Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum
dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu
diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum dasar.
Kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan
lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945: adalah Konvensi atau kebiasaan
ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara. Meminjam rumusan ( dalam teori ) mengenai Konvensi dari AV. Dicey :
adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “
Discretionary Plowers “. Dicretionary Plowers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak
bertindak yang semata-mata didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang
kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang mula-mula mengemukakan yaitu Dicey dikalangan sarjana di Inggris
pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memperinci konvensi ketatanegaraan
merupakan hal-hal sebagai berikut :
a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan ditaati
dalam praktek penyelenggaraan negara.
b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh ( melalui ) pengadilan.
c. Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam
penyelenggaraan negara.
d. Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya (sebaliknya)
discretionary plowers dilaksanakan. Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari
organisasi negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara itu ? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut kita pinjam “ Teori Kekelompokan “ yang dikemukakan oleh ; Prof.Mr.R.
Kranenburg adalah sebagai berikut :
“ Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok
manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka
bersama “ Maka disini yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan organisasinya, yaitu
negara bersifat sekunder. Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan,
keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu :
Monarchie dan Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau
keturunan maka bentuk negara disebut Monarchie dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu.
Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik
dan kepala negaranya adalah Presiden. Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan
dan Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan
pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara (lihat alinea ke 4), maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, dst. Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal
ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan
Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum
melalui ilmu hukum yang membedakan dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi
hukum sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya,
karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah
Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah: hukum yang tumbuh dalam praktek
penyelenggaraan Negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi
kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui
merupakan salah satu sumber hukum tata negara. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri
dari 2 kelompok yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab,
37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum.
Negara yaitu: suatu tempat yang di dalamnya di diami oleh banyak orang yang mempunyai tujuan
hidup yang bermacam-macam dan berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain.
Suatu tempat dapat disebut dengan Negara jika mempunyai 3 unsur terpenting yang harus
ada didalamnya yaitu :
1. Wilayah
2. Pemerintah
3. Rakyat
Ketiga unsur tersebut harus ada dalam suatu Negara. Jika salah satu dari unsur tersebut tidak
ada maka tempat tersebut tidak dapat dinamakan Negara. Ketiga unsur tersebut saling melengkapi
dalam suatu Negara. Unsur yang lainnya yang juga harus dimiliki oleh suatu Negara adalah
pengakuan dari Negara lain.
Pengakuan dari Negara lain harus dimiliki oleh suatu Negara supaya keberadaan Negara tersebut
diakui oleh Negara-negara lain. Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai
dengan kondisi masyarakat ada saat itu. Pada zaman Yunani kuno para ahli filsafat negara
merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 S.M.,
merumuskan negara dalam bukunya Politica, yang disebutnya sebagai negara polis, yang pada saat
itu masih dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil.
Dalam pengertian itu negara disebut sebagai negara hukum, yang di dalamnya terdapat sejumlah
warga negara yang ikut dalam permusyawaratan (ecclesia), oleh karena itu menurut Aristoteles
keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggaranya negara yang baik, demi terwujudnya cita-
cita seluruh warganya. Konsep pengertian negara modern yang dikemukakan oleh para tokoh
antara lain: Roger H. Soltau, mengemukakan bahwa negara adalah sebagai alat agency atau
wewenang/authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat (Soltau, 1961). Sementara itu menurut Harold J. Lasky, bahwa negara adalah
merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat
memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu atau kelompok, yang merupakan
bagian dari masyarakat itu.
Masyarakat adalah : suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk tercapainya
suatu tujuan bersama. Masyarakat merupakan suatu negara manakala cara hidup yang harus ditaati
baik oleh individu maupun kelompok-kelompok, ditentukan suatu wewenang yang bersifat
memaksa dan mengikat (Lasky, 1947: 8-9). Max Weber mengemukakan pemikirannya bahwa
Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik
secara sah dalam suatu wilayah (Weber, 1958: 78). Mac Iver, menjelaskan bahwa negara adalah
asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah
dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang demi maksud
tersebut diberi kekuasaan memaksa (Iver, 1955: 22).
Sementara itu Miriam Budiardjo Guru Besar Ilmu Politik Indonesia: mengemukakan, bahwa
negara : adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnyadiperintah (governed) oleh sejumlah pejabat
dan berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya
melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah (Budiardjo, 1985: 40-41).
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh berbagai filsuf serta para sarjana tentang negara,
maka dapat disimpulkan bahwa semua negara memiliki unsur-unsur yang mutlak harus ada.
Unsur-unsur negara adalah meliputi: Wilayah atau daerah teritorial yang sah, rakyat yaitu suatu
bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas hanya pada salah satu etnis saja, serta
pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat.
Negara Indonesia
Meskipun ditinjau berdasarkan unsur-unsur yang membentuk negara, hampir semua negara
memiliki kesamaan, namun ditinjau dari segi tumbuh dan terbentuknya negara serta susunan
negara, setiap negara di dunia ini memiliki spesifikasi serta ciri khas masing-masing. Negara
Inggris tumbuh dan berkembang berdasarkan ciri khas bangsa serta wilayah bangsa Inggris.
Mereka tumbuh dan berkembang dengan dilatar belakangi oleh megahnya kekuasaan kerajaan,
sehingga negara Inggris tumbuh dan berkembang senantiasa terkait dengan eksistensi kerajaan.
Negara Amerika tumbuh dan berkembang dari penduduk imigran yang bertualang menjelajahi
benua, meskipun bangsa yang dimaksud adalah bangsa Inggris, yang kemudian disusul oleh
berbagai etnis di dunia seperti dari Cina dan bangsa Asia lainnya, Perancis, Sepanyol, Amerika
Latin dan lain sebagainya.
Negara Amerika terbentuk melalui integrasi antar etnis di dunia, demikian pula negara-negara lain
di dunia tumbuh dan berkembang dengan ciri khas dan sejarahnya masing-masing.
Demikian pula bangsa dan Negara Indonesia tumbuh dan berkembang dengan dilatar belakangi
oleh kekuasaan dan penindasan bangsa asing seperti penjajahan Belanda serta Jepang, bangsa
Indonesia tumbuh dan berkembang dilator belakangi oleh adanya kesatuan nasib, yaitu bersama-
sama dalam penderitaan di bawah penjajahan bangsa asing serta berjuang merebut kemerdekaan.
Selain itu yang sangat khas bagi bangsa Indonesia adalah unsur-unsur etnis yang membentuk
bangsa itu sangat beraneka ragam, baik latar belakang budaya seperti bahasa, adat kebiasaan serta
nilai-nilai yang dimilikinya, oleh karena itu terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui
suatu proses yang cukup panjang.
Sejak masa sebelum bangsa asing menjajah Indonesia, seperti masa kejayaan kerajaan Kutai, Sri-
wijaya, Majapahit dan kerajaan-kerajaanlainnya. Kemudian datanglah bangsa asing ke Indonesia
maka bangsa Indonesia saat itu bertekad untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut
bangsa, sebagai unsur pokok negara melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Isi sumpah itu
merupakan suatu tekad untuk mewujudkan unsur-unsur negara yaitu satu nusa (wilayah) negara,
satu bangsa (rakyat), dan satu bahasa, sebagai bahasa pengikat dan komunikasi antar warga negara,
dan dengan sendirinya setelah kemerdekaan kemudian dibentuklah suatu pemerintahan negara.
Prinsip-prinsip negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung di dalam Pembukaan
UUD 1945 Alinea I, menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya negara dan bangsa
Indonesia, yaitu tentang kemerdekaan adalah hak kodrat segala bangsa di dunia, dan penjajahan itu
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan oleh karena itu harus dihapuskan. Alinea
ke II menjelaskan tentang perjalanan perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan ke-
merdekaan, alinea III menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia Indonesia sebagai bangsa
yang religius yang kemudian pernyataan kemerdekaan.
Adapun alinea IV, menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan negara Indonesia, yaitu adanya
rakyat Indonesia, pemerintahan negara Indonesia yang disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar
negara, Wilayah negara serta dasar filosofis negara yaitu Pancasila (Notonagoro, 1975).
Setelah suatu Negara terbentuk maka Negara tersebut berhak membentuk undang-
undang atau konstitusi. Konstitusi di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu bahkan sebelum
kemerdekaan Indonesia, konstitusi telah ada yang berfungsi mengatur kehidupan bermasyarakat
yang disebut dengan adat istiadat yang ada karena kesepakatan dari suatu masyarakat yang terlahir
dan dipakai sebagai pengatur kehidupan bermasyarakat. Adat istiadat mempunyai suatu hukum
yang dinamakan hukum adat. Pada jaman dahulu walaupun belum ada undang-undangseperti
halnya sekarang, tetapi kehidupan masyarakat sudah diatur dengan adat istiadat dan yang
melanggar adat istiadat akan dikenakan suatu hukum yang telah masyarakat setempat sepakati
yaitu hukum adat.
Dalam reformasi menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945
karena yang menjadi causa prima penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi
kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara yang
mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya kepastian hukum
akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia 1945. Itu terjadi karena
fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945 bukanlah bangunan yang demokratis
yang secara jelas dan tegas diatur dalam pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya
jalannya proses pemerintahan kepada penyelenggara negara. Akibatnya dalam penerapannya
kemudian bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk legitimasi
dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan nasional rezim orde lama (1959-
1966) dan orde baru (1966-1998) telah membuktikan hal itu, sehingga siapapun yang berkuasa
dengan masih menggunakan UUD yang all size itu akan berperilaku sama dengan penguasa
sebelumnya.
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya
merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan
negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar
(konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi
negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang
seimbang, dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa
diabaikan.Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi
suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen
bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara
mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti
apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses
perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah
merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan
wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai
keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali dari hasil-hasil
perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan
memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan
perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar
dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi
menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan. Penempatan Pancasila sebagai
staatsfundamentalnorm pertama kali disampaikan oleh Notonagoro (Jimly;2006).
Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini
mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta
dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai
staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanannya tidak dapat
dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila. Namun dengan penempatan Pancasila sebagai
taatsfundamentalnorm berarti menempatkannya di atas Undang-undang Dasar. Jika demikian,
Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk
membahas permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsep norma dasar dan
konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat Hans Nawiasky, serta melihat
hubungan antara Pancasila dan UUD 1945. Memang hingga kini masih terjadi polemik dikalangan
ahli hukum mengenai apakah Pancasila, atau Pembukaan UUD 1945, atau Proklamasi
Kemerdekaan, sebenarnya yang dapat disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Polemik ini mencuat ketika Muh. Yamin pada tahun 1959 menggunakan istilah sumber
dari segala sumber hukum tidak untuk Pancasila seperti yang lazim digunakan saat ini, melainkan
untuk Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang disebutnya dengan ”maha-sumber dari
segala sumber hukum,”the source of the source” (Denny;2003). Sebagaimana telah ditentukan oleh
pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara
republik Indonesia. Dengan terbentuknya UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004 yang
menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”, dengan
tegas menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagai berikut:
”Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis bangsa dan negara, sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila”.
Dardji Darmodihadjo menyebutkan, bahwa Pancasila yang sah dan benar adalah yang
dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis konstitusional dan secara objektif ilmiah. Secara
yuridis konstitusional, Pancasila sebagai dasar negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur
menyelenggarakan pemerintahan negara.
Pengertian Konstitusi
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer”
(Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi
mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang
negara.Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi
dasar (grond) dari segala hukum.Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-
undang Dasar. Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanya¬an: what is a constitution
dapat dijawab bahwa “…a constitution is a document which contains the rules for the the operation
of an organization” Organisasi dimaksud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Negara
sebagai salah satu bentuk organisasi, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai
konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
Dahulu konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum penting biasanya dikeluarkan
oleh kaisar atau raja dan digunakan secara luas dalam hukum kanon untuk menandakan keputusan
subsitusi tertentu terutama dari Paus.Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah
dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara,
namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa
dokumen tertulis (formal).
Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus
diterjemahkan termasuk : kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang
dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya,
terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi
Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution) dan konstitusi
tidak tertulis (Unwritten Constitution).
Ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-
undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan.Dalam
karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia
mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Dasar negara Pancasila merupakan pandangan bangsa
Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur bangsa dalam menentukan konsep dasar dari cita-cita
bangsa. Dengan demikian secara tidak langsung Pancasila mengikat bangsa Indonesia dalam
praktik kenegaraan.
Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam
negara, serta sebagai sumber segala sumber hukum sebagaimana tertuang di dalam Tap MPRS
NO. XX/MPRS/1966, Tap MPR No. V/MPR/1973, Tap MPR NO. IX/MPR/1978. Penegasan
kembali Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam Tap MPR NO. XVIII/MPR /1998.
Berbeda dengan konstitusi. Konstitusi memuat bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan
negara. Konstitusi bisa tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis di sebut Undang Undang Dasar
(UUD). Oleh karena itu konstitusi negara RI adalah UUD 1945. Istilah constitution lebih luas,
yaitu keseluruhanperaturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat
cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. L.J. Van
Apeldoornmembedakan antara istilah udang-undang dasar (grondwet) dengan konstitusi
(constitutie). Undang-undang dasar adalah bagian tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis.
Beberapa sikap positif warga negara yang perlu dilestarikan terhadap konstitusi negara
UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Menjalankan segala ketentuan hukum serta kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
UUD 1945.
2. Mensosialisasikan UUD 1945 ke dalam berbagai kehidupan masyarakat.
3. Menjadikan UUD 1945 sebagai pedoman atas permasalahan ketatanegaraan atau kehidupan
berbangsa dan bernegara.
4. Menghindari sikap yang inkonstitusisnal.
5. Menjadikan UUD 1945 sebagai sumber hukum atas berbagai produk hukum yang ingin dibuat
karena telah di juarai oleh nilai-nilai dasar bangsa Indonesia (tertuang dalam Pancasila).
Konstitusi merupakan hasil perjanjian masyarakat dengan negara yang dipergunakan untuk
membina negara dan pemerintahan yang akan mengurus mereka. Konstitusi menjamin hak-hak inti
manusia dan warga negara dan alat-alat pemerintahannya
Ivor Jenning dalam buku (The Law and The Constitution) menyatakan di negara-negara
dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu yang menentukan:
a. Adanya wewenang dan tata cara bekerja lembaga kenegaraan
b. Adanya ketentuan berbagai hak asasi dari warga negara yang diakui dan dilindungi.
Di inggris baik lembaga-lembaga negara termaksud dalam huruf a maupun pada huruf b yang
dilindungi, tetapi tidak termuat dalam suatu dokumen tertentu. Dokumen-dokumen tertulis hanya
memuat beberapa lembaga-lembaga negara dan beberapa hak asasi yang dilindungi, satu dokumen
dengan yang lain tidak sama.
Karenanya dilakukan pilihan-pilihan di antara dokumen itu untuk dimuat dalam konstitusi. Pilihan
di Inggris tidak ada.Penulis Inggris yang akhirnya memilih lembaga-lembaga mana dan hak asasi
mana oleh mereka yang dianggap “constitutional.”
Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek. Konstitusi yang
terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti uruguay 332 pasal,
Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218
pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210 pasal.
Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal,
Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.
Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama dengan hukum, namun tujuan dari
konstitusi lebih terkait dengan:
1. Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
2. Hubungan antar lembaga negara
3. Hubungan antar lembaga negara(pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
4. Adanya jaminan atas hak asasi manusia
5. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin
bahwa konstitusi tersebut baik.Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki lembaga-
lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan yang tidak kalah
penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi.Bahkan terdapat hak-hak asasi
manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang
diatur di dalam konstitusi. Dengan demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan tertulis di
luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada konstitusi.
Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton
menyatakan “Constitutionalism is the name given to the trust which men repose in the power of
words engrossed on parchment to keep a government in order. Untuk tujuan to keep a government
in order itu diperlukan pengaturan yang sede-mikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam
proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur
dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons
perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
Klasifikasi Konstitusi
Hampir semua negara memiliki konstitusi, namun antara negara satu dengan negara
lainya tentu memiliki perbeadaan dan persamaan. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi
dari konstitusi yang berlaku di semua negara.
Para ahli hukum tata negara atau hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi
berdasarkan cara pandang mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan
lain-lainnya.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara.Jika negara itu menganut paham
kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat.Jika yang berlaku adalah
paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.Hal inilah
yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di
luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya.Karena itu, di lingkungan negara-negara
demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ
pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi.Pengertian constituent power
berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan
hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena
konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum
atau peraturan- peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang
berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-
Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Dengan ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh Wheare ” Konstitusi Pemerintahan
Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive
Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak termasuk
kedalam golongan konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal
ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-
ciri pemerintahan parlementer, oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem
konstitusi campuran.
Menteri Negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada
dewan perwakilan rakyat.
Sistem ini dijelaskan dalam UUD 1945 sebagai berikut :presiden mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada
DPR. Kedudukannya tidak tergantung daripada dewan, akan tetapi tergantung pada Presiden.
Kekuasaan Presiden Adalah Terbatas
Dalam sistem ini kedudukan dan peranan DPR adalah kuat. DPR tidak dapat dibubarkan
oleh presiden, tetapi DPR pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan setiap rancangan
Undang-Undang dibahas oleh DPR. Presiden untuk mendapat persetujuan bersama, jadi sesuai
dengan sistem ini maka kebijaksanaan atau tindakan Presiden dibatasi pula oleh adanya
pengawasan yang efektif oleh DPR.
Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau
Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum dari suatu
Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu
konstitusi.Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara.
Empat sasaran yang hendak dituju dalam usaha mempertahankan Konstitusi dengan jalan
mempersulit perubahannya adalah:
1. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara
serampangan dan dengan sadar (dikehendaki).
2. Agar rakyat mendapat kesempatan untukmenyampaikan pandangannya sebelum perubahan
dilakukan.
3. Agar kekuasaan Negara serikat dan kekuasaan Negara bagian tidak diubah semata-mata oleh
perbuatan masing-masing pihak secara tersendiri.
4. Agar supaya hak-hak perseorangan atau kelompok, seperti kelompok minoritas agama atau
kebudayaannya mendapat jaminan.
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern dewasa ini pada
umumnya dipahami berdasarkan pada tiga elemen kesepakatan atau konsensus, sebagai
berikut :
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or
general acceptance of the same philosophy of government).
2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan negara (the basis of government).
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan
(the form of institution and procedures). (Andrews 1968: 12).
Kesepakatan pertama yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama yang sangat menentukan
tegaknya konstitusionalisme dan konstitusi dalam suatu Negara, karena cita-cita bersama itulah
yang pada puncak abstraksinya paling mungkin mencerminkan bahkan melahirkan kesamaan-
kesamaan kepentingan diantara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup
di tengah-tengah pluralisme atau kemajemukan.
Oleh karena itu, pada suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan
bernegara, diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita bersama yang biasa juga di-
sebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita Negara) yang berfungsi sebagai
philosofhiscegronslaag dan comonplatforms, di antara sesama warga masyarakat dalam konteks
kehidupan bernegara. Bagi bangsa Indonesia dasar filosofis yang dimaksud adalah dasar filsafat
negara Pancasila.
Lima prinsip dasar yang merupakan dasar filosofis bangsa Indonesia tersebut adalah:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelima prinsip dasar filsafat negara tersebut merupakan dasar filosofis-ideologis untuk
mewujudkan cita-cita ideal dalam bernegara yaitu:
(1) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
(2) meningkatkan (memajukan) kesejahteraan umum,
(3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
(4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Kesepakatan kedua, adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan
hukum dan konstitusi. Kesepakatan kedua ini juga sangat prinsipial, karena dalam setiap negara
harus ada keyakinan bersama bahwa dalam segala hal dalam penyelenggaraan negara harus
didasarkan atas rule of law. Bahkan di Amerika dikenal istilah The Rule of law, and not rule of
man" untuk menggambarkan pengertian bahwa hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau
memimpin dalam suatu negara, bukan manusia. Istilah "The Rule of law" harus dibedakan dengan
istilah "The Rule by Law". Dalam istilah terakhir ini, kedudukan hukum (law) digambarkan hanya
bersifat instrumentalis atau hanya sebagai alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada ditangan
orang atau manusia, yaitu "The Rule of Man by Law".
Dalam pengertian yang demikian, hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem yang
puncaknya terdapat pengertian mengenai hukum dasar yang disebut konstitusi, baik dalam arti
naskah yang tertulis maupunyang tidak tertulis, pengertian inilah kita kenal istilah constitutional
state yang merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi modern. Kesepakatan tentang
sistem aturan sangat penting, sehingga konstitusi sendiri dapat dijadikan pegangan tertinggi dalam
memutuskan segala sesuatu yang harus didasarkan atas hukum. Tanpa ada konsensus semacam itu,
konstitusi tidak berguna, karena ia sekedar berfungsi sebagai kertas dokumen yang mati, hanya
bernilai semantik dan tidak berfungsi atau tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Kesepakatan ketiga, adalah berkenaan dengan:
(a) bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaan,
(b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama lain, serta
(c) hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena
benar-benar mencerminkan keinginan bersama, berkenaan dengan institusi kenegaraan dan
mekanisme ketatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara ber-
konstitusi (constitutional state). Kesepakatan itulah yang dirumuskan dalam dokumen konstitusi
yang diharapkan dijadikan pegangan bersama untuk kurun waktu yang cukup lama. Para
perancang dan perumus konstitusi tidak seharusnya membayangkan bahwa konstitusi akan diubah
dalam waktu dekat.
Konstitusi tidak sama dengan undang-undang yang dapat lebih mudah diubah. Karena
itulah mekanisme perubahan Undang-Undang Dasar memang sudah seharusnya tidak diubah
semudah mengubah undang-undang. Meskipun demikian seharusnya konstitusi tidak disakralkan
dari kemungkinan perubahan seperti yang terjadi tatkala Orde Baru. Keseluruhan kesepakatan itu
pada intinya menyangkut prinsip pengaturan dan pembatasan kekuasaan, atas dasar pengertian
tersebut maka sebenarnya prinsip konstitusionalisme modern adalah menyangkut prinsip
pembatasan kekuasaan atau yang lazim disebut sebagai prinsip limited government. Dalam
pengertian inilah maka konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu
sama lain yaitu: Pertama, hubungan antara pemerintahan dengan warga negara; dan Kedua,
hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan lainnya.
Konstitusi mempunyai pengertian dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan
dasar/hukum dasar, sedangkan dalam arti sempit memiliki arti piagam dasar atau undang-undang
dasar yang merupakan dokumen lengkap mengenai peraturan dasar Negara.Konstitusi mempunyai
tujuan dan kegunaan dalam pembentukannya. Konstitusi dibuat dengan tujuan mencapai tujuan
dari suatu negara yang membuatnya kalau di Indonesia konstitusi dibuat untuk mencapai tujuan
yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang sebagai dasar Negara Indonesia.
Sedangkan selain mempunyai tujuan, Konstitusi juga mempunyai kegunaan bagi penguasa sebagai
alat mewujudkan cita-cita dari tujuan Negara yang sesuai dengan kaedah Negara pembuatnya.
Tampak bahwa begitu banyak tujuan, manfaat dan kegunaan konstitusi bagi suatu Negara
khususnya bagi Indonesia untuk mewujudkan suatu cita-cita luhur bangsa Indonesia maka
konstitusi sangat dibutuhkan bagi Negara Indonesia yang dapat juga sebagai alat pencapai tujuan
Negara berdasarkan pada Dasar Negara yaitu Pancasila. Oleh karena itu, dengan adanya konstitusi
maka pengaturan dalam Negara akan berjalan dengan baik, lancar dan tertata sehingga dinamika
dan proses pemerintahan Negara dapat dibatasi dan dikendalikan serta dapat mewujudkan
kehidupan dalam Negara yang dinamis dan terkendali untuk kepentingan bersama.
Konstitusi Indonesia
Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak
yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen tidak
dimak- sudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan prosedur
penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus Langsung mengubah UUD nya itu sendiri,
amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD
tersebut (Mahfud, 1999:64).
Dengan sendirinya amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal-pasal
maupun memberikan tambahan-tambahan. Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut
didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama masa Orde Lama dan Orde Baru, bahwa
penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat "multi interpretable" atau dengan kata lain
berwayuh arti, sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden.
Karena latar belakang politik inilah maka masa Orde Baru berupaya untuk melestarikan UUD
1945 bahkan UUD 1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidak dapat diganggu gugat.
Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah tidak adanya
sistem kekuasaan dengan "checks and balances" terutama terhadap kekuasaan eksekutif, bagi
bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 adalah merupakan suatu keharusan, karena
hal itu akan mengantarkan bangsa Indonesia ke arah tahapan baru melakukan penataan terhadap
ketatanegaraan.
Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999, di mana
amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap pasal; 9
UUD 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga
dilakukan pada tahun 2001, dan amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2002 dan disahkan
pada tanggal 10Agustus 2002.
Demikianlah bangsa Indonesia memasuki suatu babakan baru dalam kehidupan ketatanegaraan
yang diharapkan membawa ke arah perbaikan tingkat kehidupan rakyat. UUD 1945 hasil
amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi rakyat dalam
mengambil keputusan politik, sehingga diharapkan struktur kelembagaan negara yang lebih
demokratis ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia harus menjiwai semua
peraturan hukum dan pelaksananya, ketentuan ini menunjukkan bahwa di negara Indonesia
dijamin adanya perlindungan hak-hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum, bukan
kemauan seseorang yang menjadi dasar kekuasaan. Menjadi suatu kewajiban bagi setiap
penyelenggaraan negara untuk menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila yang
selanjutnya melakukan penyusunan peraturan pelaksanaan, di samping itu sifat hukum yang
berdasarkan Pancasila, hukum mempunyai fungsi pengayoman agar cita-cita luhur bangsa
Indonesia tercapai dan terpelihara.
Namun demikian untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran perlu adanya Badan-
badan kehakiman yang kokoh kuat yang tidak mudah dipengaruhi oleh lembaga-lembaga lainnya.
Pemimpin eksekutif (Presiden) wajib bekerja sama dengan badan-badan kehakiman untuk
menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan sehat. Dalam era reformasi dewasa ini
bangsa Indonesia benar-benar akan mengembalikan peranan hukum, aparat penegak hukum
beserta seluruh sistem peraturan perundang-undangan akan dikembalikan pada dasar-dasar negara
hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002 yang mengemban
amanat demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Adapun pembangunan hukum di
Indonesia sesuai dengan tujuan negara hukum, diarahkan pada terwujudnya sistem hukum yang
mengabdi pada kepentingan nasional terutama rakyat, melalui penyusunan materi hukum yang
bersumberkan pada Pancasila sebagai sumber filosofinya dan UUD 1945 sebagai dasar
konstitusionalnya, serta aspirasi rakyat sebagai sumber materialnya.
UUD Konstitusi
Memuat peraturan tertulis saja. Memuat peraturan tertulis dan lisan.
Bersifat dasar dan belum memiliki sanksi pemaksa atau Bersifat dasar, belum memiliki sanksi pemaksa atau
sanksi pidana bagi penyelenggaraanya. sanksi pidana bagi penyelenggaraanya, timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
meskipun tidak tertulis.
Mengandung pokok-pokok sebagai berikut : Memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Adanya jaminan terhadap HAM dan warganya Organisasi negara, misalnya pembagian
Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang kekuasaan antar badan legislatif, eksekutif, dan
bersifat fundamental yudikatif
Adanya pembagian dan pembatasan tugas HAM
ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental Prosedur mengubah UUD
Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah
sifat tertentu dari UUD
Contoh : UUD NKRI 1945 Contoh : Konstitusi RIS 1949
Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau aturan dasar suatu Negara tersebut mempunyai
fungsi yang sangat penting dalam suatu Negara. Mengapa? Sebab, konstitusi menjadi pegangan dalam
penyelenggraan Negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak bertentangan dengan konstitusi Negara itu.
Dengan adanya pembatasan kekuasaan yang diatur dalam konstitusi, maka pemerintahan tidak boleh menggunakan
kekuasaannya secara sewenang–wenang.
Sebagai aturan dasar dalam Negara, maka Undang–Undang Dasar mempunyai kedudukan tertinggi dalam
peraturan perundang – undangan di Indonesia. Artinya semua jenis peraturan perundang – undangan di Indonesia
kedudukannya di bawah Undang – Undang Dasar Negara Republik Indoensia, yakni UUD 1945. Peraturan
perundang – undangan tersebut adalah Undang–Undang/ Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.
Sekarang, marilah kita kaji konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia!
Materi ini perlu dipahami agar kalian mampu menjelaskan berbagai UUD yang pernah berlaku serta dinamika
ketatanegaraan di Negara kita.
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di Negara Indonesia pernah menggunakan
tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950 . Dilihat dari periodesasi
berlakunya kitiga UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:
1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945,
5. 19 Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan)
Untuk memahami pelaksanaan konstitusi atau UUD pada setiap periode tersebut, perhatikan uraian di
bawah ini dengan seksama!
Perubahan UUD Negara RI dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti. Secara
umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR adalah sebagai berikut.
Perubahan Pertama. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tgl 19 Oktober 1999 dapat di
katakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung mensakralkan atau
menjadikan UUD 1945 sebagai yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan. Perubahan Pertama
terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat yaitu :
Perubahan Kedua . Perubahan kedua ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, meliputi 27 pasal
yang tersebar dalam 7 Bab yaitu :
Bab VI Pemerintah Daerah
Bab VII Dewan Perwakilan daerah
Bab X Warga Negara dan Penduduk
Bab XA Hak asasi Manusia
Bab XII Pertahanan dan Keamanan
Bab XV Bendera , Bahasa , Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Perubahan Ketiga , Perubahan ketiga ditetapkan pada tanggal tgl 9 November 2001, meliputi 23
pasal tersebar 7 bab. Yaitu
Bab I Bentuk dari Kedaulatan
Bab II MPR
Bab III Kekuasaan Pemerintah Negara
Bab VII A DPR
Bab VII B Pemilihan Umun
Bab VII BPK
Perubahan keempat , ditetapkan 10 Agustus 2002 meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir
yang di hapuskan dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa :
a. UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertaman , kedua dan ketiga dan keempat adalh UUD
1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
b. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke 9 tanggal 18 agustus 2000 Sidang Thunan
MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal sitetapkan .
c. Bab IV tentang “ Dewan Pertimbangan Agung “ dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta
penempatanya kedalam Bab III tentang “ kekuasaan Pemerintah Negara “