OLEH :
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di dunia kurang lebih
13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar 2,7%. Sementara pada
tahun 2009 terdapat kuranglebih 18 juta orang dengan angka prevalensi sebesar 4,2%.
Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%. Terjadinya
fraktur tersebut termasuk didalamnya insiden kecelakaan, cedera olahraga, bencana
kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya (Mardiono, 2010).
Survey kesehatan Nasional mencatat bahwa kasus fraktur pada tahun 2008 menunjukan
bahwa prevalensi fraktur secara nasional sekitar 27,7%. Prevalensi ini khususnya pada
laki-laki mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 dari 51,2% menjadi 54,5%.
Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu sebanyak 2% di tahun 2009, pada
tahun 2010 menjadi 1,2% (Depkes RI, 2010)
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peran dalam melakukan
asuhan keperawatan kepada pasien yang meliputi peran promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Dalam upaya promotif perawat berperawat berperan dalam memberikan
pendidikan kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala dari penyakit
sehingga dapat mencegah bertambahnya jumlah penderita. Dalam upaya preventif,
perawat memberi pendidikan kesehatan mengenai cara-cara pencegahan agar pasien tidak
terkena penyakit dengan membiasakan pola hidup sehat.
Peran perawat dalam upaya kuratif yaitu memberikan tindakan keperawatan sesuai
dengan masalah dan respon pasien terhadap penyakit yang diderita, seperti : memberikan
pasien istirahat fisik dan psikologis, mengelola pemberian terapi oksigen. Sedangkan
peran perawat dalam upaya rehabilitatif yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada
pasien yang sudah terkena penyakit agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan
(Sutrisno, 2013)
B. Tujuan Penulisan
Mengetahui dan mengerti masalah tentang fraktur dan asuhan keperawatan pada klien
dengan fraktur
1. Melakukan pengkajian tentang fraktur
2. Mengidentifikasi diagnosis keperawatan fraktur
3. Menyusun intervensi keperawatan fraktur
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Fraktur
a. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Herdman, 2012).
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang
disebabkan oleh ruda paksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total maupun
sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenagafisik tulang itu
sendiri dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012). Fraktur dapat terjadi di bagian
ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas.
Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk
lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan bawah
(pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat meimbulkan
pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi, dan rasa
nyeri (Ghassani, 2016).
b. Etiologi atau faktor resiko
1. Trauma
c. Klasifikasi
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe fraktur yang
telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi (Black, 2014). Menurut
Wahid (2013) penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis, di bagi menjadi beberapa kelompok yaitu :
a. Berdasarkan sifat fraktur
1. Fraktur tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena kulit masih utuh tanpa
komplikasi.
2. Fraktur terbuka (Open/ Compound), apabila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur
1. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti :
- Hair line fracture (patah retak rambut). Hal ini disebabkan oleh stress
yang tidak biasa atau berulang-ulang dan juga karena berat badan terus
menerus pada pergelangan kaki.
- Buckle atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
- Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma:
1. Fraktur tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3. Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fieksi yang
mendorong tulang arah permukaan lain.
5. Fraktur avulsi: Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah
1. Fraktur komunitif: Fraktur dimana garis patah lebuh dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur segmental: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3. Fraktur multiple: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
(a) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): Garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan masih utuh.
(b) Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
- Dislokasi ad longitudinam cum contraction (pergeseran searah sumbu
dan overlapping)
- Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh.
f. Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
g. Fraktur patologis: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
d. Pathways
e. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga
bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon,
karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat
tersebut. Fagositosis dan
Pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas
dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat
berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah (Sjamsuhidajat, 2010, hlm.105).
f. Manifestasi klinik
Menurut Black, (2014) mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis
klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur sering
langsung tampak jelas; beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen (sinar x).
Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut. Deformitas
Pembengkakan (edema), Echimosisi (memar), Spasme otot , Nyeri, Ketegangan
Kehilangan fungsi, Pegerakan abnormal dan krepitasi, Perubahan neurovaskular.
Syok.
a. Deformitas
c. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
f. Tendernes atau keempuka
g. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
i. Pergerakan abnormal
k. Krepitasi
g. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik fraktur menurut (Kozier, 2011) adalah :
1. Foto Rontgen : Untuk mengetahui lokasi, tipe fraktur dan garis fraktur secara
langsung. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodik.
2. Skor tulang tomography, skor C1, MRI : dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
h. Komplikasi
Menurut Wahid (2013) komplikasi fraktur dibedakan menjadi komplikasi awal dan
lama yaitu:
a. Komplikasi awal
1. Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergency splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
3. Infeksi : pada trauma orthopedik infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi juga bisa
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
6. Kekauan sendi : hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu lama.
Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan gerak, hal ini dapat
diatasi dengan fisioterapi.
7. Fat embolism syndrome : Kompilasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur
tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipneu dan
demam.
b. Komplikasi lanjut.
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya fraktur pada
pasien yang telah menjalani proses pembedahan. Menurut kutipan dari Smeltzer dan
Bare (2013), komplikasi ini dapat berupa:
1. Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan penyakit
degeneratif sendi pasca trauma.
3. Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
4. Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf menebal akibat
adanya fibrosis intraneural.
a. Penatalaksanaan Medis
menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan teknik yang sesuai untuk
- Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang
yang dapat dicapai dengan reduksi tertutup atau reduksi terbuka. Reduksi
tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur,
reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi
fiksasi internal tersebut antara lain pen, kawat, skrup dan plat. Alat-alat
- Retensi
mengalami fraktur.
- Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan,
lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post
bedah.
(iii) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.
Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6
b. Penatalaksanaan Keperawatan
I. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomer register, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosis medis (Padila, 2012).
2) Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga akan
kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan menurut Padila (2012) :
a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk 21 c) Region : Radiation, relief :
Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
3) Riwayat penyakit sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak
aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002)
4) Riwayat penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses
perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat, 2010)
5) Riwayat penyakit keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi
perawatan post operasi
6) Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari (Padila, 2012).
7) Pola Kebiasan
8) Pola Nutrisi
Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan pola
nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi
9) Pola Eliminasi
Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi
dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
10) Pola Istirahat
Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang berarti,
namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali.
11) Pola Aktivitas
Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga aktivitas
pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan
pasien masih dapat melakukannya sendiri (Graham, 2012).
b. Pemeriksaan Fisik
2. Scan Tulang, Temogram atau Scan CT/MRIB untuk memperhatikan fraktur lebih
perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respon terhadap peradangan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
Seorang anak laki laki bernama An. M berumur 16 tahun dirawat di Ruangan
Rawat Inap Tulip RSUD Sultan Fatah Demak dengan diagnosa medis fraktur. Pasien
masuk RS pada tanggal 3 Juni 2021 pukul 17.00 WIB melalui IGD, keluarga pasien
mengatakan pasien masuk rumah sakit karena nyeri pada jari kaki sebelah kanan.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan didapatkan data subyektif
pasien mengatakan nyeri pada jari kaki sebelah kanan. Dengan data objektif
pasien tampak lemas, pucat, tampak meringis saat nyeri muncul dengan TTV TD
100/90 mmHg, denyut nadi kuat, nadi sebanyak 90x/menit, RR 20 x/menit, dan
suhu 36 oC. Sehingga penulis menegakkan diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik. (D.0077)
2. Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan didapatkan data objektif
capilary refill <3 detik, turgor kulit tidak elastis, dengan TTV Td 100/90 mmHg
Nadi 60x/menit suhu 360C, pernapasan 20x/menit. sehingga penulis menegakkan
diagnosa hipovolemia berhubungan dengan kekurangaan intake cairan (D.0023)
3. berdasarkan hasil pengkajian yaang sudah dilakukaan didapatkan data subyektif
pasien mengatakan kesulitan bergerak. Dengan data objektif TTV TD 100/90
mmHg, nadi 68x/menit, suhu 360C, pernapasan 20x/menit, kekuatan otot
ekstremitas dextra nilai 3333. Sehingga penulis menegakkan diagnosa gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal (D.0054)
3. Intervensi
1. Pada diagnosa nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, tekanan darah meningkat diharapkan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24 jam keluhan nyeri dari cukup meningkat 2
menjadi cukup menurun 4, meringis dari cukup meningkat 2 menjadi cukup
menurun 4, napsu makan dari cukup menurun 2 menjadi cukup meningkat 4.
Dengan intervensi identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri,
identifikasi respon nyeri non verbal, berikan teknik nonfarmakologis rasa nyeri,
kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri, jelaskan strategi meredakan nyeri, kolaborasi pemberian analgetik
(1.08238)
2. Pada diagnosa hipovolemia berhubungan dengan kekurangaan intake cairan d.d
nadi teraba lemah, turgor kulit menurun diharapakan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam status cairan membaik dengan kriteria hasil
Turgor kulit cukup menurun (2) menjadi cukup meningkat (4), Frekuensi nadi
cukup memburuk (2) menjadi cukup me utama manajemen hipovolemia, Periksa
tanda dan gejala hipovolemia, Monitor intake dan output cairan, Hitung
kebutuhan cairan, Berikan asupan cairan total, Anjurkan perbanyak asupan
cairan, Kolaborasi pemberian terapi Iv, Kolaborasi pemberian produk darah
ningkat (4), Tekanan darah sedang (3) menjadi membaik (5). Dengan intervensi
( I.03116 )
3. Pada diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal d.d mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot
menurun diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil Pergerakan ekstremitas cukup
menurun (2) menjadi cukup meningkat (4), Kekuatan otot cukup menurun (2)
menjadi cukup meningkat (4). Dengan Intervensi utama dukungan mobilisasi
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya, Identifiksi toleransi fisik
terhadap pergerakan, Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu, Libatkan
keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakkan, Jelaskan
tujuan dan prosedur mobilisasi, Anjurkan melakukan mobilisasi dini (1.05173)
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
1. Riwayata Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan pasien mengatakan nyeri pada
jari kaki sebelah kanan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2009).
2. Riwayat Kesehatan Lalu
Pada saat dilakukan pengkajian riwayat kesehatan dahulu keluarga mengatakan
bahwa klien tidak mempunyai riwayat penyakit menular apapun
3. Pengkajian Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pada An. M didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
compos mentis E4, V5, M6, tekanan darah didapatkan 100/90 mmHg, denyut nadi
kuat, nadi sebanyak 90 x/menit, RR 20 x/menit, dan suhu 36 oC. Pemeriksaan
sistemik pada pasien didapatkan turgor kulit kurang elastis dan kulit kering,
konjungtiva mata tidak pucat, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, mukosa bibir
lembab. Pada pemeriksaan dada didapatkan tidak terdapat luka di dada, tidak terdapat
benjolan abnormal, ekspansi dada simetris, suara nafas vesikuler, suara perkusi sonor,
irama napas tidak teratur, kedalaman napas dalam. Iktus cordis tidak tampak, suara
pekak, tidak terdapat pembesaran jantung.
Pemeriksaan abdomen normal, tidak terdapat pembesaran hati. Pada pemeriksaan
ektremitas, didapatkan luka terbuka pada jari kaki sebelah kanan, tidak terdapat luka
pada kaki, kekuatan otot ektremitas bawah 3, ekstremitas atas 5, tangan kanan
terpasang infus sejak 3 juni 2021, akral dingin.
B. Diagnosa
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap adanya pengalaman dan
respon individu, keluarga ataupun komunitas terhadap masalah kesehatan, pada risiko
masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan adalah bagian
vital dalam menentukan proses asuhan keperawatan yang sesuai dalam membantu pasien
mencapai kesehatan yang optimal. Mengingat diagnosis keperawatan sangat penting
maka dibutuhkan standar diagnose keperawatan yang bisa diterapkan secara nasional di
Indonesia dengan mengacu pada standar diagnosa yang telah dibakukan sebelumnya
(PPNI, 2016).
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan didapatkan data subyektif pasien
mengatakan nyeri pada jari kaki sebelah kanan. Dengan data objektif pasien tampak
lemas, pucat, pusing, tampak meringis saat nyeri muncul dengan TTV TD : 100/90
mmHg, denyut nadi kuat, nadi sebanyak 90 x/menit, RR 20 x/menit, dan suhu 36 oC.
Sehingga penulis menegakkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (D.0077)
Dari data yang didapatkan hal tersebut sesuai dengan teori menurut PPNI (2016),
yaitu nyeri akut. Munculnya masalah keperawatan tersebut disebabkan oleh fraktur atau
agen pencedera fisik, dengan gejala dan tanda mayor data subjektif ditemukan lelah, data
objektif ditemukan luka terbuka pada jari kaki sebelah kanan. Kondisi klinis terkait yang
sesuai yaitu fraktur.
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan didapatkan data objektif capilary
refill <3 detik, turgor kulit tidak elastis, dengan TTV Td 100/90 mmHg Nadi 60x/menit
suhu 360C, pernapasan 20x/menit. sehingga penulis menegakkan diagnosa hipovolemia
berhubungan dengan kekurangan intake cairan (D.0023)
Dari data yang didapatkan hal tersebut sesuai dengan teori menurut PPNI (2016),
yaitu hipovolemia. munculnya masalah keperawatan tersebut disebabkan oleh
kekurangan intake cairan, dengan gejala dan tanda mayor data objektif ditemukan nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membran mukosa kering.
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukaan didapatkan data subyektif
pasien mengatakan kesulitan bergerak. Dengan data objektif TTV TD 100/90 mmHg,
nadi 68x/menit, suhu 360C, pernapasan 20x/menit, kekuatan otot ekstremitas dextra nilai
3333. Sehingga penulis menegakkan diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan muskuloskeletal (D.0054)
Dari data yang didapatkan hal tersebut sesuai dengan teori menurut PPNI (2016),
yaitu mobilitas fisik. munculnya masalah keperawatan tersebut disebabkan oleh
gangguan muskuloskeletal, dengan gejalan dan tanda mayor data subyektif mengeluh
sulit menggerakkan ekstremitas, daan data objektif kekuatan otot menurun.
C. Luaran
Luaran yang saya ambil adalah luaran utama semua
a. Tingkat nyeri (08066)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri berkurang
dengan KH
Keluhan nyeri dari meningkat 1 menjadi sedang 3
Meringis 1 menjadi sedang 3
Tekanan darah memburuk 1 menjadi sedang 3
b. Status Cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan status cairan membaik dengan
KH
- Turgor kulit cukup menurun (2) menjadi cukup meningkat (4)
- Frekuensi nadi cukup memburuk (2) menjadi cukup meningkat (4)
- Tekanan darah sedang (3) menjadi membaik (5)
c. Mobilitas Fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan status cairan membaik dengan
KH
- Pergerakan ekstremitas cukup menurun (2) menjadi cukup meningkat (4)
- Kekuatan otot cukup menurun (2) menjadi cukup meningkat (4)
D. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan yang dirancang oleh perawat, atau
suatu perawatan yang di lakukan berdasarkan penilaian secara klinis dan pengetahuan
perawat yang bertujuan untuk meningkatkan outcome pasien atau klien. Perencanaan
keperawatan mencakup perawatan langsung serta perawatan tidak langsung. Kedua
perawatan ini ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat dan orang-orang yang
dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberian layanan kesehatan lainnya
(PPNI, 2018)
Mengambil pada diagnosis nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis
(D.0077) Diambil intervensi utama yaitu manajemen nyeri (1.08238)
a. Observasi
identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan skala
nyeri,
untuk mengetahui respon nyeri pasien. Mengatur posisi fisiologi untuk menambah
asupan oksigen ke jaringan yang mengalami iskemia dapat meningkat
(Muttaqin,2014)
b. Terapeutik
Berikan teknik non farmakologis
Berikan teknik relaksasi progresif yang individual dan diharapkan dapat efektif
dan mampu mencapai kenyamanan, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, ajarkan
teknik guide imagery (Wilkinson & Ahem, 2011)
c. Edukasi
Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan suplai oksigen
sehingga nyeri akan berkurang (Muttaqin,2014). Menurut penelitian keefektifan
teknik relaksasi nafas dalam dilakukan 15-20 menit guna mendapatkan hasil yang
maksimal sehingga dapat meminimalkan nyeri yang dirasakan pada pasien.
Teknik relaksasi nafas dalam menunjukkan bawah 60% sampai 70% pasien
dengan nyeri yang disertai ketegangan dapat berkurang sampai 50% setelah
melakukan latihan relaksasi nafas dalam. Hasil penelitian dan pengaruh relaksasi
nafas dalam sangat signifikan antara teknik relaksasi nafas dalam dan penurunan
skala nyeri. Hal ini dikarenakan, teknik relaksasi yang efektif dapat menurunkan
tekanan darah, denyut nadi, mengurangi tencion hedache, menurunkan
ketegangan otot, dan mengurangi tekanan gejala pada individu yang mengalami
berbagai situasi. ( Mulyadi, Supratman, & Yulian, 2015)
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
Tujuannya untuk dapat mengurangi dan menghilangkan nyeri (Wilkinson &
Ahem, 2011)
Pemberian resusitasi cairan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan cepat diharapkan
dapat meningkatkan status sirkulasi.Dikarenakan terapi cairan dapat meningkatkan
aliran pembuluh darah dan meningkatkan cardiac output yang merupakan bagian
terpenting dalam penanganan syok (Finfer, 2013). Akan tetapi kekeliruan pemberian
resusitasi cairan akan berakibat fatal, maka dari itu untuk mempertahankan
keseimbangan cairan diperlukannya input cairan yang sama untuk mengganti cairan
yang hilang, dan tujuan resusitasi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan
cairan, melainkan tindakan penyelamatan jiwa untuk menekan angka kematian
(Holley 2012). ( MAN Hidayatullah. 2018)
Pasien yang mengalami fraktur tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasanya
Hal ini sejalan dengan penelitian (Sulistyowati & Handayani, 2012), bahwa pasien
yang mengalami fraktur tidak dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri disebabkan
oleh keterbatasan gerak sendi. Memberikan penjelasan sebelum melakukan tindakan
dilakukan selama tiga hari mengalami perubahan pengetahuan karena pasien setuju
dengan tindakan yang akan diberikan. Menurut pembahasan (Tarwoto & Wartonah,
2015), dengan memberikan education dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
termotivasi.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis,
dinamis, dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah
kesehatan klien/pasien, dimulai dari pengkajian sampai penentuan rencana tindakan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh
darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Herdman, 2012).
Berdasarkan hasil studi kasus asuhan keperawatan An. M dengan Fraktur dapat dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian pada An. M didapatkan data klien menderita Fraktur, kesadaran klien
compos mentis (GCS 15) keadaan umum baik, tekanan darah didapatkan 100/90
mmHg, denyut nadi kuat, nadi sebanyak 90 x/menit, RR 20 x/menit, dan suhu 36 oC.
Pasien mengatakan nyeri pada jari kaki sebelah kanan, karakteristik seperti tertusuk-
tusuk, skala nyeri 7, lamanya nyeri yaitu hilang timbul.
2. Diagnosis keperawatan yang muncul pada An.M adalah nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik,
3. Intervensi untuk diagnosis pertama nyeri akut berhubungan pencedera fisiologis yaitu
identifikasi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas, intensitas dan skala nyeri,
berikan teknik non farmakologis, ajarkan teknik relaksasi nafas, kolabora pemberian
analgetik jika perlu
B. Saran
a. Bagi Penulis
Penulis diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan asuhan keperawatan
selanjutnya pada pasien dengan Fraktur serta dapat melakukan melakukan analisa
secara lebih mendalam pada kasus tersebut
b. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan informasi dari berbagai sumber lain
tentang asuhan keperawatan pasien dengan fraktur, serta dapat menjadikan laporan
ini sebagai bahan pembelajaran dan data pembanding mengenai asuhan keperawatan
pada pasien dengan fraktur sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih luas
kepada pasien tentang fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Reeves, Charlene J. et al. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika
Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Sulistyowati, D., & Handayani, F. (2012). Peran perawat dalam pelaksanaan personal hygiene
menurut persepsi pasien imobilitas fisik. Jurnal Ners Undip, 169-174. Retrieved april
16, 2018, from http://ejournal-S1.undip.ac.id/index.php/jnursing.
Suratun, 2008. Klien Gangguan sistem Muuskuloskeletal. Seri Asuhan Keperawatan; Editor
Monika Ester, Jakarta: EGC.
Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Keperawatan Intervensi Indonesia: Definisi dan
Tndakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
EVALUASI KLINIS UNTUK PRESEPTEE
Sikap Umum
No Sikap 1 2 3 4 5 NA
1 Mengidentifikasi dan menentukan tujuan belajar
2 Mengidentifikasi kebutuhan untuk panduan
mencari dari sumber yang terpercaya
3 Mengikuti rekomendasi dari kritik yang
konstruktif
4 Mencari kesempatan untuk memenuhi tujuan
belajar
5 Bekerja secara efektif dengan individu dan tim
6 Berpikir kritis tentang banyaknya variable ketika
praktik klinis
7 Mengevaluasi dan memperbaiki kemampuan
komunikasi baik secara verbal dan nonverbal
maupun tertulis
8 Menganalisa situasi klinis menggunakan teori
keperawatan
9 Menjadi advokat untuk pasien maupun kolega
10 Mengaplikasikan pengetahuan kedalam praktik
klinik
11 Mengaplikasikan strategi administrative kedalam:
a. Merencanakan perawatan pasien yang
berkuaitas
b. Mengorganisir perawatan pasien yang
berkualitas
c. Memberikan secara langsung perawatan
pasien yang bekualitas
12 Memberikan kontribusi yang signifikan
13 Mengevaluasi manajemen perawatan pasien baik
dari segi structural, proses dan luaran
14 Mendemonstrasikan pendekatan profesiona saat
penyelesaian konflik
15 Mengaplikasikan temuan penelitian dan literature
16 Mengidentifikasi masalah untuk penelitian
keperawatan selanjutnya
17 Memenuhi waktu target (deadline)
Komentar :
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
Keterangan
NA = No oprtunity atau not observed
1 = tidak pernah
2 = jarang
3 = kadang-kadang
4 = sering
5 = selalu
KONTRAK BELAJAR
Ruang/Unit : Online