PK Iii
PK Iii
A. JUDUL :
Titrasi Asam Basa
B. TUJUAN
Melakukan titrasi asam basa untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam
C. DASAR TEORI
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu
zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat yang diketahui
konsentrasinya secara tepat. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi
netralisasi asam basa (Arham, 2013).
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam
dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH.
Pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasi
asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki
rentang pH dimana titik ekuivalen berada. Pada umumnya titik ekuivalen tersebut
sulit diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang dapat terjadi sebelum atau
sesudah titik ekuivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi
dicapai yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak
selalu berimpit dengan titik ekuivalen . Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita
dapat memperkecil kesalahan titrasi (Arham, 2013).
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam kuat dan basa kuat dalam air
terurai dengan sempurna. Oleh karena itu, ion hidrogen dan ion hidroksida selama
titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada
titik ekuivalen dari titrasi asam kuat dan basa kuat, pH larutan pada temperatur 25˚C
sama dengan pH air yaitu sama dengan 7 (Harjanti, 2008: 93).
Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan besar dari pH yang terjadi
dalam titrasi agar dapat menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada
banyak asam dan basa organik dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak
berdisosiasi dan ionnya menunjukka warna yang berbeda warna. Molekul-molekul
demikian dapat digunakan untuk menentukan kapan cukup titran telah ditambahkan
dan disebut indikator visual. Suatu contoh yang sederhana adalah para-nitrofenol,
yang merupakan suatu asam lemah da berdisosiasi (Harjanti, 2008: 95).
Bentuk tak terdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang
mempunyai sistem ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua yang berganti-ganti (suatu
system terkonjugasikan), berwarna kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang
mempunyai system terkonjugasikan, menyerap cahaya dengan panjang gelombang
yang lebih panjang dibandingkan dengan molekul-molekul sebanding tetapi yang
tanpa system terkonjugasikan. Cahaya yang diserap sering ada pada bagian spectrum
yang tampak, dan dengan demikian molekul atau ionnya berwarna (Rivai, 1990 :
126).
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia
mula-mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan
kehilangan hidrogen ke dua, menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka
dihasilakanlah wrana merah. Metal oranye, indikator lain yang secara luas digunakan,
merupakan basa dan berwarna kuning dalam bentuk molekular. Penambahan ion
hidrogen menghasilkan suatu kation yang berwarna merah muda (Khopkar, 1990:
105).
Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Beberapa
contoh yang lebih penting dari garam-garam demikian dalam kimia analitik adalah
oksilat sulfida, hidrogsida, karbonat dan fosfat. Ion hidroksida bereaksi dengan anion
garam untuk membentuk asam lemah, dengan demikian meningkatkan kelarutan
garam (Khopkar, 1990: 107).
Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa
digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena
pengukuran volum memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga
dikenali dengan analisa volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian
utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri
dari reaksi-reaksi kimia (Arham, 2013).
Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat trejadi tepat pada titik ekivalen.
Titik titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Tentunya
merupakan suatu harapan, bahwa titik akhir ada sedekat mungkin dengan titik
ekivalen. Memilih indikator untuk membuat kedua titik berimpitan (atau mengadakan
koreksi untuk selisih keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari analisa
titrimetri. Istilah titrasi menyangkut proses ntuk mengukur volum titran yang
diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Selama bertahun-tahun istilah analisa
volumetrik sering digunakan daripada titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang
ketat, istilah titrimetrik lebih baik, karena pengukuran-pengukuran volum tidak perlu
dibatasi oleh titrasi. Pada analisa tertentu misalnya, orang dapat mengukur volum gas
(Winanti, 2012).
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik
reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan
sebagai "indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium
permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator.
Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik
ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi
diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat
kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer (Arham, 2013).
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang
sangat tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat
mengubah nilai pH secara signifikan—sehingga terjadilah perubahan warna dalam
indikator secara langsung. Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna
indikator dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu
sebagai kesalahan indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat ditentukan (Winanti,
2012).
D. ALAT DAN BAHAN
1) Alat
NO Nama Alat Gambar Kategori Fungsi
Untuk meneteskan
1. Buret 1 cairan dalam
eksperimen spesi.
Unntuk menyimpan
dan memanaskan
4. Gelas 1 larutan. Sebagai
Erlemeyer tempat
penampungan fitrat
hasil penyaringan.
Untuk mengambil
5. Pipet tetes 1 larutan dalam
jumlah kecil
Untuk menegakkan
buret, corong dan
peralatan gelas
6. Statif dan 1 lainnya pada saat
klem digunakan untuk
memegang buret
yyang digunakan
unntuk fitrasi.
Untuk mengukur
volume larutan
7. Gelas ukur 1
2) Bahan
Titras
G. PERHITUNGAN
Diketahui : V1 = 10 M
V2 = 9,95 mL
M2 = 0,1 M
Ditanyakan : M1 = …?
Penyelesaiaan : V1. M1 = V2. M2
10. M1 = 9,95. 0,1
9,95.0,1
M1 =
10
= 0,0995 M
H. PEMBAHASAN
Titrasi adalah cara analisis tentang pengukuran jumlah larutan yang dibutuhkan
untuk bereaksi secara tetap dengan zat yang terdapat dengan larutan lain. Titrasi asam
basa melibatkan reaksi netralisasi dimana asam akan bereaksi dengan basa dalam
jumlah ekuivalen.
Dalam percobaan titrasi asam basa yang telah dilakukan ini, (titrasi HCl dengan
zat titran NaOH), didapatkan data sebagai berikut:
Dari reaksi diatas dapat diketahui bahwa perbandingan mol antara HCl dan
NaOH sama sehingga untuk menghitung konsentrasi dari larutan HCl yang
didasarkan atas hasil percobaan ini , maka dapat digunakan persamaan berikut ini:
V1 N1 = V2 N2
keterangan :
Setelah itu dilakukan titrasi dengan cara meneteskan larutan NaOH 0,1 M dari
buret secara perlahan lahan atau tetes demi tetes sampai larutan berubah warna. Hal
ini dilakukan untuk menetralkan larutan asam. Berdasarkan hasil pengamatan larutan
yang berwarna bening berubah menjadi warna pink, dengan volume titran 10 ml.,
Peristiwa dihentikannya titrasi ketika suatu larutan telah mengalami perubahan warna
ini disebut dengan titik akhir titrasi. Selain dikenal dengan titik akhir titrasi dalam
proses titrasi juga dikenal titik ekivalen. Titik akhir ekivalen yaitu keadaan dimana
konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa. Pada umumnya titik ekivalen
tersebut sulit untuk diamati yang mudah diamati adalah titik akhir yangdapat terjadi
sebelum atau sesudah titik ekivalen tercapai. Titik akhir titrasi tidak selalu berhimpit
dengan titik ekivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat kita data memperkecil
kesalahan yang terjadi dalam proses titrasi.