Anda di halaman 1dari 113

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GEJALA POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD):

REMAJA YANG PERNAH MENGALAMI KEKERASAN OLEH ORANG


TUA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:
Kadek Indah Paramita Andriani Suardana
NIM: 139114018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN MOTTO

“Mitrasya ma caksusa saevani bhutani samiksantam, mitrasyaham caksusa


saevani bhutani samikse, mitrasya caksusa samiksamahe”
(Yajurveda XXXVI.18)

Artinya

“Berdoa semoga seluruh makhluk memandang kami dengan cara pandang sebagai
seorang sahabat, berdoa semoga saya memandang seluruh makhluk dengan cara
pandang sebagai seorang sahabat, berdoa semoga kita sama-sama mempunyai
cara pandang demikian”.

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk

Kedua orang tuaku, kakak dan adikku yang tercinta dan


terkasih

Para sahabat dan teman-temanku

Pada setiap orang yang aku cintai

Pada teman-teman yang sedang berjuang untuk tetap


bahagia

Terimakasih untuk semangat dan kasih sayang kalian

Terimkasih yang selalu mendukung, menemani, dan


memotivasi dalam proses penulisan hingga akhir

Pembimbing yang selalu sabar dan setia membantu selama


proses penuisan karya ini

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Kadek Indah Paramita Andriani Suardana
Nim : 139114018
Jenjang : S1
Prodi : Psikologi
Konsentrasi : Psikologi

Menyatakan bahwa naskah skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian
karya sendiri dan tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali pada
bagian-bagian yang dirujuk sumbernya baik dalam kutipan maupun daftar pustaka
sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,
Saya yang menyatakan,

Kadek Indah Paramita Andriani Suardana


NIM: 139114018

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GEJALA POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD):

REMAJA YANG PERNAH MENGALAMI KEKERASAN OLEH

ORANG TUA

Kadek Indah Paramita Andriani Suardana

ABSTRAK

Penelitian ini yang menjadi perhatian penuh adalah tentang gejala Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja yang mengalami kekerasan oleh
orang tua di Kecamatan Sukawati-Bali padahal budaya Bali menekankan pada
keharmonisan. Penelitian ini juga mengeksplorasi mengenai bentuk-bentuk
kekerasan yang dialami oleh remaja pada masa kanak-kanak dan gejala trauma
psikologis yang dialami oleh remaja yang pernah mengalami kekerasan oleh
orang tua di masa kanak. Subjek dalam penelitian ini adalah 3 remaja akhir, yang
terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuan dengan usia (17-21) yang berasal dari
keluarga yang masih lengkap. Pengambilan data yang dilakukan dengan strategi
atau desain kualitatif, melalui wawancara semi terstruktur. Analisis data yang
dilakukan ialah dalam bentuk Analisis Isi Kualitatif (AIK) yang menggunakan
pendekatan deduktif; analisis isi terarah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa
seluruh partisipan berusaha untuk menggantikan sosok keluarga dengan
pertemanan, bentuk kekerasan yang diterima berupa kekerasan fisik dan
kekerasan verbal yang diakibatkan oleh faktor stress ekonomi dari keluarga.
Peristiwa kekerasan memberikan dampak emosional berupa trauma psikologis
yang dialami dalam waktu yang cukup lama sehingga memunculkan gejala-gejala
post traumatic stress disorder yaitu intrusive re-experincing, avoidance, negative
ateraction in mood and cognition dan arrousal dengan gejala arrousal yang
dirasakan semakin memburuk hingga saat ini. Durasi kemunculan gejala PTSD
dialami bertahun – tahun setelah mengalami kekerasan secara fisik dan verbal
dengan kemunculan yang tidak tentu.

Kata kunci: Kekerasan, gejala PTSD, trauma

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) SYMPTOMS:

TEENS WHO HAVE EXPERIENCED VIOLENCE BY PARENTS


Kadek Indah Paramita Andriani Suardana
ABSTRACT
This research that is of full concern is about the symptoms of Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD) in adolescents who experience violence by their parents in
Sukawati-Bali District, even though Balinese culture emphasizes harmony. This study
also explores the forms of violence experienced by adolescents in childhood and the
symptoms of psychological trauma experienced by adolescents who have experienced
violence by their parents in childhood. The subjects in this study were 3 late adolescents,
consisting of 2 boys and 1 girl aged (17-21) who came from complete families. Data
retrieval was carried out with a qualitative strategy or design, through semi-structured
interviews. The data analysis conducted is in the form of Qualitative Content Analysis
(AIK) which uses a deductive approach; directed content analysis. In this study, it was
found that all participants tried to replace family figures with friendship, forms of
violence received in the form of physical violence and verbal violence caused by
economic stress factors from the family. Violent incidents have an emotional impact in
the form of psychological trauma that has been experienced for a long time, causing
symptoms of post-traumatic stress disorder, namely intrusive re-experincing, avoidance,
negative interaction in mood and cognition and arrousal with arousal symptoms that are
getting worse until now. . The duration of the onset of PTSD symptoms is experienced
many years after experiencing physical and verbal abuse with indeterminate appearance.

Keywords: Violence, PTSD symptoms, trauma

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Kadek Indah Paramita Andriani Suardana


Nomor Induk Mahasiswa : 139114018

Demi menumbuh-kembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada


perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya dengan judul:

GEJALA POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD):


REMAJA YANG PERNAH MENGALAMI KEKERASAN OLEH ORANG
TUA

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu

meminta izin dari saya maupun royaliti kepada saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai peneliti.

Yogyakarta,
Saya yang menyatakan,

Kadek Indah Paramita Andriani Suardana


NIM: 139114018

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak henti-hentinya peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas segala curahan anugerah, kasih dan rahmat-Nya yang diberikan,

peneliti memperoleh suplemen terhadap mental, pikiran Dan Jiwa Untuk Dapat

Menyelesaikan Skripsi Berjudul “Gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD):

Remaja yang Pernah Mengalami Kekerasan oleh Orang Tua” sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Menempuh perjalanan yang cukup jauh dari Bali menuju Yogyakarta,

baik suka maupun duka yang dijalani pada saat menempuh pembelajaran di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, akhirnya bisa terbayar dengan

menyelesaikan penulisan skripsi sebagai tugas akhir pembelajaran. Walaupun

demikian tetap penulisan skripsi ini tidaklah mungkin sempurna, sehingga peneliti

sadar bahwa penulisan ini nantinya tidak akan pernah lepas dari kritikan,

masukan, serta bantuan yang tak terhingga dari berbagai pihak yang terlibat

langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan rasa

terima kasih yang mendalam kepada berbagai pihak, terutama kepada:

1. Sang Hyang Widhi Wasa yang Maha Pendengar dan Maha baik. Terimakasih

karena telah menjadi tempat Indah bercerita senang maupun sedih.

Terimakasih telah memberikan Indah pengalaman yang sangat berharga dan

mempertemukan Indah dengan orang-orang baik saat proses penyusunan

skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya. Selaku Dosen Pembimbing yang selalu

memberikan banyak masukan, kritikan hingga tantangan sehingga peneliti


x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bergerak lebih jauh untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih atas

perhatian, dukungan dan kepedulian atas apa yang peneliti perjuangkan dalam

karya tulis ini.

3. Dosen dan Karyawan Universitas Sanata Dharma yang sudah memberikan

Ilmu dan pembelajaran untuk saya.

4. Orang Tua yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya.

Terimakasih atas kesabaran kalian menanti kelulusan Indah. Terimakasih yang

sangat besar kepada Ayah saya yang selalu perhatian dan sering bolak-balik

Bali-Jogja hanya untuk memberikan semangat ketika saya mulai sakit dan

mulai stres.

5. Terimakasih kepada Mokgek, Moktu, Bli Damar, Bli Erik, Mang Dika, Pekak,

Dadong, Bukyan. Terimakasih karena kalian selalu mendukung Indah. Kalian

juga selalu kompak buat nyemangatin Indah. Terutama buat Mokgek yang

selalu bawel kalau adiknya sakit, selalu ada di saat adiknya butuh tempat

curhat dan pastinya yang selalu merawat gigi Indah secara tulus dan ikhlas.

Buat adik Mang Dika terimakasih sudah menjaga dan nganterin kakaknya

kemana-mana.

6. Terimakasih kepada “Amakusa Geng” Kak Rina, Kak Seruni, Kak Herta,

Ratri, kak Dewi yang sudah menjadi keluarga kecil Indah selama Indah

tinggal bersama kalian. Makasih udah cerewet kalau Indah telat makan atau

kumat sakitnya. Terimakasih sudah jadi tameng pertama yang melindungi

Indah dari.. ya itu kalian pasti tau.

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Terimakasih kepada Taru dan Nana yang selalu memberikan dukungan dan

kebahagiaan ketika Indah ada di fase ingin menjauh dari semua teman di

kampus. Terimakasih karena kalian telah mencari Indah meskipun Indah

sempat menghilang. Kalian masih mencari Indah dan akhirnya kalian menjadi

tempat berkeluh kesah, tempat seru-seruan, tempat dimana Indah bisa tertawa

lagi, yang awalnya sedih, sakit, sembuh, sedih lagi muter kayak gitu terus, tapi

sekarang jadi lebih bahagia. Pokoknya terimakasih untuk kalian berdua.

8. Terimakasih untuk orang yang sudah seperti matahari menjadi sumber

semangat, sumber harapan dan membawa perubahan positif ke hidupku.

Terimakasih atas semangat yang diberikan sampai saat ini.

9. Seluruh Teman Angkatan 2013. Terimakasih untuk dinamikanya selama ini

10. Terimakasih kepada semua Informan yang sudah sangat baik mau meluangkan

waktunya untuk membantu penelitian ini.

11. Semua Pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas

bantuan dan dukungannya selama ini.

Yogyakarta,

Kadek Indah Paramita Andriani Suardana

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi

ABSTRAK: ........................................................................................................... vii

ABSTRACT: ........................................................................................................ viii

LEMBAR PERNYATAAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................ ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................ x

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

Latar Belakang .................................................................................................... 1

Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 9

Tujuan Penelitian ................................................................................................. 9

Manfaat Penelitian ............................................................................................. 10

Manfaat Teoritis ............................................................................................. 10

Manfaat Praktis .............................................................................................. 10

BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 12

Kekerasan Oleh Orang Tua ............................................................................... 12

Pengertian Kekerasan Terhadap Anak ........................................................... 12

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bentuk Kekerasan Terhadap Anak Oleh Orang Tua ..................................... 14

Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Anak Oleh Orang Tua ...................... 15

Dampak Kekerasan Pada Masa Kanak-kanak ............................................... 16

Trauma Kekerasan pada Masa Kanak-kanak .................................................... 17

Definisi Trauma ............................................................................................. 17

Dampak Trauma Kekerasan pada Anak ........................................................ 18

Gejala Trauma Psikologis .............................................................................. 18

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) ........................................................... 19

Pengertian PTSD............................................................................................ 19

Gejala-gejala PTSD ....................................................................................... 20

Faktor-faktor Gejala PTSD ............................................................................ 22

Remaja ............................................................................................................... 23

Kerangka Konseptual ........................................................................................ 26

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................... 30

Jenis dan Desain Penelitian ............................................................................... 30

Fokus Penelitian ................................................................................................ 31

Partisipan ........................................................................................................... 31

Peran Peneliti ..................................................................................................... 32

Metode Pengambilan Data ................................................................................ 33

Kredibilitas Data ................................................................................................ 40

Analisis dan Interpretasi Data ........................................................................... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 48

Pelaksanaan Penelitian ...................................................................................... 48

Hasil Penelitian.................................................................................................. 55

Pembahasan ....................................................................................................... 80

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 88

Kesimpulan ........................................................................................................ 88

Keterbatasan Penelitian ..................................................................................... 90

Saran .................................................................................................................. 91

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 93

LAMPIRAN .......................................................................................................... 98

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Partisipan …………………………………………...….. 32

Tabel 2. Protokol Wawancara……………………………………..….. 37

Tabel 3. Kriteria Koding Bentuk Kekerasan Oleh Orang Tua ….….…. 42

Tabel 4. Kriteria Koding Trauma Psikologis………….…………….… 44

Tabel 5. Kriteria Koding Post Tramatic Stress Disorder ………….….. 45

Tabel 6. Lokasi dan tempat pelaksanaan wawancara ………………... ..48

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keluarga adalah tempat anak belajar dan mendapatkan rasa aman. Peran

orang tua dalam keluarga sangat besar terhadap tumbuh kembang anak (Solihin,

2004). Individu membutuhkan pendampingan dari orang tua yang dapat

menerapkan pola asuh yang baik dalam membimbing dan mengarahkan anak ke

tahap perkembangan yang lebih baik.

Sayangnya, tidak sedikit dari orang tua, tanpa disadari melakukan kekerasan

kepada anak dengan alasan mendisiplinkan anak (Fatimah, 2012). Berdasarkan

data dari UNICEF pada tahun 2003 terdapat 18% kasus remaja yang kabur dari

rumah yang disebabkan oleh adanya pemukulan dan tindak kekerasan lain yang

dilakukan oleh orang tua. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

menunjukkan jumlah kasus kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun.

Hasil pemantauan dari 2011-2014, detailnya pada 2011 terjadi sebanyak 2.178

kasus kekerasan, pada 2012 terjadi sebanyak 3.512 kasus, pada 2013 terjadi

sebanyak 4.311 kasus, dan pada 2014 terjadi sebanyak 5.066 kasus (Romi, 2015).

Hasil dari monitoring dan evaluasi global report (2017 dalam Anty, 2020)

sebanyak 73,7 persen anak di Indonesia mengalami pendisiplinan melalui

kekerasan baik secara verbal maupul fisik di lingkungan keluarga.

Peningkatan kasus kekerasan juga terjadi di daerah Gianyar-Bali yang justru

dikenal dengan budaya menyame braya atau hidup rukun yang masih kental

terutama dalam dalam bermasyarakat dan keluarga. Data dari tahun 2015 hingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2018 menunjukkan terdapat 12 kasus kekerasan pada anak. Dari tujuh kecamatan

di Gianyar, kasus kekerasan pada anak paling banyak terjadi di kecamatan

Sukawati (Novi, 2018). Kekerasan pada anak di lingkungan keluarga, biasanya

dilakukan oleh orang tua yang seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap

kesejahteraan anak. Tingginya persentase kekerasan oleh orang tua tersebut tidak

sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu sebagai pemberi rasa aman bagi

anak.

Fenomena kekerasan oleh orang tua dapat disebabkan oleh berbagai hal,

diantaranya; pertama, karena pola asuh yang diterapkan para orang tua umumnya

berasal dari pengalaman yang diterima saat menjadi anak-anak di masa lalu;

kedua, sikap otoriter yang dipertahankan orang tua dengan dalih untuk

menanamkan disiplin pada anak dapat mengakibatkan anak akan menunjukan

sikap yang pasif; dan ketiga, menyerahkan segala sesuatu pada orang tua (Diana,

2016). Sebab lain menurut Papalia (2002) bahwa kekerasan kepada anak

disebabkan juga oleh faktor kemiskinan, karena hal ini dapat memberikan efek

gangguan emosional kepada orang tua. Sehingga efek tersebut justru dapat

mempengaruhi cara mereka dalam mengasuh anak.

Kecenderungan mengasuh anak dengan cara berbeda juga masih sering

terjadi di Bali. Pola asuh di Bali cenderung membedakan antara anak perempuan

dengan anak laki-laki, dimana anak laki-laki dianggap sebagai calon penerus yang

akan tetap tinggal di rumah tua, sehingga orang tua cenderung lebih menyayangi

anak laki-laki dan tanpa sadar memberikan perlakuan yang berbeda antara anak

laki-laki dan perempuan. Hal ini mengakibatkan kecenderungan orang tua


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengasuh anak dengan cara yang tidak tepat dan tidak proporsional, sehingga

anak berpotensi mengalami kekerasan.

Kekerasan yang dilakukan oleh orang tua merupakan kejadian yang dapat

menimbulkan stres dan dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan psikologis

(Huraerah, 2006). Permasalahannya banyak orang tua yang tidak menyadari

bahwa pengalaman kekerasan yang pernah dialami oleh anak adalah sebuah

peristiwa traumatis yang sering menjadi prediktor munculnya problem psikologis

di masa remaja (Margaretha, 2013). Anak akan merasakan kekerasan yang pernah

dialami sebagai tekanan atau satu hal yang memberatkan atau di luar kapasitas

kemampuan yang dimilikinya sehingga melampaui kapasitas mereka untuk

mengatasi masalah. Beberapa dari mereka kurang mampu mengolah diri sehingga

dapat menimbulkan trauma psikologis pada anak (Nugroho, 2012).

Trauma psikologis adalah suatu dampak yang timbul akibat peristiwa

traumatik. Peristiwa traumatik bisa sekali dialami, atau dialami berulang-ulang

dan bertahan dalam jangka lama. Trauma psikologis dapat muncul akibat trauma

fisik atau tanpa trauma fisik sekalipun. Perlakuan kekerasan yang dilakukan oleh

orang tua akan menimbulkan ketakutan yang berakibat pada timbulnya trauma

psikologis pada anak (Hatta, 2016). Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang

dilakukan oleh Margaretha (2013) dengan metode kualitatif menunjukkan bukti

secara empiris bahwa korban KDRT mengalami trauma jangka panjang setelah

menyaksikan dan mengalami tindak kekerasan masa kanak.

Pengalaman traumatis seperti kekerasan oleh orang tua tidak selalu berlanjut

dalam bentuk PTSD. Pada penelitian yang dilakukan oleh Foa dan Rothbaum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(1988 dalam Solichah, 2013) menyatakan bahwa trauma akan dapat teratasi

seiring dengan berjalannya waktu. Pada saat kejadian traumatis dialami oleh

seseorang, ia akan merespon dan mengatasinya. Pengalaman kekerasan yang

dimilkinya akan mendorong remaja bertahan dari keadaan tersebut. Sehingga

beberapa remaja yang pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak tidak

menunjukkan masalah yang signifikan karena mampu bertahan dalam situasi yang

menimbulkan trauma (Sisca & Moningka, 2008). Calhoun dan Tedeschi

menyatakan bahwa kehancuran akibat trauma dapat memberikan kesempatan

kedua kepada individu dalam memperbaiki dan membangun kembali struktur

kehidupannya. Kehancuran dalam peristiwa traumatis dapat membuat individu

mampu untuk mempertimbangkan dan mengantisipasi peristiwa lain dan

mencapai pertumbuhan pasca trauma atau posttraumatic growth (Antasari, 2011).

Individu yang mengalami pertumbuhan pasca trauma cenderung menyadari

dampak yang mereka alami sehingga tidak berdampak negatif pada perkembangan

remaja. Namun sebaliknya apabila individu tidak mampu bertahan dan tidak

mampu untuk mengatasi permasalahannya akan menimbulkan trauma psikologis

yang dirasakan dalam jangka waktu yang cukup lama yang kemudian akan

menimbulkan gejala-gejala yang berpengaruh terhadap perilakunya hingga masa

remaja, orang-orang tersebutlah yang dikatakan mengalami PTSD (Post

Traumatic Stress Disorder) (Hatta, 2016).

Trauma dan stress yang dialami akibat kejadian hebat seperti kekerasan oleh

orang tua akan menimbulkan perasaan sakit, baik secara fisik maupun mental dan

sering menyebabkan beberapa gangguan emosional dan psikologis di kemudian


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hari yang disebut dengan “Post Traumatic Stress Disorder” (PTSD) atau

ganggauan stres pasca trauma. Hasil survei yang ada menunjukkan 20% individu

yang mengalami pengalaman traumatik akan mengalami PTSD (Van Etten &

Taylor, 1998 dalam Fitriana et al., 2015)

PTSD atau post traumatic stress disorder adalah gangguan psikologis yang

terjadi pada orang-orang yang pernah mengalami suatu peristiwa yang

mengancam kejiwaan, seperti: Perang (pertempuran militer), bencana alam,

insiden teroris, kecelakaan serius, atau kekerasan individual seperti kekerasan

fisik dan pemerkosaan (Sunardi, 2007). Orang yang mengalami PTSD umumnya

akan merasa seperti dihantui oleh pengalaman traumatis yang mereka alami.

Gejala PTSD tidak selalu dimulai segera setelah kejadian traumatis. Terkadang

dibutuhkan beberapa bulan bahkan bertahun-tahun sebelum seseorang mengalami

gejala pertama. Beberapa gejala PTSD muncul secara tiba-tiba sedangkan yang

lainnya muncul secara bertahap. Menurut DSM V gejala PTSD pada umumnya

dibagi menjadi 4 gejala utama, yaitu 1) Intrusive Re-experiencing, 2) Avoidance

atau menghindar, 3) Negative ateractions in mood and cognition, 4) Arrousal

(American Psychiatric Association, 2020).

Kekerasan oleh orang tua merupakan salah satu stressor kuat yang

mengakibatkan anak mengalami tekanan-tekanan psikologis yang dapat

mengakibatkan munculnya trauma psikologis pada masa kanak-kanak. Trauma

yang tidak dapat diatasi akan bertahan dalam jangka waktu yang lama kemudian

dapat menimbulkan gejala-gejala post traumatic stress disorder (PTSD) yang

dirasakan hingga remaja. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya gejala PTSD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak selalu dimulai segera setelah kejadian traumatis, terkadang dibutuhkan

beberapa bulan bahkan bertahun-tahun sebelum seseorang mengalami gejala

pertama hal ini menjadi kemungkinan bahwa remaja yang pernah mengalami

kekerasan pada masa kanak-kanak dapat mengalami gejala PTSD meskipun sudah

bertahun-tahun melalui kejadian traumatis berupa kekerasan oleh orang tua.

Penelitian ini berusaha untuk mengungkap gejala PTSD yang dialami oleh remaja

karena gejala yang sering tidak disadari oleh individu, kemunculan gejala yang

tidak tentu juga sering menyebabkan invidu mengabaikan gejala-gejala yang

timbul yang justru akan menyebabkan gejala dirasakan semakin memburuk dan

kemudian akan berdampak negatif bagi tugas perkembangannya. Sehingga

penelitian ini berfokus pada mengeksplorasi gejala PTSD yang muncul pada

remaja yang pernah mengalami kekerasan oleh orang tua berdasarkan 4 gejala

utama PTSD dari DSM V. Selain itu penelitian ini juga mengungkap bentuk-

bentuk kekerasan yang dialami pada masa kanak-kanak yang kemudian

menimbulkan gejala – gejala PTSD.

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan PTSD menunjukkan anak

(dewasa awal) yang pernah terpapar kekerasan memiliki gejala PTSD (Post

Traumatic Stress Disorder) yang paling tinggi berbanding individu pada tahap

dewasa lainnya (Noris, 1992; Paramitha & Kusrintanti, 2018). Individu yang

terpapar kekerasan mengalami gejala PTSD yang berupa keinginan untuk bunuh

diri, mimpi buruk, mengurangi atau mengabaikan kontak sosial, dan merasa

pesimis tentang masa depan (Paramitha & Kusrintanti, 2018).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penelitian mengenai post traumattic stress disorder banyak menggunakan

metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan skala Impact of Event Revised

(IES-R) (Anam, Martiningsih, & Ilus, 2016), skala PTSD Checklist Cevilian

Score (Anam, Solichah & Kushartati, 2018 ; Paramitha & Kusritanti, 2018) ;

Clinician Administered PTSD Scale (CAPS) (Solichah, 2013), Post-Traumatic

Stress Dissorder Scale (Tentama, 2014). Penelitian-penelitian tersebut membahas

PTSD secara kuantatif, belum banyak penelitian yang membahas mengenai gejala

PTSD dengan metode kualitatif.

Terkait subjek penelitian, penelitian mengenai post traumatic stress

disorder pada korban kekerasan seperti penelitian (Wardhan & Lestari, 2006 ;

Solichah, 2013) hanya berfokus pada subjek berjenis kelamin perempuan yang

berada di rentang usia dewasa (Anam, Solichah & Kushartati, 2018 ; Paramitha &

Kusritanti, 2018), penelitian ini mencoba untuk menggali pada remaja laki-laki.

Belum banyak penelitian yang mencoba menggali mengenai gejala PTSD yang

mucul pada remaja korban kekerasan lain seperti fisik dan verbal khususnya

kekerasan yang dilakukan oleh orang tua.

Beberapa penelitian mengenai post traumatic stress disorder lebih banyak

meneliti pada korban bencana alam seperti tanah longsor, erupsi gunung dan

korban bencana alam lain (Tentama, 2014 ; Nawangsih, 2014 ; Anam, Solichah &

Kushartati, 2018 ; Anam, Martiningsih & Ilus, 2016). Ada beberapa penelitian

yang meneliti berdasarkan pada jenis tingkatan keterpaparan gejala (Paramitha &

Kusrintanti, 2018), kerentanan dan relisiensi efek trauma (Tentama, 2014).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, terdapat defisiensi dari segi isi. Ada

penelitian yang mencoba menjabarkan mengenai post traumatic stress disorder

pada individu korban kekerasan seksual dan perkosaan. Sehingga penelitian

sebelumnya tidak menyentuh sedikitpun terkait kekerasan verbal maupun fisik

yang dilakukan oleh orang tua, lebih lagi penelitian sebelumnya tidak menyentuh

pada subjek remaja akhir (17-21) yang fokus penelitiannya berada di Kecamatan

Sukawati-Bali, sedangkan kasus kekerasan pada anak yang terjadi di kecamatan

Sukawati justru lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di kabupaten

Gianyar-Bali (Novi, 2018). Selain itu, di kecamatan Sukawati-Bali sangat dikenal

dengan budaya menyame braya atau hidup rukun yang masih kental terutama

dalam dalam bermasyarakat dan keluarga. Sehingga penelitian ini diharapkan

mengisi kekosongan dari penelitian sebelumnya.

Berdasarkan defisiensi tersebut, penelitian ini hendak meneliti mengenai

gejala post traumatic stress disorder pada remaja yang pernah mengalami

kekerasan oleh orang tua pada masa kanak. Subjek penelitian ini melibatkan usia

remaja akhir (17-21 tahun) baik laki-laki maupun perempuan, yang berada di

Kecamatan Sukawati-Bali. Desain fenomenologis dalam pada Prosedur

Perekaman data dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan data

wawancara semi terstruktur. Karena penelitian ini adalah kualitatif maka yang

dipersiapkan merupakan pedoman wawancara terkait dengan permasalahan

penelitian ini untuk diajukan kepada partisipan sekaligus ruang untuk mencatat

jawaban partisipan atau responden dalam wawancara kualitatif (Supratiknya,

2015). Hasil wawancara akan dianalisis menggunakan metode analisis isi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kualitatif (AIK) yaitu, metode analisis yang menafsirkan secara subjektif isi data

yang berupa teks yang berupa teks melalui proses klasifikasi sistematik berupa

coding atau pengodean dan identifikasi aneka tema atau pola yang dikembangkan

dari teori mengenai gejala post traumatic stress disorder (Hseih & Shannon,

2005 dalam Supratiknya, 2015).

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, maka pertanyaan penelitian yang diambil

adalah

1. Apa saja bentuk bentuk kekerasan oleh orang tua yang diterima

oleh remaja pada masa kanak-kanak?

2. Apakah anak yang mengalami kekerasan oleh orang tua mengalami

trauma psikologis?

3. Apa gejala PTSD yang dialami oleh remaja yang pernah

mengalami kekerasan oleh orang tua pada masa kanak-kanak berdasarkan 4 gejala

utama PTSD dari DSM-V?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas yaitu,

mendapatkan pemahaman dan gambaran tentang gejala Post Traumatic Stress

Disorder (PTSD) pada remaja yang pernah mengalami kekerasan oleh orang tua

di masa kanak - kanak. Penelitian ini juga mengungkap trauma psikologis yang

dirasakan setelah mengalami kekerasan serta bentuk – bentuk kekerasan yang

diterima pada kanak-kanak. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Sukawati,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

Bali, melalui pendekatan fenomenologis dengan metode pengumpulan data berupa

wawancara semi terstruktur. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada angka

kasus kekerasan di kecamatan Sukawati yang cukup tinggi. Subjek dalam

penelitian ini adalah remaja dengan perkiraan usia berkisar pada 19-21 tahun yang

diharapkan dapat mengungkapkan secara baik tentang gejala-gejala post traumatic

stress disorder yang mereka alami.

Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengisi

kekosongan dan melengkapi penelitian yang ada sebelumnya. Selain itu, terkhusus

pada jurusan psikologi penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

kajian atau untuk menambah khazanah keilmuan tentang psikologi klinis

khususnya tentang gejala post traumatic stress disorder dalam kasus kekerasan

pada anak.

Manfaat Praktis

Manfaat Praktisi Psikologi

Penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai trauma

psikologis korban kekerasan dan kemungkinan menjadi gejala post

traumatic stress disorder di kemudian hari.

a. Bagi Orang tua


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

bagi orang tua tentang pentingnya memberikan rasa aman dan

memberikan hak-hak anak mereka.

b. Bagi Individu yang Pernah Mengalami Kekerasan oleh Orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

tentang dampak jangka panjang berupa gejala post traumatic stress

disorder yang ditimbulkan dari kekerasan oleh orang tua.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

BAB II

LANDASAN TEORI

Kekerasan Oleh Orang Tua

Pengertian Kekerasan Terhadap Anak

Kekerasan menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah

kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang atau kelompok terhadap seseorang

yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk

melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi

dan tidak berdaya (Psychologymania, 2012). Kekerasan atau violence berkaitan

dengan kata “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” (membawa) yang berarti

membawa kekuatan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kekerasan diartikan

sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau

matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain atau

perbuatan yang bersifat paksaan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal

13, ayat (1) menyebutkan:

“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun
yang bertanggung-jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan
dari perlakuan:
1. diskriminasi;
2. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
3. penelantaran;
4. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
5. ketidakadilan; dan
6. perlakuan salah lainya”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

Menurut KPAI (2014) Kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk

tindakan yang melukai dan merugikan secara fisik, mental, dan seksual termasuk

hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, eksploitasi termasuk

eksploitasi seksual, serta tindakan jual dan membeli anak dimana akan

mengakibatkan trauma pada anak atau kecacatan fisik akibat perlakuan tersebut.

Seperti yang dikemukakan oleh Barker, kekerasan terhadap anak adalah tindakan

melukai berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang

ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tidak terkendali,

degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual (Huraerah, 2006). Di

sisi lain, Suyanto (2010) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap anak (child

abuse) juga dapat didefenisikan seperti perlakuan fisik, mental, atau seksual yang

umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap

kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan

ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Sementara itu Vander (1989

dalam Praditama, 2012) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak diartikan

sebagai bentuk penyerangan fisik atau melukai anak dan biasanya dilakukan justru

oleh orang tua atau pengasuh dan pengaruh dari orang lain yang bukan keluarga.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka peneliti mengambil kesimpulan

bahwa kekerasan terhadap anak merupakan suatu perlakuan terhadap anak dimana

perlakuan tersebut tidak hanya menimbulkan luka secara fisik namun juga dapat

menyebabkan luka secara psikologis.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Bentuk Kekerasan Terhadap Anak Oleh Orang Tua

Bentuk kekerasan adalah hal yang menandakan atau mencirikan sesuatu

disebut sebagai kekerasan atau pelanggaran. Lawson (1997, dalam Muthmainnah,

2014) membagi bentuk kekerasan yang dilakukan oleh orang tua menjadi 4 jenis

yaitu, kekerasan secara fisik, kekerasan secara verbal, kekerasan secara seksual,

serta kekerasan pengabaian. Penjelasan keempat hal tersebut dapat dilihat sebagai

berikut :

a. Kekerasan fisik (physical abuse) terjadi ketika orang tua melukai fisik

anak dengan memukul, mencubit, menampar, menendang dan sebagainya.

b. Kekerasan verbal (verbal abuse) terjadi ketika orang tua menggunakan

kekerasan verbal, seperti membentak, memaki, menggunakan kata-kata

kasar, mengancam, dan sebagainya.

c. Kekerasan seksual (sexual abuse) terjadi ketika orang tua melakukan

tindakan yang mengarah pada pelecehan, pencabulan atau penyiksaan

seksual

d. Kekerasan penelantaran (neglect abuse) terjadi ketika orang tua tidak

memberikan perhatian bahkan lebih memilih untuk mengabaikan atau

menelantarkan anak. Misalnya orang tua yang membiarkan anaknya

kelaparan karena orang tua terlalu sibuk, mengabaikan kebutuhan anak

untuk dilindungi, ditemani dan diberikan kasih sayang, mempermalukan

anak di depan umum, dan sering menyalahkan anak.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Anak Oleh Orang Tua

a. Orang Tua

Faktor orang tua atau keluarga memegang peranan penting terhadap

terjadinya kekerasan pada anak. Beberapa contoh seperti orang tua yang

memiliki pola asuh membesarkan anaknya dengan kekerasan atau

penganiayaan, keluarga yang sering bertengkar mempunyai tingkat

tindakan kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan

keluarga yang tanpa masalah, orang tua tunggal lebih memungkinkan

melakukan tindakan kekerasan terhadap anak karena faktor stres yang

dialami orang tua tersebut, orang tua atau keluarga belum memiliki

kematangan psikologis sehingga melakukan kekerasan terhadap anak,

riwayat orang tua dengan kekerasan pada masa kecil juga memungkinkan

melakukan kekerasan pada anaknya.

b. Budaya

Budaya yang masih menganut praktik-praktik dengan pemikiran bahwa

status anak yang dipandang rendah sehingga ketika anak tidak dapat

memenuhi harapan orang tua maka anak harus dihukum. Bagi anak laki–

laki, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak laki–laki tidak boleh

cengeng atau anak laki–laki harus tahan uji. Pemahaman itu

mempengaruhi dan membuat orang tua ketika memukul, menendang, atau

menindas anak adalah suatu hal yang wajar untuk menjadikan anak

sebagai pribadi yang kuat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Selain itu, budaya yang terjadi di Bali yaitu anak laki-laki lebih

dianggap istimewa karena anak laki-laki dianggap sebagai calon penerus

dan calon pewaris yang akan tetap tinggal di rumah utama dan mengambil

tanggung jawab untuk mengurus orang tuanya. Hal ini membuat orang tua

terkadang tidak adil dalam menerapkan pola asuk pada anak laki-laki

dengan anak perempuan.

Dampak Kekerasan Pada Masa Kanak-kanak

Kekerasan yang dilakukan oleh orang tua cenderung menimbulkan dampak

traumatis baik secara fisik maupun emosional. Secara emosional anak akan

mengalami stres, perasaan bersalah, menyalahkan diri sendiri, insomnia, mimpi

buruk, perasaan rendah diri dan trauma. Salah satu dampak negatif yang

berkepanjangan dari kekerasan yang diterima anak adalah trauma. Trauma akibat

kekerasan akan sulit dihilangkan, dalam hal ini kekerasan merupakan suatu

pengalaman traumatis yang dapat membuat individu mempersepsikan bahwa

dunianya telah hancur, kehilangan segalanya, bahkan individu dapat kehilangan

cara memandang dunia.

Selain itu anak yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh orang tua

dapat memunculkan gangguan-gangguan psikologis yang dibawa hingga masa

perkembangan selanjutnya sebagai akibat dari dampak trauma jangka panjang

yang disebut dengan post traumatic stress disorder (Novia, 2015).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

Trauma Kekerasan pada Masa Kanak-kanak

Definisi Trauma

Trauma berasal dari bahasa Yunani “traumatos” yang berarti luka yang

berasal dari luar. Trauma adalah jiwa atau tingkah laku yang tidak normal akibat

tekanan jiwa atau cidera jasmani karena mengalami kejadian yang sangat

membekas yang tidak bisa dilupakan (Mardiyanti, 2014). Trauma juga

didefinisikan sebagai pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan dan meninggalkan

bekas yang mendalam pada jiwa seseorang yang mengalaminya (Sarwono, 1988).

Selain itu, trauma didefinisikan sebagai nyeri yang dialami oleh seseorang yang

mempengaruhi psikologis dan fisik sehingga membawa dampak kepada

kehidupan seperti menurunnya tingkat produktivitas dan aktivitas keseharian

(American Psychiatric Association dalam Hatta, 2016). Berdasarkan definisi-

definisi tersebut, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa trauma adalah suatu

kondisi yang tidak menyenangkan akibat suatu peristiwa atau pengalaman yang

buruk.

Trauma dibagi menjadi 2 jenis yaitu, trauma fisik dan psikologis. Trauma

fisik adalah cedera fisik yang ditandai dengan luka yang dapat terjadi di satu

bagian tubuh atau seluruh bagian tubuh terkena benda tumpul maupun tajam atau

dikarenakan terbentur oleh sebuah objek dan dapat membahayakan jiwa. Trauma

psikologis merupakan dampak yang ditimbulkan oleh suatu pengalaman yang

menyedihkan dan menyebabkan pergolakan pada pemahaman individu mengenai

dunia, seperti pengalaman kekerasan masa kanak-kanak yang dilakukan oleh

orang tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

Dampak Trauma Kekerasan pada Anak

Trauma merupakan salah satu luka psikologis yang sangat berbahaya karena

trauma ini akan membentuk kepribadian yang lemah dan sifat penakut pada anak

bahkan sampai pada masa dewasanya. Trauma biasanya terjadi bila dalam

kehidupan seseorang sering mengalami peristiwa traumatis seperti kekerasan yang

dilakukan oleh orang tua. Trauma akibat kekerasan oleh orang tua pada masa

kanak-kanak akan meninggalkan rasa sakit yang dalam dan berdampak pada

perkembangan remaja. (Hatta, 2016).

Orang yang mengalami trauma ini akan mempunyai resiko tinggi terhadap

kesehatan fisik dan mental, perilaku serta kreativitasnya. Apabila tidak

mendapatkan bantuan maka penderita akan terus mengalami trauma

berkepanjangan. Bila trauma ini diderita oleh anak-anak, maka ia akan sulit

beradaptasi ketika remaja dan berpotensi mengalami gangguan stres pasca trauma

(Hatta, 2016).

Gejala Trauma Psikologis

Kekerasan oleh orang tua merupakan peristiwa traumatis yang dapat

menimbulkan trauma (Wardhani & Lestari, 2006). Gejala umum dari trauma dan

PTSD memiliki kesamaan, hal ini dikarenakan PTSD merupakan dampak jangka

panjang dari trauma. Perbedaan antara trauma psikologis dengan PTSD terletak

pada reaksinya terhadap peristiwa traumatis. Trauma merupakan dampak

langsung yang dirasakan segera setelah mengalami peristiwa traumatis dan durasi

dari kemunculan gejala kurang dari 4 minggu, sedangkan pada PTSD gejalanya

dapat muncul berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah mengalami peristiwa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

kekerasan, gejalanya juga dapat bertahan hingga lebih dari 4 minggu bahkan dapat

dialami hingga bertahun-tahun (Hatta, 2016). Everly (1995, dalam Hatta 2016)

membagi gejala trauma psikologis ke dalam tiga gejala utama yaitu :

a. Individu dapat dikatakan mengalami gejala trauma apabila mengalami

atau menyaksikan secara langsung peritiwa yang mengancam

keselamatan. Respon terhadap kejadian berupa rasa takut yang sangat

kuat, rasa tidak berdaya saat mengalami kekerasan.

b. Intrusive Symtoms (gejala yang mengganggu) Individu mengalami secara

berulang dan merasa seperti mengalami kembali peristiwa dalam pikiran,

kesulitan untuk berkonsetrasi.

c. Avoidance (gejala penghindaran) Individu menolak benda atau peristiwa

yang berhubungan dengan trauma, berusaha menghindari tempat dan

perasaan yang berhubungan dengan trauma.

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Pengertian PTSD

PTSD adalah gangguan kejiwaan yang dapat timbul pasca mengalami atau

menyaksikan kejadian-kejadian yang mengancam kejiwaan, seperti: Perang

(pertempuran militer), bencana alam, insiden teroris, kecelakaan serius, atau

kekerasan individual seperti kekerasan fisik dan pemerkosaan. PTSD atau

gangguan stress pasca trauma (GSPT) juga merupakan gangguan psikologis yang

terjadi pada orang-orang yang pernah mengalami suatu peristiwa yang tragis atau

luar biasa (Sunardi, 2007). Sehingga PTSD dapat dipahami sebagai kondisi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

muncul setelah pengalaman traumatis yang mengancam keselamatan psikologis

seseorang.

Jenis dan tingkatan keterpaparan terhadap peristiwa traumatis dapat menjadi

salah satu faktor kerentanan individu terhadap berkembangnya PTSD (Paramitha

& Kusristanti, 2018).

Gejala-gejala PTSD

Kemunculan gejala yang ditimbulkan PTSD beragam, terkadang gejala

muncul 1 bulan setelah mengalami kejadian traumatis. Pada beberapa kasus gejala

baru muncul bertahun-tahun setelah seseorang mengalami kejadian traumatis.

Bebeberapa gejala akan bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama,

sementara yang lain akan datang dan pergi dari waktu ke waktu. Menurut

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (2013 dalam Hatta, 2016)

gejala PTSD pada umumnya dikelompokkan menjadi 4 gejala.

a) Intrusive Re-Experiencing

Intrusive Re-Experiencing adalah selalu kembalinya peristiwa

traumatis dalam ingatan penderita. Gejalanya sebagai berikut :

a. Ingatan yang tidak diinginkan yang sifatnya mengganggu yang

datang berulang.

b. Flashback (merasa seolah kejadian atau peristiwa yag menyedihkan

terulang kembali).

c. Nightmares (mimpi buruk mengenai peristiwa tersebut berulang)

b) Avoidance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Avoidance yaitu selalu menghindari sesuatu yang berhubungan dengan

trauma dan perasaan terpecah. Gejala-gejalanya sebagai berikut:

a. Mencoba menghindari berfikir, merasakan, atau percakapan yang

berhubungan dengan peristiwa traumatis.

b. Menghindari tempat, kejadian atau orang yang mengingatkan pada

kejadian traumatis.

c) Negative ateractions in mood and cognition

Perubahan negatif pada cara berpikir dan mood yaitu penyimpangan

secara persisten. Gejala yang ditimbulkan sebagai berikut: .

a. Pikiran negatif tentang orang lain, diri sendiri, lingkungan bahkan

dunia (aku buruk, tidak ada yang bisa dipercaya, dunia berbahaya).

b. Putus asa tentang masa depan

c. Masalah memori, termasuk tidak dapat mengingat aspek penting dari

peritiwa traumatis

d. Kesulitan mempertahankan hubungan dekat

e. Merasa terlepas dari keluarga dan teman

f. Kehilangan minat pada kegiatan yang pernah diminati

d) Arrousal

Individu mengalami kesadaran secara berlebihan. Gejalanya meliputi:

a. Sensitivitas yang meningkat, ditandai dengan mudah kaget atau

ketakutan, mudah marah dan tidak dapat mengendalikan marah,

perilaku agresif

b. Kesulitan tidur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

c. Sulit berkonsentrasi

d. Waspada yang berlebihan

e. Respon yang berlebihan atas segala sesuatu (rasa bersalah atau malu

yang luar biasa)

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-V,

2013) durasi dari kemunculan gejala harus lebih dari 1 bulan setelah mengalami

kejadian traumatis.

Faktor-faktor yang Berperan Dalam Munculnya Gejala PTSD

Faktor yang mempengaruhi timbulnya PTSD pada anak-anak adalah

seberapa parah kejadian traumatis yang dialami, reaksi terhadap kejadian

traumatis, dan lama berlangsungnya kejadian yang menyebabkan trauma

(Hamblen, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paramitha & Kusrianti

(2018), salah satu faktor yang mempengaruhi gejala PTSD adalah seseorang

pernah mengalami langsung peristiwa kekerasan. Orang yang mengalami

peristiwa kekerasan memiliki gejala PTSD yang lebih tinggi berbanding yang

hanya menyaksikan saja. Sehingga anak yang mengalami langsung sebagai

korban dari peristiwa kekerasan oleh orang tua mengalami dampak berupa trauma

fisik dan trauma psikologis yang lebih besar dibanding individu yang hanya

menyaksikan peristiwa kekerasan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Remaja

Pengertian Remaja

Masa remaja menurut Stanley Hall (1904, dalam Santrock, 2003) seorang

bapak pelopor psikologi perkembangan remaja, masa remaja dianggap sebagai

masa topan badai dan stress, karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk

menentukan nasib diri sendiri. Jika terarah dengan baik maka ia akan menjadi

seorang individu yang memiliki tanggung jawab, tetapi jika tidak dibimbing,

maka akan menjadi seseorang yang tidak memiliki masa depan yang baik.

Menurut Hurlock, kata remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut

adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescence yang artinya “tumbuh atau

tumbuh untuk mencapai kematangan”. Kematangan disini memiliki arti yang luas

yakni mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1992).

Selain itu, Santrock (2003) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan

transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencangkup perubahan

biologis, kognitif, sosial dan emosional. Berdasarkan paparan definisi remaja,

remaja diartikan sebagai tahapan penting untuk mendapatkan identitas ego melalui

masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai

dengan pubertas yaitu kematangan genital.

Pendapat lain dikemukakan oleh World Health Organization dalam

Sarwono, 1998 bahwa remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang pada

pertama kali ia menjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai

kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola

dentifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan terjadi peralihan dari


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatife

mandiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja

merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada saat

anak mulai remaja, dimana anak merasa tidak lagi di bawah tingkat orang-orang

yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama.

Batasan Usia Remaja

Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara

usia 18 dan 21 tahun (Santrock, 2003). Masa remaja berlangsung antara usia 11-

21 tahun. Rentang usia remaja dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu usia 11-17

tahun adalah remaja awal dan usia 17- 21 tahun adalah remaja akhir. Masa remaja

merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa

yang mencakup kematangan emosional, sosial dan fisik. Alhasil pada periode

peralihan ini remaja akan mengalami banyak perubahan, baik secara psikis

maupun fisik (Hurlock, 1992).

Menurut Santrock (2003), masa remaja terbagi atas:

a. Masa remaja awal (early adolescence) berlangsung di masa sekolah

menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan terjadi perubahan

pubertas.

b. Masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada

pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan, kira-kira setelah usia

15 tahun. Minat, karir, dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol

di masa remaja akhir dibandingkan di masa remaja awal. Pada masa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

remaja, terdapat beberapa ciri yang ikut berkembang dalam proses

kematangan individu, antara lain fisik, sosial dan emosi. Tejadinya

perkembangan ini menuju ke arah dewasa sehingga dibutuhkan interaksi

yang kuat dengan orang dewasa untuk menemukan identitas yang

sebenarnya.

Remaja menjadi fokus penelitian ini, seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya dampak kekerasan yang dilakukan oleh orang tua merupakan salah

satu stressor kuat yang mengakibatkan anak mengalami tekanan-tekanan

psikologis yang dapat mengakibatkan munculnya trauma psikologis pada masa

kanak-kanak. Trauma yang tidak dapat diatasi akan bertahan dalam jangka waktu

yang lama kemudian dapat menimbulkan gejala-gejala post traumatic stress

disorder (PTSD) yang dirasakan hingga remaja.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Kerangka Konseptual

Kekerasan yang dilakukan oleh orang tua masih sering terjadi padahal peran

orang tua seharusnya menjadi tempat bagi sang anak untuk mendapatkan

keamanan dan kasih sayang. Sayangnya orang tua masih sering melakukan

kekerasan terutama terhadap anak. Jenis kekerasan yang diterima oleh anak juga

sangat beragam seperti kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan seksual dan

kekerasan penelantaran. Pengalaman kekerasan yang pernah dialami oleh anak

adalah sebuah peristiwa traumatis, tanggapan seseorang terhadap suatu peristiwa

traumatik berbeda satu sama lain, begitu pula emosi-emosi yang muncul pada saat

peristiwa traumatik tersebut terjadi. Perasaan sedih, marah, kecewa, dan putus asa

muncul silih berganti dan gejala-gejala trauma akan muncul melalui perilaku-

perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Trauma akan membuat anak mengalami kesulitan dalam berkembang di

masa yang akan datang. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak-kanak

cenderung akan terus dibawa ke masa dewasa. Namun jika dilihat dari sisi lainnya

trauma dapat membuat individu yang memiliki pengalaman traumatis dapat

berkembang ke arah yang positif. Pada dasarnya individu memiliki kemampuan

untuk bertahan dalam situasi yang sulit, pada saat kejadian traumatis dialami oleh

seseorang, ia akan merespon dan mengatasinya dengan mekanisme pertahanan

diri. Kehancuran dalam peristiwa traumatis dapat membuat individu mampu untuk

mempertimbangkan dan mengantisipasi peristiwa lain dan mencapai pertumbuhan

pasca trauma atau posttraumatic growth. Sehingga beberapa remaja yang pernah

mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak tidak menunjukkan masalah yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

signifikan karena mampu bertahan dalam situasi yang menimbulkan trauma. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi proses pemulihan korban. Salah satunya

adalah dengan mengupayakan berbagai jenis koping. Apabila koping yang

digunakan berhasil maka orang tersebut akan sembuh dari pulih dari trauma.

Selain itu, terapi psikologis dan dukungan sosial dari orang terdekat dapat

membantu mempercepat proses pemulihan trauma, gejala- gejala trauma yang

muncul kan mulai berkurang intensitasnya.

Di sisi lain, trauma psikologis tentunya memiliki dampak yang cukup besar,

apabila trauma tersebut tidak pernah disadari oleh lingkungan sosial anak dan

anak tidak berhasil menggunakan kopingnya akibatnya trauma yang dialami tidak

berhasil dipulihkan sehingga anak akan mengalami kejadian yang

mengingatkannya pada trauma yang pernah dialaminya. Banyak faktor yang

mempengaruhi kerentanan individu terhadap trauma seperti batas kemampuan

individu untuk bertahan, beratnya peristiwa traumatis dirasakan oleh individu,

intersitas keterpaparan dan banyaknya dukungan yang didapatkan dari

lingkungan. Faktor dukungan sosial dari orang terdekat sangat mempengaruhi

individu dalam bertahan dan mendapatkan koping untuk mengatasi traumanya.

Trauma yang tidak berhasil dipulihkan kemudian akan dirasakan dalam jangka

waktu yang cukup lama hingga masa remaja yang kemudian akan memunculkan

gejala dari gangguan psikologis dan mempengaruhi perilakunya yang disebut

gejala PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Individu akan mulai merasakan

gejala ingatan akan pengalaman traumatis yang datang berulang serta bermimpi

buruk mengenai kejadian traumatis, individu mulai menghindari tempat, berpikir


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

atau percakapan yang mengingatkan dengan peristiwa traumatis, kemudian mulai

merasakan emosi yang dangkal, putus asa mengenai masa depannya, muncul

perasaan terasing dari orang lain atau justru individu mulai kehilangan minat pada

suatu hal yang pernah disukai sebelumnya, individu juga mulai merasakan gejala

sensitivitas yang meningkat yang ditunjukkan dengan sulit berkonsentrasi, sulit

tidur, waspada berlebihan, mudah marah, mudah kaget, waspada yang berlebihan

bahkan individu dapat mengalami kesulitan mengendalikan amarah dan respon

yang berlebihan terhadap suatu hal. Semua gejala yang dirasakan dapat diiringi

oleh gejala fisik lainnya seperti berkeringan dingin, gemetar, pusing, mual hingga

muntah. Namun, kemunculan gejala yang tidak menentu menyebabkan individu

tidak menyadari gejala-gejala yang timbul dan terkadang membuat indivu

mengabaikan gejala-gejala yang dirasakan meskipun itu akan menganggu

perkembangan mereka.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat dan mengeksplorasi gejala-

gejala PTSD yang dialami oleh remaja yang pernah mengalami kekerasan oleh

orang tua pada masa kanak-kanak dengan menggunakan pendekatan

fenomenologis dan metode pengumpulan data berupa wawancara semi terstruktur.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Gambar 1
Kerangka Konseptual

Koping Trauma berhasil


berhasil pulih (PTG)

Berusaha
Trauma
melakukan
Psikologis
koping

Koping
tidak
berhasil

GEJALA POST TRAUMATIC


STRESS DISORDER (PTSD)
Trauma tidak berhasil intrusive re-experiencing, avoidance,
pulih dalam waktu yang negative ateraction in mood and
lama cognition, arrousal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang mencoba menggali makna menurut para partisipan, sehingga

peneliti harus terjun langsung ke dalam lingkungan atau suasana alamiah

partisipan untuk mengambil berbagai macam data, baik melalui wawancara,

observasi maupun dokumen-dokumen. Penelitian kualitatif mencoba untuk

mencari gambaran menyeluruh dari isu yang diteliti, sehingga bisa saja

pelaksanaan penelitian ini lebih luas dari rencana penelitian yang telah disusun

sebelumnya Creswell (2012 dalam Supratiknya, 2015).

Desain penelitian yang digunakan ialah analisis isi kualitatif (AIK), yaitu

penafsiran secara subjektif dari isi data yang berupa teks dengan proses klasifikasi

sistematik berupa coding atau pengodean dan pengindentifikasian berbagai tema

dan pola Hsieh & Shannon (2005 dalam Supratiknya, 2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gejala post traumatic stress

disorder pada remaja yang pernah mengalami kekerasan oleh orang tua. Metode

pengambilan data dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur.

Analisis data akan diawali dengan mentransripkan data rekaman elektronik

menjadi teks tertulis. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi yang padat

dan kaya mengenai fenomena yang diteliti (Supratiknya, 2015).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah pemahaman dan gambaran tentang gejala

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja yang pernah mengalami

kekerasan oleh orang tua di masa kanak menggunakan 4 gejala post traumatic

stress disorder dari DSM 2013 yang meliputi: 1) Intrusive Re-experiencing, 2)

Avoidance atau menghindar, 3) Negative ateractions in mood and cognition, 4)

Arrousal. Penelitian ini juga mengungkap dampak berupa trauma psikologis yang

dirasakan setelah mengalami kekerasan serta bentuk – bentuk kekerasan yang

diterima pada kanak-kanak dengan lokus penelitian dilakukan di Kecamatan

Sukawati, Bali

Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah 3 orang remaja berjenis kelamin laki-

laki dan perempuan dengan batas usia 17-21, pernah mengalami kekerasan oleh

orang tua dalam bentuk apapun (verbal, fisik, seksual, dan pengabaian), asli dari

Kecamatan Sukawati-Bali. Pemilihan partisipan ini atas kehendak konteks

penelitian yang ada di Kecamatan Sukawati-Bali, yang secara kesaksian remaja-

remaja ini pernah mengalami situasi kekerasan oleh orang tua dimasa kanak.

Alasan lain bahwa remaja ini masih dalam kondisi keluarga yang utuh dan sudah

peneliti kenal, karena mempunyai hubungan geografis yang sama yaitu satu

daerah Bali. Terkait pemilihan partisipan, peneliti menggunakan teknik berupa

criterion sampling yaitu bertujuan untuk meninjau dan mempelajari semua kasus

yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh penliti agar sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

tujuan penelitian. Sampel partisipan homogen yaitu memiliki karakteristik kurang

lebih sama terkait masalah yang hendak diteliti.

Tabel 1

Data Partisipan

Kode Usia Jenis Kelamin Informasi Tentang Pengalaman


Kekerasan Oleh Orang Tua
P1 2 (20) Laki-laki Pernah mengalami kekerasan.
Meninggalkan bekas luka.
P2 2 (19) Perempuan Pernah mengalaminya kekerasan. Tidak
meninggalkan bekas luka.
P3 9 (21) Laki-laki Pernah mengalami kekerasan. Tidak
meninggalkan bekas luka.

Peran Peneliti

Peneliti dalam peneletian ini berperan sebagai instrumen. Peran ini berguna

untuk menangkap suara subjek dan mengolahnya. Peneliti juga pada dasarnya

tidak memiliki kaitan apapun dengan para partisipan seperti hubungan keluarga

atau teman dekat (kecuali setelah mengalami pendekatan guna proses penelitian).

Peneliti memilih kecamatan Sukawati, Gianyar Bali sebagai lokasi penelitian

karena peneliti pernah mendapatkan tugas untuk melakukan wawancara terhadap

anak yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga untuk mata kuliah

psikologi perkembangan dan peneliti mendapatkan beberapa informan di

kecamatan tersebut. Berdasarkan informasi dari teman, peneliti mendapat dua

calon partisipan lain yang berasal dari daerah yang sama. Peneliti juga telah

berbincang dan mendapatkan izin dari para partisipan mengenai tujuan

dilakukannya penelitian ini. Peneliti akan berkoordinasi dengan pihak kampus

untuk mendapatkan informed consent dan melakukan pertemuan dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

partisipan untuk memberikan informed consent sebelum melakukan pengambilan

data dengan wawancara.

Potensi terburuk yang dapat terjadi dari proses penelitian ini adalah

munculnya perasaan sedih atau marah, sehingga dapat menimbulkan ketidak

nyamanan dalam diri partisipan ketika mengingat kembali (recollecting)

pengalaman kekerasan yang pernah dialami. Menanggulangi isu sensitif nantinya

yang mungkin muncul seperti terbongkarnya indentitas partisipan, maka peneliti

akan menggunakan inisial yaitu, P1, P2, P3.

Peneliti akan berupaya untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman yang

dialami oleh partisipan dengan berbincang sebelum proses pengambilan data dan

setelah pengambilan data berakhir. Akan tetapi jika keadaan dirasa tidak

memungkinkan, maka peneliti akan menghentikan proses pengambilan data dan

melanjutkannya di lain waktu.

Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, metode utama pengambilan data adalah wawancara.

Wawancara adalah sebuah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) dan terwawancara

(interviewee). Tujuan dari wawancara ini adalah memfasilitasi sebuah interaksi

dimana peneliti mengajukan pertanyaan dan partisipan menceritakan

pengalamannya dengan ijinnya. Setelah itu, sebagian besar dalam proses

wawancara ini, partisipan bercerita dan pewawancara mendengarkan cerita

tersebut. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah semi terstruktur,

wawancara yang tidak kaku dengan menggunakan sifat semi terstruktur, ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

memiliki tujuan untuk memahami adanya fenomena atau permasalahan tertentu

(Herdiansyah, 2015). Sehingga partisipan lebih bebas dalam membuat pernyataan

apa pun selama masih dalam konteks pembicaraan, selain itu peneliti juga dapat

berimprovisasi dalam mengajukan pertanyaan sesuai situasi asalkan masih dalam

topik yang sudah ditentukan.

Sebelum wawancara dilakukan ada beberapa tahapan yang digunakan agar

pengambilan data dapat dilaksanakan dengan baik. Tahap pelaksanaan tersebut

adalah :

1. Peneliti mencari dan menentukan partisipan sesuai karakteristik, remaja

akhir berusia 17 hingga 21 tahun. Setting atau lingkungan yang dilakukan

dalam penelitian Kecamatan Sukawati-Bali;

2. Setelah mendapatkan partisipan sesuai dengan kriteria, peneliti

membangun rapport untuk menjelaskan tujuan dari penelitian yang akan

dilakukan serta memastikan kembali kesediaan partisipan dalam

peneletian.

3. Peneliti menjelaskan informed consent pada partisipan. Informed consent

berisi identitas peneliti, tujuan dari penelitian, partisipan penelitian,

metode pengambilan data, serta pernyataan kesediaan partisipan untuk

ikut berpartisipasi dalam penelitian. Selain itu peneliti akan menginfor-

masikan pada partisipan hak-hak mereka, seperti;

a. Partisipan berhak membicarakan hal apapun sejauh mereka merasa

nyaman;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

b. Partisipan berhak untuk menghentikan wawancara jika merasa tidak

nyaman.

4. Peneliti melakukan penyusunan jadwal wawancara dengan partisipan.

5. Peneliti melakukan persiapan sebelum wawancara dengan mengikuti

anjuran untuk mengikuti protokol kesehatan karena wawancara

berlangsung pada masa pandemi. Persiapan yang dilakukan yaitu,

menyiapkan thermo gun untuk pengecekan suhu, menyediakan

handsanitizer dan masker cadangan, peneliti juga memastikan untuk

menjaga jarak aman dengan partisipan.

6. Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan pada waktu dan tempat

yang sudah disepakati bersama. Wawancara yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, dan peneliti sudah

membuat panduan wawancara sebagai acuan dasar namun peneliti juga

mungkin untuk mengubah urutan pertanyaan dilihat dari respon

partisipan. Peneliti juga membuat catatan nonverbal dari partisipan

selama proses wawancara.

7. Peneliti melakukan debriefing setelah proses wawancara

8. Peneliti akan membuat transkrip setelah melakukan wawancara dan akan

melakukan analisis pada transkrip yang sudah diperoleh.

9. Proses selanjutnya yang akan dilakukan ialah dengan member checking

dan external auditor, agar hasil data wawancara yang diperoleh dapat

dinilai keakuratannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Prosedur pengumpulan data yang dipersiapkan untuk mendukung penelitian

ini ialah melakukan wawancara. Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah

membuat pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan yang diajukan

peneliti pada responden dan pedoman protokol wawancara tersebut dibuat

berdasarkan rumusan masalah beserta teori - teori yang peneliti gunakan dalam

penelitian ini. Teori yang peneliti gunakan dalam membuat pedoman wawancara

antara lain, teori dari Lawson mengenai bentuk-bentuk kekerasan; teori Everly

tentang gejala trauma psikologis; dan teori mengenai gejala Post Traumatic Stress

Disorder berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder,

2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

Tabel 2

Protokol Wawancara

No. Pertanyaan

1. Protokol wawancara mengenai kekerasan oleh orang tua


Pertanyaan inti:

 Bisakah anda menceritakan pengalaman anda ketika

mengalami kekerasan oleh orang tua?

 Apa saja bentuk kekerasan yang anda alami?

2. Protokol wawancara mengenai trauma psikologis

Pertanyaan inti:

 Apa yang anda rasakan setelah mengalami kekerasan?

Probing:

 Apakah anda merasa tidak berdaya saat mengalami

kekerasan?

 Apakah anda mengalami ketakutan yang kuat saat

mengalami kekerasan?

 Apakah anda mengalami flashback atau mengalami kembali

peristiwa dalam pikiran?

 Apakah anda merasa kesulitan untuk berkonsentrasi setelah

mengalami kekerasan?

 Apakah anda menghindari benda, atau tempat yang

berhubungan dengan pengalaman kekerasan?

3. Protokol wawancara mengenai post traumatic stress disorder


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Pertanyaan inti:

 Bagaimana keadaan dan perasaan yang anda alami saat ini?

 Apa perubahan yang anda rasakan saat ini setelah

mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak?

 Probing:

 Apakah anda mengalami flashback mengenai kejadian

kekerasan? dan berapa lama anda merasakan gejala

tersebut?

 Apakah anda mengalami mimpi buruk mengenai kejadian

kekerasan? dan berapa lama anda merasakan gejala

tersebut?

 Apakah anda mencoba menghindari percakapan atau

berpikir mengenai kejadian kekerasan? dan berapa lama

anda merasakan gejala tersebut?

 Apakah anda mencoba menghindari tempat atau orang yang

berhubungan dengan kejadian kekerasan? dan berapa lama

anda merasakan gejala tersebut?

 Apakah anda kesulitan untuk mengingat kejadian peristiwa

kekerasan? dan berapa lama anda merasakan gejala

tersebut?

 Apakah anda kesulitan untuk memelihara hubungan dekat

dengan teman? dan berapa lama anda merasakan gejala

tersebut?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

 Apakah anda kehilangan minat terhadap sesuatu yang

pernah kamu sukai? dan berapa lama anda merasakan gejala

tersebut?

 Apakah anda merasa terlepas dari keluarga dan teman?

 Apakah anda merasa mudah marah, mudah kaget, atau

ketakutan yang berlebihan? dan berapa lama anda

merasakan gejala tersebut?

 Aapakah anda mengalami kesulitan untuk tidur? dan berapa

lama anda merasakan gejala tersebut?

 Apakah anda kesulitan untuk berkonsentrasi? dan berapa

lama anda merasakan gejala tersebut?

 Apakah anda merasa waspada berlebihan terhadap suatu

hal? dan berapa lama anda merasakan gejala tersebut?

 Apakah anda merasa malu atau rasa bersalah yang

berlebihan? dan berapa lama anda merasakan gejala

tersebut?

Pertanyaan penutup:

 Apakah ada hal lain yang ingin anda ceritakan mengenai

pengalaman anda?

 Apa yang anda rasakan saat ini setelah menceritakan

pengalaman anda?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Kredibilitas Data

Validasi dalam penelitian kualitatif adalah usaha untuk menilai keakuratan

dari berbagai temuan yang telah dideskripsikan oleh peneliti dan informan

(Creswell, 2015). Untuk memeriksa akurasi dalam penelitian ini, dilakukan

dengan dua cara yaitu member checking dan external auditor (Creswell, 2015;

Supratiknya, 2015). Dalam member checking, partisipan akan mengambil peran

dalam menilai akurasi data, dengan cara peneliti akan memberikan analisis dari

deskripsi atau tema kepada partisipan untuk memastikan bahwa deskripsi atau

tema tersebut akurat (Creswell, 2015). Selain itu, peneliti juga akan meminta

auditor (external auditor) yang akan membantu mempelajari proses penelitian dan

menilai akurasinya dengan objektif, yaitu dosen pembimbing. Menurut Creswell

(2015), dalam hal ini auditor akan membantu peneliti untuk melihat apakah

keseluruhan informasi yang didapat, eksplorasi dan kesimpulan penelitian

didukung oleh data atau tidak.

Kredibilitas data mengenai member checking dan auditor eksternal ini

bagian dari prosedur pengujian validitas, sedangkan realibilitas kualitatif

merupakan penguat dari validitas karena dimaknai sejauh mana pendekatan yang

diterapkan peneliti konsisten (Supratiknya, 2015). Prosedur pengujian reabilitas

merupakan penegasan lebih lanjut dari member checking dan auditor eksternal

yang dilakukan dengan cara:

1. Memeriksa rekaman-rekaman wawancara

2. Memeriksa tidak ada pergeseran pada definisi kode-kode


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

3. Pengkodean yang berbeda perlu dicek silang dengan cara

membandingkan hasil pengkodean secara sendiri-sendiri untuk

memperoleh intercoder agreement atau kesesuaian antar pengode.

Analisis dan Interpretasi Data

Teknik analisis data yang dipergunakan ialah Analisis Isi Kualitatif (AIK),

sebagai metode analisis dan interpretasi data (Supratiknya, 2015). AIK

memanfaatkan sifat atau ciri bahasa sebagai bentuk komunikasi, sehingga AIK

adalah metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi yang bersifat

dokumen tertulis, lisan, atau visual (Elo & Kyngas, 2008 dalam Supratiknya,

2015).

Tujuan akhir AIK adalah mendapatkan pemahaman dan pengetahuan berupa

konsep-konsep atau kategori-kategori tentang fenomena yang sedang diteliti

(Hsieh & Shannon, 2005; Elo & Kyngas, 2008 dalam Supratiknya, 2015). Konsep

penting dalam penelitian ini berupa analisis data yang sudah ada dalam sebuah

konteks baru (Catanzaro, dalam Supratiknya, 2015), sehingga analisis ini lebih

cocok menggunakan pendekatan deduktif yakni analisis isi terarah. Pendekatan

deduktif atau analisis isi terarah ini lebih mengeksplorasi sebuah fenomena yang

terjadi dalam gejala post traumatic stress disorder remaja yang mengalami

kekerasan oleh orang tua pada masa kanak - kanak melalui wawancara terbuka

dan diarahkan untuk mengungkap gagasan atau perasaan partisipan tentang

fenomena yang sedang diteliti.

Analisis isi kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

deduktif terarah dengan proses analisis sebagai berikut (Supratiknya, 2008).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

1. Membaca berulang-ulang corpus data berupa transkrip verbatim responden

yang dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur

2. Melakukan initial coding atau menemukan kode-kode tertentu dalam

transkripsi verbatim secara induktif baris demi baris

3. Mengelompokkan kode-kode dalam tema/kategori yaitu sejenis konsep

besar dengan cakupan isi yang lebih luas dibandingkan kode, dan

bertujuan menemukan sejenis narasi analitik yang koheren dari

keseluruhan corpus data

4. Memperluas dan mempertajam analisis dengan cara menempatkan tema-

tema dalam susunan hirarkis tertentu menjadi tema-tema besar dan sub-sub

tema yang lalu diberi label atau nama, masing-masing sub tema dilengkapi

dengan kutipan-kutipan yang dikutip dari transkripsi verbatim sebagai

bukti atau pendukung, sehingga diperoleh narasi yang utuh berupa

fenomena yang diteliti.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut, berikut merupakan

tema/kategoriyang digunakan dalam koding.

Tabel 3

Kriteria Koding Bentuk Kekerasan Oleh Orang Tua (Lawson dalam

Muthmainnah, 2014)

Bentuk Kekerasan Oleh Orang Tua

Kekerasan Fisik :

 melukai fisik anak

 memukul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

 menendang

 mencubit

 menampar

Kekerasan Verbal :

 membentak

 memaki

 menggunakan kata-kata kasar

 mengancam

Kekerasan Seksual :

 orang tua melakukan tindakan yang mengarah pada pelecehan

 pencabulan

 penyiksaan seksual

Kekerasan Penelantaran :

 orang tua yang membiarkan anaknya kelaparan karena orang tua

terlalu sibuk

 mengabaikan kebutuhan anak untuk dilindungi, ditemani dan

diberikan kasih sayang

 mempermalukan anak di depan umum

 sering menyalahkan anak.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Tabel 4

Kriteria Koding Trauma Psikologis (Everly dalam Hatta 2016)

Trauma Psikologis

Intrusive Re-Experiencing  merasa seperti mengalami

kembali peristiwa dalam

pikiran (flashback)

 kesulitan untuk berkonsetrasi.

Avoidance  menolak benda atau peristiwa

yang berhubungan dengan

trauma

 berusaha menghindari tempat

dan perasaan yang

berhubungan dengan trauma.

Mengalami secara langsung  rasa takut yang sangat kuat

kekerasan  rasa tidak berdaya saat

mengalami kekerasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

Tabel 5

Kriteria Koding Gejala Post Traumatic Stress Disorder berdasarkan

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 2013

Post Traumatic Stress Disorder

Intrusive Re-Experiencing  Flashback (merasa seolah

kejadian atau peristiwa yag

menyedihkan terulang

kembali).

 Nightmares (mimpi buruk

mengenai peristiwa tersebut

berulang)

Avoidance  Mencoba menghindari

berfikir, merasakan, atau

percakapan yang

berhubungan dengan

peristiwa traumatis.

 Menghindari tempat, kejadian

atau orang yang

mengingatkan pada kejadian

traumatis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Negative ateractions in mood  Pikiran negatif tentang orang

and cognition lain, diri sendiri, lingkungan

bahkan dunia (aku buruk,

tidak ada yang bisa dipercaya,

dunia berbahaya).

 Putus asa tentang masa depan

 Masalah memori, termasuk

tidak dapat mengingat aspek

penting dari peritiwa

traumatis

 Kesulitan mempertahankan

hubungan dekat

 Merasa terlepas dari keluarga

dan teman

 Kehilangan minat pada

kegiatan yang pernah diminati

Arrousal  Sensitivitas yang meningkat,

ditandai dengan mudah kaget

atau ketakutan, mudah marah

dan tidak dapat

mengendalikan marah,

perilaku agresif

 Kesulitan tidur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

 Sulit berkonsentrasi

 Waspada yang berlebihan

 Respon yang berlebihan atas

segala sesuatu (rasa bersalah

atau malu yang luar biasa)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2020. Proses pengambilan data

menggunakan metode wawancara yang dilakukan oleh peneliti sendiri kepada tiga

remaja akhir yang pernah mengalami kekerasan oleh orang tua. Wawancara

dilakukan di rumah peneliti. Durasi wawancara bervariasi antara 30 menit sampai

1 jam. Rangkuman waktu dan tempat diadakannya wawancara disajikan di Tabel

6.

Tabel 6

Lokasi dan tempat pelaksanaan wawancara

No Partisipan Tanggal Lokasi

1 P1 3 Juli 2020 Rumah Peneliti

2 P2 4 Juli 2020 Rumah Peneliti

3 P3 6 Juli 2020 Rumah Peneliti

Latar belakang partisipan dan dinamika wawancara

Wawancara dilakukan oleh peneliti secara tatap muka personal tiap

partisipan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti menjelaskan secara garis besar

mengenai penelitian dan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh partisipan.

Tiap partisipan juga telah menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian ini

yang dibuktikan dengan surat pernyataan persetujuan (informed consent) yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

mencakup pemberian informasi lengkap tentang penelitian termasuk resiko-resiko

dan pemberian kesediaan untuk partisipasi oleh partisipan sesudah mengetahui

seluk beluk dan resikonya.

Partisipan pertama adalah P1. P1 adalah laki-laki yang berusia 20 tahun

masih berkuliah sambil bekerja paruh waktu di usaha yang dibangunnya sendiri.

P1 adalah seorang mahasiswa jurusan teknologi dan informatika di salah satu

perguruan tinggi negeri. Ia merupakan anak pertama dari dua bersaudara. P1

mengalami kekerasan secara verbal sejak SD hingga SMP dan mengalami

kekerasan fisik dari kelas 1 SD hingga kelas 4 SD.

Latar belakang keluraga dari partisipan yaitu memiliki orang tua yang

bekerja sebagai penjual usam atau kelapa parut dan memiliki kesulitan dalam

ekonomi sehingga keluarga partisipan saat ini masih tinggal dengan menumpang

di rumah paman dan bibinya karena partisipan tidak memiliki rumah untuk tempat

tinggal. Meskipun partisipan merasa tidak nyaman untuk tinggal di rumah tersebut

bersama dengan ayahnya namun ia berusaha untuk menahan dan memilih untuk

bekerja dengan giat agar dapat memiliki rumah sendiri dan pergi dari rumah

tempat ia mengalami kekerasan.

Partisipan mengalami kekerasan oleh ayah kandungnya, selama mengalami

kekerasan, partisipan tidak pernah melawan atau berusaha untuk melaporkan

kekerasan yang dialaminya.

Meskipun partisipan berusaha bangkit dari peristiwa kekerasan namun

partisipan merasa membutuhkan tempat untuk dapat bercerita namun ia takut

dihakimi oleh orang lain atau dibandingkan dengan cerita orang lain. Itulah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

sebabnya partisipan selalu memendam perasaan yang dialaminya dan hanya

menceritakan kepada orang-orang yang bisa dipercayainya.

Partisipan mengalami beberapa dampak negatif setelah mengalami

kekerasan mulai dari stres, tidak percaya diri, mudah cemas, mudah marah,

kesulitan tidur, tidak mudah mempercayai orang lain, kesulitan untuk bergaul.

Partisipan bahkan mengalami trauma akibat kekerasan fisik yang dialaminya ia

sering merasa kaget dan takut setiap kali mendengar suara mesin kelapa karena

kekerasan yang dialminya membuat salah satu jarinya menjadi teriris dan ia

merasa menjadi manusia yang cacat. Semua dampak itu ia rasakan setelah

mendapatkan kekerasan namun setelah lewat beberapa tahun dampak tersebut

tidak menghilang namun jutru masih dirasakan hingga saat ini.

Pengambilan data dilakukan dua kali, pada pengambilan data yang pertama

wawancara berkisar selama 30 menit wawancara dilakukan sebelum peneliti

mengambil mata kuliah skripsi karena peneliti pernah mendapatkan tugas pada

mata kuliah psikologi perkembangan untuk mewawancarai anak korban kekerasan

oleh orang tua. Pada saat wawancara pertama, partisipan terlihat masih sungkan

untuk menceritakan pengalaman kekerasan yang pernah dialami namun partisipan

mau menjawab pertanyaan peneliti dengan lancar dan tanpa ada pemberhentian

hingga sesi wawancara selesai. Pada pengambilan data yang kedua, wawancara

dilakukan di rumah peneliti tepatnya di ruang keluarga. Wawancara dilakukan

dengan tetap mengikuti protokol kesehatan karena wawancara dilakukan pada

masa pandemi, peneliti menyiapkan handsanitizer dan melakukan pengecekan

suhu kepada partisipan sebelum memasuki rumah. Partisipan datang bersama


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

temannya karena partisipan merasa tidak percaya diri ketika di lingkungan baru,

namun tidak memungkinkan untuk melakukan wawancara di rumah partisipan.

Pada saat wawancara teman dari partisipan menunggu di ruangan lain.

Wawancara berlangsung selama 40 menit dengan lebih santai karena partisipan

merasa senang dapat menceritakan pengalamannya. Pada sesi wawancara

partisipan menggunakan baju berwarna hitam dan selama wawancara berlangsung

partisipan menjawab dengan lancar setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Partisipan terlihat beberapa kali memainkan tangannya saat menceritakan bekas

luka kekerasan fisik yang dialaminya.

Partisipan Kedua, adalah perempuan berusia 19 tahun dan mengalami

kekerasan oleh kedua orang tuanya. P2 merupakan anak pertama dari dua

bersaudara. P2 mengalami kekerasan sejak SD hingga SMP, kekerasan yang

dialami berupa kekerasan verbal dan kekerasan fisik.

Ketika mengalami kekerasan partisipan tidak pernah melawan dan memilih

untuk meluapkan lewat tangisan. Partisipan hingga saat ini masih tinggal bersama

kedua orang tuanya meskipun hingga saat ini partisipan tidak nyaman ketika

bertemu orang tuanya sendiri, partisipan juga tidak nyaman ketika melihat tempat

terjadinya kekerasan dulu meskipun tempat tersebut sudah direnovasi.

Kedua orang tua partisipan bekerja serabutan dan sangat sibuk bekerja

karena memiliki kesulitan ekonomi. Partisipan sejak kecil sudah bekerja keras

untuk mencari uang bekalnya sendiri dan membayar uang iuran kelas, partisipan

sepulang sekolah langsung berjualan rokok dan bensin di warung milik

tetangganya. Partisipan juga mengambil kerja sampingan lain yaitu menjadi buruh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

amplas ukiran di sela-sela menjaga warung. Setelah bekerja ketika sore hari,

partisipan tetap mendapatkan kekerasan oleh orang tuanya terutama ketika

partisipan diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Partisipan juga kerap

mendapatkan kekerasan ketika mengerjakan PR sekolah, ketika belajar atau ketika

mengulang materi yang dipelajarinya di sekolah, partisipan selalu mengerjakan

PR ditemani oleh ayahnya dan kerap dikatakan bodoh padahal partisipan

berprestasi, ia sering mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya.

Partisipan mengalami dampak negatif setelah mengalami kekerasan,

partisipan menjadi sosok yang sangat mudah marah, stres dan setiap kali ia sedih

dan tidak mendapatkan dukungan dari orang lain ia akan memiliki keinginan

bunuh diri, ia juga mengalami trauma karena pernah di seret dan diguyur dengan

air hanya karena ia tidak mau keramas. Hingga saat ini dampak negatif dari

kekerasan tersebut masih dirasakannya meskipun partisipan sudah tidak

mengalami kekerasan.

Pengambilan data dilakukan dua kali, pada pengambilan data yang pertama

wawancara berkisar selama 45 menit. Sebelumnya partisipan sudah bertemu

dengan peneliti beberapa kali ketika peneliti mendapatkan tugas mata kuliah

psikologi perkembangan untuk mewawancarai anak korban kekerasan. Sebelum

wawancara, peneliti melakukan pengecekan suhu pada partisipan, partisipan juga

mencuci tangan dan menggunakan masker sesuai dengan aturan untuk menjaga

protokol kesehatan. Partisipan diantar oleh temannya karena partisipan merasa

belum nyaman berada di lingkungan baru, partisipan juga sulit untuk

mendapatkan ijin untuk keluar rumah apabila tidak memiliki alasan yang cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

kuat. Partisipan merasa diperlakukan tidak adil dengan saudaranya yang laki-laki

karena di Bali sangat mengharapkan anak laki-laki. Anak laki-laki dianggap

sebagai penerus yang akan mewarisi dan tinggal di rumah tua sehingga kehadiran

anak laki-laki begitu diharapkan di Bali.

Pada saat melakukan wawancara partisipan terlihat cukup bersemangat

karena partisipan sangat ingin menumpahkan keluh kesahnya lewat cerita,

partisipan menjawab dengan lancar setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Partisipan beberapa kali bercerita sambil memainkan rambutnya dan selalu

menunduk ketika menceritakan kejadian kekerasan fisik yang ia alami. Pada saat

sesi wawancara partisipan mengenakan pakaian kaos putih dan celana jeans

panjang.

Partisipan ketiga, adalah seorang laki-laki yang berusia 21 tahun, P3

sedang kuliah di sebuah Universitas Negeri di Bali. P3 merupakan anak pertama

dari dua bersaudara, P3 dan adiknya sama-sama mengalami kekerasan baik secara

fisik maupun verbal oleh kedua orang tuanya. Saat ini P3 memilih untuk tinggal di

kos-kosan karena P3 tidak ingin bertemu orang tuanya dan tidak ingin tinggal di

rumah tempat ia mengalami kekerasan.

Partisipan merupakan sosok yang berprestasi dan beberapa kali partisipan

mengikuti olimpiade karena tuntutan dari orang tuanya. Menurutnya keluarganya

adalah keluarga yang sangat mementingkan pendidikan di atas segalanya.

Partisipan merasa menjadi alat dan sapi perah yang dilahirkan untuk menjadi

tanggungan dari orang tuanya. Partisipan selalu menjadi sasaran kekerasan bagi

orang tuanya ketika orang tuanya mengalami stres kerja atau orang tuanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

bertengkar maka ia akan menjadi tempat pelampiasan, sehingga kekerasan yang

dialaminya terbilang cukup sering.

Ibu dari partisipan mengalami sakit yang mengharuskan ibu partisipan untuk

melakukan pengobatan secara rutin dan membutuhkan biaya pengobatan yang

cukup banyak sehingga keluarga partisipan mengalami kesulitan dalam ekonomi.

Partisipan mengalami kekerasan dari SD hingga SMP, menurut partisipan

kekerasan yang dialaminya bersifat turun temurun karena kakeknya juga

merupakan sosok keras yang memberikan kekerasan terhadap ayahnya. Ketika

mengalami kekerasan partisipan memendam amarahnya dalam hati, karena ia

akan dimarahi ketika mennagis sehingga ia hanya menurut dan memilih untuk

diam. Saat mengalami kekerasan, partisipan seringkali merasa marah bahkan

beberapa kali muncul keinginan untuk membunuh orang tuanya namun itu hanya

dalam pikirannya saja. Hal ini menyebabkan partisipan sering bermimpi orang

tuanya memohon untuk dibunuh oleh partisipan.

Partisipan sudah tidak mengalami kekerasan selama beberapa tahun namun

hingga saat ini partisipan masih mengalami dampak negatif, salah satunya ia

mengalami cemas dan kepanikan ketika menerima telepon dari nomer yang ia

tidak ketahui karena orang tuanya dulu sering menelepon dengan nomer yang

berbeda-beda dan ia selalu dimaki. Partisipan juga mengalami ketakutan ketika

ada yang mengetok pintu kamar kosnya, ia berpikir itu adalah polisi yang ingin

menangkapnya karena merencanakan pembunuhan.

Sebelum wawancara partisipan sudah melakukan pendekatan melalui

telepon namun ia tidak mau menerima telepon sehingga partisipan meminta


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

pacarnya dan temannya untuk menjadi perantara hingga akhirnya partisipan

bersedia untuk menceritakan sedikit demi sedikit dan mulai membuka dirinya.

Partisipan datang diantar oleh temannya namun sesi wawancara hanya dilakukan

bersama peneliti dan temannya menunggu di luar.

Wawancara berlangsung dengan mengikuti protokol kesehatan, menjaga

jarak aman dan melakukan pengecekan suhu serta mencuci tangan sebelum

memasuki ruangan, wawancara berlangsung selama kurang lebih 1 jam. Saat

menceritakan pengalamannya partisipan sering tertawa dan tersenyum namun ia

berkata sedang kesal, ia merasa kesulitan untuk mengekspresikan perasaannya

karena dari dulu ia selalu harus berpura-pura bahagia dan berpura-pura tegar

ketika mengalami kekerasan. Partisipan menjawab dengan lancar setiap

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, bahkan partisipan ingin melakukan ini lagi

karena ia merasa sangat lega dan senang ketika bisa menumpahkan lewat cerita.

Selama ini ia hanya memendam dan hanya pacarnya yang mengetahui kisahnya

saat mengalami kekersan. Pada saat proses wawancara selesai, handphone milik

partisipan sempat berbunyi karena ada telepon masuk dan ia reflect melemparkan

handphone miliknya. Kemudian ia melihat teleponnya dan justru menolak telepon

dari temannya dan langsung mengirimkan pesan untuk menghubungi lewat

temannya yang diajaknya saat itu.

Hasil Penelitian

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian ini, peneliti akan

mengeksplorasi secara keseluruhan mengenai bentuk – bentuk kekerasan oleh

orang tua yang diterima pada masa kanak- kanak, trauma psikologis yang dialami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

setelah mendapatkan kekerasan oleh orang tua serta gejala post traumatic stress

disorder yang dirasakan oleh remaja yang pernah mengalami kekerasan oleh

orang tua pada masa kanak-kanak. Peneliti akan menggali pengalaman kekerasan

remaja untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang pernah dialami pada

masa kanak-kanak. Pada konsep trauma peneliti akan menggambarkan trauma

psikologis yang dialami ketika mendapatkan perlakuan kekerasan oleh orang tua.

Peneliti menggunakan gejala trauma psikologis yang terdiri dari mengalami secara

langsung peristiwa kekerasan, intrusive, avoidance symtoms. Pada konsep PTSD

peneliti akan mengungkap gejala-gejala PTSD yang dialami oleh remaja setelah

mengalami trauma kekerasan oleh orang tua. Peneliti menggunakan gejala trauma

dari DSM V yang dikelompokkan menjadi 4 gejala utama yaitu, intrusive re-

experiencing, avoidance, negative ateractions in mood and cognition, arrousal,

semua gejala yang dialami dirasakan minimal selama 1 bulan. Gejala PTSD dan

gejala trauma memiliki kesamaan dibagian intrusive dan avoidance symtoms

yang dikarenakan PTSD merupakan dampak jangka panjang dari trauma sehingga

peneliti akan menggabungkan pertanyaan mengenai trauma dan PTSD.

Bentuk – bentuk Kekerasan Oleh Orang Tua

Kekerasan yang dilakukan oleh orang tua pada masa kanak – kanak

memberikan pengaruh buruk bagi anak dan dapat menganggu perkembangannya

di masa remaja. Dalam penelitian ini ditemukan 2 jenis kekerasan yang sering

diterima oleh remaja pada masa kanak – kanak yaitu, kekerasan secara fisik,

kekerasan secara verbal


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

Kekerasan Fisik

Individu dapat dikatakan mengalami kekerasan fisik apabila orang tua

melukai fisik anak dengan memukul, mencubit, menampar, menendang dan

sebagainya. Dalam penelitian ini semua partisipan (P1, P2, P3) mengalami

kekerasan fisik berupa dilukai secara fisik (P1) hal tersebut dapat dilihat dalam

kutipan berikut :

Melukai Fisik Anak

P1 : dia pegangin tanganku terus dia kikirin tapi pake tanganku kenceng
banget. Sampe berdarah kak, aku teriak lah nangis tapi aku malah di omelin
terus disuruh cuci tangan. Gila sih itu tanganku lukanya ampe sekarang
berbekas. (baris 45-48)
Selain dilukai secara fisik, partisipan (P2) juga sering dipukul
Dipukul

P2 : dipukul, dicubit tapi yang paling sering aku dipukul pakai penggaris besi
tau kan kak. (baris 40-41))

Partisipan P2 juga sering mengalami tanda kekerasan fisik berupa dicubit


Dicubit
P2 : Pas disuruh ngapain karena capek pasti aku dicubit pahanya. (baris 44)
Selain itu kekerasan fisik yang dialami juga berupa diseret (P2)
Diseret
P2 : Pernah dulu kak masa cuma karena aku gak mau pas disuruh keramas
aku diseret ke kamar mandi terus aku diguyur sampai aku nangis teriak
teriak.(baris 44-45
Kekerasan fisik yang dialami juga berupa ditampar yang dialami oleh (P1
dan P2)
Ditampar
P2 : pernah ditampar kak. (baris 41)
P1 : kalau fisik ditampar (baris 31)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

Selain itu, partisipan juga mengalami kekerasan fisik berupa pernah


dijambak (P2)
Dijambak
P2 : Aku.. hmm.. aku pernah dijambak. (baris 44)
Tanda – tanda kekerasan fisik lainnya yang dialami oleh partisipan (P3)
adalah berupa didorong
Didorong
P3 : ohh fisik yaa, iya aku disiram, didorong ampe jatuh. (baris 98)
Kekerasan Verbal

Individu dapat dikatakan mengalami kekerasan fisik apabila orang tua

menggunakan kekerasan verbal, seperti membentak, memaki, menggunakan kata-

kata kasar, mengancam, dan sebagainya. Dalam penelitian ini semua partisipan

pernah mengalami kekerasan verbal. Kekerasan verbal yang dialami salah satunya

berupa menggunakan kata - kata kasar. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan

berikut :

Menggunakan Kata – kata Kasar


P2 : Hmm… paling sering sih kayak “kleng, dibangsat bangsatin” (baris 17)
P3 : secara verbal dalam artian verbal itu kasar itu lo maksudnya, nah
verbalnya kasar keleng tu dah, liak gitu. (baris 18)
Selain penggunaan kata – kata kasar, kekerasan verbal juga dilakukan oleh

orang tua dengan memaki anak yang dialami sejak SD oleh keseluruhan

partisipan

Memaki
P1 : aku gatau dia kenapa waktu itu tapi dia marah-marah selama kerja itu,
terus aku dikata-katain dibilang bodoh lah, lelet lah. (baris 42-43) Eee..
seingetku sih gak tinggi tapi gimana ya kak kayak gini lho “lengeh ci”
(mencontohkoh ucapan bapaknya, artinya bodoh kamu) ya nyakitin lah
pokoknya. yang aku inget itu.. hmm dari SD kak sampai SMP abis tu setelah
mereka punya pangerannya anak laki-laki kesayangan ya mereka udah gak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

gitu lagi, pokoknya apapun nih ya, meskipun adek yang salah tapi aku yang
disalahin hahaha. (baris 73-74)
P2 : ama anak orang entah siapapun itu, anak orang pinter, aku bodoh, aku
pemalas, aku cengeng katanya. (baris 38) orangtua udah ngomong “panak
sing dadi anggo gine” (anak gak bisa diandelin/ gak berguna)terus aku
gasuka banget pas ada anak tetangga dipuji akunya pasti dikasi omongan
jelek jelek kak. Seingetku sih.. mulai SD pas aku dibilang jelek-jelek tu ampe..
pokoknya seputaran SMP (baris 18-19)
P3 : ekhemm sampai kesalahan kesalahan kecil yang aku buat selalu
dikasarin dimaki gitu dibilang bodo bodo. ehmm itu dari aku alami yang dari
itu dari waktu kelas 1 sd ekhem ekhem dari kelas 1 sampai kelas yaaa semasa
sd itu dah. (baris 41)
Salah satu parrtisipan (P3) sering mengalami kekerasan verbal berupa

diancam

Diancam
P3 : cuma diancam diancam, " awas kalau kayak gini tak pukul tak pukul "
atau apa, ehmm itu dari aku alami yang dari itu dari waktu kelas 1 sd, ekhem
ekhem dari kelas 1 sampai kelas yaaa semasa sd itu dah. (baris 42-45)
Berdasarkan hasil penelitian di atas seluruh partisipan mengalami 2

kekerasan yaitu kekerasan fisik dan kekerasan verbal. Partisipan P1 mengalami

kekerasan fisik berupa dilukai fisiknya hingga menimbulkan bekas luka, dijewer,

dan ditendang. Partisipan P2 mengalami kekerasan fisik berupa dijambak,

ditampar, dipukul dan dicubit. Partisipan P3 mengalami kekerasan fisik berupa

didorong dan disiram air. Selain itu, partisipan P1 juga mengalami kekerasan

verbal berupa dimaki - maki. Partipan P2 mengalami kekerasan verbal berupa

diberikan kata – kata kasar dan dimaki. Pada partisipan P3 kekerasan verbal yang

dialami berupa diberikan kata – kata kasar, dimaki dan diancam. Seluruh

partisipan mulai mengalami kekerasan selama mereka duduk di bangku sekolah

dasar dengan intensitas kekerasan verbal yang lebih banyak dari kekerasan fisik

dan dilakukan secara berulang – ulang.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Trauma Psikologis

Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan trauma psikologis remaja yang

pernah mengalami kekerasan oleh orang tua pada masa kanak-kanak berdasarkan

gejala dari trauma psikologis yang terdiri dari mengalami secara langsung

peristiwa kekerasan, intrusive symtoms, avoidance.

Gejala – Gejala Trauma Psikologis

Mengalami Secara Langsung Peristiwa Kekerasan

Individu dapat dikatakan mengalami gejala trauma apabila mengalami atau

menyaksikan secara langsung peritiwa yang mengancam keselamatan. Respon

terhadap kejadian berupa rasa takut yang sangat kuat, rasa tidak berdaya saat

mengalami kekerasan. Dalam penelitian ini semua partisipan (P1, P2, P3)

mengalami secara langsung peristiwa kekerasan fisik dan verbal dan menunjukkan

respon berupa rasa takut yang kuat pada keseluruhan partisipan (P1, P2, P3) hal

ini dapat dilihat dari pernyataan berikut :

Rasa Takut
P1 : Aku pernah teriak tapi bukan karena minta tolong, aku teriak karena
takut dan aku gamau digituin, aku nangis. Takut lah kak, takut itu pasti.
Sedih juga ee.. tapi aku gak tau apa aku marah atau enggak ya.. gak sih
kayaknya karena aku taunya aku takut dan takut.(baris 76-81)
P2 : Marah, sedih, sedihnya sedih banget. Aku selalu nangis kak, kadang aku
bengong habis tu aku nangis. Aku takut terus aku iri banget liat temen-temen
dianter sama orangtuanya. (baris 57-60)
P3 : dendam , sakit sekali ehhmm takut? ohh iya sangat , aku dulu pernah
melamun , lama kali aku melamun sampai aku dipanggil sama mamaku kan ,
" kenapa kamu melamun belajar kek lebih bagus ngapain kamu melamun
kayak orang gila aja” gituu habis tu yaudah aku diem , belajar aku dikamar.
(baris 112-117)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Pada penelitian ini, gejala trauma psikologis yang muncul adalah

mengalami secara langsung peristiwa kekerasan secara fisik dan verbal yang

ditandai dengan munculnya rasa takut yang cukup kuat setelah mengalami

peristiwa kekerasan. Perasaan takut yang muncul bersamaan dengan perasaan

marah dan sedih pada partisipan P2, pada partisipan P3 perasaan takut yang

muncul bersamaan dengan perasaan dendam.

Intrusive Symptoms

Individu dapat dikatakan mengalami gejala intrusive apabila individu

mengalami secara berulang dan merasa seperti mengalami kembali peristiwa

dalam pikiran, kesulitan untuk berkonsetrasi. Dalam penelitian ini ditemukan

adanya gejala intrusive yang muncul pada keseluruhan partisipan yang ditandai

dengan flashback. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut :

Flashback atau merasa mengalami kembali peristiwa


P1 : Bukan pernah lagi kak, tapi sering banget sampai sekarang, tiap aku liat
dia, aku inget, tiap aku bengong aku inget, kebayang dah waktu dulu tiap aku
liat yang berhubungan dengan kekerasan di tv pasti aku inget dan sering
kak.sampai sekarang (baris 178-180)
P2 : keinget kejadian waktu kecil tanpa kasih sayang, lewat mimpi sih
seringnya ngerasa balik kecil dan kayak digituin lagi terus nangis dan sekali
aku udah nangis kak susah berhentinya misal udah berhenti terus aku
bengong lagi nangis lagi, terus aku alihkan ke aktivitas lain tapi tiba-tiba liat
bapakku aku nangis lagi. (baris 72-74)
P3 : pernah kalau misalnya ada masalah baru nih dan aku tiba tiba punya
masalah , ingat dah aku lama lama. bengong terus tiba tiba keinget lagi
kayak flashback dah (baris 319-320)
Selain mengalami flashback seluruh partisipan juga meengalami gejala

intrusive berupa kesulitan untuk berkosentrasi yang muncul secara tiba – tiba

setelah mengalami flashback.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

Kesulitan Berkonsentrasi
P1 : hmm.. bukan kesulitan tapi gak bisa konsentrasi kadang kalau lagi kumat
nih tiba-tiba ngerasa cemas nah udah deh buyar. Seingetku sih.. mulai SD
pas aku dibilang jelek-jelek tu, tiap inget kalimatnya aku gabisa konsentrasi,
tapi ya aku pukul atau tampar pipi biar konsen hahaha (baris 183-184)
P2 : Mana sering banget kalau dah stress banget gak kuat pasti ada pikiran
pengen lukain diri udah gabisa fokus gak mikir apa pokoknya mikirnya
bunuh diri lah, tapi anehnya sampai detik ini aku cuma lukain diri terus abis
tu cari pertolongan ke temen (baris 78-79)
P3 : ohh sering sampe sekarang mah kadang bengong tiba tiba ingat sering ,
kalo udah bengong kan gak konsen, mulai dah dendam yang baru hari ini
gitu dah aku (baris 322-324)
Pada peneltian ini tanda – tanda dari gejala intrusive muncul pada

keseluruhan partisipan (P1, P2, P3). Tanda – tanda yang muncul adalah flashback

atau merasa mengalami kembali peristiwa kekerasan yang dipicu oleh pergulatan

masalah yang dialami oleh partisipan P3 atau dipicu oleh melihat kembali adegan

kekerasan pada siaran televisi yang dialami oleh salah satu partisipan P1.

Partisipan mulai mengalami flashback ketika mereka mulai melamun dan

kemudian mereka akan sulit untuk kembali fokus dan berkonsentrasi. Tanda

kesulitan berkonsentrasi sering dialami oleh seluruh partisipan (P1, P2, P3) dan

biasanya muncul ketika partisipan mulai melamun dan mengingat kembali

kejadian kekerasan.

Avoidance

Individu dapat dikatakan mengalami gejala avoidance apabila individu

menolak benda atau peristiwa yang berhubungan dengan trauma, berusaha

menghindari tempat dan perasaan yang berhubungan dengan trauma. Dalam

penelitian ini gejala penghindaran yang muncul pada seluruh partisipan adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

mengalami gejala menghindari tempat dan perasaan yang berhubungan dengan

trauma. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut :

Menghindari Tempat dan Perasaan yang Berhubungan Dengan Trauma


P1 : Menghindari pembicaraan mengenai itu sih tergantung siapa yang
nanya kak. Tapi aku kadang emang pengen cerita kayak sekarang, aku
menghindar kalau ada yang ada soal lukaku. Kalau mengindari tempat sih
gak mungkin, mustahil, aku masih tinggal di rumah itu ya walaupun pengen.
Aku berusaha semiinimal mungkin berinteraksi ama bapakku, seminimal
mungkin diem di rumah biar gak ketemu ama dia. Ya bisa dibilang aku
hindari kontak ama dia sampai sekarang jelas. (baris 186-189)
P2 : Sering sih kak, misalnya aku hindari yang mudah memancingku untuk
berpikiran kesana kayak menghindari keramas diguyur, menghindari inget
dengan sendirinya, kayak beda gitu lo kak, aku cerita kayak gini aku inget
tapi ada perasaan dimengerti, disayangi, diperhatikan tapi ketika aku lagi
stress dan tiba-tiba inget tu rasanya menyakitkan aku gatau gimana
jelasinnya tapi beda, beda banget. menghindari tempat kejadian gamungkin
karena aku tinggal disana. Tapi aku menghindari kamar mandi itu, meskipun
udah direnovasi tapi aku benci kamar mandi itu percaya atau enggak tapi
aku gapernah masuk kamar mandi tempat aku diguyur dulu dari dulu ampe
sekarang. aku ada 2 kamar mandi meskipun terpaksa aku sakit perut
semenjak kejadian itu, sekalipun aku gapernah mandi disana, atau masuk
kesana titik. (baris 132-139)
P3 : iyaa sangat , aku itu males banget pulang ke rumah gianyar malas
banget ohh gitu sekarang kamu tinggal di? di kost yaa karena pas kalau ada
acara sembahyang misalnya atau apa kan kita pulang , pulang pasti ngumpul
kan itu adalah momen dimana aku benar benar gak ingin ada disana ngerti
gak sih momen dimana aku malas injek kaki disana aku mau injekin kaki kalo
mereka udah gak ada , aku mau diem dirumah itu kan aku suruh diam disana
nungguin nenekku karena nenekku udah sakit sakitan , terus kakek juga sama
aku bilang aku gamau (baris 342-35)
Pada penelitian ini, seluruh partisipan mengalami gejala avoidance yang

ditandai dengan sebisa mungkin menghindari benda atau hal yang dapat

mengingatkan kembali dengan peristiwa kekerasan yang dialmi oleh seluruh

partisipan P1, P2, P3. Partisipan P1 dan P2 menghindari pikiran yang dapat

mengingatkan kembali pada peristiwa kekerasan namun terkadang partisipan

ingin menceritakan pengalamannya kepada orang yang dapat dipercaya, partisipan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

justru merasa dimengerti dan ada yang peduli apabila dapat berbagi cerita.

Seluruh partisipan ingin menghindari tempat atau rumah yang menjadi tempat

terjadinya kekerasan namun tidak memungkinkan dikarenakan partisipan P1 dan

P2 masih bergantung pada orang tuanya. Sedangkan, partisipan P3 memilih untuk

tinggal di sebuah kontrakan untuk menghindari tempat terjadinya kekerasan atau

menghindari kontak dengan pelaku kekerasan.

Berdasarkan hasil penelitian di atas partisipan P1, P2, P3 memenuhi 3

kriteria gejala trauma, yaitu mengalami secara langsung peristiwa kekerasan,

intrusive symtoms, avoidance. Dengan demikian, partisipan P1, P2, P3 mengalami

trauma psikologis setelah mendapatkan kekerasan fisik dan verbal oleh orang tua

pada masa kanak-kanak.

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan gejala-gejala post traumatic

stress disorder yang dialami oleh remaja yang pernah mengalami trauma

kekerasan oleh orang tua pada masa kanak-kanak. Peneliti akan menggunakan 4

gejala utama PTSD berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder (DSM-V, 2013) yang terdiri dari intrusive re-experiencing, avoidance,

negative ateractions in mood and cognition, arrousal, kehilangan minat pada

kegiatan yang pernah diminati dengan durasi pada setiap gejala minimal bertahan

1 bulan.

Gejala – gejala post traumatic stress disorder

Intrusive Re-experiencing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Intrusive Re-Experiencing adalah selalu kembalinya peristiwa traumatis

dalam ingatan penderita. Dalam penelitian ini gejala dari Intrusive Re-

Experiencing. yang muncul pada seluruh partisipan (P1, P2, P3) adalah individu

mengalami flashback atau ingatan yang tidak diinginkan yang sifatnya

mengganggu yang datang berulang. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut :

Flashback atau merasa mengalami kembali peristiwa


P1 : Bukan pernah lagi kak, tapi sering banget sampai sekarang, tiap aku liat
dia, aku inget, tiap aku bengong aku inget, kebayang dah waktu dulu tiap aku
liat yang berhubungan dengan kekerasan di tv pasti aku inget dan sering
kak.sampai sekarang (baris 178-180)
P2 : keinget kejadian waktu kecil tanpa kasih sayang, lewat mimpi sih
seringnya ngerasa balik kecil dan kayak digituin lagi terus nangis dan sekali
aku udah nangis kak susah berhentinya misal udah berhenti terus aku
bengong lagi nangis lagi, terus aku alihkan ke aktivitas lain tapi tiba-tiba liat
bapakku aku nangis lagi.Dari pertama dan ampe sekarang masih sering gini
(baris 72-74)
P3 : pernah gak terlalu sering tapi sampai sekarang kalau misalnya ada
masalah baru nih dan aku tiba tiba punya masalah, ingat dah aku lama lama.
bengong terus tiba tiba keinget lagi kayak flashback dah (baris 319-320)
Berdasarkan penelitian di atas partisipan P1, P2, P3 mengalami flashback

atau kilas balik peristiwa yang rata-rata diawali dengan teringat akan kejadian

traumatis yang muncul oleh adanya masalah yang sedang dihadapi atau sedang

melamun. Gejala ini mulai dirasakan setelah mengalami kekerasan fisik dan

verbal hingga saat ini.

Selain mengalami flashback, seluruh partisipan juga mengalami

nightmares mengenai peristiwa kekerasan yang dapat dilihat dari kutipan

berikut :

Nightmares (mimpi buruk mengenai peristiwa tersebut berulang)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

P1 : jujur ya, dulu aku sering banget banget mimpi nangis karena
dimarahin.Sampai sekarang aku masih mengalami. Di mimpi aku dimarah
aku kerennya sih bisa ngelawan di mimpi aku marahin balik, aku katain tapi
di mimpi aku gak mampu bicara aku gak bisa ngomong kak aku bisu aku
nangis karena aku bahkan gak berdaya meskipun di mimpi, aku capek paham
gak si. (baris 169-174)
P2 : Iya kak mimpiin pas kecil kayak gitu lagi, terus di mimpi nangis eh aku
nangis beneran. dari awal dapat kekerasan sampai bisa dibilang baru waktu
ini aku alami. Tapi akhir-akhir ini aku malah kalau lagi kepikiran ya aku
gabisa tidur sama sekali kak. (baris 94-95)
P3 : Kalo soal lamanya sih dari beberapa saat setelah mengalami kekerasan
sampai.. baru minggu lalu aku mimpi, ini mah sering aku mimpinya malah
mereka minta maaf, maksudnya melas melas gitu loh , memohon untuk
dibunuh segera " bunuh cepat aku bunuh cepat " (baris 326-330)
Pada penelitian ini seluruh partisipan P1, P2, P3 mengalami nightmares

mengenai peristiwa kekerasan yang kembali mereka alami melalui mimpi.

Partisipan P1 dan P2 menangis ketika mengalami nightmares sedangkan pada

partisipan P3 jutru lebih sering memimpikan pelaku kekerasan memohon untuk

dibunuh atau meminta maaf kepada partipan P3. Durasi dari kemunculan gejala

lebih dari 1 bulan dikarenakan mulai dirasakan ketika awal mendapatkan

kekerasan hingga saat ini.

Berdasarkan penelitian di atas partisipan P1, P2, P3 mengalami gejala

Intrusive Re-Experiencing yang ditandai dengan adanya flashback atau kilas

balik peristiwa yang muncul pada seluruh partisipan P1, P2, P3 dan munculnya

gejala nightmares atau mimpi yang berhubungan dengan kejadian traumatis yang

dialami oleh seluruh partisipan. Masing – masing gejala dialami selama lebih dari

1 bulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Avoidance

Individu dapat dikatakan mengalami gejala avoidance apabila individu

menolak benda atau peristiwa yang berhubungan dengan trauma, berusaha

menghindari tempat dan perasaan yang berhubungan dengan trauma. Dalam

penelitian ini gejala dari avoidance yang muncul pada seluruh partisipan (P1, P2,

P3) adalah partisipan mencoba menghindari berfikir, merasakan, atau percakapan

yang berhubungan dengan peristiwa traumatis yang dapat dilihat dari kutipan

berikut :

Menghindari berfikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan

peristiwa traumatis

P1 : Menghindari pembicaraan mengenai itu sih tergantung siapa yang


nanya kak soalnya aku susah percaya ama orang lain aku gak suka orang
lain tu menilai aku dari sebuah cerita, aku gak suka dikasihani. Tapi aku
kadang emang pengen cerita kayak sekarang, gimana ya susah jelasin aku
gamau inget atau bahas itu, tapi aku pengen punya tempat cerita yang tepat,
aku menghindar kalau ada yang nanya soal lukaku. Ya ini biasanya muncul
kalo aku lagi banyak pikiran dan ampe sekarang sih. (baris 186-187)
P2 : Sering sih kak, malah semasih aku sadar pasti aku menghindar ya
sampai detik ini berarti misalnya aku hindari yang mudah memancingku
untuk berpikiran kesana kayak menghindari keramas diguyur, menghindari
inget dengan sendirinya, kayak beda gitu lo kak, aku cerita kayak gini aku
inget tapi ada perasaan dimengerti, disayangi, diperhatikan tapi ketika aku
lagi stress dan tiba-tiba inget tu rasanya menyakitkan aku gatau gimana
jelasinnya tapi beda, beda banget. (baris 132-135)
P3 : gak aku itu menerima sepenuh hati aku malah pengen cerita sama orang
yang benar benar cuma ngedengerin gak ngejudge, makanya aku udah
berencana nyari psikolog udah gak tahan deh kayaknya ada hypnoterapi di
celuk mau kesana siapa tau aku ga nyakitin orang gak jadi jadi sampai
sekarang kenapa enggak ? gak tahu, aku gak tau aku bermasalah gak (baris
311-317)
Berdasarkan penelitian di atas partisipan P1, P2 mengalami gejala

menghindari berfikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

peristiwa traumatis namun hal ini bergantung pada siapa yang memulai atau

menanyakan percakapan tentang peristiwa traumatis. Hal ini dikarenakan seluruh

partisipan tidak mudah percaya dengan orang lain dan tidak ingin dinilai dari

sebuah cerita, namun sebenarnya partisipan P1, P2 dan P3 membutuhkan orang

yang dapat dipercaya untuk dapat berbagi cerita mengenai kejadian traumatis

yang mereka alami sehingga partisipan merasa diterima oleh lingkungannya.

Selain menghindari berfikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan

dengan peristiwa traumatis, partisipan juga mengalami gejala menghindari tempat,

kejadian atau orang yang mengingatkan pada kejadian traumatis yang dapat

dilihat dari pernyataan berikut :

Menghindari tempat, kejadian atau orang yang mengingatkan pada kejadian

traumatis

P1 : Kalau mengindari tempat sih gak mungkin, mustahil, aku masih tinggal
di rumah itu ya walaupun pengen. Aku berusaha semiinimal mungkin
berinteraksi ama bapakku, seminimal mungkin diem di rumah biar gak
ketemu ama dia. Ya bisa dibilang aku hindari kontak ama dia sampai
sekarang jelas (baris 188-189)
P2 : Tapi aku menghindari kamar mandi itu, meskipun udah direnovasi tapi
aku benci kamar mandi itu percaya atau enggak tapi aku gapernah masuk
kamar mandi tempat aku diguyur dulu dari dulu ampe sekarang. aku ada 2
kamar mandi meskipun terpaksa aku sakit perut semenjak kejadian itu,
sekalipun aku gapernah mandi disana, atau masuk kesana titik. (baris 137-
139)
P3 : iyaa sangat , aku itu males banget pulang ke rumah gianyar malas
banget ohh gitu sekarang kamu tinggal di? di kost yaa karena pas kalau ada
acara sembahyang misalnya atau apa kan kita pulang , pulang pasti ngumpul
kan itu adalah momen dimana aku benar benar gak ingin ada disana ngerti
gak sih momen dimana aku malas injek kaki disana aku mau injekin kaki kalo
mereka udah gak ada , aku mau diem dirumah itu kan aku suruh diam disana
nungguin nenekku karena nenekku udah sakit sakitan , terus kakek juga sama
aku bilang aku gamau (baris 342-35)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Berdasarkan penelitian di atas partisipan P1, P2, P3 mengalami gejala

avoidance yang ditandai dengan adanya gejala mengindari berfikir, merasakan,

atau percakapan yang berhubungan dengan peristiwa traumatis yang diarasakan

oleh partisipan P1, P2 dengan durasi yang lebih dari 1 bulan sedangkan partisipan

P3 menerima dengan sepenuh hati perasaannya dan ingin megakhiri sehingga

tidak ada lagi yang merasakan yang ia rasakan. Seluruh partisipan merasa

membutuhkan orang yang dapat dipercaya untuk menjadi tempat bercerita

mengenai pengalaman traumatis yang mereka alami namun partisipan sulit untuk

percaya pada orang lain. Gejala menghindari tempat, kejadian atau orang yang

mengingatkan pada kejadian traumatis dirasakan oleh partisipan P1, P2, P3 namun

pada partisipan P1 dan P2 mereka tidak dapat menghindari tempat terjadinya

kekerasan karena mereka masih bergantung pada orang tua, sedangkan partisipan

P3 memilih untuk meninggalkan rumah dan tinggal sendiri. Durasi dari gejala ini

cukup panjang karena dirasakan dari awal peristiwa traumatis hingga saat ini.

Negative ateractions in mood and cognition

Individu mengalami perubahan negatif pada cara berpikir dan mood yaitu

penyimpangan secara persisten. Dalam penelitian ini gejala dari Negative

ateractions in mood and cognition yang muncul pada seluruh partisipan (P1, P2,

P3) adalah pikiran negatif tentang orang lain, diri sendiri, lingkungan bahkan

dunia. Partisipan merasa tidak percaya diri dan sering berpikir bahwa orang lain

sedang membicarakannya atau sedang berpikiran negatif tentang partisipan. Hal

ini dapat dilihat dalam pernyataan berikut :

Pikiran negatif tentang orang lain, diri sendiri, lingkungan dan dunia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

P1 : Hmm.. ke diri sendiri iya ke orang lain emm.. kadang ke dunia kadang
tapi intensitasnya itu lumayan sering terutama ke diri sendiri, aku punya
masalah ama kepercayaan diriku well aku liat diriku buruk, bodoh. tapi
kadang aku ngerasa kok kayaknya orang lain ngomongin aku ya, aku salah
apa, udah deh insecure dan gamau keluar rumah. Berapa lama ngerasa
kayak gitu? Rata-rata yang aku omongin pasti kurasain ampe sekarang kak
(baris 246-251)
P2 : Aku sampai sekarang entah kenapa gapernah ngerasa percaya diri gitu
kak. Aku tu ngerasa bodoh banget jadi manusia, ngerasa malu, ngerasa jelek,
ngerasa gak guna, ngerasa gak ada yang mau sama aku. Aku gak suka di
keramaian kak, aku takut diliatin, aku ngerasa mereka bakal jahat mereka
bakal mikir buruk tentang aku. Aku sensitive banget kak. Sampai aku di cap
baperan sama temenku, karena aku kayak trauma denger omongan bodoh
atau kasar kasar. sekali aku denger omongan kayak gitu dari temen aku pasti
langsung nangis. (baris 62-69)
P3 : Iya aku ngerasa gak pede terus kalau orang lain udah bisik-bisik pasti
ngomong yang jelek tentang aku padahal belum tentu, gila yang ini ganggu
banget. Dari kapan sampai kapan? Sampai sekarang dan aku temen yang
tau aku pasti langsung bilang ke aku kalo mereka gak ngomongin aku. Aku
benci pikiran negatif ku. (baris 414-417)
Partisipan yang mengalami kekerasan verbal cenderung mengalami pikiran

yang negatif mengenai diri sendiri karena mereka mengingat perkataan dari

pelaku kekerasan sejak kecil. Partisipan P1, P2, P3 sering berpikir bahwa diri

mereka buruk, bodoh, jelek dan sulit untuk percaya diri. Partisipan juga merasa

setiap orang yang melihatnya sedang berpikiran negatif tentang partisipan. Salah

satu partisipan (P1) sering merasa tidak aman ketika berada di keramaian karena

merasa orang lain akan jahat kepadanya

Selain memiliki pikiran negatif tentang orang lain, diri sendiri dan dunia,

seluruh partisipan kesulitan untuk membangun sebuah hubungan dekat yang

diakibatkan oleh kesulitan untuk percaya pada orang lain. Hal ini dapat dilihat dari

pernyataan berikut :

Kesulitan mempertahankan hubungan dekat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

P1 : Bukan sulit mempertahankan tapi sulit membangun hubungan dekat sih


lebih tepatnya yang kurasain, tapi sekalinya ada aku gamau lepasin, aku jaga
hubunganku. Eh tapi, aku menghindari juga, aku gamau terlalu deket sama
orang lain takut aku dimanfaatin atau diomongin biasanya kan gitu. Aku
gatau sejak kapan aku ngerasa gini tapi aku berusaha jaga jarak aman aja
dalam berelasi sepertinya ku gak butuh temen banyak. Ini berapa lama kamu
rasakan? sampai sebulanan gitu gak? Lebih kak (baris 251-255)
P2 : Ya karena ama yang ngelahirin aku aja aku benci dan gak percaya,
apalagi sama orang lain. sampaii saat ini aku berusaha pelihara
kepercayaan temanku Jadi kalo kesulitan sih enggak tapi aku berusaha
sebisaku karena aku gabisa percaya sepenuhya sama orang lain. Berapa
lama? lebih dari sebulan?Lah iya udah lama banget, kalo bisa dibuang mah
kubuang aja pikiran gini.
P3 : Hmm agimana ya, enggak sih walau kadang kesulitan, aku orang yang
sudah disakitin di keluarga , jadi aku tu nyari keluarga diluar misalnya aku
ni orangnya kek gini. Jadi sulit karena aku gamau kecewain mereka jd aku
siksa diri buat bantu mereka (baris 241-244)
Seluruh partisipan P1, P2, P3 cenderung merasa kesulitan untuk

membangun hubungan dekat yang diakibatkan oleh kekerasan yang dialami

karena keluarga adalah orang terdekat dari anak. Partisipan sulit untuk percaya

kepada orang lain sehingga sulit untuk membangun hubungan dekat, namun

ketika berada dalam sebuah hubungan partisipan justru berusaha sebaik mungkin

untuk menjaga hubungan mereka. Hal ini dikarenakan partisipan mencari sosok

keluarga di lingkungan luar sehingga partisipan tidak ingin kehilangan sosok

keluarga lagi. Partisipan P3 selalu berusaha membantu temannya meskipun

partisipan sendiri harus menyiksa dirinya karena tidak ingin mengecewakan

temannya. Durasi dari gejala yang mereka rasakan lebih dari 1 bulan karena masih

dirasakan hingga saat ini.

Tanda – tanda Negative ateractions in mood and cognition yang muncul

pada seluruh partisipan (P1, P2, P3) adalah merasa terlepas dari keluarga karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

keluarga justru yang menjadi pelaku dari kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari

pernyataan berikut :

Merasa terlepas dari keluarga

P1 : Lepas dari orang tua aja karena aku gak ngerasa juga diperlakukan
seperti anak aku hidup di rumah rasa ngekost. Berapa lama ngerasain gejala
ini? sampai detik ini (baris 257-258)
P2 : Keluarga iya, teman enggak sih soalnya kan aku gak ada masalah ama
teman paling aku menghindar karena males, tapi kalo keluarga kan emang
aku menderita Berapa lama ngerasain gejala ini? dari hmm kayaknya dari
awal dah gini ampe saat ini (baris 149-150)
P3 : iyaa aku gak anggep mereka keluarga, karena selama ini aku dilahirin
bukan sebagai anak individu dong, aku cuma lahir sebagai mesin pencetak
uang yang kalian besarkan, kasarnmya sapi lah udah besar kualitas
dagingnya bagus dipotong bisa buat makan mereka dan bisa isi perut mereka
kayak gitu. Berapa lama ngerasain gejala ini? dah dari dulu ni ampe gini
gede (baris 70-76)
Seluruh partisipan P1, P2, P3 merasa terlepas dari keluarganya sendiri

karena kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh orang tua mereka.

Partisipan P1 dan P3 merasa tidak diperlakukan sebagai anak dan partisipan P2

merasa menderita karena keluarganya sendiri. Durasi dari kemunculan gejala

adalah lebih dari 1 bulan karena masih dirasakan hingga saat ini.

Selain merasa terlepas dari keluarga tanda dari negative ateractions in mood

and cognition yang muncul pada seluruh partisipan (P1, P2, P3) adalah merasa

putus asa tentang masa depan mereka. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut

Putus asa tentang masa depan

P1 : Pernah tapi ini biasanya muncul kalo aku lagi galau kak, kalau udah
galau aku gak ngrasa punya siapa-siapa atau kalau aku gagal melakukan
sesuatu sesuai ekspektasiku, aku pasti langsung ngerasa aku gak guna gabisa
apa-apa dan masa depan suram (259-260)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

P2 : Pernah pas aku masih dapat kekerasan terutama kalau sekarang cuman
ketika aku diungkit lagi emosinya sama orang tua. kalo udah dibikin kayak
gitu, udah gabisa mikir masa depan maunya mati (baris 150-152)
P3 : Iyalah kamu pikir aja punya orang tua kayak gitu, bisa jadi panutan
kagak, gimana coba masa depanku, ini aja kalo misalnya aku kerja dan gak
dapet pasti aku ngerasa masa depanku gak ada (baris 80-81)
Partisipan P1, P2, P3 pernah merasa putus asa tentang masa depan mereka

namun saat ini gejala ini hanya muncul ketika partisipan sedang merasa tidak

percaya diri atau sedang menghadapi suatu masalah.

Tanda – tanda negative ateractions in mood and cognition adalah masalah

memori, namun seluruh partisipan tidak mengalami masalah dalam memori

mereka. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut :

Masalah memori

P1 : Sama sekali enggak, aku inget tiap detail yang aku alamin makanya
dendam (baris 262)
P2 : Enggak deh kayaknya aman aja (baris 154)
P3 : Ini namanya bukan susah mengingat tapi susah melupakan kalo bisa
lupa bakal kulupain (bari 83)
Seluruh parisipan P1, P2, P3 tidak mengalami masalah dalam memori,

mereka masih bisa mengingat detail peristiwa kekerasan yang mereka alami yang

justru sangat sulit untuk mereka lupakan. Partisipan tidak kesulitan dalam

mengingat jutru partisipan sulit untuk melupakan peristiwa yang membekas dalam

pikiran mereka.

Selain sulit untuk melupakan peristiwa kekerasan yang dialami, tanda lain

yang muncul adalah kehilangan minat pada kegiatan yang pernah diminati dulu,

namun tanda ini hanya muncul pada partisipan P1. Sedangkan partisipan P3 justru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

tidak mengetahui minatnya karena hanya mengikuti perkataan orang tuanya. Hal

ini dapat dilihat dari pernyataan berikut :

Kehilangan minat pada kegiatan yang pernah diminati

P1 : Hobbyku gambar tapi aku suka banget yang berhubungan ama dokter
dokteran cita citaku itu kak, cuman aku dah gak minat karena kata bapakku
ngapain sekolah mahal-mahal kan aku bodoh. Kalau gambar aku udah gak
mau gambar karena semua gambarku waktu Sd dirobek katanya gak guna
banget menggambar. Aku dah gapernah lagi gambar sampai sekarang. (baris
191-196)
P2 : Hmm.. aku suka masak kak, tapi aku masih masak kok sampai sekarang.
Kalau kehilangan minat sih kayaknya enggak kak (baris 100-101)
P3 : iyasih karena aku harus melakukan sesuatu sesuai perintah mereka jadi
bahkan aku gak tau minat ku kemana karena aku sapi perah (baris 355)
Partisipan P1 merasa kehilangan minatnya dalam menggambar padahal

waktu kecil partisipan memiliki hobi menggambar, namun dilarang oleh orang

tuanya sehingga P1 tidak pernah menggambar lagi. Partisipan P3 justru tidak

mengetahui hal yang diminati karena P3 merasa hanya mengikuti hal yang

diperintahkan oleh orang tuanya. Sedangkan, partisipan P2 tidak mearsa

kehilangan pada minatnya dalam memasak.

Berdasarkan penelitian di atas partisipan P1, P2, P3 mengalami gejala dari

negative ateractions in mood and cognition yaitu pikiran negatif tentang orang

lain, diri sendiri, lingkungan bahkan dunia. Partisipan P1, P2, P3 juga mengalami

gejala putus asa tentang masa depan, biasanya gejala ini muncul ketika partisipan

berada dalam suasana hati yang buruk atau ketika teringat akan peristiwa

kekerasan yang mereka alami. Selain itu, partisipan P1, P2, P3 juga merasakan

gejala terlepas dari keluarga khususnya orang tua namun tidak merasa terlepas

dari teman. Partisipan P1, P2, P3 tidak mengalami masalah dalam memori atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

mengingat aspek penting dari peristiwa kekerasan yang mereka alami, justru

ketiga partisipan mengalami kesulitan untuk melupakan peristiwa kekerasan yang

pernah dialami. Partisipan P1,P2, P3 juga tidak mengalami masalah dalam

menjaga hubungan dekat, mereka berusaha untuk mempertahankan hubungan

dekat karena tidak ingin kehilangan sosok keluarga lagi yang mereka dapatkan

dari teman. Partisipan P1 merasakan gejala kehilangan minat terhadap aktivitas

yang disukai, Partisipan P2 tidak merasakan gejala kehilangan minat, sedangkan

partisipan P3 justru tidak mengetahui minatnya terhadap suatu hal dikarenakan

selama ini P3 hanya diperbolehkan mengikuti sesuai perintah dan keinginan orang

tuanya tanpa mengetahui minatnya terhadap suatu hal. Durasi pada setiap gejala

bertahan selama lebih dari 1 bulan.

Arrousal

Individu dapat dikatan mengalami arrousal apabila individu mengalami

kesadaran berlebihan akan suatu hal. Dalam penelitian ini gejala dari arrousal

yang muncul pada seluruh partisipan (P1, P2, P3) adalah sensitivitas meningkat

sehingga partisipan mudah kaget, mudah marah dan merasa ketakutan. Hal ini

dapat dilihat pada pernyataan berikut :

Sensitivitas yang meningkat mudah kaget, mudah marah atau ketakutan.

P1 : Iya aku sensitif, sebenernya aku tahan tahan marahku tapi sekali aku
marah habis kak, aku bener-bener berlebihan dan biasanya karena aku dikasi
nada tinggi. Kalau terkejut iya banget, aku denger suara pecahan piring aku
langsung meringkuk sampe jongkok kak, sumpah.. Berapa lama ngerasain
itu? Dari dia mulai doyan pecahin piring di rumah, sampai sekarang and I
think it’s getting worse karena aku gak ngerasa membaik malah aku jadi
makin sensitif (baris 236-243)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

P2 : Semenjak sering dimarahin dulu sampai sekarang aku takut denger


orang marah kakak tau gak sih kadang karena takut aku sampai ngedrop dan
bener-bener mual pernah sampai muntah karena aku kepikiran. Kalau lagi
cemas tu berlebihannya ampe ganggu aktivitasku banget dan sama sekali gak
bisa aku kendalikan atau atur. Jujur ini paling nyiksa aku, ada orang teriak
aja aku kaget ampe deg degan ampe lutut kaki lemes, tangan gemeteran,
keringet dingin. (baris 107-119)
P3 : ohh sangat , marah berlebihan iya, marah berlebihan terhadap orang
lain (baris 387)
Seluruh partisipan P1, P2, P3 merasa sensitif pada nada tinggi atau kalimat

kasar akibatnya mereka sampai merasa terganggu dalam aktivitas. Salah satu

partisipan (P2) merasakan gejala fisik seperti gemetar, detak jantung yang

berdetak cepat, mual, hingga muntah apabila sedang sensitif. Partisipan P3 juga

sering mengalami marah yang berlebihan semenjak mendapatkan kekerasan.

Durasi gejala mulai dirasakan setelah mendapatkan kekerasan fisik dan verbal

hingga saat ini, bahkan gejala ini diarasakan semakin parah oleh partisipan P1.

Tanda – tanda lain dari arrousal yang muncul adalah perilaku agresif yang

dirasakan oleh parisipan P3.

Perilaku agresif
P3 : pernah waktu dulu, makanya aku di rumah semua senjata tajam apapun
yang bisa berpotensi menciderai orang diilangin kayak kabel , kabel
telanjang itu udah dah hilang, tv gak boleh hidup, sendok, garpu , pisau itu
aku ga dikasi ke dapur sama sekali, pokokmya aku disuruh main hp main hp,
apa kek yang kamu mau mainin nonton bokep lah dikasi aku sama pacar
jadinya kecanduan ama film bokep. (baris 177-187)
Perilaku agresif yang dialami partisipan cenderung membahayakan orang

sehingga partisipan berusaha menghindari benda – benda yang berpotensi

menbahayakan dan mengalihkan perilaku agresif dengan menonton yang berbau

pornografi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Tanda – tanda lain dari arrousal yang muncul pada seluruh partisipan P1,

P2, P3 adalah kesulitan untuk tidur terutama tidur di malam hari.

Kesulitan tidur
P1 : Iya, kayaknya dulu parah banget kak, tapi sekarang kadang ya kalau lagi
galau emang jantung bawaannya kenceng, jadi emang kalau mau tidur harus
cari celah ngantuknya kecuali kecapean nangis terus ketiduran (baris 264-
265)
P2 : Gak tiap hari kak karena aku punya cara, aku usahain ketiduran bukan
karena mau tidur tapi gak sengaja ketiduran. Jadi sebisa mungkin aku
kondisinya emang lelap tidurnya. pil lelap udah gak mempan kak karena
pernah kupake buat coba bunuh diri hahaha (tertawa). (baris 121-122)
P3 : Ampe sekarang woy, aku tidurnya jam 3 gitu soalnya gatau malem itu
waktuku buat kepikiran si anjing. Tapi aku biasanya nonton bokep biar aku
rada capek gitu hahaha malu sebenernya cerita kayak gini jangan bilang ke
pur ya? (baris 213-215)
Seluruh partisipan sering mengalami kesulitan untuk tidur namun mereka

akan mudah tidur apabila mengalami kelelehan sehingga partisipan biasanya

menunggu hingga merasa mengantuk dan tertidur akibat kelelahan. Kesulitan

tidur masing sering dirasakan hingga saat ini namun tidak dirasakan setiap hari.

Selain kesulitan untuk tidur, seluruh partisipan juga merasa sulit untuk

berkonsentrasi akbat sering melamun atau ketika mengalami flashback peristiwa

kekerasan yang pernah dialami.

Sulit berkonsentrasi
P1 : hmm.. bukan kesulitan tapi gak bisa konsentrasi kadang kalau lagi kumat
nih tiba-tiba ngerasa cemas nah udah deh buyar. Seingetku sih.. mulai SD
pas aku dibilang jelek-jelek tu, tiap inget kalimatnya aku gabisa konsentrasi,
tapi ya aku pukul atau tampar pipi biar konsen hahaha (baris 183-184)
P2 : Kalau kayak gini aku lagi duduk atau kerja terus tiba-tiba bengong
kosong gitu sering kak, temenku yang bilang, jadi lagi ngobrol tiba-tiba diem
gitu bengong. Eh tapi kalau udah kayak gitu emang susah konsentrasinya sih
kayak orang idiot gak sih? (baris 156-157)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

P3 : ohh sering sampe sekarang mah kadang bengong tiba tiba ingat sering ,
kalo udah bengong kan gak konsen mulai dah dendam yang baru hari ini gitu
dah aku (baris 320-322)
Seluruh parisipan mengalami tanda dari gejala arrousal yaitu sulit

berkonsentrasi yang diakibatkan oleh flashback peristiwa kekerasan yang pernah

dialami atau partisipan sering sulit berkonsentrasi karena sering melamun.

Partisipan masih sering sulit berkonsentrasi hingga saat ini.

Tanda – tanda lain dari arrousal yang muncul adalah waspada berlebihan

yang muncul pada seluruh partisipan P1, P2, P3.

Waspada berlebihan terhadap suatu hal


P1 : Pokoknya isi kepalaku negatif dan aku cemas dan aku capek kayak gitu.
Aku takut dan cemas di lingkungan baru kak, bahkan aku buat belanja ke
toko sebelah tapi tokonya baru aku butuh waktu buat mikir berhari-hari.
(baris 200-205)
P2 : Suatu hal? aku lebay pada setiap hal. terutama lingkungan baru,
tubuhku kayak kasi sinyal kalau tempat ini gak baik, tempat ini harus
dihindari.(baris 159)
P3 : yaa aku jadi negatif thinking terus sama orang ada telfon pun aku bairin
smapai berhenti, misalnya aku tahu itu orang aman baru ku angkat ada
namanya gitu, kalau ada nama tante ku neneku kakeku bapakku gak aku
angkat, nah ada wa yang katanya menyakiti aku hapus kontaknya aku kirim
kontaknya ke ina suruh ina bales (baris 366-377)
ada orang ngetok pintu kost aku kira dah tu polisi, aku pikir aku ketahuan
merencanakan sebuah pembunuhan aku sembunyi dah , kalau ada yang ketok
terus aku ke wc dah padahal yang datang cuma tukang listrik (baris 389-394)
Partisipan P1 dan P2 mengalami waspada berlebihan ketika berada di

lingkungan baru dan merasa tidak aman. Partisipan P3 merasa waspada berlebihan

apabila ada telepon dari orang yang tidak dikenal, P3 tidak akan mengangkat

telepon dari sembarang orang. P3 juga merasa waspada ketika ada yang mengetok

pintu kamarnya dan merasa itu adalah polisi yang akan menangkapnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

Tanda – tanda lain dari arrousal yang muncul adalah respon berupa rasa

bersalah yang berlebihan.

Respon rasa malu yang berlebihan


P1 : Iya ini di jariku ada bekas kan kak, malu aku sebenarnya kak liat deh
(menunjukkan tangannya) sedih dan malu banget cacat ini kubawa seumur
hidup setiap liat ini aku jadi marah lagi karena tanganku cacat. (baris 89-90)
P2 : Yes, aku kek gitu. kamu liat kan aku gak pernah sekalipun pasang fotoku
di akun sosial mediaku. Aku coba upload foto begitu ada yang komen entah
komen bagus atau pujian aku langsung hapus fotonya. aku gak ngerti kenapa
aku ngerasa malu dan super gak percaya diri. (baris 161-162)
P3 : Iya, aku malunya tu tanpa alasan karena gak PD kali ya? soalnya aku
nempel ama ina, mau ngapain harus ada ina yang nemenin takut, malu (baris
405-406)
Partisipan P1 merasa malu yang berlebihan akibat kekerasan fisik yang

dialaminya menimbulkan bekas luka pada jarinya dan membuatnya merasa

memiliki cacat fisik yang dimiliki seumur hidup. Partisipan P2 merasa malu

berlebihan dan sampai saat ini malu untuk memasang fotonya di akun media

sosial. Partisipan P3 merasa malu dan takut berlebihan yang diarasakan hingga

saat ini yang diakibatkan oleh perasaan tidak percaya dirinya.

Berdasarkan penelitian di atas partisipan P1, P2, P3 mengalami tanda –

tanda dari gejala arrousal. Partisipan P1, P2, P3 memiliki sensitivitas yang

meningkat yang ditandai dengan mudah kaget, mudah marah dan ketakutan, pada

partisipan 3 terdapat perilaku agresi yang terkadang muncul secara tiba-tiba dan

dapat membahayakan orang lain. Partisipan P1, P2, P3 juga mengalami kesulitan

tidur, kesulitan tidur muncul terutama saat partisipan sedang menghadapi masalah

atau banyak pikiran, sehingga partisipan biasanya menunggu hingga merasa

mengantuk dan tertidur akibat kelelahan. Kesulitan tidur masing sering dirasakan

hingga saat ini namun tidak dirasakan setiap hari. Gejala sulit berkonsentrasi juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

dialami oleh partisipan P1, P2, P3, namun biasanya diawali dengan melamun

secara tiba-tiba meskipun sedang melakukan aktifitas setelah itu mereka akan

kesulitan berkonsentrasi. Gejala waspada berlebihan dialami oleh partisipan P1,

P2, P3 diantaranya waspada berlebihan terhadap lingkungan baru yang dialami

oleh partisipan P1, P2. Pada partisipan P3 gejala yang muncul adalah waspada

terhadap telepon dari orang yang tidak dikenal dan waspada berlebihan ketika ada

yang mengetok pintu kamarnya. Gejala seperti respon malu yang luar biasa

dialami oleh partisipan P1, P2, P3, pada partisipan P1 ia merasa malu yang luar

biasa diakibatkan oleh cacat yang dialami akibat kekerasan fisik yang dilakukan

oleh orang tuanya. Partisipan P2 merasa malu berlebihan dan sampai saat ini malu

untuk memasang fotonya di akun media sosial. Pada partisipan P3 mengalami rasa

malu diakibatkan oleh rasa tidak percaya diri yang besar. Durasi dari setiap gejala

adalah lebih dari 1 bulan.

Pembahasan

Pada bagian ini peneliti akan membahas temuan trauma gejala – gejala

PTSD dan trauma psikologis yang dialami oleh remaja setelah mendapatkan

kekerasan oleh orang tua pada masa kanak – kanak. Peneliti juga akan membahas

mengenai bentuk – bentuk kekerasan oleh orang tua yang dialami oleh remaja

pada masa kanak – kanak secara umum untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Selain itu, peneliti akan membahas mengenai kekuatan dan kelemahan penelitian

ini serta memberikan interpretasi berdasarkan hasil penelitian dengan

membandingkan dengan penelitian sebelumnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Pengalaman kekerasan pada masa kanak- kanak merupakan peristiwa

traumatis yang dapat menimbulkan trauma psikologis. Adapun bentuk – bentuk

kekerasan yang diterima oleh partisipan pada masa kanak – kanak yaitu kekerasan

fisik seperti memukul, menampar, menjewer, dipukul dengan penggaris, dan

mencubit. Selain itu salah satu partisipan P1 menerima kekerasan fisik hingga

menimbulkan bekas luka pada tangannya. Sesuai dengan penelitian (Solihin,

2004) yang menyatakan bahwa kekerasan fisik merupakan tindakan yang

dilakukan untuk melukai fisik anak yang dapat menimbulkan bekas luka ataupun

tidak. Selain itu, partisipan lebih sering menerima kekerasan verbal dengan

penggunaan kata – kata kasar seperti penggunaan kata bodoh, anak tidak berguna,

jelek, serta dibandingkan dengan anak dari keluarga lain. Partisipan P3 juga

mengalami kekerasan verbal berupa ancaman jika tidak menuruti perintah orang

tuanya. Kekerasan fisik dan verbal dialami sejak SD dan berlangsung cukup lama,

terutama kekerasan verbal yang dialami hingga SMP. Pada saat menerima

kekerasan mulai timbul perasaan sedih dan marah yang kemudian menimbulkan

gejala – gejala trauma psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa trauma psikologis

memiliki dampak yang dapat langsung dirasakan segera setelah mengalami

peritiwa traumatis seperti kekerasan oleh orang tua (Hatta, 2016).

Secara umum gejala – gejala trauma psikologis terbagi menjadi 3 gejala

utama. Gejala yang pertama yaitu, mengalami secara langsung peristiwa

kekerasan dan menimbulkan respon terhadap kejadian berupa rasa takut yang

sangat kuat, rasa tidak berdaya saat mengalami kekerasan (Hatta, 2016). Dalam

penelitian ini rasa takut muncul pada keseluruhan partisipan dengan bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

kekerasan yang berbeda. Partisipan P1, P2, cenderung menangis sebagai bentuk

dari rasa takut yang sedang dialami, namun pada partispan P3 ia cenderung diam

dan menahan tangis karena tidak diijinkan untuk menangis dan jika menangis ia

akan menerima kekerasan lagi oleh orang tuanya. Gejala yang kedua yaitu

intrusive symtoms yang ditandai dengan flashback yaitu kilas balik peristiwa

traumatis (Hatta, 2016). Pada penelitian ini gejala intrusive symtoms partisipan

sering mengalami flashback terutama di dalam mimpi dan melamun. Selain itu

partisipan P1, P2, P3 juga mengalami kesulitan untuk berkonsetrasi. Gejala yang

ketiga yaitu avoidance yang juga dirasakan oleh ketiga partisipan. Partisipan P1,

P2, P3 berusaha menghindari benda, perasaan dan hal – hal yang mampu

mengingatkan kembali pada peristiwa kekerasan. P3 juga memilih untuk

menghindari rumah yang menjadi tempat ia mengalami kekerasan, P3 hingga saat

ini tinggal di sebuah kost yang jauh dari rumah aslinya. Seluruh partisipan

mengalami seluruh gejala dari trauma psikologis, penelitian ini sejalan dengan

penelitian (Wardhani & Lestari, 2006) yang menyatakan bahwa ketika seseorang

mengalami kekerasan baik secara fisik maupun psikologis maka kejadian tersebut

akan menjadi trauma yang mendalam terutama pada anak – anak dan remaja.

Gejala trauma psikologis yang dirasakan lebih dari 1 bulan dan

menimbulkan gejala – gejala lain yang mengganggu perilaku maka individu

tersebut dapat dikatakan memiliki gejala PTSD. Gejala post traumatic stress

disorder muncul pada seluruh partisipan. Berdasarkan Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorder (DSM-V, 2013) gejala post traumatic stress disorder

yang muncul dalam penelitian ini adalah intrusive re-experiencing, avoidance,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

negative ateractions in mood and cognition, arrousal, dengan durasi pada setiap

gejala minimal bertahan 1 bulan.

Gejala intrusive re-experiencing dialami oleh seluruh partisipan yang

ditandai dengan mengalami flashback dan nightmares. Berdasarkan penelitian di

atas partisipan P1, P2, P3 mengalami flashback atau kilas balik peristiwa yang

rata-rata diawali dengan teringat akan kejadian traumatis yang muncul oleh

adanya masalah yang sedang dihadapi atau sedang melamun. Partisipan P1, P2,

P3 juga sering mengalami nightmares, pada partisipan P3 ia sering memimpikan

pelaku kekerasan yang memohon kepadanya untuk diampuni. Hal ini

menunjukkan bahwa mimpi buruk yang mereka alami berhubungan peristiwa

traumatis yang pernah mereka alami (Hatta, 2016). Gejala intrusive symtoms

mulai dirasakan pada saat menerima kekerasan dan dirasakan hingga saat ini.

Gejala avoidance dialami oleh seluruh partisipan. Partisipan P1, P2, P3

mengalami gejala avoidance yang ditandai dengan adanya gejala mengindari

berfikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan peristiwa

traumatis yang dirasakan oleh partisipan P1, P2 dengan durasi yang lebih dari 1

bulan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wardhani & Lestari,

2006) bahwa partisipan akan mulai menghindari hal – hal yang dapat

mengingatkan kembali pada trauma yang pernah mereka alami. Akan tetapi,

dalam penelitian ini ditemukan bahwa meskipun menghindari percakapan

mengenai kekerasan namun seluruh partisipan mengaku lega apabila dapat

bercerita kepada orang yang dipercaya, sehingga dapat dilihat bahwa mereka tidak

menghindari percakapan mengenai peristiwa traumatis akan tetapi mereka hanya


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

sulit mempercayai orang lain untuk mau mendengarkan cerita mereka tanpa

menghakimi. Partisipan P1 dan P2 ingin menghindari rumah yang menjadi tempat

kekerasan namun tidak bisa dilakukan, sedangkan P3 memilih untuk tinggal jauh

dari rumah. Partisipan P1 berusaha meminimalisir untuk bertemu dengan ayahnya

yang menjadi pelaku kekerasan, P2 berusaha untuk menghindari kamar mandi

tempat ia mengalami kekerasan. Durasi pada gejala avoidance terjadi cukup

panjang karena dirasakan dari awal peristiwa traumatis hingga saat ini.

Gejala negative ateractions in mood and cognition dialami oleh seluruh

partisipan yang ditandai dengan pikiran negatif tentang orang lain, diri sendiri,

lingkungan bahkan dunia yang dialami oleh seluruh partisipan. Partisipan merasa

sulit untuk percaya dengan orang lain dan berpikir bahwa orang lain akan menilai

mereka dengan buruk, partisipan yang sering mendapatkan kekerasan verbal

cenderung berpikir negatif tentang diri sendiri. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh (Tentama, 2014) yang menyatakan bahwa remaja yang

mengalami gejala PTSD cenderung membutuhkan orang yang dapat dipercaya

untuk membantu mengatasi gangguan yang dialaminya, karena mereka cenderung

kurang percaya diri dan merasa orang lain menilai mereka secara buruk.

Gejala negative ateractions in mood and cognition lainnya adalah

merasakan putus asa mengenai masa depannya (Paramitha & Kusristanti, 2018),

pada penelitian ini partisipan P1, P2, P3 juga mengalami gejala putus asa tentang

masa depan, biasanya gejala ini muncul ketika partisipan berada dalam suasana

hati yang buruk atau ketika teringat akan peristiwa kekerasan yang mereka alami.

Selain itu, partisipan P1, P2, P3 juga merasakan gejala terlepas dari keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

khususnya orang tua namun tidak merasa terlepas dari teman-temannya. Hal ini

kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wardhani & Lestari, 2006)

yang menyatakan bahwa korban kekerasan akan mengalami gangguan sosial dan

cenderung merasa terlepas dari lingkungan termasuk dengan lingkungan

pertemanan mereka.

Gejala negative ateractions in mood and cognition menunjukkan adanya

masalah dalam memori, korban akan mengalami kesulitan dalam mengingat aspek

penting atau detail dari peristiwa traumatis, korban juga akan kesulitan untuk

mempertahankan hubungan dekat (Hatta, 2016). Akan tetapi, dalam penelitian ini

ditemukan bahwa partisipan P1, P2, P3 tidak mengalami masalah dalam memori

atau mengingat aspek penting dari peristiwa kekerasan yang mereka alami, justru

seluruh partisipan mengalami kesulitan untuk melupakan peristiwa kekerasan

yang pernah dialami. Partisipan P1, P2, P3 juga tidak mengalami masalah dalam

menjaga hubungan dekat, mereka berusaha untuk mempertahankan hubungan

dekat karena tidak ingin kehilangan sosok teman. Hal ini menjadi unik karena

dalam penelitian ini justru seluruh partisipan berusaha menggantikan sosok

keluarga dengan sosok teman dan seluruh partisipan sangat menjaga hubungan

dekat mereka dengan teman karena teman adalah keluarga bagi mereka. Meskipun

partisipan sulit membangun sebuah hubungan, namun ketika memiliki hubungan

dekat mereka akan sangat menjaga hubungan yang mereka miliki.

Gejala negative ateraction in mood and cognition lainnya adalah kehilangan

minat (American Psychiatric Association, 2020). Dalam penelitian ini P1

merasakan gejala kehilangan minat terhadap aktivitas yang disukai, Partisipan P2


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

tidak merasakan gejala kehilangan minat, sedangkan partisipan P3 justru tidak

mengetahui minatnya terhadap suatu hal dikarenakan selama ini P3 hanya

diperbolehkan mengikuti sesuai perintah dan keinginan orang tuanya tanpa

mengetahui minatnya terhadap suatu hal. Durasi pada setiap gejala bertahan

selama lebih dari 1 bulan.

Gejala arrousal dialami oleh seluruh partisipan yang ditandai dengan

sensitivitas yang meningkat, mudah kaget atau ketakutan sangat sering mereka

alami dan justru saat ini gejala ini semakin memburuk, partisipan 2 mudah kaget

jika mendengar suara teriakan, P1 mudah kaget ketika mendengar suara pecahan

piring karena ayahnya sering memecahkan piring saat marah, P3 mudah kaget saat

ada telepon dari orang yang ia tidak kenal karena ibunya sering menggunakan

nomer baru ketika memarahinya. Saat dalam ketakutan partisipan merasakan

jantung berdebar, partisipan 2 bahkan merasakan gejala kaki gematar hingga

muntah pada saat ketakutan. Hal ini sesuai dengan penelitian (Wardhani &

Lestari, 2006) yang mengatakan bahwa ketika remaja yang memiliki pengalaman

trauma kekerasan akan mengalami ketakutan dan serangan panik yang disertai

dengan gejala fisik berpa jantung berdebar, pusing, mual bahkan muntah.

Seluruh partisipan menjadi lebih sensitif dan mudah marah, pada partisipan

3 terdapat perilaku agresi yang terkadang muncul secara tiba-tiba akibat dari

amarah yang sering dipendamnya, P3 pernah mencoba ingin melukai orang tuanya

dengan senjata tajam. Partisipan P1, P2, P3 juga mengalami kesulitan tidur,

kesulitan tidur muncul terutama saat partisipan sedang menghadapi masalah atau

banyak pikiran, pada partisipan 3 kesulitan tidur dialami hampir setiap hari. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Anam, Martiningsih, & Ilus,

2016) yang menyatakan bahwa orang yang mengalami gejala PTSD akan diiringi

dengan ciri-ciri sensitivitas yang meningkat, mudah marah, sulit tidur dan sulit

berkosntrasi. Gejala sulit berkonsentrasi juga dialami oleh partisipan P1, P2, P3,

namun biasanya diawali dengan melamun secara tiba-tiba meskipun sedang

melakukan aktifitas setelah itu mereka akan kesulitan berkonsentrasi.

Gejala lainnya dari arrousal adalah waspada berlebihan dan respon berupa

rasa malu yang luar biasa (Hatta, 2016). Dalam penelitian ini gejala waspada

berlebihan dialami oleh partisipan P1, P2, P3. Waspada berlebihan terhadap

lingkungan baru dialami oleh partisipan P1, P2. Pada partisipan P3 gejala yang

muncul adalah waspada jika ada seseorang yang mengetok pintu kamarnya, ia

mengira itu adalah polisi yang akan menangkapnya karena merencanakan

pembunuhan terhadap orangtuanya. Gejala seperti respon malu yang luar biasa

dialami oleh partisipan P1, P2, P3, pada partisipan P1 ia merasa malu yang luar

biasa diakibatkan oleh cacat yang dialami akibat kekerasan yang dilakukan oleh

ayahya. Partisipan P2 dan P3 mengalami rasa malu diakibatkan oleh rasa tidak

percaya diri yang besar. Respon rasa bersalah yang luar biasa dialami oleh

partisipan P3 yang terjadi apabila ia melakukan kesalahan kecil. Durasi dari setiap

gejala rata-rata dirasakan dari awal mendapatkan kekerasan hingga saat ini bahkan

dirasakan semakin memburuk.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat diambil beberapa

kesimpulan mengenai bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh remaja pada

masa kanak-kanak, trauma psikologis yang dialami setelah mendapatkan

kekerasan dan gejala-gejala post traumatic stress disorder yang dialami oleh

remaja yang mendapatkan kekerasan oleh orang tua pada masa kanak-kanak.

Adapun kesimpulan penelitian sebagai berikut :

1. Bentuk – bentuk kekerasan yang muncul dari penelitian ini terdiri dari

kekerasan verbal dan fisik. Adapun bentuk kekerasan verbal yang muncul

dalam penelitian ini yaitu orang tua mengatakan bodoh, anak tidak

berguna, anak yang tidak dapat diandalkan, diberikan kata-kata kasar

dalam bahasa daerah, sering dimarah tanpa alasan yang jelas,

dibandingkan dengan anak lain. Bentuk kekerasan fisik yang muncul dalam

penelitian ini yaitu, orang tua memukul, menampar, mencubit, menyiram

anak dengan air, menjewer, melukai tangan anak dengan sengaja.

2. Seluruh partisipan mengalami trauma psikologis setelah mengalami

kekerasan pada masa kanak - kanak. Adapun gejala trauma psikologis yang

muncul dalam penelitian ini terdiri dari, mengalami secara langsung

peristiwa kekerasan, intrusive symtoms, avoidance. Peristiwa kekerasan

dialami secara langsung oleh seluruh partisipan. Adapun gejala dari

intrusive symtoms yang muncul dalam penelitian ini yaitu sering


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

mengalami flashback terutama di dalam mimpi dan ketika dalam lamunan,

serta sulit berkonsentrasi. Gejala avoidance yang paling sering muncul

adalah menghindari benda, perasaan dan hal – hal yang mampu

mengingatkan kembali pada peristiwa kekerasan.

3. Secara umum seluruh partisipan mengalami gejala - gejala post traumatic

stress disorder yang terdiri dari intrusive re-experiencing, avoidance,

negative ateractions in mood and cognition, arrousal, dengan durasi pada

setiap gejala minimal bertahan 1 bulan.

4. Gejala intrusive re-experiencing yang muncul dalam penelitian ini yaitu

flashback atau merasa seperti mengalami kembali peristiwa kekerasan dan

nightmares atau mimpi buruk mengenai peristiwa kekerasan.

5. Gejala avoidance yang muncul dalam penelitian ini yaitu gejala mengindari

berfikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan peristiwa

traumatis yang dialami oleh partisipan P1, P2 sedangkan partisipan P3

memilih untuk menghindari tempat yang berhubungan dengan peristiwa

kekerasan.

6. Gejala negative ateractions in mood and cognition yang muncul dalam

penelitian ini yaitu pikiran negatif tentang orang lain, diri sendiri,

lingkungan bahkan dunia, merasa sulit untuk percaya dengan orang lain

dan berpikir bahwa orang lain akan menilai mereka dengan buruk, merasa

terlepas dari keluarga khususnya orang tua namun tidak merasa terlepas

dari teman-temannya. Selain itu muncul perasaan putus asa tentang masa

depannya, biasanya gejala ini muncul ketika partisipan berada dalam


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

suasana hati yang buruk atau ketika teringat akan peristiwa kekerasan yang

mereka alami.

7. Gejala negative ateractions in mood and cognition yang tidak muncul

dalam penelitian adalah masalah memori dan kesulitan menjaga hubungan

dekat.

8. Gejala arrousal yang muncul dalam penelitian ini yaitu sulit untuk tidur,

sulit berkonsentrasi, waspada berlebihan, respon berlebihan terhadap suatu

hal, sensitivitas yang meningkat menjadi mudah marah, mudah kaget atau

ketakutan yang diiringin dengan gejala fisik seperti kaki gemetar, mual,

muntah yang sangat sering mereka alami dan justru dirasakan semakin

memburuk.

9. Gejala mulai dirasakan beberapa saat setelah mengalami kekerasan dan

dialami hingga saat ini. Durasi pada setiap gejala dialami lebih dari 1 bulan

bahkan bertahun-tahun dengan intensitas kemunculan yang tidak tentu.

Keterbatasan Penelitian

1. Peneliti kesulitan untuk menggali durasi pasti dari setiap gejala yang

muncul.

2. Peneliti kurang dapat menggali informasi durasi secara rinci dari

pengalaman kekerasan yang dialami pada masa kanak – kanak

3. Peneliti tidak dapat melakukan diagnosis dan hanya mengeksplorasi gejala

– gejala post traumatic stress disorder yang muncul pada remaja yang

pernah mengalami kekerasan oleh orang tua pada masa kanak – kanak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

Saran

Bagi Penelitian Selanjutnya

a. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dipilih partisipan yang memasuki tahan

perkembangan dewasa karena gejala PTSD dapat muncul bertahun – tahun

setelah mengalami trauma kekerasan pada masa kanak – kanak.

b. Dapat dipertimbangkan lagi pemilihan partisipan yang berkaitan dengan

kekerasan lain seperti kekerasan pengabaian dan kekerasan seksual.

c. Dapat dipertimbangkan menggunakan partisipan yang lebih banyak dan

lebih beragam latar belakangnya supaya data yang didapatkan semakin

kaya.

Bagi Praktisi Psikologi

Bagi praktisi psikologi, peneliti menyarankan agar lebih memperhatikan

perkembangan remaja, dalam hal ini remaja yang pernah mengalami kekerasan

oleh orang tua pada masa kanak – kanak. Hal ini penting karena terdapat banyak

dampak dari kekerasan yang terjadi di masa kanak – kanak yang dapat

menganggu perkembangan remaja.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

Bagi Orang tua

Diharapkan setelah membaca penelitian ini, orang tua dapat lebih bijak

dalam memberikan pengasuhan dan didikan pada anak agar tidak melakukan

tindak kekerasan yang dapat memberikan efek jangka panjang terhadap

perkembangan dari anak.

Bagi Individu yang Pernah Mengalami Kekerasan oleh Orang tua

Bagi individu khususnya remaja yang pernah mengalami kekerasan oleh

orang tua, peneliti menyarankan agar lebih menyadari perubahan-perubahan yang

dirasakan setelah mengalami kekerasan, sehingga dapat dilakukan terapi untuk

mengurangi dampak jangka panjang dari kekerasan oleh orang tua.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2020). Post Traumatic Stress Disorder.


Retrieved Agustus 01, 2020, from Psychiatry.org:
https://www.psychiatry.org/patients-families/ptsd/what-is-ptsd.

Anam, A. K., Martiningsih, W., & Ilus. (2016). Post-traumatic stress dissorder
pada penyitas erupsi gunung Kelud berdasarkan impact of event scale
revised (IES-R) di dukuh Kalibladak kecamatan nglegok kabupaten Blitar.
Jurnal Ners dan Kebidanan, 3 (1), 46-52
https://doi.org/10.26699/jnk.v3i1.ART.p046-052

Anam, C., Solichah, M., & Kushartati, S. (2018). Intervensi psikososial untuk
menurunkan PTSD dan meningkatkan resiliensi warga penyitas bencana
tanah longsor di Banjarnegara. Jurnal Psikoislamedia, 3 (1), 1-72.

Antasari, M. L. (2011). Peran dukungan sosial terhadap pertumbuhan pasca


trauma: Studi Meta Analisis . Jurnal Psikologi, 6 (1), 365-382.

Anty. (2020, 10 Januari). Kekerasan pada anak. Lokadata.


http://www.amp.lokadata.id/amp/2020-kekerasan-pada-anak-tak-menurun

Creswell, J. 2015. Penelitian kualitatif dan desain riset memilihi di antara lima
pendekatan. Pustaka pelajar

Dewanti, A., & Suprapti, V. (2014). Resiliensi remaja putri terhadap problematika
pasca orang tua bercerai. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan,
3 (3), 69-90.

Diana, R. (2016). Menghidupkan keberbakatan dan kreativitas anak. Jurnal


Psikologi Universitas Diponegoro, 3 (2), 1-17.

Fatimah, S. N. (2012). Dinamika konsep diri pada orang dewasa korban child
abuse. Jurnal Fakultas Psikologi, 1 (2), 1-18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Fijrina, D. (2012). Resiliensi pada remaja putri yang mengalami kehamilan tidak
diinginkan akibat kekerasan seksual. Jurnal Penelitian dan Pengukuran
Psikologi, 1 (1), 1-18. https://doi.org/10.21009/JPPP.011.08

Fitriana, Y., Pratiwi, K., & Sutanto, A. V. (2015). Faktor-faktor yang


berhubungan dengan perilaku orang tua dalam melakukan kekerasan
verbal terhadap anak usia pra-sekolah. Jurnal Psikologi Undip, 14 (1). 81-
93. https://doi.org/10.14710/jpu.14.1.81-93

Hatta, K. (2016). Trauma dan pemulihannya. Dakwah Ar-Raniry Press.

Huraerah, A. (2006). Kekerasan terhadap anak. fenomena sosial masalah kritis di


Indonesia. Nilansa.

Hurlock, E. B. (1992). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang


rentang kehidupan. Erlangga Khatimah.

KBBI. (2019). Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). kamus besar bahasa
Indonesia online: https://kbbi.web.id/kekerasan

KPAI. (2014, juni 25). Perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan
perkosaan dalam pemberitaan media massa. KPAI.
https://www.kpai.go.id/berita/artikel/perlindungan-hukum-terhadap-anak-
korban-kejahatan-perkosaan-dalam-pemberitaan-media-massa

Mardiyanti, I. (2014). Dampak trauma kekerasan dalam rumah tangga terhadap


perkembangan psikis anak. Jurnal Studi Gender dan Anak, 2 (1), 26-35.
https://doi.org/10.24260/raheema.v2i1.166

Margaretha, N. R. (2013). Trauma kekerasan masa kanak dan kekerasan dalam


relasi intim. Social Humaniora, 17 (1), 33-42.

Muthmainnah. (2014). Membekali anak dengan keterampilan melindungi diri.


Jurnal Pendidikan Anak, 3 (1), 443-451.
https://doi.org/10.21831/jpa.v3i1.3053
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Nawangsih, E. (2014). Play therapy untuk anak-anak korban bencana alam yang
mengalami trauma (Post traumatic stres disorder/PTSD). Jurnal Ilmiah
Psikologi, 3 (1). 164-178. https://doi.org/10.15575/psy.v1i2.475

Novi, (2018, 15 September). Kasus kekerasan melibatkan anak meningkat.


Nusabali.com. https://www.nusabali.com/berita/37831/kasus-kekerasan-
melibatkan-anak-meningkat

Novia, I. (2015). Kekerasan seksual terhadap anak: dampak dan penanganannya.


Jurnal Sosio Informa, 2 (1), 1-18.

Nugroho, W. B. (2012). Pemuda, bunuh diri, dan resiliensi: penguatan resiliensi


sebagai pereduksi angka bunuh diri di kalangan pemuda Indonesia. Jurnal
Studi Pemuda, 1 (1), 31-45.
https://doi.org/10.22146/studipemudaugm.32074

Papalia, O. S. (2002). Human development. 8th ed. McGraw-Hill.

Paramitha, R. G., & Kusristanti, C. (2018). Resiliensi trauma dan gejala


posttraumatic stres disorder pada dewasa muda yang pernah terpapar
kekerasan. Jurnal Psikogenesil 6 (2), 186-196.
https://doi.org/10.24854/jps.v6i2.701

Psychologymania. (2012, 12 Juli). Psychology mania menuju insight. Pengertian


kekerasan terhadap anak. Psychologymania.
https://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-kekerasaan-
terhadap-anak.html?m=1

Romi. (2015, 14 Juni). KPAI: Pelaku kekerasan terhadap anak tiap tahun
meningkat. Harian terbit.
http://www.harianterbit.com/hanterhumaniora/read/2015/06/14/32143/86/
40/KPAI-Pelaku-Kekerasan-Terhadap-Anak-Tiap-Tahun-Meningkat

Sandhi, P. (2012). Kekerasan terhadap anak dalam keluarga dalam perspektif


fakta sosial. Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi, 1 (1), 1-18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

Santrock, J. W. (2003). Adolescene perkembangan remaja edisi keenam.


Erlangga.

Sarwono, S. W. (1988). Psikologi remaja. CV. Rajawali.

Sisca, H., & Moningka, C. (2008). Resiliensi perempuan dewasa muda yang
pernah mengalami kekerasan seksual di masa kanak-kanak. Jurnal
Psikologi, 2 (1), 61-69.

Solichah, M. (2013). Assesment post traumatic stres disorder (PTSD) pada korban
perempuan korban perkosaan. Jurnal Humanitas, 10 (1), 88-102.
https://doi.org/10.26555/humanitas.v10i1.331

Solihin, L. (2004). Tindakan kekerasan pada anak dalam keluarga. Jurnal


Pendidikan. 3 (1), 109-139.

Sunardi. (2007). Gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder)
dalam perspekstif konseling. Jurnal GSPT. 1 (1), 1-17.

Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam


psikologi. Universitas Sanata Dharma.

Suyanto, B. (2010). Masalah sosial anak. Kencana.

Tentama, F. (2014). Dukungan sosial dan post traumatic stress disorder pada
remaja korban penyitas gunung Merapi. Jurnal Psikologi Undip, 13 (2),
133-138. https://doi.org/10.14710/jpu.13.2.133-138

Undang - Undang Republik Indonesia. (2002, October 22). Undang - undang


perlindungan anak nomer 23 tahun 2002. Undang - undang republik
Indonesia: http://www.pih.kemlu.go.id

Wahyuni, H. (2016). Faktor resiko gangguan stress pasca trauma pada anak
korban pelecehan seksual. Jurnal ilmiah kependidikan, 10 (1), 1-13,
https://doi.org/10.30595/jkp.v10i1.1076
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Wardhani, Y. F., & Lestari, W. (2006). Gangguan stres pascatruama korban


pelecehan seksual dan perkosaan. Pusat Pengembangan dan Penelitian
Sistem dan Kebijakan, Surabaya. 1 (1), 1-17.

Anda mungkin juga menyukai