Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA APENDISITIS


AKUT
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas praktik kerja klinik Keperawatan medical bedah 3
( PKK KMB-3 )

Disusun oleh :
Dika Abdul Latif ( KHGC18069 )

4B S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
2021
a. Definisi
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks
vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm
dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak
pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks
vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih dikenal
dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum
(Nurfaridah, 2015).
b. Etiologi
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh
apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material
garam kalsium, debris fekal), atau parasit E Histolytica. (Katz 2009 dalam muttaqin, &
kumala sari, 2011).
Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan rendah
serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal
yang mengakibatkan terjadinya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon
c. Manifestasi klinik
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara lain sebagai
berikut :
1. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau
periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran kanan
bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus dan spina anterior
ileum) nyeri terasa lebih tajam.
2. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena kebocoran
apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen
3. Mual
4. Muntah
5. Nafsu makan menurun
6. Konstipasi
7. Demam (Mardalena 2017 ; Handaya, 2017)
d. Patofisiologi
Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lamen
apendikeal oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa,
fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atauparasit EHistolytica. Selain itu
apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang
dapat menimbulkan konstipasi. Kondisi obstruktif akan meningkatkan tekanan
intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada
nekrosis dan inflamasi apendiks. Pada fase ini penderita mengalami nyeri pada area
periumbilikal. Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi, akan terjadi pembentukan
eksudat pada permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan
perietal peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce, 2009
dalam dalam muttaqin & kumala sari, 2011).
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan
meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding
apendiks yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya penurunan
perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis serta diikuti peningkatan
tekanan intraluminal, juga akan meningkatkan risiko perforasi dari apendiks. Pada proses
fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap bakteri ditandai dengan pembentukan
nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi
dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri
masuk ke rongga abdomen kemudian akan memberikan respon inflamasi permukaan
peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses,
maka akan ditandai dengan gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian akan
memberikan respons peritonitis. Gejala yang khas dari perforasi apendiks adalah adanya
nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanaki, 2005 dalam
muttaqin, Arif &
e. Pathway
Penyumbatan lumen apendik

Appendicitis

Laparoskopi

Pre op post operasi

Kurang pengetahuan terkait prosedur perforasi usus diskontinuitas jaringan

Ansietas peningkatan vaskuler kerusakan integritas kulit

peregangan lumen usus risiko tinggi infeksi

Nyeri

Gangguan mobilitas fisik


f. Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut :
1. Apendisitis akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda setempat.
Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral
di saerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan
penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik
McBurney. Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Hidayat 2005 dalam
Mardalena,Ida 2017)
2. Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal yaitu pertama,
pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama paling
sedikit tiga minggu tanpa alternatif diagnosa lain. Kedua, setelah dilakukan
apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik
gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada
apendiks (Santacroce dan Craig 2006
g. Penatalaksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis meliputi :
1. Sebelum operasi
a. Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Pemeriksaan
abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan
dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
b. Antibiotik Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum,
saat,
hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah,
2014).
2. Operasi Laparaskopi
Operasi pendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai
akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera
super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula
sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan
masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati organ
abdominal secara visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari
semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui
salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014). Jika apendiks mengalami perforasi bebas,
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan
dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat
terjadi resiko infeksi luka operasi.
3. Pasca operasi Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan
dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan.
Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal
h. Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam penanganannya. Adapun
jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016) diantaranya sebagai berikut:
1. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh
lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam
sejak sakit.
2. Peritonitis Peritonitis
adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga abdomen).
Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis.
3. Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.

i. Focus data pengkajian


1. Data demografi Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
b. Riwayat kesehatan sekarang Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan
bawah yang menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami
demam tinggi
c. Riwayat kesehatan dahulu Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya
pada colon.
d. Riwayat kesehatan keluarga Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis
penyakit yang sama.
3. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
a. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
b. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
c. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang
O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
d. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya
infeksi dan pendarahan.
e. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang
serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
f. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
g. Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h. Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
4. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
b. Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan
intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
c. Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa
nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola
eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya
sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
d. Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas
biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
e. Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.
f. Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien. Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya
sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
g. Pola hubungan. Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita
mengalami emosi yang tidak stabil.
h. Pemeriksaan diagnostic.
1. Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
2. Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non
spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk
mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
3. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi.
4. Pemeriksaan Laboratorium. (2) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000
µ/ml. (3) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit
i. Analisa data
Data Etiologi Masalah
DS : klien mengatakan takut karena Apendisitis Ansietas
akan di operasi
Do : klien tampak pucat, klien Pembedahan laparoskopi
berkeringat
Kurang informasi terkait prosedur
pembedahan

Ansietas
Ds : klien mengatakan nyeri pada Apendisitis Nyeri akut
perut bagian kanan
Do : klien tampak meringis, skala Perforasi usus
nyeri 7 ( 0 – 10 )
Peningkatan vaskuler

Peregangan lumen usus

Nyeri
Ds : klien mengatakan bau saja Apendisitis Risiko infeksi
menjalani operasi
Do : terdapat luka post op Prosedur pembedahan

Diskontinuitas jaringan

Kerusakan integritas kulit

Resiko infeksi
j. Diagnose keperawatan
1. Pre operasi
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
b. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
2. Post operasi
a. Risiko infeksi b.d prosedur invasif
k. Intervensi keperawatan pre operasi
Dx Tujuan Intervensi Rasional
Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Identivikasi saat tingkat 1. Untuk mengetahui
berhubungan keperawatan tingkat ansietas ansietas berubah. tingkat kecemasan
dengan kurang menurun dengan Kriteria Hasil: pada pasien
terpapar informasi 1.Verbalisasikebingungan 2. Temani klien untuk 2. Membantu
menurun. 2. Verbalisasi mengurangi kecemasan jika menenangkan pasien
khawatir akibat menurun. perlu. dalam menghadapi
3.Prilaku gelisah menurun. 4. operasi
Prilaku tegang menurun. 3. Dengarkan dengan penuh 3. Untuk membuat pasien
perhatian. merasa dihargai atas
apa yang sedang
dirasakan
4. Untuk memberikan
4. Jelaskan prosedur, termasuk
informasi kepada
sensasi yang mungkin
pasien terkait prosedur
dialami.
yang akan dilakukan
5. Membuat pasien tidak
kesepian dan sendirian
5. Anjurkan keluarga untuk
menghadapi operasi
tetap bersama klien, jika
6. Relaksasi membuat
perlu.
pasien lebih tenang
sehingga ansietas dapat
diatasi.
6. Latih teknik relaksasi.

Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan 1. Untuk mengetahui sejauh
cedera biologis keperawatan, diharapkan nyeri karasteristik nyeri. mana tingkat nyeri dan
klien berkurang dengan kriteria merupakan indiaktor
hasil: · secara dini untuk dapat
1. Klien mampu mengontrol memberikan tindakan
nyeri (tahu penyebab nyeri, selanjutnya
mampu menggunakan tehnik 2. Jelaskan pada pasien tentang 2. informasi yang tepat
nonfarmakologi untuk penyebab nyeri dapat menurunkan tingkat
mengurangi nyeri, mencari kecemasan pasien dan
bantuan) menambah pengetahuan
2. Melaporka bahwa nyeri pasien tentang nyeri.
berkurang dengan 3. Ajarkan tehnik untuk 3. napas dalam dapat
menggunakan manajemen pernafasan diafragmatik menghirup O2 secara
nyeri · Tanda vital dalam lambat / napas dalam adequate sehingga
rentang normal otototot menjadi relaksasi
sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
4. Berikan aktivitas hiburan 4. meningkatkan relaksasi
(ngobrol dengan anggota dan dapat meningkatkan
keluarga) kemampuan kooping.
5. deteksi dini terhadap
perkembangan kesehatan
5. Observasi tanda-tanda vital pasien.
6. sebagai profilaksis untuk
dapat menghilangkan rasa
6. Kolaborasi dengan tim medis nyeri.
dalam pemberian analgetik

l. Intervensi keperawatan post operasi


Dx Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi 1. Untuk melihat Dugaan
keperawatan diharapkan infeksi pada area insisi adanya infeksi
dapat diatasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor tandatanda vital. 2. Mengrtahui Dugaan
1. Klien bebas dari tanda-tanda Perhatikan demam, menggigil, adanya infeksi/terjadinya
infeksi berkeringat, perubahan mental sepsis, abses, peritonitis
2. Menunjukka kemampuan 3. Lakukan teknik isolasi untuk 3. mencegah transmisi
untuk mencegah timbulnya infeksi enterik, termasuk cuci penyakit virus ke orang
infeksi tangan efektif lain.
4. Pertahankan teknik aseptik ketat 4. mencegah meluas dan
pada perawatan luka insisi / membatasi penyebaran
terbuka, bersihkan dengan organisme infektif /
betadine. kontaminasi silang.
5. Awasi / batasi pengunjung dan 5. menurunkan resiko
siap kebutuhan. terpajan.
6. Kolaborasi tim medis dalam 6. terapi ditunjukkan pada
pemberian antibiotik bakteri anaerob dan hasil
aerob gra negatif

Anda mungkin juga menyukai