Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan

suplai oksigen dan nutrisi yang di bawah oleh darah terhambat sampai ke jaringan

tubuh yang membutuhkan. Di katakana tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik

mencapai 140 mmHg atau lebih. Atau tekanan diastolk mencapai 90 mmHg atau

lebih atau keduanya (Khasanah, 2012).

Hipertensi merupakan penyakit degenerative yang banyak di derita bukan

hanya oleh usia lanjut saja, bahkan saat ini sudah menyerang orang dewasa muda.

Bahkan di ketahui bahwa 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat

diidentifikasi penyebab kematiannya. Itulah sebabnya hipertensi di juluki sebagai

“Pembunuh Diam-Diam) (silent killer) (Zauhani, Zainal, 2012).

Hipertensi biasa dicatat sebagai tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan

sistolik merupakan tekanan darah maksimum dalam arteri yang

disebabkan sistoleventricular. Hasil pembacaan tekanan sistolik menunjukan

tekanan atas yang nilainya lebih besar. Sedangkan tekanan diastolik merupakan

tekanan minimum dalam arteri yang disebabkan oleh diastoleventricular

(Widyanto, S. dan Triwibowo, C., 2013).

Jadi dapat disimpulkan dari pernyataan dari para ahli bahwa Hipertensi

merupakan penakit degenartif yang bayak diderita bukan hanya oleh usia lanjut

dan tekanan darah (TD) secara menetap >140 mmHG. Hipertensi adalah suatu
keadaan dimana pembuluh darah mengalami peningkatan tekanan yang terus

menerus. Pengendalian Penyakit darah tinggi menjadi sangat penting karena bila

tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakit

jantung koroner, stroke, gagal ginjal dan lain-lain. (Dinkes Kab. Jombang 2017)

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Sebagian besar (90 – 95%) hipertensi tidak diketahui (hipertensi primer).

Hanya sedikit sekali hipertensi yang diketahui sebabnya( hipertensi sekunder),

terutama terjadi pada usia muda yang sebagian dapat diatasi . (BPJS, 2017 )

Klasifikasi berdasarakan etiologi :

a. Hipertensi esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasus hipertensi . Dimana sampai saat ini belum

diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam

terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor genetik, strees dan psikologis, serta

faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya

asupan kalium atau kalsium). ( Andra, Saferi 2013 )

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu – satunya tanda

hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada

organ target seperti ginjal, mata, otak, jantung.

b. Hipertesi Sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui

dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat – obatan.

Penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor,

diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti


obesitas, resisitensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat – obatan seperti

kontrasepsi oral dan kortikosteroid. ( Andra, Saferi 2013 )

Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah >140/90 mmHg. Tingkatan

hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Kategori TD Sistolik TD Diastolik


Optimal <120 Dan/atau <80
Normal 120 – 129 Dan/atau 80 – 84
Normal Tinggi 130 – 139 Dan/atau 85 – 89
Hipertensi tingkat 1 140 – 159 Dan/atau 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 160 – 179 Dan/atau 100 – 109
Hipertensi tingkat 3 ≥180 Dan/atau ≥110
Hipertensi isolated systolic ≥140 Dan/atau <90
Sumber : Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi, 2014.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Martha (2012), Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena

hipertensi tidak memiliki gejala khusus. gejala-gejala yang mungkin diamati

antara lain yaitu:

1. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala.

2. Sering gelisah.

3. Wajah merah.

4. Tengkuk terasa pegal.

5. Mudah marah.

6. Telinga berdengung.

7. Sukar tidur.

8. Sesak nafas.

9. Rasa berat di tengkuk.


2.1.3 Tanda – Tanda Kerusakan Organ

a. Otak : gangguan kognitif/memori, defisit motorik dan sensorik

b. Retina : Ketidaknormalan funduskopi

c. Jantung: denyut jantung, detak/bunyi jantung ketiga atau keempat, murmur

jantung, aritmia, lokasi impuls apical, ronchi halus, edema perifer.

d. Aretri perifer : ketiadaan, pengurangan atau asimetri nadi, ekstremitas dingin,

lesi kulit iskemik.

e. Arter karotid : murmur sistolik. (Andra, Saferi 2013 )

2.1.3 Faktor – Faktor Penyebab Hipertensi

a. Usia

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan

bertambahnya usia maka risiko hipertensi menjadi lebih tinggi. Insiden hipertensi

yang makin meningkat dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan

alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon.

Hipertensi pada usia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri

koroner dan kematian prematur.

Semakin bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga

prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian

sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan

serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan

kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan.
b. Jenis kelamin

Dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan

darah sistolik. pria mempunyai tekanan darah sistolik dan diastolik yang tinggi

dibanding wanita pada semua suku. Wanita dipengaruhi oleh beberapa hormon

termasuk hormon estrogen yang melindungi wanita dari hipertensi dan

komplikasinya termasuk penebalan dinding pembuluh darah atau aterosklerosis.

Wanita usia produktif sekitar 30-40 tahun, kasus serangan jantung jarang terjadi,

tetapi meningkat pada pria. Arif Mansjoer mengemukakan bahwa pria dan wanita

menopause memiliki pengaruh sama pada terjadinya hipertens. Ahli lain

berpendapat bahwa wanita menopause mengalami perubahan hormonal yang

menyebabkan kenaikan berat badan dan tekanan darah menjadi lebih reaktif

terhadap konsumsi garam, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Terapi hormon yang digunakan oleh wanita menopause dapat pula menyebabkan

peningkatan tekanan darah.

c. Riwayat keluarga

Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih

sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang

memiliki faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi

pada keturunannya. Keluarga dengan riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko

hipertensi sebesar empat kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang

memiliki riwayat salah satu orang tuanya menderita penyakit tidak menular, maka

dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya memiliki peluang 25% terserang


penyakit tersebut.

d. Konsumsi garam

Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam patogenesis

hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan 60% klorida. Konsumsi

3- 7 gram natrium perhari, akan diabsorpsi terutama di usus halus. Pada orang

sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah-ubah sesuai sirkulasi

efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total.

Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada

ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Natrium diabsorpsi

secara aktif, kemudian dibawa oleh aliran darah ke ginjal untuk disaring dan

dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan

taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya mencapai 90-99 %

dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh

hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal.

Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai selain garam dapur adalah

penyedap masakan atau monosodium glutamat (MSG). Pada saat ini budaya

penggunaan MSG sudah sampai pada taraf sangat mengkhawatirkan, di mana

semakin mempertinggi risiko terjadinya hipertensi.

e. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan


nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan

diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar

adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan

darah yang lebih tinggi. (Ira Haryani, 2014)

Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen

dalam darah.Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung

dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ.

f. Obesitas

Penelitian dan beberapa studi yang dilakukan dunia telah menemukan bahwa

berat badan berhubungan dengan tekanan darah. Berdasarkan Framingham Heart

Study, sebanyak 75% dan 65% kasus hipertensi yang terjadi pada pria dan wanita

secara langsung berkaitan dengan kelebihan berat badan dan obesitas. (Ira

Haryani, 2014).

2.1.4 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaa Non Farmakologi

1. Stop merokok

Edukasi apasien agar tidak merokok, berhenti merokok dan menghndari asap

rokok.

2. Gaya hidup Aktif

Berbagai penelitian membuktikan bahwa hidup aktif yaitu melakukan aktivitharas

fisik minimal 30 menit perhari dapat menurunkan resiko terjadinya hipertensi


sebanyak 30-50 %. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dapat

meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi/pembakaran kalori.

3. Mempertahankan Berat Badan Dan Lingkar Pinggang Ideal

Sebanyak 30-65% penderita hipertensi tergolong obesitas, mengurangi berat

badan dapat menurunkan TD Indeks Massa Tubuh (IMT) normal untuk orang asia

adalah 18,5-22,9 kg/m2.

4. Makan Gizi Seimbang

Modifikasi diet terbukti menurunkan TD pada pasien hipertensi. Prinsip diet

yang dianjurkan adalah gizi seimbang, pembatasan asupan natrium.

5. Menurunkan Asup Garam

Asupan natrium untuk pencegahan hipertensi dan pada pre-hipertensi

dianjurkan adalah <100mmoL (2,4g) per-hari setara dengan 6g (satu sendok)

garam dapur (natrium klorida). (BPJS RI, 2018)

2.2 Riwayat Merokok

2.2.1 Definisi

Merokok adalah sebuah kebiasaan yang dapat dapat memberikan kenikmatan

bagi si perokok, namun di laen pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok

itu sendiri (Subanada, 2004)

Merokok merupakan salah satu kebiasaaan yang lazim di kehidupan sehari – hari

sehingga dimana orang merokok khususnya lelaki dan lainnnya wanita, anak kecil, tua,

kaya – miskin, dan tidak ada terkecuali (Bustan, 2007)

Merokok juga menyebabkan peningkatan tekanan darah. Perokok berat dapat


dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya

stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif

oleh dr. Thomas S. Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts

terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak

merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok

perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti

dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian

hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15

batang perhari (Nuraini, 2015).

2.2.2 Kandungan Rokok

Asap rokok (tembakau) mengandung kurang lebih 4000 komponen.

Beberapa di antaranya bersifat racun (toksik), beberapa lainnya dapat mengubah

sifat sel-sel tubuh menjadi ganas (onkogenik). Setidaknya ada 43 zat dalam

tembakau yang sudah diketahui dapat menyebabkan kanker. Zat-zat dalam rokok

yang paling besar memberikan dampak kesehatan antara lain nikotin, tar, dan

karbon monoksida (CO).

1. Nikotin

Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine) merupakan senyawa organik spesifik yang

terkandung dalam daun tembakau. Apabila diisap senyawa ini akan menimbulkan

rangsangan psikologis bagi perokok dan membuatnya menjadi ketagihan. Dalam rokok,

nikotin berpengaruh terhadap beratnya rasa isap. Semakin tinggi kadar nikotin rasa

isapnya semakin berat, sebaliknya tembakau (rokok) yang berkadar nikotin rendah

rasanya hambar (Tirtosastro, 2010).


2. Tar

Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik.

Dengan adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel paru

karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru sehingga

mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok diisap, tar masuk ke dalam rongga

mulut sebagai uap padat asap rokok. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat

lengket dan menempel pada paru-paru, mengandung bahan-bahan karsinogen.

(Tirtosastro, 2010).

3. Karbon monoksida (CO)

Merupakan gas berbahaya yang terkandung dalam asap pembuangan kendaraan

bermotor. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat

arang atau karbon. CO menggantikan 15% oksigen yang seharusnya dibawa oleh sel-sel

darah merah. CO juga dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah dan meninggikan

endapan lemak pada dinding pembuluh darah, menyebabkan pembuluh darah

tersumbat (Tirtosastro, 2010).

2.2.3 Derajat dan Klasifikasi Perokok

Derajat merokok dapat diukur menggunakan Indeks Brinkman. Derajat merokok

menurut Indeks Brinkman adalah hasil perkalian antara rata-rata jumlah rokok yang

dihisap perhari dengan lama merokok dalam satuan tahun (Tawbariah et al, 2014).
a. Dikatakan sebagai perokok ringan apabila hasilnya kurang dari 200

b. Dikatakan sebagai perokok sedang apabila hasilnya antara 200 – 599

c. Dikatakan perokok berat apabila hasilnya lebih atau sama dengan 600.
Semakin lama seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang diisap perhari,

maka derajat merokok akan semakin berat (Tawbariah et al, 2014).

Kemudian untuk klasifikasi lainnya ada pula yang membedakan antara perokok

aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang mengonsumsi rokok secara

langsung (diisap), sedangkan perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tetapi

menghirup asap rokok dari orang lain (Tawbariah et al, 2014)

2.2.4 Patofisiologi

Patofisiologi

Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan tingkat resistensi perifer.

Apabila terjadi peningkatan salah satu variabel tersebut dan tidak terkompensasi, maka

dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang berfungsi

mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan

sirkulasi dan memperhankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem

pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem

reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui system saraf, reflex kemoreseptor,

respon iskemia dan susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis

otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan

antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin

dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka
panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang

melibatkan berbagai organ (Nuraini, 2015).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya Angiotensin II dari

Angiotensin I oleh Angiotensin I Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung Angiotensinogen

yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, senyawa renin yang diproduksi oleh

ginjal akan diubah menjadi Angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

Angiotensin I diubah menjadi Angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki

peranan kunci dalam meningkatkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi

pertama adalah meningkatkan sekresi hormon Antidiuretik (ADH) dan rasa haus.

(Nuraini, 2015)

Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar

tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk

mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik

cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada

akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi

hormon Aldosteron dari korteks ldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki

peranan penting pada ginjal.mengatur volume cairan ekstraseluler, Aldosteron akan

mengurangi ekskresi NaCl dengan cara mengabsorbsinya pada tubulus ginjal. Naiknya

kosentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah

(Nuraini, 2015).
2.4 Model Konsep dan Teori Keperawatan Lawrence Green:

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dan tingkat

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor

pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor luar lingkungan (Nursalam,2016).

Faktor pendorong:
Faktor pendukung: Keluarga
Adanya sarana kesehatan Guru
Faktor disposisi : Terjangkaunya sarana kesehatan Sebaya
Pengetahuan Peraturan kesehatan Petugas kesehatan
Sikap Keterampilan terkait kesehatan Tokoh masyarakat
Kepercayaan Pengambil keputusan
Nilai dan norma

Spesifik prilaku yang dipengaruhi oleh individu atau masyarakat


Lingkungan (kondisi
tempat tinggal)

SEHAT

Gambar 2.1Kerangka Teori Lawrence Green


Sumber: (Lawrence Green dalam Nursalam, 2016)
Selanjutnya dalam program promosi kesehatan dikenal adanya model

pengkajian dan penindak lanjutkan yang diadaptasi dari konsep Lawerence Green.

Model ini mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor yang mempengaruhi

serta cara menindaklanjutinya dengan berusaha mengubah, memelihara atau

meningkatkan perilaku tersebut terarah yang lebih positif. Proses pengkajian atau

pada tahap precededan proses penindaklanjutan pada tahap proceed. Dengan

demikian suatu program untuk memperbaiki perilaku kesehatan adalah penerapan

keempat proses pada umumnya kedalam model pengkajian dan penindaklanjutan

(Nursalam, 2016):

a. Kualitas hidup (quality of life) adalah sasaran utama yang ingin dicapai

dibidang pembangunan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat

sejahtera. Diharapkan semakin sejahtera maka kualitas hidup semakin tinggi.

Kualitas hidup ini salah satunya dipengaruhi oleh derajat kesehatan. Semakin

tinggi derajat kesehatan seseorang maka kualtas hidup juga semakin tinggi.

b. Derajat kesehatan (health) adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang

kesehatan, dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan masalah

kesehatan yang sedang dihadapi. Pengaruh yang paling besar terhadap derajat

kesehatan seseorang adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan.

c. Faktor lingkungan, environment (condition of living) adalah faktor fisik, biologi

dan sosial budaya yang langsung/ tidak langsung mempengaruhi derajat

kesehatan.
d. Faktor perilaku dan gaya hidup (specific behavior by individuals or by

organizations) adalah suatu faktor yang imbul karena adanya aksidan reaksi

seseorang atau organisasi terhadap lingkungannya. Faktor perilaku akan

terjadi apabila ada rangsangan. Sedangkan gaya hidup merupakan pola

kebiasaan seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan. Karenajenis

pekerjaannya mengikuti trend yang berlaku dalam kelompok sebayanya,

ataupun hanya untuk meniru dari tokoh idolanya.

Hasil dari suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau

perilaku tertentu. Selanjutnya perilaku itu sendiri di tentukan atau dibentuk dari 3

faktor (Nursalam, 2016):

a. Faktor predisposisi (predisposing factors), merupakan faktor internal yang ada

pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah

individu untuk berperilaku yang terwujud dalam sikap, keyakinan,

pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, nilai nilai, dan sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik,

atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

c. Faktor pendorong (reinforcing factors) merupakan faktor yang memperkuat

perilaku, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan,teman

sebaya, orang tua, yang merupakan kelompok refrensi dari prilaku

masyarakat.

Ketiga faktor penyebab tersebut diatas dipengaruhi oleh faktor penyuluhan

dan faktor kebijakan, peraturan serta organisasi. Semua faktor tersebut merupakan

ruang lingkup promosi kesehatan.Faktor lingkungan adalah segala faktor baik

fisik, biologis maupun sosial budaya yang langsung dapat mempengaruhi derajat
kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan (Nursalam, 2016).

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar

variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam, 2016).

Faktor predisposisi: Faktor pendukung: Faktor pendorong:


1. Usia 1. Puskesmas 1. Keluarga
2. Jenis kelamin 2. Posyandu 2. Suami/ istri
3. Riwayat 3. Rumah sakit 3. Guru
Kelurga 4. Lingkungan 4. Petugas kesehatan
4. Konsumsi 5. Obat-obatan
5. Tokoh agama
garam. 6. Ekonomi/uang
6. Tokoh masyarakat
7. Teman sebaya

riwayat merokok

hipertensi

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.2 Kerangka konseptual hubungan riwayat merokok dengan
hipertensi

Keterangan :

Hipertesi disebabkan oleh kondisi lingkungan, seperti fakor keturunan,

pola hidup yang tidak seimbang, keramaian, strees, dan pekerjaan, sedangkan

hipertensi sekunder oleh adanya gangguan pada organ tubuh, seperti gangguan

ginjal, endokrin, dan kekuatan dari aorta, Faktor yang dapat meningkatkan potensi

terjadinya hipertensi salah satunya adalah rokok . Data WHO (2011).

Menyebutkan 63% dari kematian di sebabkan oleh ncds (noncommunicable

disease), tembakau adalah salah satu faktor utamanya. Data susenas menyebutkan

bahwa jumlah rokok di indonesia meningkat dari tahun 1995 sebanyak 34,7 juta

perokok menjadi 65 juta perokok pada tahun 2007.(Prawira, 2011) Menurut

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lingkungan asap rokok penyebab dari

berbagai penyakit, pada perokok aktif ataupun pasif. Kaitannya merokok dengan

berbagai macam penyakit seperti kanker paru, penyakit kardiovaskuler, resiko

terjadi neoplasma laryng esofagus dan sebagainya telah diteliti. (Kusuma, 2012).

2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian atau
rumusan masalah (Nursalam,2013).
H1 : Ada hubungan antara riwayat merokok dengan hipertensi .
H2 : Tidak ada hubungan antara riwayat merokok dengan hipertensi

Anda mungkin juga menyukai