NEGERI
PONTIANAK BUKU AJAR
BAB III
SUMBER HUKUM ISLAM
Hasil Pembelajaran
agama Islam yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dan pedoman hidup yang
harus ditaati.
Kriteria Penilaian
Keberhasislan mahasiswa dalam menguasai bab III adalah dapat diukur dengan
kreteria:
Mahasiswa dapat menentukan kedudukan al-Qur'an sebagai pedoman dan
kerangka kegiatan bagi umat Islam.
Mahasiswa dapat menganalisa fungsi akal fikiran yang telah memenuhi
syarat dalam berijtihad sebagai sumber pengembangan nilai ajaran Islam.
Sumber Pustaka
Buku Utama:
Fahd ibn ‘Abd al ‘Aziz al-Sa’ud(1990), Al-Qur'an dan Terjemahnya,
Jakarta: Depag RI.
Buku Teks(2000), Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum, Dirjen Binbagais, Jakarta: Depag RI.
Buku Penunjang:
Fadloli(1995), Agama Islam(untuk mahasiswa Poltek), Dikti,
Nasruddin Razak(1989), Dienul Islam, Bandung: PT. Al Ma’arif.
Baidhillah Riyadhi(2002), Fiqh Melayu, Semarang: PPS IAIN Walisongo
Pendahuluan
Al-Qur'an
Al-Qur'an itu ialah Kitab Suci yang diwahyukan Allah s.w.t. sebagai
rahmat dan petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya. Menurut
harfiah, Qur'an itu berarti bacaan. Arti ini dapat kita lihat dalam Surah Al-
Qiyamah (75), ayat 17 dan18 sebagai berikut:
/ةCCهُ [القيامC َاتَّبِ ْع قُرْ آَنCCَاهُ فCCَإ ِ َذا قَ َر ْأنC َ) ف17( ُهC َ هُ َوقُرْ آَنCا َج ْم َعCCَإِ َّن َعلَ ْين
17،18
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaan itu. “
Sungguh ia telah merubah wajah dan sejarah dunia, dan peranan itu
masih akan berjalan dengan baik pada masa kini maupun di masa datang. Sejarah
memberikan bukti kepada kita, betapa Qur'an yang diturunkan pada 14 abad yang
lalu, telah diikuti dengan setia oleh padang-pasir yang diapit oleh bukit-bukit batu
yang panas dan tandus, dari kaum jahiliah yang tidak dikenal dan diperhitungkan
oleh bangsa-bangsa berbudaya di sekelilingnya. Tapi berkat Qur'an yang diajarkan
Nabi Muhammad s.a.w. kepada bangsa tersebut, akhirnya bangsa itu bangun
menjadi penggerak dan lokomotipnya sejarah. Selanjutnya, setelah beliau wafat,
generasi demi generasi, kaum muslimin maju dengan pesat digerakkan oleh
tenaga sakti ajaran Qur'an suatu kemajuan yang belum ada taranya dalam sejarah.
seluruh dunia dalam satu kesatuan aqidah dan kiblat seperti halnya kaum
muslimin dalam sepanjang 14 abad yang silam. Perbedaan bangsa dan suku,
mazhab, organisasi dan partai, tidaklah dapat dijadikan sebagai dasar perpecahan,
sebab Qur'anlah yang menjadi pedoman hidup bersama.
Qur'an sekarang ini masih tetap dalam kemurniannya, masih tetap dalam
teks aslinya tanpa sedikitpun perubahan. Qur'an tersusun dalam 114 Surah dengan
6236 ayat, 74437 kalimat dan 325345 huruf, semuanya adalah “wahyu Allah”
yang diterima Nabi Muhammad s.a.w. melalui malaikat Jibril a. s., dan tidak
dicampuri di dalamnya perkataan Nabi Muhammad s.a.w. sendiri atau perkataan-
perkataan sehabat-sahabatnya. Dari sekian segai maka segi ini memberikan
perbedaan yagn sangat jauh dalam Kitab Injil dalam Perjanjian Baru. Ia itu telah
hilang atau dihilangkan teks aslinya dan yagn ada sekarang ialah terjaemahan dan
penafsirannya belaka. Disamping itu, ia telah bercampur aduk antara Kalam-
kalam Allah dengan perkataaan-perkataan Yesus dan orang-orang lain yagn
menceriterakan dan menulis kitab itu. Tak dapat disangkal bahwa bahasa yang
dipakai oleh Yesus adalah bahasa Ibrani (Hebrew). Sedang gelar “Kristus”
sesungguhnya tidak pernah digunakan oleh Yesus untuk dirinya dan sampai
wafatnya, gelar itu tidak dikenalnya. Sebab gelar ini adalah terjemahan Grika dari
bahasa Ibrani “Masih”, artinya mengusapkan. Mengenai bahasa Ibu Yesus, dapat
dibuktikan pada jeritan sakratul mautnya diatas salib: “Eli, Eli, lama
sabakhtani”1); yaitu bahasa Ibrani yang artinya: “Tuhanku, Tuhanku, apakah
sebabnya Engkau meninggalkan aku?” Contoh lain: “Talitha kumi”2); artinya,
“Hai budak perempuan, bangunlah”, dan sedikit yang lain, adalah sisa-sisa dari
kata-kata asli yang keluar dari mulut Yesus, lainnya hilang dalam terjemahan dan
penafsiran. Dalam mempelajari Qur'an, kita harus pula mempelajari beberapa hal
sekitar Qur'an itu antara lain tentang makhorijul huruf, tajwid dan dasar-dasar
sistem yang digunakan Qur'an, pokok-pokok sejarahnya, mu’jizatnya dan lain
sebagainya.
1
Matius, 27 : 46.
2
Markus, 5 : 41.
رْ بَىCCَُوا ْعلَ ُموا أَنَّ َما َغنِ ْمتُ ْم ِم ْن َش ْي ٍء فَأ َ َّن هَّلِل ِ ُخ ُم َسهُ َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذي ْالق
ِدنَاCْا َعلَى َعبCَا أَ ْنز َْلنCبِي ِل إِ ْن ُك ْنتُ ْم آَ َم ْنتُ ْم بِاهَّلل ِ َو َمCالس
َّ ا ِكي ِن َواب ِْنCا َمى َو ْال َم َسCََو ْاليَت
]41/) [األنفال41( ان يَوْ َم ْالتَقَى ْال َج ْم َعا ِن َوهَّللا ُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر
ِ َيَوْ َم ْالفُرْ ق
Adapun ayat-ayat yang pertama kali turun, ialah lima ayat dari Surah Al-Alaq,
sebagai berikut:
3
Al-Alaq (96) ; 1-5.
Sedang ayat yang terakhir, ialah ketika Nabi sedang menunaikan ibadah Haji
Wada di Arafah. Saat itu, hari Jum’at 9 Dzulhijjah 10 H, atau pada bulan Maret
632 M. Ayat tersebut ialah:
ٍ َواتَّقُوا يَوْ ًما تُرْ َجعُونَ ِفي ِه إِلَى هَّللا ِ ثُ َّم تُ َوفَّى ُكلُّ نَ ْف
ْ َس َما َك َسب
ت َوهُ ْم اَل
) [البقرة281( َُظلَ ُمون ْ ي/
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang waktu
itu kamu semua dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing
diri, diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah
dikerjakannya, mereka sedikitpun tidak dianiaya.”2
1
) Al-Maidah (5) : 3.
2
) Al-Baqarah (2) : 281.
menyusul, dilakukan oleh sebuah kepanitia ad- hoc penyusun Mushaf yang
diketahui Zaid bin Tsabit, dibentuk oleh Khalifah ke-III, Usman bin Affan r.a.
Usaha ini sesungguhnya kelanjuatan usaha yang telah dirintis oleh Khalifah I,
Abu Bakar r.a. dahulu yang hasil penyusunan pertama itu dinamakan Shuhuf atau
Shahiefah, dimana usaha kodifikasi pertama ini juga dipimpin oleh Zaid bin
Tsabit. Karenanya Qur'an yang dewasa ini dalam susunan Surah atau urutan-
urutannya adalah dari hasil usaha kodifikasi Khalifah Usman, maka Qur'an
sekarang ini disebut Mushaf Usman, maka Qur'an sekarang ini disebut Mushaf
Usmany.
Patut dicatat bahwa Khalifah Usman sangat besar jasanya dalam
kodifikasi Qur'an itu. Sehingga di manapun kita pergi di atas punggung bumi ini,
kita akan menemukan satu macam dan satu sistem Al-Qur'an. Suatu keluarbiasaan
Kitab suci ini, bahwa sejak masa hidup Rasulullah menyusul zaman Khalifah
Empat, ratusan bahkan ribuah sahabat yang menghafal al-Qur'an itu di luar
kepala, hatta pada kurun kita masa kiri ribuan ummat Islam yang mnghafal al-
Qur'an itu dengan baik. Tidak pernah terdapat di dunia suatu buku yang terhapal
dengan teliti sebagaiman halnya Al-Qur'an. Memang kata ayat dalam bahasa Arab
dapat pula berarti Mu’jizat, karenanya setiap ayat al-Qur'an itu menyatakan
dirinya sebagai mu’jizat yang tak dapat ditandingi oleh manusia. Belum pernah
ada suatu literature di dunia yang sebelum atau sesudahnya dihapal demikian rapi.
Dari sejarah Qur'an yang sumbernya otentik, diriwayatkan bertubi-tubi masa demi
masa, keturunan demi keturunan, tanpa mengalami perubahan walaupun satu
huruf apalagi satu kata. Dengan demikian Qur'an diriwayatkan dengan mutawatir,
bernilai qath’i yaitu nilai yang mutlak kebenarannya dan senantiasa terjaga
kemurniannya (lihat Q.s. Al-Hijr: 9).
Al-Qur'an memiliki nama-nama lain yang sesuai dengan isi kandungannya.
Nama-nama tersebut di antaranya:
1/[الفرقان تَبَا َركَ الَّ ِذي نَ َّز َل ْالفُرْ قَانَ َعلَى َع ْب ِد ِه لِيَ ُكونَ لِ ْل َعالَ ِمينَ نَ ِذيرًا
Ad-dzikru: memberi peringatan. (Q.s. 15:9)
ُّ ا فِيCCفَا ٌء لِ َمC ةٌ ِم ْن َربِّ ُك ْم َو ِشC َ ا َء ْت ُك ْم َموْ ِعظC ْد َجC َا النَّاسُ قCCَا أَيُّهCCَي
ِ ُدC الص
ور
) [يونس57( َ َوهُدًى َو َرحْ َمةٌ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِين/
As- Sunnah
Sumber hukum bagi umat Islam yang kedua setelah Al Qur'an adalah as-
sunnah. Menurut arti bahasa as-sunnah adalah prilaku/adat istiadat, sedangkan
menurut arti istilah adalah sesuatu yang merupakan perkatan (kauliyah), perbuatan
(fi’liyah) dan ketetapan (taqririyah) Rasulullah Saw. Sebagian besar Ulama
menyamakan arti as-sunnah dengan al hadist. Tetapi diantara ulama ada juga yang
membedakannya, menurut mereka Sunnah kenytaan yang berlaku pada masa
Rasulullah atau telah menjadi tradisi dalam masyarakat Islam pada masa itu,
menjadi pedoman untuk melakukan ibadah dan muamalah. Sedangkan hadist
adalah keterangan-keterangan dari Rasulullah yang sampai pada kita. Pabila
ditinjau dari segi riwayatnya, penyampaian secara lisan dari Nabi dapat disebut
hadist dengan tingkatan yang berbeda-beda ada yang kuat dan ada pula yang
lemah. Dari itu Hadist belum tentu Sunnah, tetapi setiap sunnah itu adalah Hadist.
Kebalikan dari Sunnah adalah bid’ah yaitu suatu bentuk penyelewengan dari
Sunnah yang telah ditetapkan.(Hanafi : 55). Sunnah menafsirkan dan menjelaskan
ketentuan yang masih dalam garis besar atau membatasi keumuman al Qur'an.
Adapun dasar ditetapkannya Sunnah sebagai sumber asasi Islam setelah al Qur'an
adalah firman Allah dalam Al Qur'an surat an-nisa’:65.
فَاَل َو َربِّكَ اَل ي ُْؤ ِمنُونَ َحتَّى يُ َح ِّك ُموكَ فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِج ُدوا فِي
) [النساء65( ضيْتَ َويُ َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما َ َأَ ْنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِم َّما ق/
Dalam garis besarnya Hadis terbagi dalam dua jenis : (1) Hadist
mutawattir (2) Hadist ahad. Suatu hadist dapat dikatakan mutawattir apabila orang
yang meriwayatkannya mencapai suatu jumlah tertentu, yang mana mereka
mustahil berdusta. Menurut Ash-habus-Syafi’iy minimal jumlah rawy 5 orang.
Hal ini diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapat gelar ulul ‘azmi.
(Fatchur Rahman:1983:60). Hadist mutawattir bernilai yakin tentang benarnya,
bahwa ia datang dari Rasulullah Saw. Adapun Hadist ahad adalah hadist yang
diriwayatkan oleh seseorang atau beberapa orang yang jumlahnya sedikit. Dalam
hubungannya dengan Rasulullah mengandung dugaan (zhanny). Oleh sebab itu
hadist ahad terbagi menjadi tiga yaitu : 1) Hadist Shahih 2) Hadist Hasan 3)
Hadist Dla’if. Klasifikasi ini didasarkan diri perawi seperti ketelitian ingatan,
kejuuran, tidak terputus mata rantai pemberitaannya, tidak ada cacat dalam isi
keterangannya dan tidak berbeda dengan periwayatan dari orang-orang yang baik.
Jika kelima persyaratan ini terpenuhi, maka disebut hadist shahih dan apabila
perawinya kurang teliti ingatannya maka dinamakan hadist hasan. Tapi jika
persyaratan yang dimiliki lebih minim lagi, maka dinamakan hadist Dlo’if.
Penggolongan hadist tersebut berakibat dalam bidang penetapan hukum.
Hadist mutawattir, bernilai yakin dan absolut kebenarannya, ia wajib dipakai.
Hadist ahad yang shahih menimbulkan dugaan yang kuat tentang kebenarannya
berasal dari Nabi, maka boleh kita memakainya. Hadist ahad yang dlo’if
menimbulkan dugaan kepalsuan sehingga penetapan hukum tidak dapat dijadikan
hujjah. Pada masa wahyu turun, hadist dilarang untuk ditulis, sebab dikhawatirkan
terjadi percampuran diantara wahyu dengan hadist. Kodifikasi resmi hadist baru
dikerjakan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H = 718 M). Di
Madinah Muhammad bin Syihab az-zuhry melakukan pembukuan hadist, tetapi
masih secara global. Pada masa khalifah Al Mansur (136 H = 174 M), barulah
para ulama mulai menulis kitab-kitab hadist,fiqh dan tafsir secara sistimatis. Pada
sat itulah Imam Malik menulis kitab Al-Muwaththa’di Madinah, Imam Abu
Hanifah menulis kitab Al-Fiqhi, Imam Syafi’I menulis kitab Al-Um kemudian
Imam Ahmad bin hambaly menyusun sebuah musnad yang berisi 40.000 hadist.
Sehingga tampillah tokoh-tokoh Hadist, seperti Al Bukhary (194-256 H)
menyusun kitab “Shahih Bukhary”, kemudian Imam Muslim (206-261)
menyusun kitab “Shahih Muslim”. Selanjutnya diikuti oleh Imam Hadist yang
lain, seperti Imam Abu Daud, Imam Nasa’I, Imam Tirmidzi dan lain sebagainya.
Adapun kedudukan Al Hadist terhadap Al Qur'an :
a) Menafsirkan ayat Al-Qur'an, misalnya firman Allah dalam surat Al
Baqoroh : 187 :
ُ ث إِلَى نِ َسائِ ُك ْم هُ َّن لِبَاسٌ لَ ُك ْم َوأَ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَه َُّن َعلِ َم هَّللا
ُ َصيَ ِام ال َّرفِّ أُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ ال
َاب َعلَ ْي ُك ْم َو َعفَا َع ْن ُك ْم فَاآْل َنَ بَا ِشرُوهُ َّن َوا ْبتَ ُغوا َما َ أَنَّ ُك ْم ُك ْنتُ ْم ت َْختَانُونَ أَ ْنفُ َس ُك ْم فَت
َب هَّللا ُ لَ ُك ْم َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْالخَ ْيطُ اأْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْال َخ ْي ِط اأْل َس َْو ِد
َ َكت
ا ِكفُونَ فِيCCCَرُوهُ َّن َوأَ ْنتُ ْم عCCCاش ِ َل َواَل تُبCCCْ ِّ ِر ثُ َّم أَتِ ُّمواCCCِْمنَ ْالفَج
ِ يَا َم إِلَى اللَّيCCCالص
( َونCCُاس لَ َعلَّهُ ْم يَتَّق َ ِاج ِد تِ ْلكَ ُح ُدو ُد هَّللا ِ فَاَل تَ ْق َربُوهَا َك َذل
ِ َّ ِه لِلنC ِك يُبَي ُِّن هَّللا ُ آَيَات ِ ْال َم َس
) [البقرة187/
“… makanlah dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam”.
ِ ااًل ِمنَ هَّللا ِ َوهَّللا ُ عCَّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َجزَا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َك
ٌزC َزي ُ َّار
ِ ق َوالس ِ َوالس
) [المائدة38( َح ِكي ٌم/
Ijtihad
Ijtihad berasal dari ijtahada artinya adalah mengerahkan tenaga,
mencurahkan pikiran, bekerja semaksimal munkin. Menurut arti istilah adalah :
Suatu pekerjaan yang menggunakan segala kesanggupan daya rohaniyah untuk
mengeluarkan hukum syara’, menyusun suatu pendapat dari suatu masalah hukum
berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadist.(Nasruddin, 106). Sedangkan orang yang
berijtihad dinamakan Mujtahid.
Risalah Islamiyah diturunkan sebagai rahmat bagi alam semesta. Islam
menuntun kehidupan manusia jasmani dan rohani. Dalam menghadapi kehidupan
yang serba berubah’ Islam meletakkan doktrin pemikiran bebas(ijtihad). Dengan
ijtihad, menjadi bukti bahwa Islam memberi pintu terbuka terhadap pemikiran
manusia, ijtihad bukan hanya sekedar diperintah tetapi bahkan diperintahkan. Hal
ini berdasarkan atas hadist Nabi Muhammad Saw., disaat mengadakan dialok
dengan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman. Adapun yang
menjadi obyek ijtihad adalah masalah syari’ah. Obyek ijtihad tidak boleh
berkenaan dengan masalah yang sudah memiliki landasan yang qoth’i seperti
masalah ketuhanan. Menurut Syekh Mahmud Syaltout, yang menjadi lapangan
ijtihad sebagai berikut :
1) Perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya dalam Al-
Qur'an dan Al-hadist. Seperti masalah bayi tabung, operasi pergantian
kelamin dsb.
2) Ayat-ayat Al Qur'an atau Hadist Nabi yang belum begitu jelas
maksudnya, munkin disebabkan oleh makna yang dikandung lebih dari satu.
Seperti surat al-Maidah ayat 6 tentang menyentuh wanita yang memiliki dua
arti yakni arti hakiki dan arti majazi.
ِديَ ُك ْم إِلَىCCْوهَ ُك ْم َوأَيCCُلُوا ُوجCCاَل ِة فَا ْغ ِسCCالص َّ وا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَىCCُا الَّ ِذينَ آَ َمنCCَا أَيُّهCCَي
اطَّهَّرُواCCَا فCCً ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبCوس
ِ حُوا بِ ُر ُءCق َوا ْم َس ِ ِْال َم َراف
ضى أَوْ َعلَى َسفَ ٍر أَوْ َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أَوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء َ َْوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر
ُدCا ي ُِريCCهُ َمCص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُك ْم ِم ْن
َ فَلَ ْم تَ ِج ُدوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا
هُ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْمCCَ ُد لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتCCج َولَ ِك ْن ي ُِري
ٍ َرCC َل َعلَ ْي ُك ْم ِم ْن َحCCهَّللا ُ لِيَجْ َع
) [المائدة6( َتَ ْش ُكرُون/
Adapun syarat umum seorang mujtahid adalah Islam, dewasa, berakal sehat
dan kuat daya ingatnya. Sedang khusus seorang mujtahid adalah : menguasai Al
Qur'an dan ilmu yang kaitan dengan Al Qur'an, menguasai Hadist dan ilmu yang
berkaitan dengan Hadist, menguasai bahasa Arab, memahami ilmu ushul fiqh,
memahami tujuan pokok syari’ah Islam dan memahami qawaidul fiqhiyah.
Kebalikan dari mujtahid adalah muqollid yaitu orang yang tidak
menggunakan pertimbangan akal pikiran dalam mengikuti sesuati, sedangkan
pekerjaannya disebut taqlid, yang tidak dibenarkan dalam Islam. Apabila tidak
mampu menjadi mujtahid, maka harus menjadi muttabi’ yang artinya mengikuti
fatwa atau pendapat ulama. Para ulama pendiri madzhab melarang taqlid buta,
sebagai berikut ;
Imam Abu Hanifah (699-767M) berfatwa : Tidak halal bagi seseorang
berpendapat dengan pendapat kami sehingga ia mengetahui dari mana sumber
pendapat kami. Imam Malik (714-798M) berfatwa : Aku hanya seorang manusia
yang mungkin salah dan mungkin benar, maka koreksilah pendapatku. Segala
yang sesuai dengan Qur'an dan Hadist maka ambillah ia dan segala yang tidak
sesuai maka tinggalkanlah. Imam Syafi’I (767-854) berfatwa : Apa yang
kukatakan padahal bertentangan dengan hadist Nabi, maka apa yang shahih dari
Nabi itulah yang lebih patut kamu ikuti. Janganlah kamu taqlid padaku!. Imam
Ahmad bin Hanbal (780-855M) berfatwa : Jangan kamu taqlid padaku ! jangan
pula pada Malik, jangan pula pada Syafi’I dan jangan pada ats- tsaury, ambillah
darimana sumber mereka itu mengambil.” (Dienul Islam : 111).
Karena ijtihad adalah kemampuan logika muslim dalam menggali
kebenaran dari Al Qur'an dan Al Hadist, maka hasil ijtihat tidak harus sama sesuai
dengan tingkat intilektual mujtahid. Oleh sebab itu ketetapan ijtihad bersifat nisbi,
karena tidak semua hasil ijtihad itu benar dan tidak semua hasil ijtihad itu salah.
walaupun demikian ijtihad mendapat penghargaan yang tinggi dari Rasulullah
Saw. Dengan sabdanya :
Rangkuman Materi
Al-Qur'an dan al-Hadist adalah sumber dasar dari ajaran agama Islam.
Ijtihad merupakan hasil dari usaha keras akal pikiran manusia yang telah
memenuhi syarat dalam menetapkan suatu hukum yang berlandaskan pada
al-Qur'an dan al-Hadist.
Metode ijtihad ada beberapa macam diantaranya: Ijma’, Qiyas Istihsan dan
maslahah Mursalah.
Contoh Soal
Tulislah satu riwayat hadist yang menerangkan bahwa Al-Qur'an dan Al-
Hadist adalah sumber ajaran bagi umat Islam!
Jelaskan fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur'an!
Apa yang dimaksud dengan Ijtihad dan jelaskan empat macam metode
dalam berijtihad !