Anda di halaman 1dari 15

MODUL III

A. JUDUL
Titrasi Asam Basa

B. TUJUAN
Melakukan titrasi asam basa untuk menentukan konsentrasi suatu larutan
asam

C. DASAR TEORI
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu
zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat yang diketahui
konsentrasinya secara tepat. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi
netralisasi asam basa.
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam
dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH.
Pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasi
asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki
rentang pH dimana titik ekuivalen berada. Pada umumnya titik ekuivalen tersebut
sulit diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang dapat terjadi sebelum atau
sesudah titik ekuivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi
dicapai yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak
selalu berimpit dengan titik ekuivalen . Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita
dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam kuat dan basa kuat dalam air
terurai dengan sempurna. Oleh karena itu, ion hidrogen dan ion hidroksida selama
titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada
titik ekuivalen dari titrasi asam kuat dan basa kuat, pH larutan pada temperatur 25˚C
sama dengan pH air yaitu sama dengan 7.
( Penuntun Praktikum Kimia Dasar II. 2014. Hal : 05 )

1
Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan besar dari pH yang terjadi
dalam titrasi agar dapat menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada
banyak asam dan basa organik dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak
berdisosiasi dan ionnya menunjukka wrana yang berbeda warna. Molekul-molekul
demikian dapat digunakan untuk menentukan kapan cukup titran telah ditambahkan
dan disebut indikator visual. Suatu contoh yang sederhana adalah para-nitrofenol,
yang merupakan suatu asam lemah da berdisosiasi.
Bentuk tak terdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai
sistem ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua yang berganti-ganti (suatu system
terkonjugasikan), berwarna kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang mempunyai
system terkonjugasikan, menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang lebih
panjang dibandingkan dengan molekul-molekul sebanding tetapi yang tanpa system
terkonjugasikan. Cahaya yang diserap sering ada pada bagian spectrum yang tampak,
dan dengan demikian molekul atau ionnya berwarna.
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia
mula-mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan
kehilangan hidrogen ke dua, menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka
dihasilakanlah wrana merah. Metal oranye, indikator lain yang secara luas digunakan,
merupakan basa dan berwarna kuning dalam bentuk molekular. Penambahan ion
hidrogen menghasilkan suatu kation yang berwarna merah muda.
Perubahan minimum dalam pH yang diperlukan untuk suatu perubahan warna
disebut “jangkau indicator”. Pada harga pH antara,warna yang ditunjukkan bukan
warna merah atau kuning, tetapi sedikit agak kuning. Pada pH 5,pK a dari HIn, kedua
bentuk berwarna sama konsentrasinya, yaitu HIn separuh tenetralisasikan. Seringkali
kita mendengar terminology seperti suatu indikator yang berubah warna pada pH 5
telah digunakan ini berarti bahwa pKa indicator sebesar 5 dan jangkauannya sebesar
pH 4 sampai 6.
Pada titrasi asam lemah, pemilihan indikator jauh lebih terbatas untuk suatu
asam dengan pKa 5 kira-kira kepunnyaan asma asetat, pH lebih tinggi dari 7 pada titik
ekivalen, dan perubahan dalam pH relatif kecil. Phenoftalein berubah warna pada

2
kira-kira titik ekivalen dan merupakan indicator yang cocok. Dalam hal asam yang
sangat lemah, misalnya pKa = 9, tidak ada perubahan dalam pH yang besar terjadi
sekitar titik ekivalen. Jadi volume basa yang lebih besar akan diperlukan untuk
merubah warna suatu indikator dan titik ekivalen tidak akan di deteksi dengan
ketepatan yang biasa diharapkan.
Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Beberapa
contoh yang lebih penting dari garam-garam demikian dalam kimia analitik adalah
oksilat sulfida, hidrogsida, karbonat dan fosfat. Ion hidroksida bereaksi dengan anion
garam untuk membentuk asam lemah, dengan demikian meningkatkan kelarutan
garam.
(R.A. Day, Jr. Analisa Kimia Kuantitatif.1990. Hal: 141-145)
Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa
digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena
pengukuran volum memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga
dikenali dengan analisa volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian
utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri
dari reaksi-reaksi kimia. Analisis cara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti:
aA + tT → hasil
Dengan keterangan (a) molekul analit A bereaksi dengan (t) molekul pereaksi
T. Pereaksi T, disebut titran, ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari sebuah
buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan yang disebut
belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu
proses standardisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang ekivalen
dengan A telah ditambahkan. Maka dikatakan baha titik ekivalen titran telah tercapai.
Agar mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat menggunakan
sebuah zat kimia, yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran
berlebih dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat trejadi
tepat pada titik ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir. Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa titik akhir ada sedekat mungkin
dengan titik ekivalen. Memilih indikator untuk membuat kedua titik berimpitan (atau

3
mengadakan koreksi untuk selisih keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari
analisa titrimetri. Istilah titrasi menyangkut proses ntuk mengukur volum titran yang
diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Selama bertahun-tahun istilah analisa
volumetrik sering digunakan daripada titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang
ketat, istilah titrimetrik lebih baik, karena pengukuran-pengukuran volum tidak perlu
dibatasi oleh titrasi. Pada analisa tertentu misalnya, orang dapat mengukur volum gas.
Sebuah reagen yang disebut sebagai peniter, yang diketahui konsentrasi
(larutan standar) dan volumnya digunakan untuk mereaksikan larutan yang dititer
yang konsentrasinya tidak diketahui. Dengan menggunakan buret terkalibrasi untuk
menambahkan peniter, sangat mungkin untuk menentukan jumlah pasti larutan yang
dibutuhkan untuk mencapai titik akhir. Titik akhir adalah titik di mana titrasi selesai,
yang ditentukan dengan indikator. Idealnya indikator akan berubah warna pada saat
titik ekivalensi di mana volum dari peniter yang ditambahkan dengan mol tertentu
sama dengan nilai dari mol larutan yang dititer. Dalam titrasi asam-basa kuat, titik
akhir dari titrasi adalah titik pada saat pH reaktan hampir mencapai 7, dan biasanya
ketika larutan berubah warna menjadi merah muda karena adanya indikator pH
fenolftalein. Selain titrasi asam-basa, terdapat pula jenis titrasi lainnya.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir
dalam reaksi; titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang
berubah warna). Dalam titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan,
sebagai contoh adalah fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi
merah muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh
lainnya dari indikator pH yang dapat digunakan adalah metil jingga, yang berubah
warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam larutan alkali.
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik
reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan
sebagai "indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium
permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator.
Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik
ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi

4
diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat
kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang
sangat tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat
mengubah nilai pH secara signifikan sehingga terjadilah perubahan warna dalam
indikator secara langsung. Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna
indikator dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu
sebagai kesalahan indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat ditentukan.
(Http://belajarkimia.com/2008/04/titrasi-asam-basa)

5
D. ALAT DAN BAHAN
1) Alat
- Buret 1 buah

Fungsinya untuk meneteskan reagen cair dalam eksperimen


yang memerlukan presesi seperti titrasi.

- Statif dan klem


Fungsi untuk menegakkan buret, corong, corong pisah dan
peralatan gelas lainnya pada saat digunakan dan juga untuk
memegang buret yang digunakan untuk titrasi.

- Botol semprot 1 buah

Fungsinya sebagai wadah untuk menyimpan aquadest.

- Corong 1 buah

Fungsinya untuk menyaring campuran kimia/ suatu


larutan.

- Gelas Erlenmeyer 250 ml 2 buah

Fungsinya untuk wadah titran (larutan yang dititrasi)


pada proses titrasi.

6
- Gelas kimia 250 ml 1 buah

Fungsinya untuk mengukur volume larutan atau sebagai


wadah/ tempat untuk larutan.

- Pipet tetes 1 buah

Fungsinya untuk mengambil cairan yang masih terdapat


dalam wadahnya

2) Bahan
- NaOH 0,05 M
Sifat fisik : Cairan higroskopis tak berwarna, rapuh (mudah hancur), asin,
larut dalam air.
Sifat kimia : Sangat mudah menyerap gas CO2, pH-nya netral, dan ikatan
ionik kuat.
- Phenoftalein
Sifat fisik : Berbentuk larutan dan merupakan asam lemah.
Sifat kimia : Tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan hanya
sebagai indikator.
- HCl
Sifat fisik : Berbentuk gas yang tak berwarna dan berbau tajam, elektrolit
kuat, asam kuat.
Sifat kimia : Akan berasap tebal di udara lembab, dan titik didih, titik
leleh, massa jenis, pH, tergantung pada konsentrasi HCl .
- Aquadest
Sifat fisik : Cairan tak berwarna dan tak berbau.
Sifat kimia : Pelarut yang baik, memiliki pH 7 (netral).
- Kertas saring/ Tissue
Digunakan untuk menyaring.

7
E. PROSEDUR KERJA

NaOH 0,05 M HCl 10


ml
Memasukkan ke dalam buret Memasukkan ke dalam labu
yang telah dibasuh dengan NaOH, Erlenmeyer 250 ml dengan
yang akan dipakai sebanyak 3 kali menggunakan pipet gondok
dengan menggunakan corong Menambahkan aquadest ± 5
sampai volumenya mencapai skala ml, untuk membilas larutan
nol pada buret yang menempel pada dinding
labu erlenmeyer.
Menambahkan 3 tetes
phenoftalein

Titrasi

Meneteskan larutan NaOH secara perlahan lahan


Mengamati perubahan warna
Mencatat keadaan akhir buret
Mengulangi percobaan sebnyak dua kali (duplo)
Menghitung konsentrasi

Dengan volume menjadi 12,3 mL


pada perlakuan (1) dan 8,1 mL
pada perlakuan (2)

8
F. HASIL PENGAMATAN

Perlakuan Hasil pengamatan


- Mengambil HCl sebanyak10 mL
- Memasukkan kedalam labu Erlenmeyer
- Menambahkan 3 tetes indikator
phenoftalein
- Melakukan titrasi dengan cara
meneteskan larutan NaOH dan - Terjadi perubahan warna dari
memutar buret secara perlahan-lahan. bening berubah menjadi warna
- Mencatat keadaan akhir buret yang ungu.
menunjukkan volume larutan NaOH - T1 = 12,3 mL
yang di pakai yakni selisih volume
semula dengan volume akhir.
- Mengambil HCl sebanyak 10 mL
- Memasukkan kedalam labu Erlenmeyer
- Menambahkan 3 tetes indikator
phenoftalein
- Melakukan titrasi dengan cara
meneteskan larutan NaOH dan
memutar buret secara perlahan-lahan.
- Mencatat keadaan akhir buret yang
menunjukkan volume larutan NaOH
yang di pakai yakni selisih volume - Terjadi perubahan warna dari
semula dengan volume akhir. bening berubah menjadi warna
ungu.
- T2 = 8,1 mL

9
G. PERHITUNGAN
Diketahui : T1 = 12,3 mL
T2 = 8,1 mL
VHCl = 10 mL
[NaOH] = 0,1 M
Ditanya : [HCl] = …?
T 1+T 2
Penyelesaian : VNaOH =
2
12,3 mL+8,1 mL
=
2
20,4
= =¿10,2 mL
2
MNaOH x VNaOH = MHCl x VHCl
0, 1 M x 10,2 mL = MHCl x 10 ml
1,02 MmL = MHCl x 10 ml
1,02 MmL
MHCL =
10 mL
= 0,102 M
Jadi, konsentrasi HCl [MHCl] adalah 0,102 M

10
H. PEMBAHASAN
Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume
tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan
mengukur volumenya secara pasti. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka
disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya
disebut dengan titran.
Pada eksperimen ini langkah kerja yang dilakukan yaitu, membersihkan buret
dengan berhati-hati untuk terjaminnya suatu pengeringan larutan yang merata di
dalam permukaan dalamnya dan membilasnya dengan larutan NaOH yang akan
dipakai sebanyak 3 kali (± 5 ml). Kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam
buret dengan menggunakan corong sampai volumenya melebihi skala nol pada buret,
setelah itu volume NaOH diturunkan kembali sampai tepat pada skala nol.
Langkah selanjutnya yaitu memasukkan 10 ml larutan asam dalam hal ini
yaitu larutan HCl, ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml
aquadest untuk membilas larutan yang menempel pada dinding labu erlenmeyer. Lalu
ditambahkan 3 tetes phenoftalein ke dalam labu erlenmeyer tersebut. Selanjutnya
melakukan titrasi dengan cara meneteskan NaOH yang berada di dalam buret secara
perlahan tetes demi tetes ke dalam labu erlenmeyer. Hentikan titrasi pada saat warna
larutan yang berada dalam labu erlenmeyer telah mengalami perubahan. Perubahan
yang terjadi adalah dari warna bening menjadi warna ungu.
Langkah awal dilakukan kembali tetapi NaOH tidak dikeluarkan atau
ditambahkan untuk mencapai titik pada skala nol. Labu erlenmeyer yang pertama
digunakan sebagai standar untuk menentukan perubahan warna pada labu erlenmeyer
yang kedua.
Mencatat volume NaOH yang diperlukan untuk mentitrasi larutan. Titrasi
yang awal dilakukan volume NaOH yang diperlukan adalah 12,3 ml sedangkan pada
titrasi yang kedua volume NaOH yang diperlukan adalah 8,1 ml. Untuk mengetahui
besarnya konsentrasi larutan asam (HCl) dalam percobaan, maka langkah awal yang
dilakukan adalah menjumlahkan kedua volume NaOH yang terpakai pada percobaan
ini (pertama dan kedua) itu dibagi dua sehingga akan diperoleh volume rata-rata

11
yang terpakai dalam percobaan. Hasil-hasil ini kemudian dimasukkan ke dalam
rumus pengenceran yaitu:
VNaOH x MNaOH = VHCl x MHCl
Dimana VNaOH adalah volume NaOH rata-rata yang digunakan, M NaOH adalah
konsentrasi yang digunakan yaitu 0,05 M, dan VHCl adalah volume HCl yang
digunakan dalam percobaan yaitu sebesar 10 ml. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh bahwa besarnya konsentrasi HCl yang digunakan adalah sebesar 0,102 M.

12
I. KESIMPULAN
1. Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume
tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan
mengukur volumenya secara pasti. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa
maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri. Larutan yang telah diketahui
konsentrasinya disebut dengan titran.
2. Jika asam ditetesi basa, maka pH larutan naik, sebaliknya jika larutan basa
ditetesi asam maka pH larutan akan turun.
3. Larutan standar adalah larutan yang disiapkan dengan cara menimbang secara
akurat suatu zat yang memiliki kemurnian tinggi dan melarutkannya dengan
sejumlah tertentu pelarut dalam labu ukur.
4. Titik ekivalen merupakan keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis
bereaksi dengan jumlah mol basa.
5. Titik akhir titrasi adalah titik dalam titrasi yang ditandai dengan perubahan
warna indikator.
6. Perubahan pH dalam titrasi asam basa disebut kurva titrasi.

J. KEMUNGKINAN KESALAHAN
Kemungkinan kesalahan yang terjadi :
- Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
- Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.

13
TUGAS PASCA PRAKTIKUM
1. Dapatkah suatu indikator tertentu (Mis : Brom timol biru) digunakan untuk
menentukan pH semua jenis larutan? Jelaskan alasannya.
2. Hitung konsentrasi larutan HCL dan larutan NaOH dalam satuan :
a. Normalitas (N)
b. Molaritas (M)
c. Gram/liter
Jawaban :
1. Indikator Brom timol biru dapat digunakan untuk menentukan pH semua jenis
larutan. Brom timol biru adalah asam dipotrik lemah dan mengalami perubahan
warna dalam dua selang pH salah satu selang pH ialah dari 1,2 ke 2,8 dan
perubahan warna dari merah menjadi kuning, selang lain ialah dari pH 8,0 ke 9,6
dengan perubahan warna kuning menjadi biru.
2. Dik : [ NaOH ] = 0,05 M, V = 15,3 mL , Mr = 40
[ HCl ] = 0,1 M , V = 10 mL , Mr = 36,5
Dit : a. Normalitas ( N ) ..........?
b. Molaritas (M)...............?
c. Gr / L...........?
peny :
a) N. NaOH = m.ekivalen
b) Gr NaOH = m.V.Mr
= 0,05 N
= 0,05 x 15,3 x 40
N.HCl = m ekivalen
= 30,5 gram
= 0,1 N
Gr HCl = 0,1 x 10 x 36,5
c) Gr/L NaOH = 2000 Gr/L
= 36,5 gram
Gr/L HCl = 3650 Gr/L
M NaOH = 0,05 M
M HCl = 0,1 M

14
DAFTAR PUSTAKA

Belajarkimia. 2008. Titrasi Asam Basa.  (On-Line) tersedia di
http://belajarkima.com/2008/4/titrasi-asam-basa diakses pada tanggal 7 juni
2014
Day, R. A. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keempat. Jakarta : Erlangga
Team Teaching. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Dasar II. Gorontalo: UNG

15

Anda mungkin juga menyukai