Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Dinamika Interaksi Sosial dan Dilema antara


Kepentingan Individu dan Kepentingan Masyarakat

Disusun Oleh : 1.Juwita Sianturi

2.Niken Kartina Hiwi

3.Nurul Falaha

4.Siti Maysaroh

5.Leni Sarasanti

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


D-III KEBIDANAN
UNIVERSITAS DR. SOETOMO
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
 
A.  Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Manusia
memberikan nilai kepada sesuatu. Nilai itu ada atau riil dalam kehidupan manusia. Moral erat
kaitannya dengan akhlak yang mengandung makna tata tertib yang datang dari hati nurani
manusia. Moral merupakan bagian dari nilai. Hukum merupakan suatu norma. Norma hukum
merupakan aturan-aturan yang bersal dari negara dan sifatnya memaksa.Tujuan bernegara
Indonesia adalah terpenuhinya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat diketahui
dalam pembukaan UUD 1945 maupun pancasila.

Bedasarkan pancasila sila kedua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, maka adil
yang dimaksud adalah perlakuan adil kepada warga negara tanpa pandang bulu. Manusia 
pada hakikatnya sama harkat dan martabatnya termasuk pula manusia sebagai warga negara,
Karena itu hendaknya penyelenggara negara menjamin perlakuan yang adil terhadap warga
negaranya. Hal ini tercermin pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara
bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat indonesia mengandung makna adil
dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Hasil pembangunan dan kekayaan bangsa
hendaknya dinikmati secara adil dan menyeluruh oleh  seluruh lapisan masyarakat.
Pembangunan dan kekayaan alam tidak boleh dinikmati segelintir orang, sebab hal tersebut
dapat menimbulkan kesenjangan, perasaan iri dan kemiskinan. Sesuai dengan sila
kelima tersebut maka kedilan yang harus terwujud dalam kehidupan bangsa adalah :

1. Keadilan distributif, yaitu hubungan yang adil antara negara dengan negaranya.


Kedilan ini dalam bentuk kesejahteraan, subsidi, serta kesempatan hidup bersama
berdasarkan hak dan kewajiban.
2. Keadilan legal (bertaat), yaitu hubungan yang adil antara negara dengan warga
negaranya. Kedilan komutatif, yaitu hubungan yang adil dan sama antar warga negara
secara timbal balik.

  Dilihat dari kenyataan yang ada, Indonesia sebagai negara hukum memang sudah
terwujud terbukti dengan telah adanya Undang-Undang yang mengatur kehidupan bernegara.
Tetapi pada penerapannya didalam kehidupan bernegara itu sendiri belum terlaksana dengan
baik. Terbukti dengan banyaknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
segelintir orang namun hukum baginya tidak berjalan dengan semestinya. Hukum pada saat
ini lebih memihak kepada mereka yang memiliki kedudukan.

 
B.  Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan Nilai, Moral dan Hukum?
2. Bagaimanakah penerapan Nilai, Moral dan Hukum di Indonesia?
3. Apakah solusi yang tepat untuk permasalahan Nilai, Moral dan Hukum di Indonesia?

 C.  Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah ISBD.


2. Untuk menambah pengetahuan tentang Nilai, Moral dan Hukum.
3. Untuk mengetahui berbagai permasalahan tentang Nilai, Moral dan Hukum.

 
BAB II
PEMBAHASAN
 

Problematika Nilai, Moral dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara


 
A. Nilai
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Beberapa
pendapat tentang nilai dapat diuraikan sebagai berikut :
Menurut Bambang Daroeso, Nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap
sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
Menurut Parsi Darmo Diharjo, Nilai adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat
bagi manusia baik lahir maupun batin.
 Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut :

* Menyenangkan.                                      * Menguntungkan.


* Berguna.                                                      * Memuaskan.
* Menarik.                                                       * Keyakinan.
  Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa nila itu
subjektif, sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa nilai itu subjektif. Menurut aliran
idealisme, nilai itu objektisme, ada pada setiap sesuatu. Pendapat lain menyatakan bahwa
nilai sutu objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya air menjadi sangat berharga
daripada emas bagi seseorang yang kehausan dipadang pasir. Nilai menjadikan manusia
terdorong untuk melakukan tindakan agar harapannya dapat terwujud dalam kehidupannya.

Jenis nilai menurut Prof.Drs.Notonegoro,S.H ada tiga,yaitu :

1. Nilai materil, yakni sesuatu yang berguna bagi sesama manusia.


2. Nilai vital, yakni sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melaksanakan
kegiatan.
3. Nilai kerohanian, dibedakan menjadi empat, yaitu  :
1. Nilai kebenaran, bersumber pada akal pikiran manusia.
2. Nilai estetika, bersumber pada rasa manusia.
3. Nilai kebaikan bersumber pada kehendak/nurani manusia.
4. Nilai religius yang bersifat mutlak dan bersumber pada keyakinan
manusia.
B. Moral
Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa
Indonesia moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin
yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Istilah moral dapat
dipersamakan dengan etika, akhlak, kesusilaan dan budi pekerti. Dalam hubungannya
dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Nilai moral berkaitan dengan
perilaku manusia tentang hal baik-buruk.
C. Hukum
Hukum merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum. Norma hukum adalah
peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku. Norma hukum perlu ada untuk mengatur
kepentingan manusia dalam masyarakat agar memperoleh kehidupan yang tertib. Norma
hukum tertuang dalam perundang-undangan.

Norma hukum dibutuhkan karena dua hal:

1. Karena bentuk sanksi dari norma agama, kesusilaan dan kesopanan belum cukup
memuaskan dan efektif untuk melindungi keteraturan dan ketertiban masyarakat.
2. Masih banyak perilaku lain yang belum di atur dalam norma agama, kesusilaan dan
kesopanan, misalnya perilaku dijalan raya.
 Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaanan & kesopanan. Isi ketiga norma
tersebut bisa diangkat sebagai norma hukum.

 Fungsi hukum yaitu :

1. Sebagai alat pengukur tertib hubungan masyarakat.


2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial.
3. Sebagai penggerak pembangunan.
4. Fungsi kritis hukum.
  Hukum bertujuan untuk menjamu kepastian hukum dalam masyarakat, memberikan
faedah bagi warga negara dan menciptakan keadilan dan ketertiban bagi warga negara.
Norma terbagi atas empat, yaitu :

1. Norma Agama. Sanksi yang diberikan tidak secara langsung, tapi hukuman dari Sang
pencipta pada hari akhir nanti.

2. Norma Kesusilaan. Sanksinya berupa tekanan batin sang pelaku.


3. Norma Kesopanan. Sanksinya yaitu dapat dikucilkan oleh masyarakat.

4. Norma Hukum. Hukuman berupa kurungan.

D. Hakikat Nilai Moral Dalam Kehidupan Manusia


 Nilai dan Moral Sebagai Materi Pendidikan
Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia
mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang
mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika
berhubungan dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah,
namun karena manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk
bahkan dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika
dan estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji
persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana mestinya.
Menurut Bartens ada tiga jenis makna etika, yaitu:
1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
3. Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).

Dalam bidang pendidikan, ketiga pengertian di atas menjadi materi bahasannya,


oleh karena itu bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi juga membahas
kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam kehidupan sosisalnya, yang tentu
saja karena manusia adalah makhluk sosial.

 Nilai Moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia

Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia
sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan
memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada
meskipun tanpa ada yang menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang
subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya.
Dua kategori nilai itu subjektif atau objektif:

Pertama, apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita
mendambakannya karena objek itu memiliki nilai

Kedua, apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek, atau kita
mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai mendahului dan
asing bagi reaksi psikologis badan organis kita (Frondizi, 2001, hlm. 19-24).

  Nilai di Antara Kualitas Primer dan Kualitas Sekunder


Kualitas primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada, sama
seperi kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia, sedangkan kualitas
sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindera seperti warna, rasa, bau,
dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti halnya kualitas sampingan yang memberikan
nilai lebih terhadap sesuatu yang dijadikan objek penilaian kualitasnya.

Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus ada
dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian eksistesi objek tetapi
kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun sekunder sebab
nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah keniscayaan bagi
esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas, yang dimiliki
objek tertentu yang dikatakan “baik”. Nilai milik semua objek, nilai tidaklah independen
yakni tidak memiliki kesubstantifan.

 Metode Menemukan dan Hierarki Nilai dalam Pendidikan

Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu
yang lain, yang selanjutnya diambil sebuah keputusan, nilai memiliki polaritas dan hierarki,
yaitu:

1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas)
seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.

Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan,
objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai,
hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan hubungan yang dihasilkan
nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller berpendapat
bahwa hierarki terdiri dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai kerohanian.
Dan masih banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula pembagian
hierarki di Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran P4), yakni, nilai dasar,
nilai instrumental, dan yang terakhir nilai praksis.\

5. Problematika Pembinaan Nilai Moral


Beberapa pengaruh nilai dalam kehidupan sehari-hari :

1. Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral


2. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
3. Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
4. Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
5. Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral
6. Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
 
6. Manusia Dan Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia,
masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai
ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia
dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan
tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.

Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living
law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam
ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang
bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu,
dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.

Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang
bernama: MASYARAKAT. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial
masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari
dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur (kekuasaan).

7. Hubungan Hukum Dan Moral


Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa
moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan
perundang-undangan yang immoral harus diganti.

Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral
atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum
dengan moral.

Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum
tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum
dan moral sangat jelas.

  Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :

1.  Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis
dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian
dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan
akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang
harus dianggap utis dan tidak etis.

2.  Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri
sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3.  Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman.
Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar,
sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas
hanya hati yang tidak tenang.

4.  Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya atas kehendak negara.
Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu
harus di akui oleh negarasupaya berlaku sebagai hukum. Dengan cara demokratis atau
dengan cara lainmasyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah
atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.

  Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :

1.  Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan uhkum alam
sedangkan moral berdasarkan hukum alam.

2.  Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),
sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).

3.  Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,

4.  Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah,
menyesal, malu terhadap diri sendiri.

5.  Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara,
sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.

6.  Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan
moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).

1.  Pelanggaran Etik
Kebutuhan akan norma etik di oleh manusia diwujudkan dengan membuat
serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi.Kode etik profesi berisi ketentuan-
ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan oleh anggota profesi. Kode etik profesi
dibutuhkan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi dan disisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Meskipun
telah memiliki kode etik, masih terjadi pelanggaran terhadap profesi. Contohnya: Dokter
melanggar kode etik kedokteran.

Pelanggaran terhadap kode etik tidak diberikan sanksi lahiriah ataupun yang bersifat
memaksa. Pelanggaran etik biasanya mendapat sanksi etik berupa rasa menyesal, bersalah
dan malu. Bila seorang profesi melanggar kode etik profesinya ia akan mendapatkan sanksi
etik dari lembaga profesi, seperti teguran, dicabut keanggotaannya atau  tidak diperbolehkan
lagi menjalani profesi tersebut.

 2.  Pelanggaran Hukum

Problema hukum yang yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran
hukum masyarakat. Akibatnya banyak tarjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil
yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak membawa SIM dengan
sengaja dengan alasan hanya untuk sementara waktu.

Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap perundang-


undangan negara. Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari negara yang
bersifat lahiriah dan memaksa masyarakat secara resmi (Negara) berhak memberi sanksi bagi
warga negara yang melanggar hukum.

Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum,
antara lain :

1. Kesadaran / pengetahuan hukum yang lemah. Kesadaran / pengetahuan hukum yang


lemah, dapat berefek pada pengambilan jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan
masing-masing. Masyarakat yang tidak mengerti akan hukum, berpotensi besar dalam
melakukan pelanggaran terhadap hukum.
2. Ketaatan terhadap hukum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya egoisme
dari individu muncul. Ada saja orang yang melanggar hukum dengan bangga ia
menceritakan perbuatannya kepada orang lain.
3. Perilaku aparatur hukum. Perilaku aparatur hukum baik dengan sengaja ataupun tidak
juga telah mempengaruhi dalam penegakan hukum. Misalnya aparat kepolisian yang
dalam menagani suatu kasus dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam kenyataannya
juga langsung memvonis seseorang telah bersalah

4. Faktor aparatur hukum


Permasalahan  hukum di dindonesia dapat diminimalisasi  melalui proses
pendidikan yang diberikan kepada masyarakat, diharapkan wawasan pemikiran
mereka pun semakin meningkat sehingga mempunyai kemampuan untuk memikirkan
banyak alternatif dalam usaha memecahkan masalah  hukum dan tidak melakukan
pelanggaran hukum.

 
 
 
 
 
 
 
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Problematika Nilai, Moral dan Hukum yang terjadi di masyarakat yaitu banyaknya
pelanggaran terhadap norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.

1. Pelanggaran terhadap norma agama tidak dikenakan sanksi secara langsung.


2. Pelanggaran terhadap norma kesusilaan sanksinya lebih berkaitan dengan batin yang
melanggarnya.
3. Pelanggaran terhadap norma kesopanan sanksinya yaitu dikucilkan dari lingkungan
atau masyarakat.
4. Pelanggaran terhadap norma hukum sanksinya berupa kurungan atau penjara.
Di Indonesia Hukum dalam pengaplikasiannya belum berjalan dengan semestinya. Masih
banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dan belum ditindak sesuai dengan
aturan hukum yang sebenarnya. Hukum di Indonesia lebih memihak kepada mereka yang
memiliki kedudukan.

 B. Saran

Sebaiknya pemerintah Indonesia beserta aparatur pengawas hukum menegakkan dan


menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya dan bertindak adil. Hal itu dilakukan agar tidak
timbul lagi berbagai problematika dalam nilai, moral dan hukum di ndonesia.

Kita sebagai mahasiswa hendaknya menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara sesuai
dengan koridor yang telah ditentukan agar tidak timbul problematika dalam hukum.

Anda mungkin juga menyukai