor dan tampak sebagai luka tusuk atau
laserasi pendek. Perforasi gaster traumatik dapat muncul sebagai akibat distensi gaster yang
hebat selama ventilasi tekanan positif selama resusitasi bag-mask atau ventilasi mekanik untuk
gagal napas.

Mekanisme perforasi iskemik sulit diterangkan karena kasus ini dihubungkan dengan kondisi
stress fisiologis berat seperti prematuritas hebat, sepsis, dan asfiksia neonatal. Perforasi gastrik
iskemik telah dilaporkan dalam hubungan dengan enterokolitis nekrotikans. Karena stress ulcer
gaster telah dilaporkan pada berbagai bayi yang sakit kritis, telah diajukan bahwa perforasi gaster
sebagai akibat dari nekrosis transmural.
Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat, biasanya dalam minggu
pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7. Istilah spontan menyatakan penyebab
yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan atau iskemia, trauma dari intubasi gastrik, obstruksi
intestinal atau insuflasi aksidental selama bantuan ventilasi. Meskipun stress perinatal dan
prematuritas tidak umum dihubungkan, tidak ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi
pada setidaknya 20% kasus.
Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek kongenital dinding
muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum pernah dilaporkan.
Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi steroid postnatal untuk mencegah atau
terapi BPD. Kebanyakan bayi diberi makan secara normal sampai saat terjadi perforasi.
Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi mekanik daripada iskemia sebagai
penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan gejala akut
abdomen disertai sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal
yang signifikan. Vomitus adalah gejala yang tidak konsisten. Konfirmasi radiografi akan
pneumoperitoneum masif adalah sugestif dan studi kontras untuk mengkonfirmasi diagnosis
tidak diindikasikan. Tanda-tanda syok hipovolemik dan sepsis melengkapi gambaran klinik.
Perforasi pada bayi baru lahir merupakan kegawatdaruratan bedah. Karena ukuran yang besar
dan tempat perforasi yang proksimal, bayi-bayi ini dapat mendapat pneumoperitoneum dengan
progresifitas cepat yang dihubungkan dengan bahaya kardiopulmoner.
Sebelum intervensi bedah, selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi jarum abdomen
dengan kateter intravena besar mungkin diperlukan. Pipa nasogastrik sebaiknya dipasang ketika
resusitasi cepat dikerjakan. Pada bayi dengan berat lahir yang sangat rendah yang mengalami
perforasi terisolasi, drainse peritonel saja dapat encukupi. Udara bebas persisten atau asidosis
berkelanjutan dan bukti peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan bedah
kebanyakan perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu gastrostomi
mungkin menjamin. Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari. kerusakan sering
melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura mayor membuat pembagian
omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung posterior diperlukan bahkan jika gangguan
ditemukan juga di dinding anterior. Area multipel dari cedera harus dikecualikan. Terapi suportif
yang giat post operatif bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena
diperlukan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi angka ketahanan hidup tampaknya adalah
interval antara onset gejala dan dimulainya terapi definitif, luas kontaminasi peritonel, derajat
prematuritas dan keparahan konsekuensi asfiksia. Berkaitan dengan masalah-masalah yang
berhubungan dengan sepsis dan gagal napas sering ditemukan pada bayi prematur, angka
mortalitas perforasi gaster menjadi tinggi, berkisar antara 45% sampai 58%.
Komplikasi
• Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
• Kegagalan luka operasi
o Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat
terjadi segera atau lambat
o Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :
 Malnutrisi
 Sepsis
 Uremia
 Diabetes mellitus
 Terapi kortikosteroid
 Obesitas
 Batuk yang berat
 Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
• Abses abdominal terlokalisasi
• Kegagalan multiorgan dan syok septik
o Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik,
seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia),
leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
o Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
 Hilangnya tonus vasomotor
 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Depresi myokardial
 Pemakaian leukosit dan trombosit
 Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan prostaglandin,
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
 Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler
o Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari gram-positif,
mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.
• Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH
• Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan sistem
multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa gaster
• Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif
• Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium postoperatif:
o Usia lanjut
o Ketergantungan obat
o Demensia
o Abnormalitan metabolik
o Infeksi
o Riwayat delirium sebelumnya
o Hipoksia
o Hipotensi Intraoperatif/postoperatif

DAFTAR RUJUKAN

 Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum,
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.
 Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta.,
Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius,
Jakarta : 2000
 Azer, Samy A., Intestinal Perforation – emedicine available from,
http://www.emedicine.com/med/topic2822.htm
 Medcyclopaedia – Gastric rupture, available from
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_rupture
 Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric Perforation in Neonatal Period,
available from www.medicaljournal-ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf
 Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early radiological diagnostics of
gastrointestinal perforation, available from www.onko-
i.si/uploads/articles/Radiology_40_2_2.pdf
 Hermana, Asep., Awas, Bahaya Jamu Oplosan! Available from http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2007/072007/05/cakrawala/lainnya

Anda mungkin juga menyukai