Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. PERADABAN KHALIFAH RASYIDIN


Sepeninggalan Nabi Muhammad SAW. para sahabat tidak mendapat wasiat
apapun tentang pengganti Nabi Muhammad untuk memimpin umat islam
kedepannya. Keadaan ini membuat para sahabat menyimpulkan bahwa Nabi
Muhammad menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin. Beberapa
ada yang berpendapat bahwa Abu Bakar adalah orang yang tepat uuntuk
menggantikan Nabi Muhammad sebagai pemimpin. Tetapi beberapa nama lain
juga muncul, seperti Abdullah bin Abbas, dan Ali bin Abu Thalib. Namun dengan
semangat ukhuwah islamiah yang tinggi,terpilihlah Abu Bakar. Karena semangat
keagamaan Abu Bakar, beliau dapat penghargaan yang tinggi dari umat islam,
sehingga semua pihak menerima dan membaiatnya.1
Abu Bakar memimpin dengan singkat, yaitu hanya 2 tahun. Dengan masa
sesingkat itu beliau habiskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri,
terutama tantangan yang timbul karena suku-suku bangsa arab yang tidak lagi
mau tunduk pada pemerintahan Madinah. Mereka beranggapan bahwa perjanjian
yang dibuat dengan Nabi Muhammad batal dengan wafatnya Nabi Muhammad.
Mereka menentang kepemimpinan Abu Bakar, bahkan ada yang sampai keluar
dari islam (murtad) dan menentang agama islam. Dengan adanya persoalan itu,
Abu Bakar memutuskan perang . Perang tersebut dikenal dengan perang Riddah
(perang melawan kemurtadan).2
Dalam perang riddah ini, banyak sekali hafizh (penghapal al-quran) yang
tewas. Karenanya, Umar sangat cemas bila kematian tersebut bertambah maka al-
quran akan musnah. Umar pun memberi pendapat kepada Abu Bakar untuk
membuat perkumpulan Al-quran, dan disetujui oleh Abu Bakar.
Setelah peperangan tersebut, Abu Bakar mengalihkan perhatiannya untuk
memperkuat perbataasan. Beliau mengirim Khalid bin Walid ke Irak dan

1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2005), hlm. 35
2
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Pekanbaru-Riau : Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 66
menaklukan Hirah di bawah pimpinan Musanna. Sedangkan ke Syria, Abu Bakar
mengirim Abu Ubaidah, Amr bin ‘Ash, Yazid bin Abi Sufyan, dan Syurahbil.
Dikirimnya 4 panglima sekaligus ini karena umat islam Arab memandang Syria
sebagai bagian integral yang berbicara bahasa Arab.
Disaat pasukan islam mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah, Abu
Bakar meninggal dunia di usia 63 tahun. Beliau meninggal setelah lebih kurang
15 hari terbaring di tempat tidur. Abu Bakar menjadi khalifah selama 2 tahun 3
bulan 11 hari.
Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar melakukan musyawarah untuk
memutuskan penggantinya. Terpilihlah Umar bin Khatab. Itu dilakukan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat
islam.
Awalnya berbagai keberatan muncul mengenai pengangkatan Umar. Namun,
karena dirasa Umar adalah orang yang tepat maka pengangkatan Umar mendapat
persetujuan dan baiat dari seluruh aggota masyarakat muslim.
Tugas pertama Abu Bakar adalah meneruskan ekspansi Abu Bakar pada
Syria, Damaskus. Damaskus yang merupakan Ibukota Syria ditundukkan, setahun
kemudian seluruh wilayah Syria jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah
pertempuran di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania, pasukan
Romawi yang terkenal kuat itu tunduk kepada pasukan islam.3
Ekspansi berlanjut ke Hamah, Qinnisrin, laziqiyah dan Aleppo di bawah
pimpinan Abu Ubaidah. Surahbil dan Amr bersama pasukannya Baysan dan
Yerusalem, kota dikepung selama 4 bulan. Kota tersebut ditaklukan dengan
syarat, Umar bin Khatab sendiri yang menerima “kunci” kota tersebut, karena
kekhawatiran mereka terhadap pasukan muslim yang akan menghancurkan
gereja-gereja.4
Dari Syria, pasukan muslimin berlanjut ke Mesir dan membuat banyak
kemenangan di wilayah Afrika bagian utara. 4000 pasukan dikirim ke Mesir.
Pada tahun 18 H pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa

3
Badri Yatim, hlm. 37
4
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Islamika, 2008) hlm. 100
perlawanan. Kemudian menundukkan Pelusium (Al-Farama), pelabuhan di pantai
Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu demi satu kota di
Mesir ditaklukkan. Kota Babilon pun tunduk pada tahun 20 H.
Ibukota Mesir, Iskandariah dikepung selama 4 bulan sebelum ditaklukan
dengan menandatangani perjanjian. Perjanjian tersebut berisi sebagai berikut :
1. Setiap warga negara diminta untuk membayar pajak individu sebanyak 2
dinar stiap tahunnya.
2. Gencatan senjata berlangsung selama 7 bulan
3. Bangsa Arab akan tinggal di markasnya selama gencatan senjata dan pasukan
Yunani tidak menyerang Iskandariah dan harus menjauhkan diri dari
permusuhan.
4. Umat islam tidak akan menghancurkan geeja-gereja dan tidak boleh
mencampuri urusan umat Kristen.
5. Pasukan tetap Yunani harus meninggalkan Iskandariah dengan membawa
hata benda dan uang, mereka akan membayar pajak individu selama satu
bulan.
6. Umat Yunani harus tetap tinggal di Iskandariah.
7. Umat islam harus menjaga 150 tentara Yunani dan 50 orang sipil sebagai
sandera sampai batas waktu dari perjanjian ini dilaksanakan.

Dengan jatuhnya Iskandariah, lengkap sudah penaklukan atas Mesir. Ibukota


dipindah ke kota baru bernama Fustat yang dibangun oleh ‘Amr bin Ash.
Perluasan terjadi begitu cepat, hingga Umar segera mengatur administrasi
negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di
Persia. Beberapa departemen didirikan, seperti pengadilan dan kepolisian. Umar
juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang dan menciptakan tahun hijriah.
Umar memerintah selama 10 tahun 6 bulan 4 hari. Beliau meninggal karena
ditikam saat hendak sholat subuh di Masjid Nabawi oleh seorang budak Persia
bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah.
Umar menunjuk 6 orang sahabat yaitu, Usman, Ali, Abdurrahman, Thalhah,
Zubair dan Sa’ad dan meminta kepada mereka untuk menentukan siapa yang
akan menggantikannya. Dari 6 sahabat tersebut, Usman lah yang terpilih.
Dalam masa pemerintahan Usman, armenia , Turusia, Cyprus, Rhodes, dan
bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil ditundukkan.
Menjelang akhir kekhalifahannya, muncul kekecewaan dari masyarakat.
Kekecawaan itu muncul karena, kebijaksanaannya yang mengangkat keluarga
dalam kedudukan tinggi. Setelah banyak anggota keluarganya dalam jabatan
penting, Usman seperti boneka bagi kerabatnya. Beliau terlalu lemah terhadap
keluarganya dan tidak tegas pada bawahan yang melakukan kesalahan.
Meski demikian, Usman juga mempunyai jasa, seperti membangun
bendungan, membangun jalan, jembatan, masjid.
Usman meninggal karena dibunuh saat sedang membaca al-quran oleh
pemberontak yang kecewa kepadanya.5
Setelah beberapa hari wafatnya Usman, ali dibaiat untuk menjadi khalifah
selanjutnya.
Tugas pertama Ali ialah merebut kembali semua tanah dan hibah yang
dibagikan Usman kepada kerabatnya ke dalam kepemilikan negara. Ali pun
menurunkan semua pejabat yang tidak disukai masyarakat.
Tak lama setelah menjabat, Ali mendapat pemberontakan dari Thalhah, ubair
dan Aisyah. Alasannya karena ali tidak mau menghukum pembunuh Usman dan
mereka menuduh ali sebagai dalang pembunuhan Usman jika pembunuh Usman
tidak ditemukan dan dihukum.
Ali menolak permintaan dari Thalhah, aisyah dan ubair. Karena banyaknya
yang ikut peran dalam pembunuhan Usman, jadi akan sulit untuk mencari
semuanya.
Pertempuran terjadi. Perang tersebut dikenal dengan nama perang unta.
Thalhah terbunuh saat hendak melarikan diri, sedangkan aisyah dikembalikan ke
Madinah. Sebanyak 20.000 umat muslim gugur dalam perang tersebut.
Setelah perang, pusat kekuasaan islam dipindahkan ke kota Kufah dan
berakhirlah Madinah sebagai ibukota kedaulatan islam dan tidak ada lagi seorang
khalifah yang berkuasa berdiam di sana. Ali memimpin seluruh wilayah islam
5
Ibid hlm. 108
kecuali Suriah.
Syria yang dikuasai Muawiyah, secara terbuka menentang Ali. Pertempuran
sesama muslim terjadi lagi. Perang terjadi di Siffin, maka perang ini dinamai
perang Siffin. Ali menurunkan 50.000 pasukan. Pihak Muawiyah terdesak karena
7000 pasukannya telah terbunuh. Oleh karena itu, Muawiyah mengangkat al-
quran sebagai jalan damai dengan tahkim.
Jalan damai tersebut ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan
menimbulkan masalah baru yaitu, adanya golongan ketiga. Al-khawarij, orang-
orang yang keluar dari barisan Ali dengan jumlah kira-kira 12.000 orang.
Dengan keadaan itu, tentara Ali melemah sedangkan Muawiyah semakin
kuat. Pada 17 Ramadhan 40 H, Ali terbunuh oleh Ibnu Muljam salah seorang
anggota khawarij.
Kedudukan Ali digantikan oleh Hasan. Namun, karena kelemahannya, Hasan
membuat perjanjian dengan Muawiyah. Perjanjian tersebut menyebabkan
Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam islam. Dan berakhirlah masa
Khulafaur Rasyidin serta dimulainya kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah
politik.6

B. PERADABAN KHALIFAH BANI UMAYYAH


Awal kekuasaan Bani Umayyah merubah pemerintahan yang demokratis
menjadi monarchiheridetis ( kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah
didapat dengan kekerasan juga tipu daya. Muawiyah menggunakan istilah
“khalifah” tetapi dalam artian lain, yaitu penguasa.7
Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman
imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia,
yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota
yang kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayyah melanjutkan ekspansi
kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu
sebuah imperium Arab.

6
Badri Yatim, op. cit., hlm.41
7
Syamruddin Nasution, op. Cit., hlm. 110
Selama berkuasa, Bani Umayyah terus melakukan perluasan wilayah hingga
daerah kekuasaannya meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah
Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbek
dan Kirgis di Asia Tengah.Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan
wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian
ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai
Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai
melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel.
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada
masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim
tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad,
Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke
India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin
Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman,
kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa.
Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad, dengan
pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua
Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama
Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian,
Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, cepat
dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo
yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan
Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari
rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Selain wilayah kekuasaan yang sangat luas, di masa Dinasti Umayyah ini
kebudayaan juga mengalami perkembangan, antara lain seni sastra, seni rupa,
seni suara, seni bangunan, seni ukir dan lain sebagainya. Pada masa ini telah
banyak bangunan hasil rekayasa umat islam dengan mengambil pola Romawi,
Persia dan Arab. Salah satu dari bangunan itu adalah Masjid Damaskus yang
dibangun pada masa pemerintahan Walid bin abdul Malik dengan hiasan dinding
dan ukiran yang sangat indah. Contoh lain adalah bangunan masjid di Cordova
yang terbuat dari batu Pualam.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu
pengetahuan agama saja, tetapi ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran,
ilmu pasti, filsafat, astronomi, geografi, sejarah, bahasa dan sebagainya. Kota
yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan antara lain, Damaskus, Kufah,
Makkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada dan lain-lain, dengan masjid sebagai
pusat pengajarannya, selain madrasah atau lembaga pendidikan yang ada.
Dinasti Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang,
Muawiyah bin Abi Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tentu yang
menyediakan kuda lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Menertibkan
angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Spesialisasi jabatan Qadhi atau
hakim yang berkembang menjadi profesi tersendiri. Abdul Malik bin Marwan
mengubah mata uang Byzantium dan Persia dengan mencetak uang tersendiri
pada tahun 659 M yang memakai kata-kata dan tulisan Arab, kemudian
melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan
Islam. Pada masa Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) banyak membangun
panti-panti untuk orang cacat, jalan raya, pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
1. Diwan
Perkataan diwan, berasal dari bahasa Persia “diwanah” yang berarti catatan
atau daftar. Diwan ini, di kalangan orang Arab didirikan pertama kali didirikan
oleh Umar bin Khattab, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Pada masa bani Umayah, menurut Hasan Ibrahim Hasan, diwan yang
didirikan terbatas pada empat diwan penting, yaitu Diwan Pajak, Diwan
Persuratan, Diwan Penerimaan dan Diwan Stempel di samping ada juga diwan
lain yang posisinya berada di bawah keempat di atas seperti diwan yang mengatur
keperluan polisi dan tentara.
2. Barid
Karena luasnya wilayah kekuasaan Islam sebagaimana yang telah diuraikan
sebelumnya, pada masa bani Umayah sejak khalifah Mu’awiyah telah dibentuk
suatu badan atau lembaga yang pada masa sekarang dikenal dengan nama Kantor
Pos, yang bertugas mengantarkan surat-surat maupun dokumentasi penting
lainnya ke suatu wilayah, terutama dalam pemerintahan Islam. Lembaga ini
disebut dengan Barid yang telah dijalankan oleh para kaisar Persia dan Romawi
pada waktu itu. Oleh karena itu, mengenai sebutan Barid ini ada yang
mengatakan bahwa ia berasal dari bahasa Persia, baridah yang berarti yang
dipotong ekornya, karena orang-orang Persia biasa memotong ekor kuda yang
dipergunakan sebagai barid agar bisa dibedakan dengan hewan tunggangan
lainnya. Dalam bahasa Arab sendiri, baridmengandung arti jarak yang ditempuh
sejauh 12 mil yang kemudian berkembang dan dipergunakan untuk nama utusan.
Abdul Malik bin Marwan, khalifah ketiga bani Umayah (685-705 M.),
karena pentingnya Barid ini dalam jalannya roda pemerintahan, berpesan agar
tidak menahan petugas Barid yang datang untuk menemuinya baik siang maupun
malam, karena jika hal itu terjadi, berarti pekerjaan suatu wilayah telah hancur
selama satu tahun lamanya.
3. Kepolisian
Pada masa Bani umayah kepolisian mengalami perkembangan. Berbeda dari
masa-masa sebelumnya, pada masa ini terutama pada pemerintahan Hisyam bin
Abdul Malik (102-125H.) ketika dimasukkan seorang kepala yang berwewenang
meneliti tindakan-tindakan militer dan dianggap sebagai penengah antara
wewenang kepala polisi dan komandan militer.
Pada masa ini markas kepolisian bertambah menjadi dua setelah Shalih bin
Ali Al Abbasi mendirikan Darussyurthah Al ‘Ulya, suatu markas kepolisian yang
berlokasi di Al Mu’askar pada 132 H. setelah sebelumnya telah didirikan pula
Darussyurthah As Sufla, yang berlokasi di Fusthat.
4. Angkatan Perang
Dalam masalah angkatan perang, bani Umayah melanjutkan apa yang telah
dilakukan Umar bin Khattab yang telah membentuk Diwan Tentara yang bertugas
megidentifikasi nama-nama, sifat-sifat, gaji dan pekerjaan mereka dan
mengembangkannya dengan mengadopsi sistem Ta’biah dari orang-orang Persia,
yaitu membagi para tentara menjadi lima kesatuan. Lima kesatuan ini,
sebagaimana diuraikan Hasan Ibrahim Hasan terdiri dari Jantung Tentara karena
berada di bagian tengah kesatuan, Kesatuan Kanan karena di sebelah kanan,
Kesatuan Kiri karena posisinya di sebelah kiri, Kesatuan Pendahuluan, yaitu para
penunggang kuda yang berada di depan dan Kesatuan Pengiring yang berada di
belakang kesatuan.
Salah satu perkembangan dalam bidang angkatan perang ini adalah
dibuatnya pabrik kapal laut pada tahun 54 H. setelah serangan yang dilancarkan
oleh tentara Romawi yang menyebabkan banyak kaum muslimin yang gugur.
Berkenaan dengan angkatan laut Islam ini, Hasan Ibrahim Hasan menyatakan
bahwa bangsa Arab dalam cara berperang di laut pada mulanya meniru bangsa
Byzantium. Namun, pada perkembangannya kemudian merekalah yang menjadi
guru bangsa Eropa dalam bidang ini. Kenyataan ini seperti ditunjukkan dalam
istilah-istilah kelautan yang berasal dari bahasa Arab dan masih dipergunakan
hingga sekarang.
5. Peradilan
Pada masa bani Umayah, sebagaimana sebelumnya, para hakim yang
diangkat adalah orang-orang pilihan yang sangat takut kepada Allah Swt dan adil
dalam menetapkan suatu keputusan. Perkembangan yang terjadi adalah bahwa
pada masa ini keputusan-keputusan hakim sudah mulai dicatat. Hasan Ibrahim
Hasan mengatakan bahwa Salim bin Anas adalah hakim pertama pada masa bani
Umayah yang melakukan pencatatan ketetapan hukum.
Selain itu, peradilan pada masa bani Umayah dibagi menjadi tiga tingkatan
yaitu Al Qadla’, yaitu peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara yang
berhubungan dengan agama, Al Hisbah, yang mengurus masalah-masalah pidana
dan Al Mazhalim, yaitu lembaga tertinggi yang mengadili para pejabat tinggi dan
hakim-hakim. Yang terakhir ini juga dipergunakan untuk menyelesaikan perkara-
perkara yang belum tuntaspada pengadilan Al Qadla’ dan Al Hisbah(pengajuan
banding). Pengadilan pada Al Mazhalim ini memiliki tingkat kepentingan yang
sangat tinggi sehingga, sebagaimana ditulis Hasan Ibrahim Hasan, setiap
persidangan pada Al Mazhalim harus dihadiri oleh lima kelompok persidangan,
mereka adalah para pembela dan pembantunya, para hakim penasehat, para ahli
fikih, para sekretaris dan para saksi.

Kejayaan yang diraih oleh Bani Umayyah tidak selamanya bertahan,


dikarenakan kelemahan-kelemahan internal serta semakin banyaknya tekanan
dari luar.
Beberapa penyebab yang muncul dan menumpuk akhirnya mengakibatkan
keruntuhan Bani Umayyah, dan disusul berdirinya Bani abbasiyah.
Setelah wafatnya Umar bin abdul , Bani Umayyah perlahan-lahan melemah.
Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Lalu digantika oleh Bani abbasiyah pada masa
khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) tahun 27 H.

C. PERADABAN KHHALIFAH ABBASIYAH


Dinasti Abbasiyah mewarisi imperium dari Dinasti Umayyah. Hasil besar
yang telah dicapai oleh Dinasti Abbasiyah dimungkinkan karena landasannya
telah di persiapkan oleh Umayyah dan Abbasiyah memanfaatkannya.
Dinasti Abbasiyah berkedudukan di Bagdad. Secara turun temurun kurang
lebih tiga puluh tujuh khalifah pernah berkuasa di negeri ini. Pada dinasti ini
Islam mencapai puncak kejayaannya dalam segala bidang.
Pemerintahan Abbasiyyah adalah keturunan daripada al-Abbas, paman Nabi
SAW. Pendiri kerajaan al-Abbas ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali
bin Abdullah bin al-Abbas, dan pendiriannya dianggap suatu kemenangan bagi
ide yang dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah
SAW, agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan sanak-
saudaranya.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun
132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan Bani Abbas
menjadi lima periode:
1.Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh
Persia pertama.
2.Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh
Turki pertama.
3.Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti
Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyyah. Periode ini disebut juga
masa pengaruh Persia kedua.
4.Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa
kekuasaandinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyyah;
biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5.Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas
dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota
Bagdad.
Secara kronologis, nama Abbasiyah menunjukkan nenek moyang dari Al-
Abbas, Ali bin Abi Thalib dan Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan kedekatan
pertalian keluarga antara Bani Abbas dengan nabi. Itulah sebabnya kedua
keturunan ini sama-sama mengklaim bahwa jabatan Khalifah harus berada di
tangan mereka. Keluarga Abbas mengklaim bahwa setelah wafatnya Rasulullah
merekalah yang merupakan penerus dan penyambung keluarga Rasul.[6]
Perjuangan Bani Abbas secara intensif baru dimulai berkisar antara lima
tahun menjelang Revolusi Abbasiyah. Pelopor utamanya adalah Muhammad bin
Ali Al-Abbas di Hamimah. Ia telah banyak belajar dari kegagalan yang telah
dialami oleh pengikut Ali (kaum Syiah)dalam melawan Dinasti Umayyah.
Kegagalan ini terjadi karena kurang terorganisasi dan kurangnya perencanaan.
Dari itulah Muhammad bin Ali Al-Abbas mengatur pergerakannya secara rapid
an terencana. Ia mulai melakukan pergerakannya dengan langkah-langkah awal
yang penting. Kemudian propaganda atau langkah itu berhasil membakar
semangat api kebencian umat Islam kepada Dinasti Umayyah.
Setelah Muhammad bin Ali meninggal tahun 734 M, perjuangan dilanjutkan
oleh saudaranya Ibrahim sampai tahun 749 M. Kemudian, sejak 749 M Ibrahim
menyerahkan pucuk pimpinan kepada keponakannya, Abdullah bin Muhammad.
Pada masa inilah revolusi Abbasiyah berlangsung.
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah
pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang
disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah
darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan
yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung
kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.
Al-Saffah berusaha dengan berbagai cara untuk membasmi keluarga
Umayyah. Antara lain dengan kekuatan senjata. Ia mengumpulkan tentaranya dan
melantik pamannya sendiri Abdullaah bin Ali sebagai pimpinannya. Target utama
mereka adalah menyerang pusat kekuatan Dinasti Umayyah di Damaskus,
sekaligus untuk melenyapkan Khalifah Marwan (khalifah terakhir Bani
Umayyah). Pertempuran terjadi di lembah Sungai Az-zab (Tigris). Pada
pertempuran itu Marwan mengalami kekalahan dan mengundurkan diri ke Utara
Syria, Him, Damsyik, Palestina dan akhiirnya sampai ke Mesir. Pasukan
Abdullah bin Ali terus menyerangnya hingga terjadi lagi pertempuran di Mesir
dan Marwan pun tewas.
Usaha lain yang dilakukan Al-Saffah untuk memusnahkan keluarga
Umayyah adalah dengan cara mengundang lebih kurang 90 orang anggota
keluarga Umayyah untuk menghadiri suatu upacara perjamuan kemudian
membunuh mereka dengan cara yang kejam. Disamping itu agen-agen dan mata-
mata disebarkan ke seluruh imperium untuk memburu para pelarian seluruh
anggota keluarga Umayyah. Hanya satu orang saja yang berhasil melarikan diri
kemudian kelak mendirikan Dinasti Umayyah di Andalusia. Ia dikenal dengan
sebutan Abdurahman Ad-Dakhil.
Perlakuan kejam itu tidak hanya pada anggota keluarga yang masih hidup,
tetapi juga yang sudah meninggal. Kuburan-kuburan mereka dibongkar dan
jenazahnya dibakar. Ada dua kuburan saja yang selamat dari kekejamannya yaitu
kuburan Muawiyah bin Abu Sufyan dan Umar bin Abdul Aziz . perlakuan-
perlakuan kejam itu tentu saja tentu saja telah menimbulkan kemarahan para
pendukung Dinasti Umayyah di Damaskus, tetapi mereka berhasil ditumpas oleh
Abbasiyah.
Abu Al-Abbas hanya memerintah dalam kurun waktu singkat, yakni empat
tahun. Oleh karena itu, ia kehilangan jati dirinya. Kehidupannya yang dikenal
dalam sejarah pertama-tama hanyalah sebagai pembasmi Dinasti Umayyah.
Abu Abbas Al-Saffah meninggal tahun 754 M. dan digantikan oleh
saudaranya, Abu Jafar Al-Mansur dari tahun 754-774 M. Dialah sebenarnya yang
dianggap sebagai pendiri Dinasti Abbasiyah. Dia tetap melanjutkan
kebijaksanaan Al-Saffah yakni menindak tegas setiap orang yang menentang
kekuasaannya, termasuk juga dari kalangan keluarganya sendiri.
Sifat dan watak Al-Mansur dikenal oleh para penulis sejarah sebagai seorang
politikus yang demoktratis, peemberani, cerdas, teliti, disiplin, kuat beribadah,
sederhana, fasih dalam berbicara, sangat dekat dan memperhatikan kepentingaan
rakyat. Oleh karena itu, tidaklah mengerankan bahwa selama lebih kurang 20
tahun kekuasaannya, ia telah berhasil meletakkan landasan yang kuat dan kokoh
bagi kehidupan dan kelanjutan kekuasaan Dinasti Abbasiyah itu.[7]
Dari perjalanan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbasiyah dalam sejarah
lebih banyak berbuat ketimbang Bani Umayyah. Pergantian Dinasti umayyah
kepada Dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih
dari itu telah mengubah, menorah wajah Dunia Islam dalam refleksi kegiatan
ilmiah. Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbasiyahmerupakan iklim
pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan.[8]
Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al-Rasyid dan putranya Al-
Makmun ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat
peneropong bintang, perpustakaan terbesar yang di beri nama Baitul Hikmahdan
dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.[9]
1. Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara
pada masjid. Masjid dijadikan centre of edication.Pada Dinasti Abbasiyah inilah
mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam
ma’had. Lembaga ini kita kenal dua tingkatan yaitu :
a. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat
anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak
remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.
b. Tingkat pedalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi
ke luar daerah atau ke masjid-masjid bahkan ke rumah-rumah gurunya.
Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka madrasah-madrasah yang
dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-485 H. Lembaga
inilah yang kemudian berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Nizhamul
Muluk merupakan pelopor pertama yang mendirikan sekolah dalam bentuk yang
ada seperti sekarang ini dengan nama madrasah. Madrasah ini dapat ditemukan di
Bagdad, Balkan, Naishabur, Hara, Isfahan, Basrah, Mausil dan kota-kota lainnya.
Madrasah yang didirikan ini mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi
segala bidang ilmu pengetahuan.
2. Corak Gerakan Keilmuan
Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik. Kajian
keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu
kedokteran, disamping kajian yang bersifat pada Al-Qur’an dan Al-Hadis; sedang
astronomi, mantik dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari
Yunani.
3. Kemajuan dalam Bidang Agama
Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang
terutama dua metode penafsiran, yaitu tafsir bi al-ma’tsurdan tafsir bi al-ra’yi.
Dalam bidang hadis, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan,
pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada zaman ini juga mulai
diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara
ketat dikualifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadis Shahih,
Dhaif,dan Maudhu. Bahkan dikemukakan pula kritik sanaddan matan, sehingga
terlihat jarah dan takdil rawi yang meriwayatkan hadis tersebut.
Dalam bidang fiqih, pada masa ini lahir fuqaha legendaris yang kita kenal,
seperti Imam Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafei
(767-820 M) dan Imam Ahmad Ibnu Hambal (780-855 M).
Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab
yang semakin dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu
bahasa yang dimaksud adalah nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, badi, arudh dan
insya. Sebagai kelanjutan dari masa Amawiyah I di Damaskus.
4. Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Kemajuan ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah direkayasa oleh ilmu
Muslim. Kemajuan tersebut adalah sebsgai berikut.
a. Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind kemudian
diterjemahkan oleh Muhammad Ibnu Ibrahim Al-Farazi (777 M). Ia adalah
astronom Muslim pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat untuk
mengukur ketinggian bintang. Di samping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan
Islam lainnya, seperti Ali ibnu Isa Al-Asturlabi, Al-Farghani, Al-Battani,
Umar Al-Khayyam dan Al-Tusi.
b. Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah ibnu
Rabban Al-Tabari. Pada tahun 850 ia mengarang buku Firdaus Al-Hikmah.
Tokoh lainnya adalah Al-Razi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.
c. Ilmu kimia. Bapak ilmu kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan (721-815
M). Sebenarnya banyak ahli kimia Islam ternama lainnya seperti Al-Razi,
Al-Tuqrai yang hidup pada abad ke-12 M.
d. Sejarah dan geografi. Pada masa Abbasiyah sejarawan ternama abad ke-3
H adalah Ahmad bin Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir
Al-Tabari. Kemudian, ahli ilmu bumi yang masyhur adalah ibnu
Khurdazabah.
5. Perkembangan Politik, Ekonomi dan Administrasi
Sejarah telah mengukir bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah, umat Islam
benar-benar berada di puncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu.
Masa pemerintahan ini merupakan golden age dalam perjalanan sejarah
peradaban Islam, terutama pada masa Khalifah Al-Makmun.
Daulat Abbasiyah berkuasa kurang lebih selama lima abad (750-1258 M).
pemerintahan yang panjang tersebut dapat dibagi dalam dua periode. Periode I
adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas
sampai Al-Mustakfi. Periode II adalah masa antara tahun 945-1258 M, yaitu masa
Al-Mu’ti sampai Al-Mu’tasim. Pembagian periodisasi ini diasumsikan bahwa
pada periode pertama, perkembangan di berbagai bidang masih menunjukkan
grafik vertikal, stabil dan dinamis. Sedangkan pada periode II, kejayaan terus
merosot sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil menghancurkan Dinasti
Abbasiyah.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah periode I, kebijakan-kebijakan politik
yang dikembangkan antara lain:
a. Memindahkan ibukota negara dari Damaskus ke Bagdad
b. Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c. Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri,
Abbasiyah memberi peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum
mawali
d. Menumpas pemberontakan-pemberontakan
e. Menghapus politik kasta
Selain kebijakan-kebijakan di atas, langkah-langkah lain yang diambil dalam
program politiknya adalah:
a. Para Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri, gubernur, panglima
perang dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali
b. Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota Negara dan menjadi pusat
kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan
c. Kebebasan berpikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah II, kekuasaan politik mulai menurun dan
terus menurun, terutama kekuasaan politik pusat. Karena negara-negara bagian
sudah tidak begitu mempedulikan lagi pemerintahan pusat, kecuali pengakuan
secara politis saja.
Dalam masa permulaan pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi
dapat dikatakan cukup stabil dan menunjukkan angka vertikal Devisa negara
penuh berlimpah-limpah. Khalifah Al-Mansur merupakan tokoh ekonom
Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang
ekonomi dan keuangan negara.
Di sektor pertanian, daerah-daerah pertanian diperluas disegenap wilayah
negara, bendungan-bendungan dan digali kanal-kanal sehingga tidak ada daerah
pertanian yang tidak terjangkau oleh irigasi.
Disektor perdagangan, kota Bagdad disamping sebagai kota politik agama
dan kebudayaan, juga merupakan kota perdagangan yang terbesar di dunia saat
itu. Sedangkan kota Damaskus merupakan kota kedua Sungai Tigris dan Efrat
menjadi pelabuhan transmisi bagi kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru
dunia. Terjadinya kontrak perdagangan tingkat Internasional ini semenjak
Khalifah Al-Mansur.
Dalam bidang administrasi negara, masa Dinasti Abbasiyah tidak jauh
berbeda dengan masa Umayyah. Hanya saja pada masa ini telah mengalami
kemajuan-kemajuan, perbaikan dan penyempurnaan.
Secara umum, kendali pemerintahan dipegang oleh khalifah sendiri.
Sementara itu, dalam operasionalnya, yang menyangkut urusan-urusan sipil
dipercayakan kepada wazir(menteri), masalah hukum diserahkan kepada
qadi(hakim) dan masalah militer dipegang oleh amir.

Anda mungkin juga menyukai