Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

Penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pasal 4 ayat (1)
Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara,
dan sebagainya;
2. penghasilan dari usaha dan kegiatan;

1
3. penghasilan dari modal atau investasi, yang berupa harta gerak ataupun harta tidak
bergerak seperti bunga, deviden, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau
hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
4. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Dilihat dari penggunaannya (outflow), penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan
dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

Pajak Penghasilan Pasal 21


PPh Pasal 21 adalah PPh yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam negeri. UU No. 36 Tahun 2008: Pasal 21.

2
PPh Pasal 21, Ditanggung Pemerintah
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah, diberikan kepada pekerja yang bekerja pada
pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu dengan jumlah penghasilan
bruto di atas PTKP dan tidak lebih dari Rp. 5.000.000,00 dalam satu tahun. Termasuk
dalam pengertian usaha tertentu (Permenkeu No. 43/PMK.03/2009) tersebut meliputi:
1. kategori usaha pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan
kehutanan;
2. kategori usaha perikanan; dan
3. kategori usaha industry pengolahan

Pajak Penghasilan Pasal 22


adalah PPh yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-

3
badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Pajak Penghasilan Pasal 23


adalah PPh yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang dibayarkan
atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Pajak Penghasilan Pasal 24


merupakan PPh yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajak Pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar

4
negeri tersebut dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.

Pajak Penghasilan Pasal 25


adalah angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam
tahun pajak berjalan. Besarnya angsuran pajak tersebut (PPh Pasal 25) digunakan
sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib
Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan.

Pajak Penghasilan Pasal 26


PPh Pasal 26 merupakan PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri selain bentuk
usaha tetap di Indonesia yang pemenuhannya seperti disebutkan di atas.

5
Pengenaan PPh menurut UU PPh Indonesia menganut dua sistem, yaitu:
1. Sistem pemenuhan sendiri
Pada sistem ini, kewajiban perpajakan bagi WP luar negeri yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
2. Sistem pemotongan
Pada sistem ini, dilakukan pemotongan pajak terhadap penghasilan oleh pihak yang
wajib membayar bagi WP luar negeri lainnya
PPh Pasal 26 merupakan PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri selain bentuk
usaha tetap di Indonesia yang pemenuhannya seperti disebutkan di atas.

Pasal 28A
apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil daripada
jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah

6
dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah
diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksinya.

Pasal 29
apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada
kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembyaran
pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan
disampaikan.

Akuntansi PPh Pasal 21


Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah PPh yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam negeri. (UU No. 36 Tahun 2008: Pasal 21)

7
Pemotong PPh Pasal 21
1. Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai;
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas
pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi
atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar:
a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak
Dalam Negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan

8
bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya;
b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan
dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Luar Negeri;
c. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional
dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan.
Contoh 1.
Pada 01 Januari 2016, Tuan Budi berstatus kawin dan mempunyai tanggungan 1 (satu)
orang anak, bekerja pada PT. Jaya dengan gaji Rp. 6.000.000,00 sebulan dan diberikan
tunjangan pajak sebesar Rp. 200.000,00. Iuran pensiun yang dibayar Tuan Budi sebesar
Rp. 150.000,00 sebulan ke Yayasan Dana Pensiun yang pendiriannya disahkan oleh
Menteri Keuangan. Adapun rincian gaji tersebut sebagai berikut:
Gaji sebulan : Rp. 6.000.000,00
Tunjangan pajak : Rp. 200.000,00
PPh Pasal 21 terutang : Rp. 214.000,00
Iuran pensiun yang dibayar : Rp. 150.000,00

9
Berdasarkan data tersebut, ayat jurnal yang dibuat PT. Jaya adalah sebagai berikut:
a. Saat membayar gaji
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Januari 31 Biaya gaji dan upah Rp. 6.000.000
Tunjangan pajak Rp. 200.000
PPh Pasal 21 terutang Rp. 214.000
Iuran pensiun terutang Rp. 150.000
Kas Rp. 5.836.000

b. Saat penyetoran PPh Pasal 21 dan iuran pensiun (misal: 10 Februari 2016)
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Febr 10 PPh Pasal 21 terutang Rp. 214.000
Iuran pensiun terutang Rp. 150.000
Kas Rp. 364.000

10
c. Saat membebankan biaya atas tunjangan pajak
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Saldo laba Rp. 200.000
Tunjangan pajak Rp. 200.000

Contoh 2.
Pada bulan Januari 2016, PT Jaya membayar gaji dan upah sebagai berikut:
Jumlah bruto = Rp. 200.000.000,00
Potongan:
1. Iuran pensiun = Rp. 10.000.000,00
2. Premi Jamsostek = Rp. 5.000.000,00
3. Pajak Penghasilan = Rp. 25.000.000,00
Rp. 40.000.000,00
Jumlah yang dibayarkan = Rp. 160.000.000,00

11
Ayat jurnal yang dibuat PT. Jaya

a. Saat membayar gaji dan upah


Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Januari 05 Gaji dan Upah 200.000.000
Iuran Pensiun terutang 10.000.000
Premi Jamsostek terutang 5.000.000
PPh Pasal 21 terutang 25.000.000
Kas 160.000.000
Keterangan
Iuran Jamsostek tersebut diatas hanyalah iuran Jamsostek yang ditanggung pegawai.
Sedangkan iuran Jamsostek yang ditanggung perusahaan (misalnya, iuran Jamsostek
yang ditanggung PT. Jaya sebesar Rp. 5.000.000,00) harus dicatat sebagai berikut :
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Januari 05 Premi Jamsostek 5.000.000
Premi Jamsostek terutang 5.000.000

12
b. Saat menyetor PPh dan Iuran Jamsostek
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Februari 10 Premi Jamsostek terutang 10.000.000
Iuran Pensiun terutang 10.000.000
PPh Pasal 21 terutang 25.000.000
Kas 45.000.000
PPh Pasal 21, Ditanggung Pemerintah
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah, diberikan kepada pekerja yang bekerja pada
pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu dengan jumlah penghasilan
bruto di atas PTKP dan tidak lebih dari Rp. 5.000.000,00 dalam satu tahun. Termasuk
dalam pengertian usaha tertentu (Permenkeu No. 43/PMK.03/2009) tersebut meliputi:
4. kategori usaha pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan
kehutanan;
5. kategori usaha perikanan; dan
6. kategori usaha industri pengolahan

13
Akuntansi PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Pemungut PPh Pasal 22


1. Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya,
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam
pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi
yang sama;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha
produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen; dan
3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atau penjualan barang
yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak Badan tertentu ini

14
akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi criteria tertentu sebagai
barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun
harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium
sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.
Contoh 1 :
PT. Jaya adalah distributor tunggal semen Tiga Roda, pada tanggal 05 Januari 2016
menjual semen seharga Rp. 400.000.000,00 kepada PT. ABC secara tunai. Tarif PPh
Pasal 22 sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.
a. Saat terjadi transaksi
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Kas 401.000.000
PPh Pasal 22 terutang 1.000.000
Penjualan 400.000.000
Perhitungan :
PPh Pasal 22 = 0,25% x Rp. 400.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00

15
b. Saat menyetor PPh Pasal 22
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
PPh Pasal 22 terutang 1.000.000
Kas 1.000.000

Contoh 2 :
Pada tanggal 15 Januari 2016, PT ABC mengimpor barang dari USA dengan harga US $
200.000. Premi asuransi yang dibayar di luar negeri 5%, dan biaya angkut sebesar 10%
dari harga barang. Bea Masuk (BM) dan Bea Masuk Tambahan (BMT), masing-masing
10% dan 20% dari harga CIF. Kurs yang berlaku saat itu US $ 1 = Rp. 10.000,00
Diminta : Hitunglah besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, jika :
a. PT ABC memiliki API;
b. PT ABC tidak memiliki API;

16
Jawab :
Harga barang (Cost) = Rp. 2.000.000.000,00
Premi asuransi (5%xRp. 2.000.000.000,00) = Rp. 100.000.000,00
Biaya angkut (10%xRp. 2.000.000.000,00) = Rp. 200.000.000,00
Harga CIF = Rp. 2.300.000.000,00
BM (10%xRp. 2.300.000.000,00) = Rp. 230.000.000,00
BMT (20%xRp. 2.300.000.000,00) = Rp. 460.000.000,00
Nilai Impor = Rp. 2.990.000.000,00

a. Jika PT ABC mempunyai API


Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Januari 15 Pembelian 2.990.000.000
PPh Pasal 22 74.750.000
Kas 3.064.750.000
Perhitungan :
PPh Pasal 22 = 2,5% x Rp. 2.990.000.000,00 = Rp. 74.750.000,00

17
b. Jika PT ABC tidak mempunyai API
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Januari 15 Pembelian 2.990.000.000
PPh Pasal 22 224.250.000
Kas 3.214.250.000
Perhitungan :
PPh Pasal 22 = 7,5% x Rp. 2.990.000.000,00 = Rp. 224.250.000,00

Akuntansi PPh Pasal 23


Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah PPh yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal
21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.

18
Pemotong PPh Pasal 23:
1. Badan Pemerintah;
2. Subjek pajak badan dalam negeri;
3. Penyelenggara kegiatan;
4. Bentuk usaha tetap;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kantor
Pelayanan Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23, yaitu:
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT, kecuali PPAT tersebut adalah camat,
pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; atau
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha dan menyelenggarakan pembukuan, atas
pembayaran berupa sewa.
Contoh 1 :
Pada tanggal 5 Maret 2016, Budi memperoleh penghasilan berupa bunga deposito dari
Bank Bumi Artha sebesar Rp. 20.000.000,00
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2006
Maret 5 Kas 17.000.000
PPh Pasal 23 3.000.000
Pendapatan bunga 20.000.000

19
Perhitungan :
PPh Pasal 23 = 15% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 3.000.000,00

Keterangan :
Jumlah PPh Pasal 23 tersebut pada akhir tahun dapat dikreditkan terhadap PPh terutang.

Contoh 2
Pada tanggal 01 Maret 2016 PT. Jaya membayar bunga pinjaman kepada PT. ABC
sebesar Rp. 40.000.000,00. Atas pembayaran tersebut dipotong PPh Pasal 23 sebesar
15% dari jumlah bruto.
Ayat jurnal yang dibuat PT. Jaya
a. Saat pembayaran bunga
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Biaya bunga 40.000.000
PPh Pasal 23 terutang 6.000.000
Kas 34.000.000
Perhitungan :
PPh Pasal 23 = 15% x Rp. 40.000.000,00 = Rp. 6.000.000,00

20
b. Saat menyetor ke kas negara melalui Bank Persepsi
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
PPh Pasal 23 terutang 6.000.000
Kas 6.000.000

Ayat jurnal yang dibuat PT. ABC


a. Saat menerima bunga
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Kas 34.000.000
PPh Pasal 23 6.000.000
Pendapatan bunga 40.000.000

21
b. Saat pengkreditan
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
PPh terutang 6.000.000
PPh Pasal 23 6.000.000

Contoh 2 :
PT. Buana berusaha di bidang konsultan teknik. Tahun 2016 perusahaan tersebut
menerima order dari PT. Angkasa untuk merancang desain gedung baru dengan imbalan
sebesar Rp. 200.000.000,00. Pembayaran dilakukan tanggal 10 Maret 2016
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016
Maret 10 Kas 188.000.000
PPh Pasal 23 12.000.000
Pendapatan jasa 200.000.000
Perhitungan :
Perkiraan penghasilan neto adalah 40% (sesuai dengan ketentuan)
Dasar Pemotongan = 40% x Rp. 200.000.000,00 = Rp. 80.000.000,00
PPh Pasal 23 = 15% x Rp. 80.000.000,00 = Rp. 12.000.000,00

22
Akuntansi PPh Pasal 24

Pajak Penghasilan Pasal 24


merupakan PPh yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajak Pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar
negeri tersebut dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.

Contoh 1 :
Tahun 2015, PT. Jaya berkedudukan di Jakarta, mempunyai Penghasilan Kena Pajak dari
Indonesia sebesar Rp. 200.000.000,00 dan Penghasilan Kena Pajak dari kegiatan
usahanya Jepang Rp. 150.000.000,00. Tarif yang berlaku di Jepang (misalnya: 20%).
Perhitungan:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak = Rp. 350.000.000,00
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
25% x Rp. 350.000.000,00 = Rp. 87.500.000,00
PPh yang dibayar di Jepang :
20% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00

23
Bagian penghasilan di Jepang
150.000.000
xRp.87 .500 .000=Rp .37 .500 .000
350.000.000

Kredit pajaknya adalah mana yang lebih kecil diantara PPh yang dibayar di luar negeri
dengan bagian penghasilan di negara tersebut. Dalam kasus tersebut, besarnya kredit
pajak adalah Rp. 30.000.000,00

Akuntansi PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan Pasal 25


adalah angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam
tahun pajak berjalan. Angsuran PPh tersebut (PPh Pasal 25) dapat dijadikan sebagai
kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada
akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan.
Besarnya PPh Pasal 25 dapat dihitung dengan rumus sbb:
(PPhterutang menurut SPT tahunlalu−PPh yang telah dipotong dan/atau dipungut)
12
PPh yang boleh dikreditkan adalah: PPh Pasal 21, 22, 23, 24

24
Contoh :
Berikut ini informasi yang berhubungan dengan PPh tahun 2015 pada UD Rejeki, milik
Ny. Sri Rejeki :
PPh terutang tahun 2015 = Rp. 60.000.000,00
Pengurangan:
1. PPh Pasal 21 = Rp.15.000.000,00
2. PPh Pasal 22 = Rp. 5.000.000,00
3. PPh Pasal 23 = Rp. 4.000.000,00
Jumlah = Rp. 24.000.000,00
Dasar penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2016 = Rp. 36.000.000,00

Besarnya PPh Pasal 25 setiap bulan tahun 2016 :


Rp. 36.000.000,00 : 12 = Rp. 3.000.000,00

a. Saat mengangsur pajak (setiap tanggal 15)


Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2016

25
Angsuran PPh Pasal 25 3.000.000
Kas 3.000.000

Keterangan :
Jumlah angsuran PPh Pasal 25 tersebut pada akhir tahun dapat dikreditkan dengan PPh
terutang.

b. Akhir tahun
 Perhitungan
 Pembayaran

Misalnya, jumlah PPh terutang = Rp. 50.000.000,00


Pengurangan:
1. PPh Pasal 21 = Rp.1.200.000,00
2. PPh Pasal 22 = Rp.1.500.000,00
3. PPh Pasal 23 = Rp.2.000.000,00
 Perhitungan
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit

26
Pajak Penghasilan 50.000.000
PPh Pasal 21 1.200.000
PPh Pasal 22 1.500.000
PPh Pasal 23 2.000.000
Angsuran PPh Pasal 25 36.000.000
Utang Pajak Penghasilan 9.300.000

Keterangan :
Utang PPh sebesar Rp. 9.300.000,00 tersebut (PPh Pasal 29) harus dilunasi paling lambat
tanggal 25 Maret 2017, yaitu sebelum SPT Tahunan disampaikan.
 Pembayaran
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2017
Maret 25 Utang Pajak Penghasilan 9.300.000
Kas 9.300.000

27

Anda mungkin juga menyukai