Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI
“ANALISA PRODUK REKOMBINAN”

DOSEN :

Apt. Irvan Anwar, S. Farm., M. Farm

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II

1. DIMAS ISNU SAPUTRA O1A119078


2. WA ODE MUSLIFAH O1A119200
3. WA ODE ALIFYA RAMADANI O1A119198
4. RAHMADANI SYAFITRI SUKUR O1A119185
5. WAODE RESKI BAKRI O1A119202

PROGRAM STUDI S-1


FARMASI FAKULTAS
FARMASI UNIVERSITAS HALU
OLEO KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan
dan pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Ungkapan terima kasih juga tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pengajar mata kuliah
Bioteknologi Apt. Irvan Anwar, S. Farm., M. Farm beserta rekan serta semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Adapun penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah bioteknologi dan
juga untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca, terutama mahasiswa program sarjana
farmasi mengenai Analisa produk rekombinan.

Penulis pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis meminta maaf atas segala kekurangan dalam makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca.

Kendari, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
1.1 Latar Belakang......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................
1.3 Tujuan....................................................................................................................
1.4 Manfaat..................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Analisis berbasis protein
2.2 penentuan kadar, penentuan urutan asam amino
2.3 pemetaan peptida
2.4 Elektroforesis
2.5 western blot
2.6 Analisis berbasis DNA sekuensing hibridasi

BAB III PENUTUP.............................................................................................................


3.1 Kesimpulan..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sejak jaman dahulu kala, nenek moyang kita telah mengenal beraneka ragam mahluk
hidup. Beragamnya mahluk hidup memberikan kemungkinan bagi manusia untuk
memilih sesuai dengan yang dikehendakinya. Keanekaragaman ini sudah dapat kita lihat
pada salah satu jenis mahluk hidup saja, misalnya padi. Kita mengenal berbagai macam
padi yang
berbeda-beda sifatnya. Ada padi yang umurnya panennya pendek, ada pula yang umur
panennya panjang, ada padi yang bijinya wangi dan ada pula yang tidak wangi, ada padi
yang batangnya pendek dan ada pula padi yang batangnya panjang, ada padi yang
berasnya pulen dan ada pula yang berasnya keras (tidak pulen). padikehidupan kita
sehari-hari, secara langsung maupun tidak langsung, sebagian dari kita pernah
berhubungan dengan hasil penggunaan teknologi DNA Rekombinan.
Tidak puas dengan memilih kombinasi sifat yang sudah ada di alam, manusia melakukan
usaha untuk membuat kombinasi baru dari sifat-sifat yang diinginkan. Cara klasik yang telah
dilakukan oleh para pendahulu kita untuk mendapatkan kombinasi sifat yang diinginkan adalah
dengan
melakukan persilangan (breeding). Para ahli pemuliaan tanaman telah melakukan persilangan
persilangan untuk menghasilkan berbagai jenis ternak dan berbagai jenis tanaman yang memiliki
kombinasi sifat-sifat unggul. Untuk dapat menghasilkan ternak atau tanaman unggul dengan cara
breeding ini dibutuhkan waktu yang lama dan lahan yang tidak sedikit. Persilangan tersebut
menghasilkan organisme hibrid. Organisme hasil persilangan (hibrid) mempunyai genom yang
berbeda dengan kedua tetua sebelumnya. Jadi, persilangan (breeding) merupakan salah satu cara
untuk merubah genom suatu organisme.
Teknologi DNA Rekombinan merupakan kumpulan teknik atau metoda yang digunakan
untuk mengkombinasikan gen-gen di dalam tabung reaksi. Teknik-teknik tersebut meliputi:
- Teknik untuk mengisolasi DNA.
-Teknik untuk memotong DNA.
-Teknik untuk menggabung atau menyambung DNA.
-Teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup.
Kumpulan teknik-teknik atau metoda-metoda yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan
telah mungkinkan bagi kita untuk: mengisolasi DNA dari berbagai organisme, menggabungkan
DNA yang berasal dari organisme yang berbeda sehingga terbentuk kombinasi DNA (DNA
rekombinan), memasukkan DNA rekombinan ke dalam sel organisme prokariot maupun eukariot
hingga DNA rekombinan tersebut dapat berepilkasi dan bahkan dapat diekspresikan. Teknologi
DNA Rekombinan telah memberikan banyak manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
maupun bagi kehidupam manusia sehari-hari. Beberapa jenis obat-obatan, vaksin, bahan pangan,
bahan pakaian dan lainnya telah diproduksi dengan memanfaatkan teknologi DNA Rekombinan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu analisis berbasis protein?
2. Bagaimana penentuan kadar, penentuan urutan dari asam amino?
3. Bagaimana pemetaan peptida?
4. Apa itu elektroforesis?
5. Apa itu western blot?
6. Bagaimana analisis berbasis DNA sekuensing, hibridasi

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui analisis berbasis protein.


1.3.2 Untuk mengetahui penentuan kadar, penentuan urutan dari asam amino.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana pemetaan peptide.
1.3.4 Untuk mengetahui apa itu elektroforesis.
1.3.5 Untuk mengetahui apa itu western blot.
1.3.6 Untuk mengetahui bagaimana analisis berbasis DNA sekuensing,hibridasi

1.4 Manfaat

1. Mahasiswa dapat mengetahui Apa itu analisis berbasis protein?


2. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana penentuan kadar, penentuan urutan dari
asam amino?
3. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana pemetaan peptida?
4. Mahasiswa dapat mengetahui Apa itu elektroforesis?
5. Mahasiswa dapat mengetahui Apa itu western blot?
6. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana analisis berbasis DNA sekuensing,
hibridasi.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Analisis berbasis protein

Protein merupakan suatu polimer alami yang tersusun atas monomermonomer asam
amino dengan rumus kimia COOH-RH-NH2, masing-masing asam amino terhubung
membentuk rantai linear yang disebut ikatan peptida. Ikatan peptida terbentuk antara gugus
karboksil atau gugus amin dari asam amino yang bersebelahan. Hasil analisis elementer
berbagai macam protein menunjukkan bahwa setiap molekul protein mengandung karbon
(51-55%), nitrogen (6,5-7,3%), oksigen (20-24%), hidrogen (15-18%), belerang (0-2%), dan
fosfor(110%). Mutu protein ditentukan oleh kadar protein dan pola asam amino penyusunnya
dan setiap jenis serealia mempunyai komposisi dan pola asam amino yang berbeda. Protein
diperlukan untuk pertumbahan dimana protein yang ideal harus mempunyai susunan asam
amino yang sesuai dengan kebutuhan manusia maupun hewan. Manfaat protein sebagai
pembangun sel-sel tubuh. Sehingga sangat dianjurkan untuk memperhatikan asupan makanan
yang dikosumsi mengandung protein yang cukup.
Analisis kadar protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara kualitatif adalah analisis yang
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Analisis
kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon,
reaksi Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan analisis protein secara kuantitatif
adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan.
Analisis kuantitatif protein dapat dilakukan dengan metode Kjedhal.
Prinsip kerja dari metode Kjedhal adalah protein dan komponen organik dalam sampel
didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Analisis protein total Kjedhal
terdiri atas tiga tahapan, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
 Destruksi
Prinsip : protein dengan berbagai komponen lain yang ada dalam bahan pangan
didestruksi atau dipecah dengan bantuan asam sulfat dan katalis untuk menghasilkan
nitrogen bebas, dengan penambahan potassium permanganate akan terbentuk reaksi
oksidasi yang sempurna. Pada tahap ini semua total nitrogen bebas akan tertangkap
dan terkonversi membentuk ammonium sulfat.
 Destilasi
Merupakan tahap netralisasi. Pada tahap destilasi ini dilakukan penambahan larutan
NaOH. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena
reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Pada tahap destilasi ini,
amonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH dengan
alkali dan dipanaskan dalam alat destilasi.
Adapun reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah sebagai berikut:

(NH4)2SO4 + 2NaOH → 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O.

NH3 dihasilkan dalam destilat berupa gas. Gas NH3 tersebut ditangkap oleh asam
borat. Adapun reaksinya sebagai berikut:

4NH3 + 2H3BO3→ 2(NH4)2BO3 + 2H2

 Titrasi
Titrasi pada tahap ini dilakukan untuk menentukan seberapa banyak volume HCl yang
diperlukan untuk merubah warna larutan yang tadinya berwarna hijau berubah
menjadi warna merah muda. Untuk terjadinya titik ekuivalen dapat digunakan
indikator, indikator dalam analisa protein yang digunakan yaitu metal merah Akhir
titrasi ditandai dengan warna merah muda.

Adapun metode Kjedahl : Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjedhal
disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut senyawa N bukan
protein. Prinsip kerja dari metode Kjedhal adalah protein dan komponen organik
dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil
destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi.
Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion-ion borat yang
terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl..

Metode Kjedhal merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total
pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.

Penentuan protein pada makana dengan metode Kjedhal, tidak hanya menggunakan
hasil titik akhir volume titrasi dari sampel, akan tetapi membutuhkan perhitungan
untuk mendapatkan hasil persentase protein dari sampel yang digunakan. Rumus yang
digunakan dalam penetuan % protein pada tepung jagung, tepung ubi kayu, dan
tepung labu kuning yaitu:

2.2 Penentuan kadar, penentuan urutan asam amino

Metode penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya
adalah dengan spektrofotometri. Semua protein tersusun dari asam-asam amino yang
terhubung oleh ikatan-ikatan peptida. Ion Cu2+ dari CuSO4 dalam suasana basa NaOH akan
membentuk kompleks dengan ikatan peptida protein, kompleks ini akan memberikan warna
sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan spektrofotometer sinar tampak.
- Kadar Protein

Protein adalah senyawa organik dengan berat molekul tinggi, mengandung unsur-
unsur C, H, O dan N serta beberapa protein mengandung unsure S dan P. Protein
merupakan komponen utama jaringan tubuh yang berfungsi dalam pertumbuhan sel,
mengatur keseimbangan air dalam jaringan, penyusun antibody, hormone dan enzim.
Berdasarkan sumbernya, protein yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati,
protein nabati banyak terkandung di dalam biji kacang-kacangan seperti kedelai yang
biasa digunakan sebagai bahan dasar dari tempe kedelai.
Banyak penelitian yang berkaitan pengaruh protein terhadap berbagai olahan tempe
menurut penelitian Silvia2 dengan tempe biji durian diperoleh kadar protein 3,81 %.
Hasil penelitian Paharindayanti3 dengan tempe biji karet, diperoleh kadar protein
12,43%. Penelitian Ristia4 menunjukkan kadar protein tempe biji nangka yaitu sebesar
11,2%. Tetapi untuk penelitian pengaruh variasi kombinasi jagung dan kedelai dengan
kadar proteinnya belum dilakukan sehingga perlu adanya penelitain perbandingan yang
baik untuk mendapatkan protein yang tinggi pula.
Pengukuran kadar protein dapat dilakukan dengan metode biuret karena metode ini
didasarkan pada pengukuran serapan cahaya berwarna ungu dari protein yang bereaksi
dengan pereaksi biuret dimana yang membentuk kompleks adalah protein dengan ion
Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam suasana basa yang menjadi Cu+,
semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh spektrofotometer maka semakin
tinggi pula kandungan protein yang terdapat dalam zat tersebut. Keuntungan dari metode
biuret ini adalah bahan yang digunakan relatif murah akan tetapi kelemahan dari metode
ini adalah sensitivitas terhadap bahan yang diidentifikasi rendah sehingga diperlukan
bahan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Protein standar yang digunakan adalah BSA (Bovine Serum Albumin) atau albumin
serum sapi. Albumin merupakan salah satu jenis protein globuler yang larut dalam air
dan terkoagulasi oleh panas. BSA dalam penelitian ini berfungsi untuk membuat kurva
standar. BSA digunakan karena stabilitas untuk meningkatkan sinyal dalam tes,
kurangnya efek dalam reaksi biokimia, dan biaya rendah, karena jumlah besar maka
dapat segera dimurnikan dari darah sapi, produk sampingan dari industri ternak.
Pada penelitian ini digunakan metode spektroskopi yaitu pengidentifikasian suatu
objek dengan menggunakan kriteria warna. Dalam percobaan ini, menggunakan kriteria
warna ungu dari protein. Untuk mendapat warna, maka larutan protein direaksikan
dengan unsur tembaga dalam reagen biuret dalam lingkungan alkali. Sehingga
didapatkan larutan protein yang berwarna ungu pada masing-masing konsentrasi. Warna
dari larutan protein berbeda-beda dari berbagai konsentrasi. Semakin besar konsentrasi
yang digunakan maka semakin pekat warna yang terbentuk, dan sebaliknya. Penelitian
ini menggunakan panjang gelombang pada daerah 534 nm dengan nilai absorbansi 0,207,
maka radiasi sinar yang dipakai adalah sinar visual. Di dalam spektrofotometer, larutan
protein mengadsorbsi cahaya yang diberikankepadanya. Hal ini merupakan wujud dari
interaksi suatu atom dengan cahaya. Dimana energi elektromagnetiknya ditransfer ke
atom atau molekul sehingga partikel dalam protein dipromosikan dari tingkat energi yang
lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi, yaitu tingkat tereksitasi
PENENTUAN URUTAN ASAM AMINO
Asam amino merupakan bahan dasar untuk membentuk protein memiliki sifat
fisikokimia protein antara lain BM ratusan dalton – 1.000.000 dalton, wujud berupa
larutan, koloid, emulsi dan suspensi. Protein dapat dikristalkan atau tidak dikristalkan.
Kelarutan protein dipengaruhi pH/ pH isoelektrik (tiap protein berbeda-beda).
Polimerisasi 20 Asam amino dapat membentuk peptida/protein melalui ikatan antara
gugus karboksil-α dengan gugus amino-α melalui ikatan peptida (ikatan amida). Unit
asam amino dalam polipeptida dimana terdapat gugus NH2 bebas, residu asam amino
pada ujung rantai polipeptida dimana terdapat gugus NH2 bebas, residu asam amino
terminal (residu Nterminal). Residu asam amino pada ujung dimana terdapat gugus
COOH bebas, residu karboksil terminal (residu C-terminal).
Peptida pendek dinamai dengan kandungan asam aminonya, dimulai dari sebelah kiri,
di residu N-terminal ke arah karboksil disebelah kanan. Rantai polipeptida terdiri dari
bagian berulang yang sama rantai utama (tulang punggung) dan bagian yang berbeda
pada rantai samping. Urutan asam amino pada rantai polipeptida dapat menentukan jenis
protein, karena menentukan struktur dan menentukan fungsi fisiologis. Urutan asam
amino spesifik/khas untuk semua jenis protein tertentu, dapat ditentukan oleh sandi
genetik yang terdapat dalam DNA. Komposisi sama, urutan asam amino berbeda maka
protein terbentuk berbeda, kombinasi urutan 20 asam amino bersifat faktorial serta jenis
protein yang mungkin dibentuk tidak terbatas. Subsitusi 1 asam amino menentukan
fungsi biologis, bila salah maka akan berubah. Contoh struktur Hb dimana glutamin
diganti alanin sama-sama struktur polar tetapi fungsi biologis berubah.
Universalisme asam amino penyusun protein sebagai salah satu fenomena
universalisme dalam mahluk hidup. Ada 20 asam amino penyusun protein, dengan kodon
sama dari semua sumber DNA. Misal UAA adalah asam amino X, baik untuk manusia,
virus, bakteri sama.

Penentuan Urutan Asam Amino Protein


Metode penentuan urutan asam amino atau protein sekuensıing ditemukan oleh Pehr Edman.
Metode ini disebut sebagai Edman degradation (Gambar 4.10).
1) Dilakukan pelabelan asam amino terminal, didegradasi kemudian ditentukan jenis asam amino
tersebut tanpa merusak rantai asam amino yang ada. Proses ini akan menghilangkan asam amino
satu per satu secara berurutan. Bersamaan dengan deteksi setiap asam amino yang terdegradasi
tersebut sehingga dapat ditentukan urutannya.
2) Untuk polipeptida dengan rantai yang panjang, perlu dilakukan pemutusan rantai tersebut
sebelum masing-masing potongan ditentukan urutan asam aminonya menggunakan enzim seperti
yang tercantum dalam Tabel 4.2
2.3 Pemetaan peptide
Peptida dapat dikelompokkan menurut kemiripan struktur dan fungsinya :

1. Peptida ribosomal
Peptida ribosomal disintesis dari translasi mRNA. Peptida ini berfungsi sebagai hormon dan
molekul signal pada organisme tingkat tinggi. Secara umum, peptida ini mempunyai strukstur
linear.
2. Peptida non-ribosomal
Peptida non-ribosomal disintesis dengan kompleks enzim. Peptida ini terdapat pada
organisme uniselular, tanaman, dan fungi. Pada peptida ini terdapat struktur inti yang
kompleks dan mengandung pengaturan yang berbeda-beda untuk melakukan manipulasi
kimia untuk menghasilkan suatu produk. Secara umum, peptida ini berbentuk siklik,
walaupun ada juga yang berbentuk linear.
3. Peptida hasil digesti
Peptida ini terbentuk dari hasil proteolisis non-spesifik dalam siklus digesti. Peptida hasil
digesti secara umum merupakan peptida ribosomal, akan tetapi tidak dibentuk dari translasi
mRNA. Peptida ini juga dapat dibentuk dari protein yang didigesti dengan protease spesifik,
seperti digesti tripsin yang sering dilakukan sebelum analisis spektroskopi massa.

2.4 Elektroforesis
1. SDS PAGE

Elektroforesis sering digunakan untuk karakterisasi protein berdasarkan berat molekul.


Salah satu metode elektroforesis yang sering dipakai adalah SDS PAGE (Sodium
Dodecylsulphat Polyacrylamid Gel Electrophoresis) yang merupakan metode standart
pengujian terhadap berat molekul protein . Alasan elektroforesis digunakan dalam penelitian
ini karena memiliki peran sangat penting dalam proses pemisahan molekul-molekul biologi,
khususnya protein. Metode tersebut tidak mempengaruhi struktur biopolimer, serta sangat
sensitif terhadap perbedaan muatan dan berat molekul yang cukup kecil.
Prinsip kerja SDS PAGE melibatkan denaturasi awal protein komponen dengan
deterjen anionik yang juga mengikat protein, memberikan semua protein muatan negatif
sebanding dengan massa molekul protein. Langkah ini diikuti dengan elektroforesis melalui
akrilamida matriks gel berpori yang memisahkan protein berdasarkan massa molekul.
Molekul molekul yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat pada gel, sedangkan molekul
yang lebih besar akan bergerak secara lambat sehingga menghasilkan pita yang dekat dengan
well pada gel.
SDS-PAGE atau Elektroforesis gel poliakrilamida-Sodium Dodesil Sulfat adalah
teknik elektroforesis gel yang menggunakan poliakrilamida untuk memisahkan protein yang
bermuatan berdasarkan berat molekulnya saja.Sodium Dodesil Sulfat (SDS) merupakan
deterjen ionik yang dapat melarutkan molekul hidrofobik yang memberikan muatan negatif
pada keseluruhan struktur protein.Cara kerja SDS-PAGE adalah dengan menghambat
interaksi hidrofobik dan merusak ikatan hidrogen.Metode SDS-PAGE digunakan untuk
memisahkan protein demi keperluan biokimia, genetika forensik, dan biologi molekuler.
Metode ini diawali dengan preparasi sampel untuk membuat sampel bermuatan sama
sehingga muatan tidak memengaruhi pergerakan komponen sampel dalam gel.[1] Preparasi
dilakukan dengan cara mendenaturasi protein menggunakan SDS dan memutus ikatan
disulfida pada struktur protein menggunakan beta-merkaptoetanol, bila perlu denaturasi
didukung dengan memanaskan sampel.Selanjutnya gel poliakrilamida dibuat menggunakan
cetakan gel membentuk lembaran segiempat dengan ketebalan tertentu.Setelah sampel
dimasukkan dalam sumur gel, gel dialiri arus listrik sehingga komponen yang terdapat dalam
sampel akan terpisah melewati matriks gel berdasarkan berat molekulnya.

Untuk melihat pita komponen yang terbentuk, gel perlu diwarnai dengan pewarna khusus.
Beberapa pewarna yang dapat digunakan dalam SDS-PAGE adalah Commasie Brilliat Blue
dan Silver Salt Staining.Commasie Brilliant Blue mengikat protein secara spesifik dengan
ikatan kovalen. Silver Salt Staining memiliki sifat lebih sensitif dan akurat namun
membutuhkan proses yang lebih lama.
2. NATIVE PAGE
CN-PAGE (umumnya disebut sebagai Native PAGE) memisahkan protein yang larut
dalam air dan protein membran dalam gel gradien poliakrilamida . Ini tidak menggunakan
pewarna bermuatan sehingga mobilitas elektroforesis protein dalam CN-PAGE (berbeda
dengan teknik pergeseran muatan BN-PAGE) terkait dengan muatan intrinsik protein. Jarak
migrasi tergantung pada muatan protein, ukurannya dan ukuran pori gel. Dalam banyak
kasus, metode ini memiliki resolusi yang lebih rendah daripada BN-PAGE, tetapi CN-PAGE
menawarkan keuntungan ketika pewarna Coomassie akan mengganggu teknik analisis lebih
lanjut, misalnya telah dijelaskan sebagai teknik pemisahan skala mikro yang sangat efisien
untuk analisis FRET . Juga CN-PAGE lebih ringan dari BN-PAGE sehingga dapat
mempertahankan rakitan supramolekul labil kompleks protein membran yang terdisosiasi di
bawah kondisi BN-PAGE.
3. ELEKTROFORESISI DUA DIMENSI

Elektroforesis dua dimensi (2-DE atau elektroforesis 2-D) adalah suatu teknik analisis
protein dengan memainkan pemisahan protein memakai dua dimensi. Teknik ini sering
digunakan untuk studi proteomika (analisis molekular terhadap keseluruhan protein yang
dihasilkan dari ekspresi gen dalam sel), deteksi marker penyakit, penelitian kanker dan obat,
pemeriksaan kesucian, dan juga purifikasi (pemurnian) protein skala mikro. Hal ini
dikarenakan, elektroforesis 2-D mampu memisahkan hingga ribuan protein secara bersamaan.
Dalam elektroforesis 2-D, dimensi pertama dalam pemisahan protein diterapkan
berdasarkan titik isoelektrik protein tersebut. Sedangkan, pada dimensi kedua, protein akan
dipisahkan berdasarkan berat molekulernya. Pemisahan protein dengan teknik ini diterapkan
dalam kondisi terdenaturasi.
Pada dimensi pertama, protein yang akan dianalisis dilarutkan dalam urea untuk
memutuskan ikatan hidrogen pada protein (agen pendenaturasi). Urea umum digunakan
karena senyawa ini tidak mengubah dalam muatan protein sehingga pemisahan protein bisa
diterapkan berdasarkan muatannya. Dengan memakai area listrik, protein dipisahkan melalui
gel yang memiliki gradien pH. Protein akan berkampanye hingga berhenti pada titik (pH)
dimana muatan protein tersebut netral (titik isoelektriknya).
Setelah melalui dimensi pertama, protein dipisahkan kembali melalui dimensi kedua.
Biasanya tahap ini diterapkan dengan gel poliakrilamida dan sodium dodesil sulfat (SDS).
SDS akan membuat seluruh protein bermuatan negatif sehingga pemisahan bisa diterapkan
hanya berdasarkan bobot molekulernya.
Teknik elektroforesis 2-D yang sering digunakan adalah: untuk dimensi pertama bisa
memakai elektroforesis pemfokusan isoelektrik (isoelectric focusing, IEF) dan
nonequilibrium pH gradient electrophoresis (NEPHGE). Sedangkan untuk dimensi kedua,
biasanya digunakan elektroforesis gel poliakrilamida SDS (SDS-PAGE).
Untuk melihat hasil pemisahan protein memakai elektroforesis 2-D, bisa diterapkan
pewarnaan gel dengan coomasie atau pewarnaan perak. Teknik visualisasi lain yang bisa
digunakan adalah fluorografi dan autoradiografi (penggunaan radioaktif). Di dalam satu gel,
bisa terdapat ribuan titik protein yang bisa dianalisis atau diambil (dipisahkan) memakai
perangkat lunak tertentu. Setelah diterapkan pemilihan dan pemisahan protein (berupa titik
pada gel), analisis lebih lanjut biasanya diterapkan dengan memainkan digesti protein dan
selanjutnya melalui tahap analisis memakai spektofotometer massa (MALDI-TOF).

2.5 Western blot


Western blot merupakan pemindahan makromolekul dari medium gel
polyakril amida ke atas membran nitroselulosa setelah proses elektroforesis. Teknik ini
sangat efektif untuk mendeteksi antigen yang mempunyai ukuran kecil dalam larutan yang
banyak mengandung protein. Western blot digunakan untuk identifikasi antigen spesifik yang
dikenal oleh antibodi monoklonal ataupun poliklonal. Western blot mengkombinasi antara
kemampuan pemisahan SDS‐PAGE dengan pengenalan imunologi spesifik terhadap
antibodi . Antibodi yang digunakan dalam teknik ini harus mempunyai spesifikasi tinggi dan
memiliki daya ikat stabil. Hasil running SDS‐PAGE dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain, kebersihan, tingkat kemurnian dan kadar protein dalam homogenat. Kadar homogenat
yang cukup akan menghasilkan pita protein yang cukup dan jelas sehingga dapat
memudahkan analisis berat molekul (BM) yang terbentuk.
Homogenat cacing H. contortus di‐ running dengan SDS‐PAGE kemudian gel yang
telah mengandung fragmen protein dilepas dari glass plat kemudian direndam 2 x 20 menit
dalam buffer transblot dan siap ditransfer ke membran nitroselulosa. Kertas Whatmann
ukuran 10 x 12 cm sejumlah 3 lembar direndam dengan buffer transblot selama 2 x 20 menit
dan diletakkan rata sempurna pada transblotter, setelah itu selembar membran nitroselulose
dibasahi dengan etanol selama 1 menit dan direndam buffer transblot 2 x 20 menit, kemudian
diletakkan rata sempurna diatas kertas Whatman. Gel yang telah siap ditransfer diletakkan
rata sempurna diatas membrane nitroselulosa, kemudian gel ditutup dengan 3 lembar kertas
Whatman yang sudah direndam dengan buffer transblot selama 2 x 20 menit dan diletakkan
rata sempurna. Proses transfer dilakukan dengan tegangan konstan 100 V dan kuatarus 40
mA selama 90 menit.

2.6 Analisis berbasis DNA sekuensing hibridasi


Analisis berbasis DNA merupakan salah satu cara yang akhir-akhir ini sering dilakukan orang
untuk menyelesaikan masalah yang timbul di masyarakat . prosedur analisis berbasis DNA yang
berkembang sampai saat ini meliputi isolasi DNA, elektroforesis, dan PCR (polymerase chain
reaction) (roslim dkk.,2018). Isolasi DNA adalah mengambil DNA dari sampel berbagai organisme,
misal dari daun tumbuhan, sel bakteri, darah atau otot hewan, rambut, dan kuku. Elektroforesis adalah
memigrasikan partikel bermuatan, seperti asam nukleat (DNA dan RNA) dan protein, pada matriks
berpori (gel agarose dan poliakrilamid) di bawah pengaruh medan listrik. Polymerase chain reaction
adalah reaksi berantai menggunakan enzim polimerase.
Metode berbasis DNA dapat digunakan untuk mengetahui keaslian suatu produk sehingga
pemalsuan yang merugikan konsumen dapat dihindari (Rasmussen dan Morrisey 2008). Metode
autentikasi label dengan identikasi berbasis DNA merupakan metode alternatif dari metode
identikasi spesies berbasis protein. Hal tersebut disebabkan karena metode berbasis DNA merupakan
metode spesik, sensitif dan hasil yang akurat baik pada sampel segar, beku maupun pada pengolahan
suhu tinggi (Civera 2003).

1. Skuensing DNA
Sekuensing DNA merupakan suatu teknik atau metode pengurutan semua nukleotida DNA atau
gen, termasuk pengurutan asam amino yang dikodekan secara tepat dan cepat. Pada prinsipnya,
sekuensing DNA terdiri atas preparasi DNA template, reaksi annealing, reaksi sekuensing, dan reaksi
terminasi. Hasil sekuensing dapat dimanfaatkan untuk menentukan tingkat homologi urutan
nukleotida DNA dengan berbagai organisme. Pemeriksaan secara menyeluruh dapat menentukan
sumber DNA asal bahan yang digunakan.
Analisis hasil sekuensing DNA dilakukan untuk menentukan sekuens query yang sesuai dengan
sekuens pada database GeneBank, sehingga diperoleh homologi sumber gelatin sampai pada tingkat
spesies.

Tahapan metode skuensing yakni :

Isolasi DNA Genom dengan GeneJet Kit


Isolasi DNA genom daging babi dan sampel gummy dilakukan dengan menggunakan GeneJet
Kit. Sekitar 25 mg daging babi yang telah halus dan 50 μl sampel gummy yang telah mencair
dimasukan ke dalam microtube 1,5 ml. Selanjutnya, ditambahkan digestion solution dan proteinase K
yang berfungsi untuk menghancurkan membran sel dan protein dalam sel. Optimasi kerja digestion
solution dan proteinase K dilakukan pada suhu 56°C. Kemudian, larutan sampel ditambahkan RNAse
solution, lysis solution, dan etanol yang selanjutnya dihomogenkan dengan vortex.
Selanjutnya, larutan sampel dipindahkan ke dalam purification coloumn dan dilakukan
sentrifugasi untuk memisahkan DNA dengan kontaminan. Kemudian, ditambahkan wash buffer 1 dan
wash buffer 2 untuk memurnikan DNA dan dilakukan sentrifugasi. Selanjutnya, ditambahkan elution
buffer untuk melarutkan DNA dan larutan DNA yang telah murni dianalisis dengan elektroforesis
menggunakan gel agarosa dengan konsentrasi 1,0%.

Amplifikasi Isolat DNA dengan PCR


Amplifikasi isolat DNA dilakukan menggunakan primer DNA mitokondria. Pada tahap ini, isolat
DNA dimasukkan ke dalam mikrotube 0,2 ml, kemudian ditambahkan PCR Master Mix 2x (Thermo
Scientific), primer forward dan reverse serta ddH2O. Selanjutnya campuran larutan tersebut di spin
down].
Program PCR dibuat sesuai prosedur yang dilakukan Sahilah et al. (2012) yang telah
dimodifikasi. Denaturasi awal dilakukan pada suhu 94°C selama 2 menit untuk memisahkan untai
DNA secara sempurna. Selanjutnya diikuti 25 siklus yang terdiri dari denaturasi 94°C selama 15
detik, annealing 55°C selama 1 menit, polimerisasi 72°C selama 35 detik dan elongasi akhir dilakukan
pada suhu 72°C selama 2 menit [8]. Kemudian, amplikon DNA dianalisis dengan elektroforesis
menggunakan gel agarosa 1,5% dan divisualisasi menggunakan UV-transilluminator.

Sekuensing DNA
Amplikon DNA mitokondria disimpan dalam mikrotube yang ditutup rapat dan dilapisi parafilm,
kemudian mikrotube dikirim ke First BASE Laboratories, Malaysia untuk proses sekuensing.
Sekuensing DNA dilakukan menggunakan ABI® PRISM BigDye Terminator Cycle Sequencing Kit
v3.1 dengan metode Sanger yang berlangsung secara otomatis.

Analisis Hasil Sekuensing


Analisis hasil sekuensing DNA mitokondria dilakukan dengan program Bioedit, kemudian
dibandingkan dengan data GeneBank menggunakan program Nucleotide Blast
(http://blastn.ncbi.nlm.nih.gov/). Hasil analisis akan memperlihatkan homologi sekuens DNA
mitokondria dari isolat DNA gelatin chewable lozenges yang dimiliki dengan database DNA
mitokondria yang ada di dalam GeneBank ( Shofa dkk.,2019).

2. Hibridisasi DNA
Hibridisasi DNA merupakan metode yang umum digunakan dalam berbagai analisis molekuler
dalam berbagai kasus contohnya analisis taksonomi, epidemiological screening, serta patologi
forensik. Metode ini berprinsip pada hibridisasi yang akan terjadi pada kondisi tertentu antara untai
tunggal fragmen DNA target dengan probe DNA yang saling berkomplemen. Hibridisasi dapat terjadi
akibat dua peristiwa yaitu interaksi koloidal dan interaksi pasangan basa. Interaksi koloidal mampu
memicu untai DNA untuk saling mendekat terlepas dari kecocokan
urutan/sekuens-nya. Setelah itu, pada jarak untai DNA tunggal yang berdekatan, akan terjadi interaksi
yang memicu untai DNA “mencari” komplemennya untuk melengkapi proses hibridisasi. Proses
hibridisasi dipahami sebagai reaksi yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya sehingga
diperlukan pemahaman mengenai hal tersebut. (Schmitt, et al,2013).
Hibridisasi diharapkan terjadi antara probe DNA dengan sampel. Desain probe DNA juga harus
diperhatikan untuk meningkatkan spesifisitas dan mencapai efisiensi yang tinggi. Probe DNA dapat
berupa probe gen yang terdiri atas sekitar 500 pasang basa yang secara spesifik menarget sekuens
tertentu. Selain itu probe DNA juga dapat berupa oligonukleotida yang relatif pendek.
Menurut Walker dan Rapley (2008), ada beberapa syarat probe oligonukleotida DNA yang baik
antara lain:
● Panjang probe harus berada di rentang 18 hingga 50 basa. Probe yang terlalu panjang akan
membuat perolehan sintesis probe kecil dan waktu hibridisasi menjadi lebih lama. Probe yang terlalu
pendek akan memiliki spesifisitas yang lebih rendah;
● Komposisi G≡C (GC Content) sekitar 40- 60%;
● Tidak terdapat daerah komplemen internal dalam probe, sebab dapat terbentuk struktur mirip jepit
rambut (hairpin) yang dapat mengakibatkan hibridisasi dengan sampel tidak dapat terjadi;
● Sebaiknya tidak memiliki basa tunggal yang lebih dari empat kali berturut-turut dalam satu susunan.
Probe yang dirancang untuk melakukan hibridisasi dapat ditempelkan pada membran, pendukung
solid, maupun cair. Fasa-fasa tersebut berpengaruh pada kinetik hibridisasi yang akan terjadi
(Narayanan, 1992).

Metode hibridisasi DNA kini umum digunakan sebagai metode diagnosis penyakit tertentu,
dengan prinsip dasar mendeteksi keberadaan patogen penyebab penyakit tersebut yang ditandai
dengan keberadaan sekuens gen khas yang dimiliki pada materi genetiknya. Oleh karena itu, pada
metode hibridisasi DNA, setiap probe dirancang khusus untuk berkomplemen dengan sekuens target
yang ingin dideteksi (Marti, et al., 2007).
Selain itu, dibutuhkan pula label deteksi, yang akan menunjukkan sinyal tertentu ketika hibridisasi
terjadi, supaya dapat diamati jika sekuens target yang dicari memang ada di dalam sampel dan
berhibridisasi dengan probe yang sesuai (Marras, 2006). Terdapat beragam jenis probe, umumnya
menggunakan prinsip deteksi fluoresensi, yaitu akan teramati pendaran jika terjadi hibridisasi (Alifia
dkk.,2019).

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Produk rekombinan dapat bermanfaat di bidang Kesehatan ( insulin manusia, vaksin,
growth hormone, terapi gen untuk penyakit), bidang pertanian ( tanaman tahan hama,
tanaman tahan herbisida), bidang pangan, bidang perternakan dan perikanan, dan bidang
hukum (analisis DNA).
DAFTAR PUSTAKA

Alifia, A., & Intan, N. S. (2019). KIT DIAGNOSTIK DIFTERI BERBASIS HIBRIDISASI DNA.
Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI), 6(1).

Fanani, H.F., Kusnoto, Poedji, H., Muchammad Yunus, Setiawan,K., dan Endang,S., 2020,
Cross Reaction of Haemonchuscontortus Antigen with Anti-Fasciola gigantica Serum
by Using Western Blot Technique, Journal of Paracite Science, Vo. 4 (1).

Nisah, K., Afkar, M., & Sa'diah, H. (2019). ANALISIS KADAR PROTEIN PADA TEPUNG JAGUNG,
TEPUNG UBI KAYU DAN TEPUNG LABU KUNING DENGAN METODE KJEDHAL.
JURNAL AMINA, 1(3), 108-113.

Nursafitri, L. Karakteristik dan aktivitas antioksidan peptida bioaktif hidrolisat protein susu kedelai
hasil
hidrolisis papain (Bachelor's thesis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta).

Roslim, D. I., Herman, H., Elvyra, R., Sofiyanti, N., & Chahyadi, E. (2018). PELATIHAN
PROSEDUR LABORATORIUM ANALISIS DNA. Jurnal Pengabdian UntukMu NegeRI,
2(2), 44-48.

Shofa, A. F., Hariyanti, H., & Wahyudi, P. (2019). Penggunaan DNA Mitokondria Sebagai Penanda
Sumber Gelatin Sediaan Gummy dengan Teknik Polymerase Chain Reaction dan Sekuensing
DNA. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 6(1), 25-31.

Sismindari, Rumiyati, Riris I. Jenie dan E. Meiyanto. 2021. Biokimia Farmasi. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai