Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN PADA SISTEM KARDIOVASKULER

PASIEN DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG


INTERNA DAN BEDAH RSD KALISAT JEMBER

APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

Oleh :
Khofifah Nurul Islakh Alfa’iz
NIM 182310101012
Ruang Interna
(Merpati)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER
2021
KONSEP DASAR TEORI
1.1 Anatomi dan Fisiologis
a. Anatomi Jantung

Gambar 1. Anatomi jantung


Sumber : kitchenuhmaykoosib.com

Sistem kardiovaskuler terdiri dari 3 komponen yaitu darah, jantung dan


pembuluh darah. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah
melalui pembuluh darah menuju ke seluruh jaringan tubuh. Darah yang telah
mencapai sel-sel tubuh harus di pompa terus menerus oleh jantung melalui
pembuluh darah. Bagian kanan jantung berfungsi untuk memompa darah melewati
paru-paru, sehingga darah melakukan pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida (Tortora, 2012).
Jantung memiliki ukuran yang relatif kecil yang besarnya sekepalan tangan
yang mana umumnya setiap orang memiliki ukuran jantung yang sama namun
bentuk berbeda. Jantung memiliki panjang 12 cm, lebar 9 cm, tebal 6 cm, dan berat
250 gram pada wanita dewasa dan 300 gram pada pria dewasa (Tortora, 2012).
Jantung terletak di belakang sternum dan kartilago kostae dalam rongga antara paru-
paru kanan dan kiri (mediastinum). Jantung terletak di bagian tengah diafrgama dan
di depan esophagus. Seluruh bagian jantung berada pada rongga pericardium yang
memungkinkan jantung bergerak bebas ketika berkontraksi. b. Fisiologis Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut
atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).
Atrium kanan berfungsi untuk menampung darah yang rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui
empat buah vena pulmonalis. Selanjutnya, darah akan mengalir ke ventrikel kiri lalu
ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium tersebut dipisahkan oleh sekat yang
disebut septum atrium. Fungsi ventrikel kanan yaitu menerima darah dari atrium
kanan lalu dimpompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Fungsi ventrikel
kiri menerima darah dari atrium kiri lalu dipompakan ke seluruh tubuh melalui
aorta. Sekat yang memisahkan antara kedua ventrikel ini adalah septum ventrikel.
Jantung memompa darah secara terus-menerus melalui sistem vascular dan
darah akan kembali ke jantung. Sistem vascular yang dilalui berupa sistem sirkulasi
paru-paru dan sistem sirkulasi umum. Pembuluh dara yang ada pada kedua sistem
tersebut adalah pembuluh darah nadi (arteri) dan pembuluh darah balik (vena).
Pembuluh darah nadi (arteri) berfungsi untuk mengalirkan darah dari jantung ke
seluruh jaringan sel-sel tubuh. Sedangkan, pembulu darah balik (vena) berfungsi
untuk mengalirkan darah dari sel-sel tubuh menuju jantung. Vena cava inferior dan
vena cava superior berfungsi untuk mengumpulkan darah dari aliran vena yang
disebut darah biru dan mengalirkan darah biru ke jantung bagian kanan, kemudian
darah masuk ke atrium kanan melalui katup tricuspid menuju ventrikel kanan dan
ke paru-paru melalui katup pulmonal. Darah biru tersebut melepaskan
karbondioksida dan mengalami oksigenasi di paru-paru sehingga berubah menjadi
merah. Dan kemudian darah merah inilah melalui keempat vena pulmonalis menuju
ke atrium kiri. kemudian mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan
dipompa ke aorta. Irama detak jantung dibagi menjadi dua, yaitu sistole dan
diastole. Irama tersebut digunakan untuk mengukur tekanan darah pada seseorang.
Tekanan darah sitolik merupakan tekanan yang menghasilkan tekanan arteri dari
kontraksi ventrikel kiri. Sedangkan, tekanan darah diastolik yaitu saat ventrikel
sudah terisi darah tekanan dalam arteri akan turun.
1.2 Definisi

Gambar 2. Congestive heart failure (CHF)


Sumber : healthjade.net

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah salah
satu penyakit yang terjadi pada sistem kardiovaskuler. Congestive Heart Failure
(CHF) merupakan ketidakmampuan jantung memompakan darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi pada jaringan yang menyebabkan
curah jantung meningkat, sehingga menimbulkan nyeri pada dada (Lermiana, dkk.,
2016). Congestive Heart Failure (CHF) merupakan sindrom yang ditandai dengan
adanya ketidakmampuan jantung dalam mempertahankan aliran darah yang
memadai dalam sistem sirkulasi, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke ginjal,
edema perifer dan paru, retensi cairan dan natrium yang berlebihan yang
menyebabkan jantung mengalami penurunan kekuatan serta membengkak (Andry,
2006).

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi ketidakcukupan curah


jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh ketika istirahat maupun
beraktifitas. CHF merupakan suatu sindrom klinis sebagai respon terhadap
kegagalan ventrikel yang ditandai oleh kongesti pulmonar dan/ atau kongesti vena
sistemik (penumpukan darah). CHF memiliki tanda dan gejala yang bervariasi
bergantung kepada lokasi yang terkena, dibagian kanan, bagian kiri, atau pada
kedua bagian jantung (Marrelli, 2018). Keadaan ini dapat mengakibatkan darah
akan mengalir kembali ke dalam vaskulator pulmonal. Tekanan paru akan
meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg) saat aliran
darah vena kembali menuju ventricular. Sehingga, menyebabkan perpindahan
secara intravaskuler ke dalam interstirium paru dan menyebabkan terjadinya edema.
Dapat disimpulkan Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif
adalah ketidakmampuan jantung memompakan darah sehingga menyebabkan
kebutuhan oksigen dan nutrisi menurun dan menyebabkan nyeri pada dada.
1.3 Epidemiologi
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif merupakan
masalah kesehatan yang banyak terjadi di masyarakat dengan prevalensi sekitar 23
juta kejadian di dunia. Berdasarkan data Riskesdas (2013) diperoleh sebanyak
0,13% berdasar dari diagnosis dokter dan 0,3% berdasarkan diagnosis dan gejala
terkena CHF. Menurut WHO (2013), di Indonesia diperkiraan kematian sekitar 60%
disebabkan karena penyakit tidak menular dimana salah satunya adalah penyakit
kardiovaskular yaitu gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure/CHF). Di
Indonesia, gagal jantung termasuk dalam delapan penyakit tidak menular terbanyak
yang terjadi (Riskesdas, 2013). Prevalensi gagal jantung di Indonesia pada tahun
2013 sekitar 229.696 orang (0,13%). Di Jawa Timur merupakan daerah dengan
jumlah CHF tertinggi berdasarkan diagnosa dokter sebanyak 54.826 orang (0,19%),
sedangkan daerah yang dengan jumlah CHF yang terendah terdapat di Maluku
sebanyak 114 orang (0,02%) (Riskesdas, 2014). Di Indonesia, CHF telah meningkat
dan berada di peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian. Angka kejadian
Congestive Heart Failure (CHF) sebesar 0,4% dari total jumlah penduduk di
Indonesia dimana berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada responden
umur ≥15 tahun memiliki kasus gejala penyakit gagal jantung (Riskesdas, 2018).
Dari World Health Organization (WHO) tahun 2016 menunjukkan pada tahun
2015 terdapat 23 juta atau sekitar 54% kematian yang disebabkan oleh Congestive
Heart Failure (CHF). Peradaban dunia, kemajuan teknologi, semakin meningkatnya
kemakmuran, pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kejadian dan jenis
penyakit. Dari hasil data yang didapatkan oleh WHO (2016) menunjukkan pada
tahu 2015 sebanyak 23 juta (54%) dari total kematian disebabkan oleh CHF. Resiko
berkembangnya Congestive Heart Failure (CHF) di
Amerika Serikat adalah 20% untuk usia ≥40 tahun dengan angka kejadian lebih dari
650.000 kasus selama beberapa dekade. Di Indonesia, prevalensi Congestive Heart
Failure (CHF) di sebesar 0,3% dari total jumlah penduduk di Indonesia Riskesdas
(2016). Data yang diperoleh WHO pada tahun 2016, menunjukkan bahwa pada
tahun 2015 terdapat sekitar 54% (23 juta) dari total kematian disebabkan karena
Congestive Heart Failure (CHF). Resiko berkembangnya
Congestive Heart Failure (CHF) di Amerika Serikat adalah 20% untuk usia ≥40
tahun dengan angka kejadian lebih dari 650.000 kasus selama sepuluh tahun
terakhir. Kejadian CHF meningkat seiring bertambahnya umur dimana dalam kurun
waktu lima tahun tingkat kematian mencapai sekitar 50% (Arini, 2015).
1.4 Etiologi
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Berikut adalah etiologi atau penyebab gagal jantung kongestif
secara umum, yaitu: a. Kelainan Otot Jantung
Kelainan otot jantung disebabkan akibat kontraktilitas jantung mengalami
penurunan. Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeratif atau inflamasi. b. Hipertensi sistemik atau
pulmonal
Hipertensi sistemik atau pulmonal dapat menyebabkan gagal jantung karena
miokardium di ventrikel mengalami dilatasi yang berlebih (Markaity et al, 2012).
Keadaan ini dapat menyebabkan beban kerja jantung yang mengakibatkan
pembesaran ukuran jaringan otot jantung (hipertrofi serabut otot jantung). Otot
jantung akan bekerja lebih berat untuk memompa darah apabila tekanan darah tidak
segera diobati. Akibatnya, jantung mengalami beban kerja yang berlebih karena
memompa darah lebih kuat dimana hal ini dapat menyebabkan otot jantung
mengalami kekakuan sehingga kemampuan jantung dalam memompa darah akan
terganggu.
c. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan
gagal jantung. Penyakit ini muncul akibat adanya sumbatan atau plak yang
menghambat pembuluh darah jantung sehingga menyebabkan aliran darah pada
jantung menjadi tidak lancar. Kebutuhan oksigen yang kurang menyebabkan otot
jantung akan rusak sehingga jantung tidak dapat memompa darah dengan baik.
Keadaan ini yang menyebabkan penderita penyakit gagal jantung mengalami gagal
jantung. d. Infark Miokard
Infark miokard dapat menyebabkan gagal jantung karena fungsi miokard
menjadi terganggu sehingga mengalami nekrosis sistemik karena adanya sumbatan
pada arteri koroner. Penyumbatan tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan
kekuatan kontraksi, mengubah daya kembang ruang jantung, dan gerakan dinding
jantung menjadi tidak normal (Markaity et al, 2012).
e. Miokarditis
Miokarditis atau radang otot jantung merupakan peradangan pada otot jantung
yang menyebabkan otot jantung tidak bekerja secara optimal dalam memompa
darah ke seluruh tubuh dimana kondisi ini disebabkan karena infeksi virus. f.
Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan kerusakan pada otot jantung yang diakibatkan karena
adanya infeksi, penggunaan obat-obatan, konsumsi alcohol berlebih, dan lain
sebagainya. Kardiomiopati dapat menyebabkan gagal jantung karena miokardium
di ventrikel mengalami dilatasi berlebih sehingga terjadi pembesaran, penebalan,
dan kekakuan otot di ventrikel (Markaity et al, 2012).
g. Penyakit Katup Jantung
Penyakit katup jantung merupakan penyakit akibat adanya kelainan atau
gangguan pada salah satu atau lebih dari keempat jantung yang menyebabkan darah
sulit mengalir ke pembuluh darah selanjutnya atau sebagian darah akan berbalik.
Penyakit ini disebabkan karena kelainan aliran darah yang tidak searah dan
terhalangi ketika melewati katup jantung sehingga menyebabkan terjadinya gagal
jantung dan malfungsi katup jantung. Adanya peningkatan volume darah ke
ventrikel kiri disebabkan karena beban tekanan berlebih akibat kegagalan darah
memompa darah (Austaryani, 2012). h. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan berpotensi menimbulkan gagal jantung karena sekat
ruang jantung atau katup jantung yang tidak sempurna ketika bayi lahir sehingga
menyebabkan jantung bekerja lebih keras dalam memompa darah.
1.5 Klasifikasi
Menurut PERKI (2015), klasifikasi gagal jantung diklasifikasikan
berdasarkan kelainan struktural jantung atau gejala yang bekaitan dan kapasitas
fungsional NYHA (New York Heart Association).
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan kelainan struktural jantung
Stadium A Memiliki resiko tinggi berkembang menjadi gagal
jantung, tidak ada gangguan struktural atau
fungsional jantung, dan tidak terdapat tanda atau
gejala

Stadium B Penyakit struktur jantung telah terbentuk yang


berhubungan dengan perkembangan gagal jantung,
tidak terdapat tanda atau gejala

Stadium C Merupakan gagal jantung simtomatik yang


berhubungan dengan penyakit struktural jantung
yang mendasari

Stadium D Merupakan penyakit jantung struktural lanjut serta


gejala gagal jantung ketika istirahat masih

menunjukkan gejala walaupun telah mendapatkan


terapi medis (refrakter)

2.7.2 Klasifikasi berdasarkan kapasitas fungsional (NYHA)


Kelas I Aktivitas fisik tidak terbatas, tidak menimbulkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak napas
Kelas II Adanya batasan aktifitas ringan, tidak ada keluhan saat istirahat,
aktifitas fisik menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau sesak napas

Kelas III Adanya batasan aktfitas bermakna, tidak ada keluhan saat
istirahat, menjadi kelelahan, palpitasi, atau sesak karena aktifitas
fisik ringan

Kelas IV Aktifitas fisik terhambat tanpa keluhan, ada gejala saat istirahat,
keluhan meningkat saat melakukan aktifitas

1.6 Patofisiologi
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif terjadi karena
ketidakmampuan jantung dalam mempertahankan oksigen sehingga terjadi
peningkatan beban kerja jantung atau kontraksi jantung berlebih yang menyebabkan
curah jantung meningkat. Akibat adanya peningkatan curah jantung menyebabkan
penyaluran cairan dan elektrolit kembali lagi melalui pengaturan cairan oleh ginjal
dan vasokontriksi perifer yang bertujuan memperbesar aliran balik vena ke dalam
ventrikel sehingga meningkatkan kembali tekanan akhir diastolic dan curah jantung.
Ketika terjadi penurunan curah jantung tubuh, jantung akan melakukan mekanisme
kompensasi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau mempertahankan
curah jantung dan tekanan darah. Apabila mekanisme telah digunakan dengan
maksimal dan curah jantung atau sirkulasi darah dalam tubuh tetap tidak
mencukupi, maka akan menimbulkan gejala gagal jantung. Berdasarkan letak empat
ruang jantung, proses terjadinya gagal jantung kongestif dibedakan menjadi tiga
yaitu gagal jantung kongestif sebelah kiri, kanan, dan campuran.
1. Gagal jantung kongestif sebelah kiri
Gagal jantung kongestif sebelah kiri terjadi karena ruang ventrikel atau bilik
kiri jantung tidak berfungsi dengan baik. Dimana bagian ini tidak berfungsi untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh melalui aorta yang kemudian diteruskan ke
pembuluh darah arteri. Biliki kiri yang tidak berfungsi secara optimal menyebabkan
peningkatan tekanan serambi kiri dan pembuluh darah yang mana kondisi ini
menyebabkan edema paru. Aliran darah yang kurang menyebabkan fungsi ginjal
menajdi terganggu sehinggan tubuh menimbun air dan garam lebih banyak. Selain
itu, ketidakmampuan bilik kiri jantung melakukan relaksasi menyebabkan
penumpukan darah pada jantung.
2. Gagal jantung kongestif sebelah kanan
Gagal jantung kongestif sebelah kanan terjadi ketika bilik kanan jantung tidak
mampu memompa darah ke paru-paru yang mengakibatkan darah kembali ke
pembuluh darah vena sehingga menyebabkan penumpukan cairan di perut dan
bagian tubuh yang lainnya. Gagal jantung kongestif kiri seringkali mengawali
terjadinya gagal jantung kongestif kanan dimana adanya tekanan berlebih pada
paru, sehingga ketika sisi kanan jantung memompa darah ke paru-paru menjadi
terganggu.
3. Gagal jantung kongestif campuran
Gagal jantung kongestif kanan dan gagal jantung kongestif kiri terjadi secara
bersamaan.

1.7 Manisfestasi Klinis

Gambar 3. Tanda dan gejala congestive heart failure Sumber


: mayoclinic.org
Gagal jantung kongestive dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala
(manifestasi klinik) yang muncul dimana keadaan ini sama dengan tanda dan gejala
gangguan jantung pada umumnya. Berikut adalah manifestasi klinis gagal jantung
kongestive : a. Kelelahan
Kelelahan atau fatigue terjadi pada pasien yang mengalami CHF memiliki perasaan
lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk melakukan kegiatan sehari-hari
karena jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan tubuh. Sehingga, tubuh akan mengalihkan darah dari organ yang kurang
penting, terutama otot-otot pada tungkai dan mengirimkannya ke jantung dan
otak.
b. Sesak napas
Sesak napas atau dispnea dapat terjadi baik selama melakukan kegiatan, saat
istirahat, atau saat tidur. Pasien CHF akan menopang tubuh bagian atas dan
kepala dengan menggunakan kedua bantal, karena ketika pasien berbaring pada
posisi supine menyebabkan pasien akan kesulitan untuk bernafas karena aliran
balik darah di vena pulmonalis ke paru-paru karena jantung tidak mampu
menyalurkannya. Sehingga, menyebabkan terbentuknya kumpulan darah di
paru-paru.
c. Nafsu makan menurun dan mual
Pada pasien CHF biasanya sering mengeluh mual, begah atau tidak nafsu makan
yang dikarenakan karena darah yang diterima oleh sistem pencernaan kurang.
Sehinga, terjadi masalah pada sistem pencernaan. Asistes juga dapat
menyebabkan pasien merasaan mual dan begah juga kearena saluran cerna yaitu
lambung mengalami tekanan.
d. Gangguan Berpikir
Kehilangan memori atau perasaan disorientasi sering terjadi pada pasien CHF yang
disebabkan karena penurunan impulse saraf dengan adanya perubahan jumlah
zat tertentu dalam darah, seperti sodium. Selain itu, akibat penurunan curah
jantung menyebabkan kebingungan dan gangguan berpikir karena disebabkan
oleh penurunan jaringan ke otak.
e. Peningkatan denyut nadi
Pada pasien CHF mengalami peningkatan denyut nadi yang dapat diamati dari
keadaan denyut jantung yang berdegup kencang dan berdetak lebih kuat yang
mana keadaan ini disebut palpitasi. Keadaan ini merupakan kompensasi jantung
terhadap penurunan kapasitas memompa darah.
f. Edema
Edema atau penumpukan cairan pada jaringan disebabkan karena melambatknya
aliran darah yang keluar dari jantung, sehingga darah yang kembali ke jantung
melalui pembuluh darah menjadi terhambat. Natrium dan air yang tidak dapat
dikeluarkan akibat adanya kerusakan pada ginjal menyebabkan retensi atau
penumpukan cairan dalam jaringan yang dapat terlihat dari pembesaran perut
atau bengkak pada kaki.
g. Hepatomegali
Hepatomegali merupakan kondisi hati mengalami pembesaran secara abnormal
yang mana keadaan ini sebagai tanda terjadinya gagal jantung kongestif dan
penyakit lain, yaitu penyumbatan pembuluh darah atau gejala penyakit hati
kronis, kanker, kelainan jantung, dan lain sebagainya.
h. Nokturia
Nokturia adalah buang air kencing yang berlebihan pada malam hari. Hal ini
disebabkan karena jantung mengalami kegagalan untuk memompa darah
sehingga aliran darah ke ginjal berkurang menyebabkan jumlah darah yang
difiltrasi oleh ginjal berkurang dan produksi air kencing lebih sedikit pada siang
hari. Pada malam hari, bendungan aliran darah terdistribusi kembali ke jantung
ketika pasien berbaring untuk tidur sehingga menyebabkan aliran darah
meningkat. Peningkatan darah ini menyebabkan jumlah darah yang dipompa ke
seluruh tubuh mengalami peningkatan termasuk ginjal. Sehingga, produksi air
kencing mengalami peningkatan dan penderita sering kencing pada malam hari.
1.8 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi dari CHF tersebut yakni sebagai berikut
(Inamdar, 2016) :
1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
2. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat
penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat keorgan
vital (jantung dan otak)
3. Episode trombolitik : Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan
gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh
darah.
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung
1.9 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk
mengetahui terjadinya congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif,
yaitu:
1. Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram (EKG) merupakan sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik
otot jantung. Sinyal EKG sirekam menggunakan perangkat yang bernama
elektrokardiograf. EKG ini bersisi rekaman informasi kondisi jantung yang diambil
dengan memasang elektroda pada badan yang mana rekaman ini digunakan untuk
menentukan keadaan dari jantung pasien. EKG bermanfaat untuk menentukan
diagnosis, manajemen, dan terapi lanjut dari pasien yang mengalami gagal ginjal
kongestif. Gambaran EKG pada pasien ini dapat menunjukkan berbagai macam
kelainan dimana terkadang pasien dengan dengan gagal jantung kongestif
memberikan gambaran EKG yang normal atau hnaya menunjukkan sinus takikardi
tanpa adanya kelainan yang lain. Gambaran hipertrofi ventrikel kiri, semua jenis
aritmia atrium dan ventrikel, blok konduksi atrio-ventrikular dan intraventrikel,
adanya iskemia dan/atau infark miokard, hipertrofi ventrikel kanan dan kiri, serta
kelainan atrium kanan merupakan hasil EKG pada pasien gagal jantung kongestif.
Hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas atrium kiri, dan fibrilasi atrium merupakan
kelainan EKG yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif (Raka, dkk.,
2015).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mendeteksi dan memantau penyakit,
menentukan resiko, memantau perkembangan pengobatan, dan lain sebagainya.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh pasien gagal jantung adalah
pemeriksaan elektrolit, kreatinin, glukosa, tes fungsi hati, darah perifer lengkap
(hemoglobin, leukosit, trombosit), laju filtrasi glomerulus (GFR), dan urinalisis.
Pemeriksaan tambahan lain dapat dilakukan tetapi dengan mempertimbangkan
sesuai tampilan klinis.
3. Foto Thorax
Dalam diagnosis gagal jantung, foto thorax merupakan komponen penting yang
dapat dilakukan. Foto thorax atau rontgen dada berfungsi untuk mendeteksi
kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau
infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menggunakan radiasi gelombang elektromagnetik untuk
menampilkan gambar bagian dalam dada. Rontgen dada dapat menunjukkan
masalah yang ada dalam paru-paru yang berasal dari jantung, seperti adanya cairan
dalam paru-paru penyebab dari gagal jantung kongestif.
4. Ekokardiografi
Ekokardiografi atau USG jantung merupakan metode pemeriksaan dengan
menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambar dari
struktur jantung. Teknologi Doppler digunakan dalam elektrokardiografi untuk
membantu mengukur kecepatan dan arah aliran darah. Ekokardiografi berfungsi
utnuk memeriksa apakah terdapat kelainan pada sturktur jantung, aliran darah,
pembuluh darah, serta kemampuan otot jantung dalam memompa darah.
1.10 Pengobatan Farmakologi dan Non-farmakologi
Terdapat beberapa cara pengobatan untuk pasien congestive heart failure
(CHF) atau gagal jantung kongestif yang dapat dilakukan, yaitu pentalaksanaan
pengobatan farmakologi atau non-farmakologi. Berikut penatalaksanaan
pengobatan pada pasien gagal jantung kongestif :
1. Penatalaksanaan Farmakologis
1. ACE Inhibitor
ACE inhibitor merupakan obat yang digunakan untuk gagal jantung kongestif
yang bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiostensin I
membentuk vasokontriktor yang kuat angiotensin II. Penggunaan obat ini
berfungsi untuk mengurangi volume, tekanan pengisian ventrikel kiri.
Penggunaan obat ini perlu diwaspadai terjadinya hyperkalemia dan pasien
dengan hipotensi serta gagal ginjal.
2. β – blocker
Obat ini berfungsi untuk mengurangi kejadian iskemia miokard, stimulasi
automatic jantung dan efek aritmia lainnya sehingga mengurangi terjafinya
resiko aritmia jantung dan kematian mendadak (kematian kardiovaskular).
Penggunaan obat ini sangat perlu diperhatikan karena β – blocker pada gagal
jantung bukan class effect maka dari itu hanya karvedilol, bisoprolol, dan
metoprolol lepas lambat yang direkomendasikan untuk pengobatan gagal
jantung.
3. Terapi Digitalis
Terapi digitalis merupakan pengobatan utama untuk kegagalan jantung
kongestif karena sangat efektif untuk memperbaiki fungsi miokardium dan
memperkuat kontraksi otot-otot jantung, sehingga curah jantung dapat
meningkat dan suplai darah pada ginjal juga membaik. Terapi digitalis dapat
mengurangi kecepatan denyut jantung sehingga ventrikel dapat berelaksasi
dan mengisi darah yang cukup. Obat yang digunakan yaitu adalah digoksin
atau lanoksin.
4. Diuretik
Apabila tanda-tanda kegagalan jantung tidak membaik setelah diberikan
terapi digitalis, terapi diuretik dapat diberikan kepada pasien. Pemberian
terapi diuretik bertujuan untuk mengurangi beban jantung dengan
mengurangi volume cairan yang berlebihan, dan dapat mengurangi preload.
Obat diuretik yang direkomendasikan yaitu thiasides, Lasix, atau edecrin.
5. Vasodilator
Vasodilator diberikan untuk mengurangi tekanan yang digunakan dalam
membuka katup aorta untuk menegluarkan darah dari ventrikel (afterload).
Obat-obat yang sering dipakai yaitu apresoline, minipres, nifedine, dan
kaptopril.
2. Penatalaksanaan non farmakologis
1. Diet
Pasien gagal jantung dengan obesitas dan diabetes harus diberikan diet yang
sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat badan. Asupan
NaCl harus dibatasi menjadi < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai
berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari untuk gagal jantung berat.
2. Latihan fisik
Latihan fisik dilakukan untuk meningkatkan kesehatan sehingga mengurangi
masalah kesehatan yang ada agar tidak bertambah parah. Salah satu bentuk
latihan fisik pada pasien CHF yang dapat dilakukan untuk membantu
memenuhi kebutuhan oksigenisasi yaitu dengan Range Of Motion (ROM).
ROM merupakan latihan gerak dengan menggerakkan sendi seluas gerak
sendi yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke otot sehingga
meningkatkan perfusi jaringan perifer. Sehingga, akan memperlancar
sirkulasi darah yang mana transportasi oksigen ke jaringan menjadi lancar
sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi.
3. Breathing Exercise
Dsypnea merupakan salah satu manifestasi klinis gagal jantung kongestif
(CHF). Untuk mengatasi dsypnea dapat dilakukan pemberian terapi oksigen
yaitu dengan latihan pernafasan atau breathing exercise dengan melakukan
deep breathing exercise yaitu aktivitas keperawatan yang berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan otot-otot pernafasan dalam meningkatkan fungsi
ventilasi dan memperbaiki oksigenasi. Latihan pernapasan dapat
mengoptimalkan pengembangan paru dan meminimalkan penggunaan obat.
4. Edukasi
Memberikan edukasi atau pengetahan kepada pasien dengan penyakit CHF
dianjurkan untuk diet rendah garam, pembatasan natrium, mengurangi berat
badan pada pasien obesitas, mengurangi konsumsi lemak, mengurangi stress
psikis, menghindari rokok, menghindari konsumsi alkohol, olahraga secara
teratur (Siswandi dan Baradero, 2008).
5. Tidak merokok
Merokok yang terlalu sering dapat meningkatkan resiko terjadinya CHF.
Nikotin masuk ke dalam tubuh ketika menghisap rokok sehingga nikotin
terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang kemudian
diedarkan ke otak. Kelenjar adrenal pada otak melepas epinefrin atau
adrenalin yang menyebakan terjadinya penyempitan pembuluh darah dan
jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang tinggi (hipertensi).
Oleh karena itu, perlu dihindari perilaku merokok yang dapat menyebabkan
terjadinya CHF.

1.11 Clinikal Pathway


1.12 Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan faktor penting dalam mempertahankan
kesehatan pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitas, dan preventif
perawatan kesehatan (Doenges, 2000). Selain itu, asuhan keperawatan merupakan
suatu proses atau tindakan praktik keperawatan secara langsung diberikan kepada
klien pada berbagai layanan kesehatan dan pelaksanaannya didasari dengan kaidah
profesi keperawatan dan merupakan inti praktik keperawatan (Anggi,
2018)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data yang berasal dari klien dimana data tersebut
diguanakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah baik mental, sosial, dan
lingkungan yang dialami klien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
yaitu data harus menyeluruh meliputi aspek biopsikososial dan spiritual,
menggunakan berbagai sumber yang ada dan berhubungan dengan masalah klien
dan menggunakan cara-cara pengumpulan data yang sesuai dengan kebutuhan
klien, dilakukan secara sistematis, diklasifikasikan menurut kebutuhan
biopsikososial dan spritual serta dapat dianalisis. a. Pengumpulan data
1. Identitas Klien
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama,
Pendidikan, nomor rekam medis, pekerjaan, alamat, status perkawinan, tanggal
MRS, tanggal pengkajian, dan sumber informasi. Penyakit gagal jantung
kongestif ini lebih sering terjadi pada laki-laki dengan rentang usia rata-rata 60
tahun ke atas.
2. Keluhan utama klien
Pada pasien gagal jantung kongestif mengeluhkan sesak nafas saat
beraktifitas sehari-hari dan ketika istirahat tidak ada sesak nafas, edema pada
ektremitas, juga mengeluhkan kelemahan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien gagal jantung akan mengeluhkan sesak nafas ketika beraktifitas
sehari-hari dan akan mereda jika digunakan istirahat, edema pada bagian tungkai
kaki, badan terasa lemah, terdapat distensi vena jugularis, tekanan darah tinggi,
frekuensi nadi tinggi, dan frekuensi pernafasan tinggi
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah mempunyai riwayat hipertensi, riwayat obesitas, riwayat diabetes
karena merupakan factor resiko gagal jantung kongestif.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada klien apakah ada keluarga yang pernah menderita sirosis hati
atau gejala penyakit yang sama seperti yang dialami klien.
6. Riwayat psikososial
Kaji kondisi mental pasien seperti ketakutan, kecemasan, keputusasaan,
presepsi diri, dan spiritual pasien yang mungkin mempengaruhi peran dan
aktivitas sehari-hari.
b. Pola-pola fungsi kesehatan (Pola fungsional Gordon)
1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Kaji terkait presepsi atau pandangan pasien terkait seberapa penting
kesehatan dan juga kaji kebiasaan hidup klien seperti, penggunaan
obatobatan, konsumsi alkohol, dan rokok.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Kaji bagaimana asupan nutrisi klien sejak mengalami gangguan pada
ksehatannya, apakah klien mau memakan makanannya, apakah ada
perubahan pola makan sebelum sakit dan setelah sakit.
3. Pola Eliminasi
Pola ini berhubungan dengan pola BAK dan BAB klien seperti frekuensi
jumlah, warna, bau, karakter, apakah memakai alat bantu, kemandirian,
keluhan serta gangguan eliminasi yang terjadi sebelum sakit dan sakit
dirumah sakit.
4. Pola tidur dan istirahat
Kaji terkait pola tidur pasien sebelum masuk rumah sakit dan sesudah
masuk rumah sakit apakah terdapat perubahan pada pola tidur dan
istirahatnya.
5. Pola aktivitas dan latihan
Meliputi kemampuan ADL (activity daily life) sepertii makan minum,
mandi, toileting, mobilisasi di tempat tidur, kemampuan berpindah, serta
ambulasi ROM apakah pasien melakukannya secara mandiri atau dengan
bantuan orang lain atau bantuan alat. Adapaun skor yang dapat diberikan
berkaitan dengan pola akivitas dan latihan seperti: 4: mandiri, 3: alat bantu,
2: dibantu orang lain, 1: dibantu orang lain dan alat, 0: tergantung total.
6. Pola hubungan dan peran
Pola ini berkaitan dengan peran pasien dalam keluarga serta hubungannya
dengan lingkungan sekitar, meliputi ikut tidaknya keluarga bertanggung
jawab terhadap pasien serta ikut tidaknya anggota keluarga dalam bekerja
sama dengan pasien.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Pola ini mencakup gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri serta
identitas diri. Pola ini berhubungan dengan sikap pasien memandang diri
sendiri, penilaian pasien terhadap hasil yang dicapai, serta kesadaran yang
dimiliki.
8. Pola reproduksi seksual
Pola ini berkaitan dengan kepuasan atau ketidakpuasan dengan aspek
seksualitas pasien, tahap reproduksi serta semua masalah yang
mempengaruhi pola reproduksinya.
9. Pola peran dan hubungan
Pola ini berkaitan dengan peran pasien dalam keluarga serta hubungannya
dengan lingkungan sekitar, meliputi ikut tidaknya keluarga bertanggung
jawab terhadap pasien serta ikut tidaknya anggota keluarga dalam bekerja
sama dengan pasien.
10. Pola manjemen koping stress
Pola ini berkaitan dengan cara klien dalam menjabarkan terkait koping
umun dan efektivitas pola dalam mengatsi stress, serta cara yang klieen
lakukan dalam mengatsi stress serta sistem yang mendukung.
11. Pola tata nilai dan keyakinan
Sistem ini berkaitan dengan datapola nilai dan kepercayaan yang
berhubungan dengan nilai, tujuan, spiritual yang dapat membantu pasien
dalam proses pengambilan keputusan, termasuk kebiasaan dalam praktik
keagamaan ibadah pasien.
c. Pemeriksaan Fisik
a. Kedaan umum :
Kesadaran composmentis dengan adanya sesak nafas diambahi suara nafas
tambahan ketika melakukan aktivitas dan kelelahan juga edema pada tungkai
kaki, tanda-tanda vital pasien dalam keadaan tidak normal (tekanan darah
meningkat, nadi meningkat, frekuensi pernafasan meningkat)
b. Pengkajian head to toe (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
1. Kepala
Pemeriksaan kepala mencakup bentuk kepala, warna rambut, ada
tidaknya lesi atau jejas, terdapat benjolan atau massa, ada nyeri tekan
atau tidak, keadaan rambut.
2. Mata
Pemeriksaan ini mencakup bola mata, sclera, konjungtivam posisi mata,
distribusi bula mata, lapang pandang, ada nyeri tekan atau benjolan,
ketajaman pengelihatan.
3. Telinga
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui bentuk telinga simetris,
apakah ada kelainan bentuk, warna kulit telinga sama dengan warna kulit
sekitarnya atau tidak, telinga dapat mendengar normal atau tida, terdapat
benjolan atau nyeri tekan atau tidak.
4. Hidung
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui bentuk hidung, simetris
atau tidak, terdapat benjolan, tanda-tanda inflamasi, nyeri serta
ketajaman dari fungsi penghidung.
5. Mulut
Pemeriksaan ini dilakukan secara inspeksi untuk mengetahui bagaimana
keadaan mulut, bentuk bibir, kebersihan mulut. Sedangkan, secara
palpasi apakah terjadi nyeri tekan atau adanya massa atau tidak.
6. Leher
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui bentuk dan simetris
tidaknya leher, terdapat benjolan (bentuk, konsistensi, dan ukuran),
apakah terdapat lesi, nyeri tekan, dan lain sebagainya.
7. Dada
Pemeriksaan ini mencakup pengkajian jantung dan paru-paru yang
dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
8. Abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, perkusi dan
palpasi. Inspeksi digunakan untuk melihat bagaimana keadaan abdomen
secara keseluruh apakah terdapa lesi atau massa, datar atau tidak, warna
kulit. Auskultasi digunakan untuk mendengarkan suara bising dan
peristaltik usus serta bunyi gerakan cairan. Perkusi digunakan untuk
mendeteksi adanya pembesaran organ, adanya udara dan cairan bebas.
Palpasi digunakan untuk mengetahui adanya nyeri tekan, serta adanya
benjolan atau massa.
9. Genetalia dan Anus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi kelainan,
apakah terdapat lesi atau massa, keadaan kebersihannya, apakah ada
nyeri tekan, penyebaran rambut, terpasang alat bantu kateter atau tidak.
10. Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas dilakukan pada ekstremitas atas dan bawah
untuk mengetahui bagimana kondisi, cara kerja, apakah terdapat oedem,
dan yang berhubungan dengan ekstremitas.
11. Kulit dan kuku
Pemeriksaan kulit dilakukan untuk mengetahui warna kulit, turgor kulit,
kebersihan kulit, adanya lesi atau massa, akral, persebaran rambut.
Sedangkan, pemeriksaan kuku dilakukan untuk mengkaji warna, bentuk
kuku, kebersihan, adanya lesi atau tidak, dan CRT.
12. Keadaan lokal
Pasien terlihat berbaring di tempat tidur dengan posisi semi fowler, keadaan
lemas dan terpasang nasal kanul pada hidung, edema pada salah satu
tungkai ektremitas bawah

2. Diagnosa
Diagnosia keperawatan merupakan sebuah penilaian klinis mengenai
respons manusia terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan atau
kerentanan terhadap respons dari individu, keluarga, kelompok, atau komunitas
(NANDA-I, 2018). Diagnosa keperawatan harus didapatkan dengan tepat agar
dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya dengan tepat dan benar sesuai
pengkajian yang telah dilakukan. Diagnosa keperawatan yang bisa muncul
dalam asuhan keperawatan pada pasien congestive heart failure (CHF) atau
gagal jantung kongestif, antara lain:
1. Penurunan curah jantung bd perubahan kontraktilitas
2. Intoleransi aktivitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Hipervolemia bd kelebihan asupan natrium
4. Pola napas tidak efektif bd hambatan upaya napas (keletihan otot
pernafasan)
5. Perfusi perifer tidak efektif bd kurang terpapar informasi tentang faktor
pemberat (merokok, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)
3. Intervensi
Intervensi atau perencanaan keperawatan merupakan perencaan tindakan
oleh perawat yang akan diberikan kepada pasien. Intervensi yang diberikan harus
sesuai dengan kondisi atau masalah kesehatan pada pasien. Tahap dari intervensi
keperawatan meliputi menetapkan prioritas, menetapkan tujuan dan kriteria hasil
yang akan diharapkan, melakukan intervensi keperawatan yang tepat dan
mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
4. Implementasi
Implementasi merupakan penerapan tindakan yang telah direncanakan
yang bertujuan untuk mencapai kriteria hasil yang diharapkan sehingga dapat
meningkatkan tingkat kesejahteraan pasien. Implemetasi dilakukan setelah
intervensi keperawatan yang telah tersusun dengan tepat dan memiliki tujuan
untuk meencapai kriteria hasil yang diharapkan. Pada proses ini berfokus pada
kebutuhan klien, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi keperawatan, dan kegiatan komunikasi yang efektif.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang
berhubungan dengan observasi data subjektif, objektif, assessement, intervensi
atau perencanaan serta implementasi (SOAP) yang ditulis oleh perawat pada
catatan perkembangan setelah dilaksanakan prosedur keperawatan maupun
setelah dilaksanakan prosedur keperawatan maupun setelah batas waktu asuhan
keperawatan diberikan. Perawat akan melakukan perbandingan secara sistematik
dan terencana mengenai kesehatan klien yang bertujuan untuk mengetahui
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu adanya
pendekatan lain (Kemenkes, 2017).
DISCHARGE PLANNING
DISCHARGE PLANNING NO.REG :
Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal MRS Tanggal KRS
Diagnosa Diagnosa
Bagian Bagian
Dipulangkan dari RS dengan keadaan
a. Sembuh d. Pulang paksa
b. Meneruskan obat jalan e. Lari
c. Pindah ke RS lain f. Meninggal

A. Kontrol
1. Waktu :
2. Tempat :
B. Lanjutan perawatan dirumah
Menganjurkan melakukan teknik napas dalam secara mandiri apabila terjadi
nyeri dada

C. Aturan diet/nutrisi
Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung garam, kolesterol, alkohol
dan membatasi asupan cairan

D. Obat-obatan yang diminum dan jumlahnya


Sesuai resep dokter
E. Aktivitas dan istirahat
Mengurangi aktivitas yang berat dan istirahat cukup untuk proses pemulihan
F. Yang dibawa pulang (hasil lab, rontgen, foto, obat dll)
Hasil lab, rontgen, dan obat
Jember Klien/keluarga
Perawat

( ) ( )
DAFTAR PUSTAKA

Asrul, Zulmi. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup


Pasien Gagal Jantung Kongestif (GJK) di Instalasi Elang RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Thesis. Semarang: Univeristas Muhammadiyah Semarang.

Bariyatun, Samsi., dkk. 2018. Penerapan Pemberian Oksigen Pada Pasien


Congestive Heart Failure (CHF) dengan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi
di RSUD Wates Kulon Progo. Thesis. Yogyakarta : Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.

Bulecheck, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman and C. M. Wagner. 2016.


Nursing Intervensions Classifications (NIC). Sixth Edition. Singapore:
Elsevier. Terjemahan oleh I. Nurjannah, R. D. Tumanggor, S. Mulyani, M.
Perdana, A. Kasfi, W. Winarti, I. A. Azis, F. Sabrian, H. Yulianingsih, M.
S. Kristianti dan S. Warsini. 2017. Nursing Intervensions Classification
(NIC). Edisi Keenam. Yogyakarta: Mocomedia.

Chen, Michael A., dkk. 2018. Heart Failure.


https://medlineplus.gov/ency/article/000158.htm [Diakses pada 28
September 2020].

Hamzah, Rori., Widaryati., dan Darsih. 2017. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin
dengan Kualitas Hidup Pada Penderita gagal Jantung di RD PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta.

Inamdar, Arati A., dan Inamdar, Ajinkya C. 2016. Heart Failure: Diagnosis,
Management and Utilization. Journal of Clinical Medicine. 5(7) : 1 – 28.

Khaerunnisa, Tania., dkk. 2016. Penerapan Asuhan Keperawatan Ansietas Pada


Pasien Gagal Jantung Kongestif. Jurnal Keperawatan Jiwa. 4(2) : 74 – 82.
Lesmana, Ronny., dkk. 2017. Fisiologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi,
Keperawatan, dan Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish.

Mahendra, Muhammad Agung. 2020. Asuhan Keperawatan Penurunan Curah


Jantung Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Irna 2 Rumah Sakit
Universitas Airlangga Surabaya. Thesis. Surabaya: Universitas Airlangga.

Mailani, Fitri. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal
Endurance: STIKes YPAK Padang.

Moorhead, S., M. Johnson, M. L. Mass, and E. Swanson. 2016. Nursing Outcames


Classification (NOC). Fifth Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
I. Nurjannah, R. D. Tumanggor, S. Mulyani, M. Perdana,
A. Kasfi, . A. Azis, F. Sabrian, H. Yulianingsih, W. Winarti dan A. Fathi.
2017. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi Kelima. Yogyakarta:
Mocomedia.
Narolita,Yola. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gagal Jantung Kongestif
(GJK) dengan Masalah Hipervolemik (Di Ruang Cardio Vascular Care Unit
Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan). Karya Tulis Ilmiah.
Jombang: STIKES Insan Cendekia Medika.

Purba, Lermiana., dkk. 2016. Studi Kasus Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi


dengan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Congestive Heart
Failure Di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan Tahun 2016. Jurnal Riset
Hesti Medan. 1(2) : 118 – 127.

Putranti, FR. 2020. Proses Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien Dengan Gagal
Jantung Kongestif di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Thesis. Yogyakarta:
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Rispawati, Baik Heni. 2019. Pengaruh Konseling Diet Jantung Terhadap


Pengetahuan Diet Jantung Pasien Congestive Heart Failure (CHF). REAL in
Nursing Journal. 2(2) : 77 – 85.
Siswanto, Bambang Budi., dkk. 2015. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung.
Jakarta: PERKI.

Yancy, Clyde W., et al. 2017. 2017 ACC/AHA/HFSA Focused Update of the
2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure.
Circulation. 136(6) : e137 – 161.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai