Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH IMPLEMENTASI PROFIL PANCASILA BERNALAR KRITIS

TERHADAP PERKEMBANGAN PELAJAR

Disusun Oleh :

NAMA : MUHAMAD FAJRIANZA

NIM : F1A121009

JURUSAN : MATEMATIKA

DOSEN : LISNAWATI RUSMIN, S.Pd, M.Sc

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya.

Makalah ini membahas tentang Pengaruh implementasi profil pancasila


bernalar kritis terhadap perkembangan pelajar.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.

Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya.

Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk


penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Kendari, 1 November 2021

Penulis

Muhamad Fajrianza
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG........................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................4
C. TUJUAN.............................................................................................................4
D. MANFAAT........................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
PEMBAHASAN...........................................................................................................5
1. Profil Pancasila..............................................................................................5
2. Implikasi bernalar kritis terhadap profil Pancasila.......................................6
3. Meningkatkan nalar kritis kepada pelajar...................................................10
4. Manfaat bernalar kritis................................................................................14
BAB III.......................................................................................................................19
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................19
A. KESIMPULAN................................................................................................19
B. SARAN.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20
Y
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Profil Pelajar Pancasila, menurut hemat peneliti ialah sebuah target siswa
yang ideal sesuai dengan Pancasila. Namun permasalahannya ialah, apakah dunia
pendidikan kita sudah mengenal profil pelajar Pancasila ini, apakah sosialisasi sudah
dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, utamanya di lapangan atau
dalam hal ini di tingkat satuan pendidikan / sekolah. Kemudian bagaimana dampak
atau implikasi yang dihasilkan dari Profil Pelajar Pancasila ini, utamanya
implikasinya terhadap ketahanan pribadi siswa serta kecerdasan dalam berfikir.
Kepandaian, baik bernalar kritis ialah kemampuan yang penting untuk
dimiliki pelajar supaya dapat memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam
global yang senantiasa berubah. Dengan demikian, pengembangan kepandaian, baik
bernalar kritis juga berpikir kreatif ialah suatu hal yang krusial buat dilakukan serta
perlu dilatihkan pada peserta didik mulai asal jenjang pendidikan dasar hingga
jenjang perguruan tinggi. Bernalar kritis sebagai berpikir dengan sahih untuk
memperoleh pengetahuan yang relevan dan reliabel. Bernalar kritis adalah berpikir
memakai penalaran, berpikir reflektif, bertanggung jawab, serta expert dalam
berpikir. Kemampuan bernalar kritis bisa dikembangkan melalui pembelajaran
matematika pada sekolah ataupun perguruan tinggi, yang menitik beratkan di sistem,
struktur, konsep, prinsip, dan kaitan yang ketat antara suatu unsur serta unsur
lainnya.
Matematika dengan hakikatnya sebagai ilmu yang terstruktur serta sistematis,
sebagai suatu kegiatan insan melalui proses yang aktif, bergerak maju, serta generatif,
dan menjadi ilmu yang mengembangkan perilaku bernalar kritis, objektif, serta
terbuka, sebagai sangat penting dikuasai oleh siswa untuk menghadapi laju perubahan
ilmu pengetahuan serta teknologi yang begitu pesat.
Serta pada kenyataannya, tak bisa dipungkiri bahwa asumsi yang saat ini
berkembang pada sebagian besar siswa ialah matematika bidang studi yang sulit
serta tak disenangi. Hanya sedikit yang bisa menyelami dan memahami matematika
sebagai ilmu yang bisa melatih kemampuan bernalar kritis.
Salah satu hal yang perlu kita soroti untuk mengetahui penyebab rendahnya
berpikir kritis siswa ialah proses pembelajaran. Sekolah di Indonesia biasanya masih
menerapkan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran eksklusif yang berpusat
pada pengajar (teacher centered). kenyataan teacher-centered learning (TCL) telah
menjadi kebiasaan yang sulit dirubah. Dimana peserta didik hanya menampung
seluruh berita dari pengajar tanpa berfikir untuk bertindak aktif. Tidak terdapat
persiapan apapun sebelum mulai belajar. Aktifitas di kelas pula hanya duduk, diam
dan mendengar.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dari bernalar kritis serta hubungan dalam profil pancasila?
2. Bagaimana cara meningkatkan nalar kritis pada seorang siswa/pelajar?
3. Bagaimana pengaruh bernalar kritis terhadap perkembangan siswa/pelajar?
4. Apa dampak positif atau manfaat yang di dapatkan dengan bernalar kritis?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui cara meningkatkan bernalar kritis


2. Untuk mengetahui pengaruh bernalar kritis.
3. Untuk mengetahui manfaat dari bernalar kritis

D. MANFAAT

1. Dapat mengetahui definisi dari bernalar kritis


2. Dapat mengetahui cara meningkatkan nalar kritis
3. Dapat mengetahui pengaruh perkembangan diri dari bernalar kritis
4. Dapat mengetahui manfaat dari bernalar kritis
BAB II

PEMBAHASAN

1. Profil Pancasila

Profil Pelajar Pancasila sesuai Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi)
sebagaimana tertuang dalam dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2020-2024, bahwa “Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar
Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan
berperilaku sesuai dengan nilainilai “Pancasila memiliki enam ciri utama: beriman,
bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, keberagaman global, gotong royong,
mandiri, bernalar kritis dan kreatif.”. Keenam indikator Profil Pelajar Pancasila ini
sangat ideal bagi bangsa Indonesia. Sesuai dengan rujukannya yaitu ideologi
Pancasila, maka tidak mengherankan isinya-pun sangat ideal.
Penguatan karakter Pancasila yang dilakukan melalui perwujudan Profil
Pelajar Pancasila ini merupakan sebuah gagasan estafet dari masa ke masa. Hal ini
dilatarbelakangi oleh keresahan banyak pihak terkait dengan kondisi kebangsaan
manusia Indonesia. Peneliti menganalisis bahwa setiap generasi pada masanya selalu
ada yang memikirkan dan bergerak untuk melakukan aksi terkait dengan penguatan
nilai-nilai Pancasila. Hal ini dikarenakan menjadi manusia Pancasila pada prinsipnya
merupakan cita-cita luhur yang harus terus berusaha diwujudkan sampai kapanpun.
Ide atau gagasan manusia Indonesia yang seusai Pancasila dimulai sejak Pancasila itu
sendiri disepakati oleh para pendiri bangsa sebagai dasar falsafah negara.
Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) memaparkan bahwa pada dasarnya, nilai-
nilai Pancasila sangat relevan untuk diterapkan oleh generasi muda kita dalam
menghadapi perkembangan zaman. Sehingga Profil Pelajar Pancasila yang
merupakan salah satu kebijakan Kemendikbud menjadi kompas dari segala upaya
peningkatan kualitas pendidikan nasional yang perlu dihidupkan dan menjadi bagian
dari budaya satuan pendidikan, termasuk dalam menjawab tantangan urgensi
dirumuskannya Profil Pelajar Pancasila, yaitu terjaganya nilai luhur dan moral
bangsa, kesiapan untuk menjadi warga dunia, perwujudan keadilan sosial, serta
tercapaianya kompetensi Abad 21. Di jiwa dan perilaku sehari-hari di dalam
komunitas maupun profesi, kita harus memiliki profil pelajar Pancasila. Pelajar yang
dimaksud disini adalah SDM unggul yang merupakan pelajar sepanjang hayat yang
memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai
Pancasila tidak sekadar untuk dipahami, tetapi yang sangat penting dan bermanfaat
ialah bagaimana mempraktekkan dalam kehidupan seharihari baik di keluarga,
masyarakat, satuan pendidikan, maupun tempat kita bekerja dan berusaha.
Salah satu target yang hendak dicapai dari mewujudkan Profil Pelajar
Pancasila ini, ialah membentuk generasi milenial yang Pancasilais. Milenial atau
sering disebut Generasi Y, adalah mereka yang kini berada pada rentang usia sekitar
20 hingga 40 tahun. Dengan kata lain, hanya kelahiran 1980 sampai 1990 atau 2000-
an awal yang masuk angkatan generasi milenial atau istilah kerennya disebut generasi
‘zaman now”. Lantas, benarkah milenial tidak memiliki masalah sekompleks generasi
sebelumnya, dikarenakan generasi ini tumbuh dengan dukungan kemajuan teknologi
digital, sehingga segala pekerjaannya bisa dilakukan serba cepat?. Atau jangan-
jangan, mereka justru memiliki problematika yang lebih besar, terutama saat
mengenali jati dirinya sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Di tengah keresahan
tersebut, hal-hal positif terus dilakukan Puspeka dengan menggandeng tokoh-tokoh
milenial untuk berkolaborasi mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

2. Implikasi bernalar kritis terhadap profil Pancasila

Indikator yang kelima dari Profil Pelajar Pancasila ini ialah bernalar kritis.
Bernal kritis yang dimaksud dalam hal ini ialah pelajar yang mampu secara objektif
memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan
antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan kemudian
menyimpulkannya. adapun elemen kuncinya yaitu memperoleh dan memproses
informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi
pemikiran dan proses berpikir, serta mengambil keputusan.
Bernalar kritis adalah kemampuan Kognitif yang harus diketahui dan
dikembangkan oleh guru pada saat pembelajaran melalui beberapa hal diantaranya
menggunakan model dan metode pembelajaran yang mendukung siswa untuk
mengembangkan kemampuan kognitif tersebut. Sebagai salah satu aspek penting dari
perkembangan kognitif, perkembangan bernalar kriris ditentukan oleh manipulasi dan
interasksi aktif anak dengan lingkungan.
Perkembangan kognitif ini mempunyai ranah kognitif atau ting- katan seperti
pernyataan taksonomi Belum ada beberapa tingkat ranah kognitif yaitu, mengenal
(recognition), pemahaman (Comprehension), penerapan atau aplikasi (application),
analisis (analysis), sintesis (Synthesis), serta evaluasi (evaluation). Pernyataan
tersebut memberikan padangan bahwa, tingkatan ranah kognitif berkaitan dengan
pola pikir yang baik dengan analisis, sintesis serta evaluasi yang terarah.
Bernalar kritis tidak sama dengan mengakumulasi berita. seseorang dengan
memiliki daya ingat yang baik serta mempunyai banyak fakta tidak berarti seorang
bernalar kritis. Seorang pemikir kritis mampu menyimpulkan dari apa yang
diketahuinya, serta mengetahui cara memanfaatkan informasi untuk memecahkan
masalah, dan mecari sumber-sumber informasi yang relevan untuk dirinya. Bernalar
kritis bersifat netral, objektif, serta tak bias. Meskipun bernalar kritis bisa
memberikan kekeliruan atau alasan-alasan yang buruk, bernalar kritis bisa
memainkan peran penting pada kerjasama menemukan alasan yang benar juga
melakukan tugas konstruktif. Pemikir kritis bisa melakukan intropeksi tentang
kemungkinan bias pada alasan yang dikemukakannya.
"Sebagai mahasiswa, kamu harus bisa berdiskusi secara kritis dan
memecahkan masalah di sekitarmu”. “Siswa kritis adalah siswa Pancasila yang dapat
mengolah informasi secara kualitatif dan kuantitatif serta objektif, membangun
hubungan antar informasi yang berbeda, serta menganalisis, mengevaluasi, dan
menyimpulkan informasi”.Adapun Patonah menjelaskan bahwa berpikir kritis
merupakan kemampuan mental yang mendorong seseorang menggunakan
kecerdasannya untuk melakukan pekerjaan, Seperti contoh berikut:
(1) Zidan merasa senang sekali setelah selesai belajar menanam di rumah Pak
Jordi bersama ayahnya. Zidan membayangkan, ia nantinya bisa memanfaatkan
waktunya di rumah untuk menanam tanaman sayur dan buah bersama ayahnya.
Sehingga dia tidak harus bosan di rumah selama pandemi dan bisa mengisi waktunya
dengan kegiatan yang produktif.”. (Belajar Menanam Buah dan Sayur).
Data (1) termasuk dalam karakter siswa Pancasila dengan legitimasi kritis.
"Zidan mungkin berpikir dia ada selalu di rumah selama pandemi karena Zidan tidak
sekolah, jadi Zidan pergi untuk menanam sayuran dan buah-buahan." Zidan sangat
bosan di rumah, maka ia berpikir untuk dapat memanfaatkan ilmu yang ia dapatkan
ketika di rumah Pak Jordi yaitu dengan menanam sayur dan buah.
(2) “Iya, Bibo, Juju. "Kita harus menemukan cara untuk menyelesaikan
masalah ini," kata Raco. “Bagaimana kalau kita menanam pohon kembali?” usul
Bibo. “Setuju!” jawab Rako dan Juju serentak. (Rako Si Petani Hutan Sejati).
Data (2) merupakan salah satu karakter bernalar kritis. "Dongeng itu berbicara
tentang sekelompok hewan yang bingung tentang hutan yang gundul." Hutan adalah
tempat tinggal para hewan, jika hutan hundul, makan para hewan akan kehilangan
tempat tinggalnya. Berdasarkan data di atas bobo memberikan usul untuk
memecahkan masalah dari hutan yang gundul dengan menanam pohon kembali.
Dalam data di atas Bibo memberikan usul untuk memecahkan masalah yang ada.
Dalam proses modernisasi, sistem pendidikan saat ini seperti sistem kapitalis.
Nuryatno (2011: 89) menyatakan bahwa dunia pendidikan tengah dihadapkan pada
persoalan serius yaitu semakin dominannya corporate values dimana nilai korporasi
telah menjadi core values mengalahkan academic values. Jika situasi ini terus
berlanjut, diragukan bahwa dunia pendidikan akan memainkan peran penting dalam
membentuk kehidupan publik, politik dan budaya, karena pendidikan dibentuk oleh
dunia pasar. Pada konteks inilah penting kiranya menelaah diskursus pendidikan
kritis dan rasionalitas untuk mewujudkan peserta didik yang kritis dan demokratis
dalam merespon perkembangan dan tuntutan zaman.
Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah aliran pendidikan yang meyakini
bahwa dalam semua aktivitas pendidikan terkandung adanya muatan politik
(Nuryatno, 2011: 1). Pendidikan kritis mencakup teori pendidikan dan praktek
pembelajaran yang bertujuan untuk membangun kesadaran kritis peserta didik pada
kondisi sosial yang menindas. Hal ini sejalan dengan pandangan Giroux bahwa
pendidikan kritis adalah pendidikan radikal yang menitikberatkan pada prinsip-
prinsip demokrasi dan pembebasan dari penindasan dalam praktik pendidikan. Giroux
ingin membangun sebuah kemungkinan munculnya penyadaran yang tidak mungkin
berlangsung dalam kelas sehingga pendidikan kritis berupaya menciptakan
pendidikan yang optimis dalam membangun masyarakat demokratis. Dengan
demikian, dapat simpulkan bahwa pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah aliran
pendidikan yang menekankan pada kesadaran berpikir kritis untuk menciptakan
pendidikan yang optimis dan demokratis.
“Nuryatno (2011:10) menyatakan bahwa ada beberapa asumsi tentang filosofi
dasar pendidikan kritis:” antara lain sebagai berikut.
1. Manusia diyakini memiliki kapasitas untuk berubah dan berkembang karena
memiliki potensi untuk belajar dan dibekali dengan kapasitas berpikir dan self-
reflection.
2. Manusia memiliki julukan ontologis dan historis untuk menjadi manusia yang
lebih sempurna."
3. Manusia dalam bahasa Colin Lanskhear adalah makhluk praksis yang hidup
secara otentik hanya saat terlibat dalam transformasi dunia.
"Dari asumsi di atas, pendidikan kritis dapat dipahami dalam dua cara.".
Pertama, pendidikan kritis sebagai paradigma berpikir yang dibangun atas dasar
critical thinking (bernalar kritis) untuk mengritisi pendidikan dari segi filosofis, teori
sistem, kebijakan atau implementasi (aspek kognitif). Hal ini karena lembaga
pendidikan tidak netral dan tidak dapat memisahkan pendidikan dari konteks sosial,
budaya, ekonomi dan politik yang lebih luas. Oleh karena itu, sistem pendidikan perlu
membangun kesadaran kritis atau critical thinking atau kesadaran, yaitu
pembentukan pemikiran berbasis kesadaran, guna mengungkap fenomena
tersembunyi dan asumsi-asumsi yang ada. Dengan kata lain, dalam paradigma ini,
pendidikan membantu melatih siswa untuk mengenali, menganalisis, dan mengubah
penipuan dalam sistem dan struktur."
Kedua, pendidikan kritis sebagai gerakan sosial yaitu pendidikan yang
bertujuan untuk mewujudkan pelaksanaan pendidikan yang egaliter, humanis,
demokratis berdasarkan kesadaran kritis peserta didik. Ini menyangkut sisi praktis,
kognisi kritis yang dilakukan tidak hanya dalam bentuk pengetahuan, tetapi juga
dalam bentuk perilaku. Oleh karena itu, pengetahuan menjadi pintu masuk untuk
mengubah dunia menjadi lebih humanis dan adil.

3. Meningkatkan nalar kritis kepada pelajar

Siswa di abad 21 adalah kemampuan berpikir kritis dan kemandirian.


Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan bukti
dan data untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dan diyakini (Walsh et al.,
2019). Kemampuan ini dapat mendorong siswa dalam proses mengumpulkan,
menafsirkan, menganalisis, dan menilai untuk menarik kesimpulan yang akurat dan
dapat diandalkan (Saputra & Kuswanto, 2019). Berbagai permasalahan terkait
kemampuan berpikir kritis dan kemandirian dapat diatasi dengan memilih sumber
belajar yang tepat (Asrial et al., 2020). Sumber belajar yang akan digunakan dalam
pembelajaran harus  memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan kemandiriannya (Aulia et al., 2019; Nisa et al., 2018).
Pada akhirnya dapat diketahui bahwa kemampuan bernalar kritis dan
kemandirian sangat diperlukan bagi siswa dalam kehidupan, yang salah satunya dapat
dikembangkan atau ditingkatkan melalui pendidikan. Salah satu caranya adalah
dengan menyediakan sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk berpikir
kritis dan melatih kemandiriannya. Namun di sisi lain, ketersediaan sumber daya
tersebut masih relatif minim dan kurang dimanfaatkan di lapangan. Beberapa
penelitian sebelumnya telah menunjukkan beberapa kemungkinan untuk
mengembangkan sumber belajar seperti modul yang dapat melatih siswa untuk
berpikir kritis atau terintegrasi dengan  nilai-nilai luhur tertentu untuk membangun
karakter siswa
Keterampilan berpikir kritis dapat dilatih melalui penerapan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi (Gultom & Adam, 2018), Yunita et al., 2018). Selain
itu, siswa yang berpikir kritis dalam pembelajaran akan menciptakan siswa yang
kreatif (Pantaleo, 2017). Cara mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam
pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan dan siswa menjawab
pertanyaan dengan konsep menggunakan sumber (Komalasari, 2017)
Keterampilan berpikir di sini bukanlah sarana negatif untuk mengkritik
argumentasi seseorang secara kritis, tetapi berkaitan dengan kualitas pemikiran atau
argumen yang disajikan untuk mendukung suatu gagasan atau argumen (Rear, 2019,
Fisher, 2009). Keterampilan berpikir menurut Krulik & Rudnick dalam Fatmawati
dkk. (2014) dibagi menjadi: (1) hafalan (recall thinking), (2) dasar (basic thinking),
(3) kritis (critical thinking) dan, (4) kreatif (creative thinking). Menurut Halpern
dalam Self & Self (2017) mendefinisikan berpikir kritis sebagai lebih dari sekedar
menganalisis hasil tetapi mengevaluasi proses berpikir, menurut Facione dalam Self
& Self (2017) berpendapat bahwa berpikir kritis tergantung pada kecenderungan
seseorang dan refleksi pada tujuan. Menurut Niu dalam Self & Self (2017)
mengemukakan bahwa berpikir kritis menuntut individu untuk terlibat dalam
pengajaran refleksi. 
Menurut McLaren dalam Setiarsih (2017) dapat dipahami sebagai proses
dialektis yang mendukung proses dialog antara siswa dan guru. Menurut Costa dalam
Fisher (2009) keterampilan berpikir dapat dibagi menjadi keterampilan dasar yang
meliputi kualifikasi, hubungan variabel, transformasi, dan hubungan sebab akibat
sedangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir
kompleks yang melibatkan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir
kritis dan berpikir kreatif.
Berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif yang berfokus pada
pencapaian tujuan dan berperilaku rasional dengan lima unsur berpikir kritis: (1)
praktis, (2) reflektif, (3) rasional, (4) andal, (5) dalam bentuk tindakan. Penelitian
tentang berpikir kritis, peneliti kebanyakan mengembangkan indikator yang
digunakan oleh Ennis, berikut ini adalah indikator berpikir kritis menurut Ennis
(Meneses, 2019, Komalasari, 2017, Ennis, 1990). Keterampilan berpikir kritis
menurut Liu et al., (2018) adalah sebagai berikut: (1) komunikasi tertulis, (2) jumlah
materi literasi (literasi kuantitatif), (3) kompetensi dan keterlibatan kewarganegaraan
(civic competence & engagement) dan, (4) kompetensi budaya dan kompetensi &
keragaman antarbudaya.
Keterampilan berpikir kritis menurut Edward Gleser dalam Fisher (2009)
adalah sebagai berikut (1) mengenali masalah, (2) menemukan cara yang tepat untuk
menangani masalah, (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan,
(4) mengenali asumsi. dan nilai nilai-nilai yang tidak dinyatakan, (5) memahami dan
menggunakan bahasa yang tepat dan jelas, (6) menganalisis data, (7) menilai fakta
dan mengevaluasi pernyataan, (8) mengenali hubungan logis antara masalah, (9)
menarik kesimpulan atau kesamaan, (10) menguji kesimpulan atau persamaan, (11)
menyusun kembali pola keyakinan berdasarkan pengalaman belajar, (12) membuat
penilaian berdasarkan kehidupan sehari-hari.
Thonney & Montgomery (2019) memberikan lima kompetensi berpikir kritis,
yaitu: (1) mengevaluasi bukti, (2) Menganalisis dan mengevaluasi argumen
(menganalisis dan mengevaluasi argumen); (3) memahami konsekuensi dan
penerapannya (Memahami implikasi dan konsekuensi), (4) mampu mengungkapkan
pendapat (Menghasilkan argumen asli), dan (5) memahami konsekuensi pembicaraan
(memahami sebab-akibat). Menurut Studi Delphi dalam Ampuero et al., (2015),
terdapat enam kompetensi berpikir kritis, yaitu: (1) regulasi diri, yaitu kemampuan
melihat dengan logika, (2) interpretasi, yaitu kemampuan memprediksi, ( 3) analisis
yaitu kemampuan menganalisis argumen, (4) ) evaluasi adalah kemampuan menilai
argumen, (5) inferensi adalah kemampuan memutuskan dapat dipercaya dan
dilakukan, (6) eksplanasi adalah kemampuan menjelaskan.
Langkah-langkah model analisis berpikir kritis menurut Dunn dan Dunn
dalam Sapriya (2019) adalah sebagai berikut: (1) fokus awal, guru mendorong siswa
untuk memikirkan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah, (2) guru memberikan
pernyataan. (mengapa atau bagaimana), (3) setelah salah satu siswa menjawab
pertanyaan, guru meminta siswa lain untuk memotivasi siswa lain untuk berpikir
mengatasi masalah, (4) guru menegaskan masalah yang dihadapi dalam menjawab
pertanyaan, (5) guru meminta siswa untuk menarik kesimpulan langkah-langkah
untuk memecahkan masalah.
Keterampilan berpikir kritis diperlukan sebagai penunjang untuk
meningkatkan keterampilan belajar siswa yaitu keterampilan berkomunikasi,
keterampilan menilai dan mengevaluasi, sehingga dapat mengembangkan
pemahaman yang lebih baik terhadap permasalahan yang ada (Paul & Elder, 2001;
Slavin, 2000; ivkovi, 2016). Selain meningkatkan keterampilan berpikir kritis juga
dapat membuat siswa lebih aktif dan belajar lebih banyak, melatih keterampilan.
kerjasama, menghargai pendapat orang lain. Keaktifan terjadi ketika siswa membuat
serangkaian pertanyaan yang saling terkait dan kemudian mampu bertanya dan menjawab
pertanyaan (Browne & Keeley, 2009; Fisher, 2009). Berpikir kritis merupakan proses
kognitif untuk memperoleh pengetahuan karena termasuk dalam aktivitas berpikir.
Berpikir kritis adalah alat yang digunakan dalam proses penguasaan konsep karena
pengetahuan konseptual adalah hasil dari proses konstruktif. Berpikir kritis
mengaktifkan kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi bukti,
mengidentifikasi pertanyaan, membuat kesimpulan logis, dan juga memahami
implikasi argumen (Ennis, 1993, hlm. 48; Facione & Facione, 1994). Siswa adalah
individu yang berbeda dan beragam. Ada yang dibekali dengan kemampuan berpikir
kritis yang tinggi, dan ada pula yang masih memiliki kemampuan berpikir kritis yang
rendah (Facione & Facione, 1994; Glaser & Resnick, 2001, hlm. 137). Perbedaan
kemampuan berpikir dimungkinkan mengakibatkan tingkat pencapaian kompetensi
siswa yang berbeda-beda.Indikator berpikir kritis menurut Ennis (1993), antara lain
memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, membuat
kesimpulan, memberi penjelasan lebih lanjut, dan juga  mengelola strategi.

4. Manfaat bernalar kritis

Dengan bernalar kritis kita mendapatkan manfaat serta dampak positif berupa;
dapat menganalisis suatu argument, mendeskripsikan kesimpulan dengan penalaran
induktif atau deduktif, dapat menilat ataur mengevaluasi, mebuat keputusan atau
memecahkan masalah. Kemampuan atau prilaku lain yang diidentifikasi sebagai
relevan dengan pemikiran kritis termasuk bertanya dan menjawab pertanyaan untuk
klarifikasi, mendefinisikan istilah, mengidentifikasi asumsi, menafsirkan serta
menjelaskan penalaran.
Manfaat keterampilan berpikir kritis dijadikan dasar dalam perolehan
pengetahuan dan keterampilan dalam mata pelajaran, agar siswa dapat melakukan
hal-hal berikut: 
(1) Membedakan fakta dari dugaan 
(2) Membedakan informasi yang relevan dan tidak relevan 
(3) Memutuskan kebenaran dan ketepatan suatu pernyataan 
(4) Menemukan hal-hal yang tidak dalam pertanyaan yang sulit
(5) Mengidentifikasi logika fallacy (miskonsepsi) 
(6) Mengidentifikasi logika yang tidak konsisten 
(7) Mendeteksi bias dan prasangka 
(8) Memahami keyakinan atau argumen dari suatu pendapat 
(9) Mengenali asumsi/asumsi dan pendapat 
(10) Menilai kekuatan dan kelemahan suatu tuduhan atau argumen
(11) Memprediksi kemungkinan konsekuensi dari suatu keputusan atau tindakan
Sebagian besar peneliti juga setuju bahwa selain keterampilan atau
kemampuan, berpikir kritis juga melibatkan disposisi. Pada awal tahun 1985, para
peneliti yang bekerja di bidang berpikir kritis menyadari bahwa kemampuan berpikir
kritis berbeda dari disposisi untuk melakukannya. Bukti empiris muncul untuk
mengkonfirmasi gagasan bahwa kemampuan berpikir kritis dan disposisi, pada
kenyataannya, merupakan entitas yang terpisah. Disposisi-disposisi ini secara
beragam telah dilemparkan sebagai sikap atau kebiasaan pikiran. Disposisi berpikir
kritis sebagai "motivasi internal yang konsisten untuk bertindak terhadap atau
menanggapi orang, peristiwa, atau keadaan dengan cara yang biasa, namun berpotensi
lunak". Para peneliti cenderung mengidentifikasi perangkat disposisi serupa yang
relevan dengan pemikiran kritis. Misalnya, yang paling sering dikutip disposisi
berpikir kritis yaitu berupa ; Pikiran terbuka, adil-pikiran, ecenderungan mendapatkan
alasan, rasa ingin tahu, keinginan untuk mendapatkan informasi yang benar,
fleksibilitas, menghormati serta menghargai pendapat orang lain. Berdasarkan hal-hal
tersebut dapat berpengaruh kepada seorang pelajar yang mampu bernalar kritis serta
dapat berdampak positif kepada pelajar.
Berpikir kritis membantu kita menjadi sadar akan ketidak konsistenan praktis
yang tidak disadari, memungkinkan kita untuk menghadapinya secara sadar dan
rasional. Hal ini juga umum, tentu saja, bagi orang untuk tidak sadar memegang
keyakinan tentang subjek tertentu. Faktanya, seperti yang ditunjukkan Socrates sejak
lama, inkonsistensi logis yang tidak disadari seperti itu jauh lebih umum daripada
yang diduga kebanyakan orang. Seperti yang akan kita lihat, misalnya, banyak orang
dewasa ini mengklaim bahwa “moralitas itu relatif,” sambil memegang berbagai
pandangan yang menyiratkan bahwa moralitas itu tidak relatif. Berpikir kritis
membantu kita mengenali inkonsistensi logis semacam itu atau, lebih baik lagi,
menghindarinya sama sekali.
Ketika mereka pertama kali masuk perguruan tinggi, siswa terkadang terkejut
menemukan bahwa profesor mereka tampaknya kurang tertarik pada bagaimana
mereka mendapatkan keyakinan mereka apakah keyakinan tersebut dapat bertahan
dari pemeriksaan kritis. Di perguruan tinggi fokusnya adalah pada pemikiran tingkat
tinggi: evaluasi ide dan informasi yang aktif dan cerdas. Untuk alasan ini berpikir
kritis memainkan peran penting di seluruh kurikulum perguruan tinggi.

Dalam kursus berpikir kritis, siswa mempelajari berbagai keterampilan yang


dapat sangat meningkatkan kinerja kelas mereka. Keterampilan ini termasuk

o Memahami argumen dan keyakinan orang lain


o Mengevaluasi secara kritis argumen dan keyakinan tersebut
o Mengembangkan dan mempertahankan argumen dan keyakinan yang didukung
dengan baik.
Berpikir kritis sangat berharga dalam banyak konteks di luar kelas dan tempat
kerja. Mari kita lihat secara singkat tiga cara di mana hal ini terjadi. Pertama, berpikir
kritis dapat membantu kita menghindari membuat keputusan pribadi yang bodoh.
Kita semua pernah membuat keputusan tentang pembelian konsumen, hubungan,
perilaku pribadi, dan sejenisnya yang kemudian kita sadari sangat salah arah atau
tidak rasional. Berpikir kritis dapat membantu kita menghindari kesalahan tersebut
dengan mengajarkan kita untuk berpikir tentang keputusan hidup yang penting lebih
hati-hati, jelas, dan logis.
Kedua, berpikir kritis memainkan peran penting dalam mempromosikan
proses demokrasi. Terlepas dari apa yang mungkin dikatakan orang-orang sinis,
dalam demokrasi sebenarnya adalah “kami rakyat” yang memiliki keputusan akhir
tentang siapa yang memerintah dan untuk tujuan apa. Oleh karena itu, sangat penting
bahwa keputusan warga negara harus diinformasikan dan disengaja mungkin. Banyak
dari masalah sosial yang paling serius saat ini penghancuran lingkungan, proliferasi
nuklir, intoleransi agama dan etnis, pembusukan kota-kota dalam, sekolah yang
gagal, biaya perawatan kesehatan yang melonjak, untuk menyebutkan beberapa saja
sebagian besar disebabkan oleh pemikiran kritis yang buruk. Dan seperti yang pernah
dikatakan Albert Einstein, “Masalah signifikan yang kita hadapi tidak dapat
diselesaikan pada tingkat pemikiran kita saat menciptakannya.
Ketiga, berpikir kritis layak dipelajari untuk kepentingannya sendiri, hanya
untuk pengayaan pribadi yang dapat dibawanya ke dalam hidup kita. Salah satu
kebenaran paling mendasar dari kondisi manusia adalah bahwa kebanyakan orang,
sebagian besar waktu, percaya apa yang diperintahkan. Sepanjang sebagian besar
sejarah yang tercatat, orang menerima tanpa pertanyaan bahwa bumi adalah pusat
alam semesta, bahwa setan menyebabkan penyakit, bahwa perbudakan itu adil, dan
bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki. Pemikiran kritis, yang dikejar dengan
jujur dan berani, dapat membantu membebaskan kita dari asumsi dan bias yang tidak
teruji dalam pengasuhan dan masyarakat kita. Ini memungkinkan kita mundur dari
kebiasaan dan ideologi budaya kita yang berlaku dan bertanya, “Inilah yang telah
diajarkan kepada saya, tetapi apakah itu benar? Singkatnya, berpikir kritis
memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan yang "diperiksa" mandiri.
Pembebasan pribadi seperti itu, sebagaimana tersirat dari kata itu sendiri, merupakan
tujuan akhir dari pendidikan seni liberal. Apa pun manfaat lain yang dibawanya,
pendidikan liberal tidak dapat memberikan imbalan yang lebih besar.
Selain itu, berpikir kritis dapat membantu Anda mengevaluasi secara kritis
apa yang Anda pelajari di kelas. Selama karir kuliah Anda, Dosen Anda akan sering
meminta Anda untuk mendiskusikan "secara kritis" beberapa argumen atau ide yang
diperkenalkan di kelas. Berpikir kritis mengajarkan berbagai strategi dan
keterampilan yang dapat sangat meningkatkan kemampuan Anda untuk terlibat dalam
evaluasi kritis tersebut. Anda juga akan diminta untuk mengembangkan argumen
Anda sendiri tentang topik atau masalah tertentu. Misalnya, Anda mungkin diminta
untuk menulis makalah yang membahas masalah apakah Kongres telah bertindak
terlalu jauh dalam membatasi kekuatan perang presiden. Untuk menulis makalah
seperti itu dengan sukses, Anda harus melakukan lebih dari sekadar menemukan dan
menilai argumen dan informasi yang relevan. Anda juga harus mampu menyusun
argumen dan bukti dengan cara yang meyakinkan dan sangat mendukung pandangan
Anda. Pelatihan sistematis yang diberikan dalam kursus berpikir kritis juga dapat
meningkatkan keterampilan tersebut
Akhirnya, berpikir kritis menuntut agar pemikiran kita adil—yaitu, berpikiran
terbuka, tidak memihak, dan bebas dari bias dan prasangka yang menyimpang. Itu
bisa sangat sulit untuk dicapai. Bahkan kenalan yang paling dangkal dengan sejarah
dan ilmu-ilmu sosial memberitahu kita bahwa orang sering sangat cenderung untuk
menolak ide-ide asing, untuk menilai isu-isu, untuk stereotip orang luar, dan untuk
mengidentifikasi kebenaran dengan kepentingan mereka sendiri atau kepentingan
bangsa atau kelompok mereka. Mungkin tidak realistis untuk menganggap bahwa
pemikiran kita bisa sepenuhnya bebas dari bias dan prasangka; sampai batas tertentu
kita semua memandang realitas dengan cara yang secara kuat dibentuk oleh
pengalaman hidup individu dan latar belakang budaya kita. Namun, betapapun
sulitnya untuk mencapainya, dasar pemikiran yang adil jelas merupakan atribut
penting dari seorang pemikir kritis.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa penalaran kritis dapat
berpengaruh besar terhadap pelajar/individu, banyak aspek yang berpengaruh di
dalam kehidupan baik itu di ruang lingkup sekolah, social, tempat kerja dan lain lain.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Keenam indikator Profil Pelajar Pancasila ini sangat ideal bagi bangsa Indonesia.
Penguatan karakter Pancasila yang dilakukan melalui perwujudan Profil Pelajar
Pancasila ini merupakan sebuah gagasan estafet dari masa ke masa. Hal ini
dikarenakan menjadi manusia Pancasila pada prinsipnya merupakan cita-cita luhur
yang harus terus berusaha diwujudkan sampai kapanpun. Pelajar yang dimaksud
disini adalah SDM unggul yang merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki
kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila
tidak sekadar untuk dipahami, tetapi yang sangat penting dan bermanfaat ialah
bagaimana mempraktekkan dalam kehidupan seharihari baik di keluarga, masyarakat,
satuan pendidikan, maupun tempat kita bekerja dan berusaha. Salah satu target yang
hendak dicapai dari mewujudkan Profil Pelajar Pancasila ini, ialah membentuk
generasi milenial yang Pancasilais.
Indikator yang kelima dari Profil Pelajar Pancasila ini ialah bernalar kritis.
Bernal kritis yang dimaksud dalam hal ini ialah pelajar yang mampu secara objektif
memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan
antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan kemudian
menyimpulkannya. Bernalar kritis adalah kemampuan Kognitif yang harus diketahui
dan dikembangkan oleh guru pada saat pembelajaran melalui beberapa hal
diantaranya menggunakan model dan metode pembelajaran yang mendukung siswa
untuk mengembangkan kemampuan kognitif tersebut. Pernyataan tersebut
memberikan padangan bahwa, tingkatan ranah kognitif berkaitan dengan pola pikir
yang baik dengan analisis, sintesis serta evaluasi yang terarah.
B. SARAN
Saran saya adalah seelah kita melihat materi mengenai manfaat dari
bernalar/berfikir kritis ada baiknya kita menerapkan hal tersebut juga dengan
mengikuti cara serta program yang sudah disediakan. Hal itu demi untuk
meningkatkan kualitas diri serta SDM yang unggul.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia Mayang Sari1*, Ariswan2 . (APRIL 2021 ). The Integrated Physics Learning E-Module
with Pancasila Character Values in Work and Energy Subjects as Solution to Improve
Students’ Critical Thinking Ability and Independence: Is It Effective? . JuRrnal Ilmiah
Pendidikan Fisika Al-BiRuNi Volume 10. Issue 1 , 85-101 .

Dea Mulia Ningsih*, H. K. (2020). Pengembangan Kemampuan Berfikir Kritis Melalui Model
Pembelajaran Logan Avenue Problem Solving (LAPS) Heuristik Pada Pembelajaran IPS
Sejarah di SMP Negeri 1 Bandar Kabupaten Bener Meriah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pendidikan Sejarah Volume 5 Nomor 1 , 25-40.

Diane F. Halpern. (2015). CRITICCAL THINKIG ACROSS THE CURRICULUM. NEW YORK:
Routledge.

DISKURSUS PENDIDIKAN KRITIS (CRITICAL PEDAGOGY) DALAM KAJIAN PENDIDIKAN


KEWARGANEGARAAN . (2017). Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 5 No
2 , 76-85 .

Eko Purnomoa, 1. R. (Agustus 2021). Wujud karakter pelajar pancasila dalam dongeng
nusantara betutur. Seminar Nasional SAGA #3 Vol 3, No. 1 , 119-128 .

Galen A, d. (2017). The critial thinking toolkit. UK: WILLEY BLACKWELL.

Gregory Bassham, d. (2018). C RITICAL THINKING A STUDENT’S INTRODUCTION . new york:


The McGraw-hill compaines.

Lai, E. R. (2011). Critical Thinking: A Literature Review . london: PEARSON.

Lamsihar P1, S. K. (2016). Development of Critical Thinking Ability Through Sets Based
Learning Approach: An Action Research on Grade XI IPA 1 SMAN 5 Dumai . Journal of
international conference proceedings , 1-14.

MARLINA ALI, d. (Mei 2010). HUBUNGAN ANTARA KEMAHIRAN BERFIKIR KRITIS DENGAN
PENCAPAIAN AKADEMIK DALAM KALANGAN PELAJAR FAKULTI PENDIDIKAN UNIVERSITI
TEKNOLOGI MALAYSIA. Jurnal Teknologi,52 , 45–55 .
Raharja, H. Y. (March 2019). RELEVANSI PANCASILA ERA INDUSTRY 4.0 DAN SOCIETY 5.0 DI
PENDIDIKAN TINGGI VOKASI . Journal of Digital Education, Communication, and Arts Vol. 2,
No. 1 , 11-20 .

Risa Alkurnia, d. (November 2019). THE EFFECT OF CRITICAL THINKING ON STUDENTS’


ACCOUNTING COMPETENCY IN VOCATIONAL HIGH SCHOOL . Jurnal Pendidikan Vokasi
Volume 9, No 3 , (270-279.

Rusnaini, d. (Agustus 2021 ). Intensifikasi Profil Pelajar Pancasila dan Implikasinya Terhadap
Ketahanan Pribadi Siswa. JURNAL KETAHANAN NASIONAL Vol. 27, No. 2, , 230-249.

Anda mungkin juga menyukai