Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“Konsep Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat”


Dosen : Dr.Yusdar.S.H.,M.H

Di Susun oleh:

Asrianti Puspitasari
01 18 157
B

STIH PENGAYOMAN WATAMPONE


2021/2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
individu untuk mata kuliah Hukum Kehutanan,dengan judul ; ‘’KONSEP PELESTARIAN
HUTAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT’’.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan
terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan
segala bentuk saran masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3

BAB I...........................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4

A. Latar Belakang...................................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................................5

C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................................5

BAB II.........................................................................................................................................................6

PEMBAHASAN..........................................................................................................................................6

A. Keterlibatan masyarakat dalam upaya peningkatan pelestarian hutan...............................................6

B. Keterlibatan masyarakat dalam usaha pengamanan hutan di wujudkan dalam LMDH dengan
dibentuknya seksi keamanan yang bernama PAMSWAKARA.......................................................10

BAB III......................................................................................................................................................16

PENUTUP.................................................................................................................................................16

A. Kesimpulan......................................................................................................................................16

B. Saran................................................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hutan merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat
yang hidup di sekitarnya. Hubungan interaksi antara masyarakat desa hutan dengan
lingkungan alam sekitarnya telah berlangsung selama berabad-abad lamanya secara lintas
generasi dalam bingkai keseimbangan kosmos. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
hutan di setiap masyarakat desa hutan mempunyai ciri khas tersendiri (local spesific) sesuai
dengan karakteristik budaya masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Sumberdaya
hutan dimaknai sebagai sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, religius, politik,
sosial dan budaya. Oleh karena itu, kelangsungan hidup dari masyarakat dan hutan sangat
tergantung dari ketersediaan sumberdaya hutan yang ada di sekitar lingkungannya.
Pada komunitas Ammatoa di Kajang Sulawesi Selatan ditemukan bahwa masyarakat
kajang memiliki suatu pranata budaya yang bernama pasang ri Kajang, yaitu kumpulan
pesanpesan, petuah-petuah, petunjuk-petunjuk dan aturan-aturan bagaimana seseorang
menempatkan diri terhadap makro dan mikro kosmos serta tata cara menjalin harmonisasi
alam-manusia-Tuhan. Pasang menganjurkan agar tidak merusak hutan karena komunitas
Ammatoa memandang hutan sebagai sumber kehidupan dan penyangga keseimbangan
lingkungan. Bagi komunitas Ammatoa jika hutan rusak, maka rusak pula kehidupan mereka.
Oleh sebab itu, komunitas adat Ammatoa sangat berpantang untuk mengganggu hutan dan
mengambil kayunya.
Potensi sumberdaya alam yang ada di Indonesia yang berlimpah, ternyata memiliki
tingkat kerawanan dan kerusakan yang tinggi. Memburuknya kondisi hutan antara lain juga
tidak diimbangi dengan kemampuan membuat hutan tanaman yang baik dan memadai sesuai
dengan kebutuhan pasar industri. Penyebab utamanya adalah politik penebangan tanpa izin
(illegal logging), disamping karena perambahan (forest encroachment), peladangan berpindah
(shifting cultivation), kebakaran hutan (forest fires), serta sebab-sebab lainnya.

4
Pengelolaan hutan dipengaruhi oleh tingkat pemahaman penduduk. Lebih lanjut,
tingkat pemahaman penduduk terhadap pengelolaan hutan sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan penduduk dan kearifan lokal yang berkembang di sekitar masyarakat.
Partisipasi masyarakat yang tinggi pada pengelolaan hutan jati akan berdampak pada
dua aspek, yaitu aspek ekonomi dimana pendapatan masyarakat akan meningkat, serta aspek
ekologi dimana partisipasi tersebut akan berkontribusi besar dalam menjaga kelestarian hutan.
Penelitian lainnya yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat sekitar hutan dilakukan oleh
Kusdamayanti (2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pengelolaan hutan
berbasis masyarakat terletak di tangan masyarakat itu sendiri. Pengelolaan hutan berbasis
masyarakat dapat berhasil jika terdapat keinginan yang besar dari masyarakat untuk
berpartisipasi di dalamnya.
Kini dengan semakin bergulirnya waktu yang disertai dengan tuntutan pemenuhan
kebutuhan hidup maka dalam bidang kehutanan telah dikeluarkan Surat Keputusan Ketua
Dewan Pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 Tentang Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, selanjutnya disingkat PHBM yang menyertakan
masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsi dan
peruntukannya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya peningkatan pelestarian hutan di Desa


Bodeh?
2. Bagaimana eksistensi Masyarakat dalam usaha pengamanan hutan?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sistem PHBM yang dilakukan oleh Perhutani di
Desa Bodeh Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora ? Serta kendala-kendala apakah yang
dihadapi oleh Perhutani maupun masyarakat dalam pelaksanaan sistem PHBM tersebut?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keterlibatan masyarakat dalam upaya peningkatan pelestarian hutan

Desa Bodeh terletak di kecamatan Randublatung Kabupaten Blora Propinsi Jawa


Tengah. Desa Bodeh terdiri dari 4 Dusun yaitu Dusun Sumengko, Dusun Bodeh, Dusun
Mundu, dan Dusun Sendang Uyah. Desa Bodeh merupakan daerah rural yang luasnya 74,500
Ha. Sebagian besar tanahnya digunakan untuk area pertanian berupa sawah 22,350 Ha dan
hutan 1999,4 Ha. Hutan di wilayah desa Bodeh mempunyai petak berjumlah 56 petak dan
anak petak berjumlah 136 anak petak.
Hutan pangkuan desa Bodeh terletak di wilayah Bagian Kesatuan Pemangku Hutan
(BKPH) Boto Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Randublatung Kecamatan Randublatung
Kabupaten Blora. Luas hutan pangkuan desa Bodeh seluas 1999,4 Ha dengan jumlah petak 56
petak dan anak petak berjumlah 136 anak petak. Luas areal lahan hutan wilayah KPH
Randublatung Kabupaten Blora tidak semuanya ditanami tanaman jati, terdapat tanaman lain
seperti mindi, acasia, kesambi, mahoni dan lain-lain. Melalui kemitraan yang dijalin oleh
Perhutani dengan masyarakat, pengelolaan lahan hutan tidak hanya diperuntukan tanaman
produksi saja. Masyarakat desa hutan ikut mengelolahan lahan hutan dengan menanam
tanaman palawija dan tanaman empon-empon yang ditanam di bawah tegakan pohon jati.
Kemitraan yang dijalin antara Perhutani KPH Randublatung Kabupaten Blora dengan
masyarakat desa hutan lebih dikenal dengan sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

6
Masyarakat (PHBM). Sistem PHBM ini dijalankan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Jawa Tengah No. 24 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) di Propinsi Jawa Tengah. Sistem PHBM mulai disosialisasikan oleh
Perhutani kepada penduduk Desa Bodeh Kabupaten Blora sejak tahun 2003. Melalui PHBM
Perhutani berupaya merangkul dan bermitra dengan masyarakat sekitar hutan dalam
melaksanakan pengelolaan hutan. Dampak positif dari kemitraan yang dilakukan oleh Bagian
Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Boto Perhutani KPH Randublatung Kabupaten Blora
dengan masyarakat desa hutan bersifat simbiosis mutualisme.
Nasikh (2009) dalam penelitiannya menyebutkan dua dampak dari partisipasi
masyarakat terhadap pengelolaan hutan di Pasuruan Jawa timur, yaitu dampak pada aspek
ekonomi dan aspek ekologi. Kemitraan antara BKPH Boto KPH Randublatung Kabupaten
Blora dan masyarakat menghasilakan keuntungan pada tiga aspek. Dua aspek sama seperti
yang dihasilkan Nasikh yaitu dampak ekologi dan ekonomi. Dampak lain dari temuan
penelitian ini adalah dampak sosial. Keuntungan kemitraan yang diperoleh BKPH Boto KPH
Randublatung Kabupaten Blora adalah semakin menurunnya pencurian tanaman jati karena
masyarakat menjadi ikut berpartisipasi dalam menjaga hutan, selain itu penjarahan lahan
hutan juga semakin menurun karena kebijakan yang dibuat BKPH Boto KPH Randublatung
Kabupaten Blora memberikan kesempatan masyarakat mengelola lahan hutan secara legal.
Melalui kemitraan ini kelestarian hutan menjadi meningkat. Bagi masyarakat Desa Bodeh
Kabupaten Blora sistem PHBM memberikan keuntungan secara ekonomis dan sosial Dalam
konteks ini masyarakat memperoleh lima keuntungan.
Nasikh (2009) tentang Partisipasi Masyarakat pada Pengelolaan Hutan di Kawasan
Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) Pasuruan Jawa Timur, ditemukan simpulan
bahwa partisipasi masyarakat yang tinggi pada pengelolaan hutan jati akan berdampak pada
dua aspek, yaitu aspek ekonomi dimana pendapatan masyarakat akan meningkat, serta aspek
ekologi dimana partisipasi tersebut akan berkontribusi besar dalam menjaga kelestarian hutan.
Pertama, keuntungan pengelolaan lahan, ini berarti masyarakat memperoleh ruang
untuk bekerja. Kedua, dari pekerjaan bertani tanaman palawija dan emon-empon di bawah
tegakan lahan hutan BKPH Boto KPH Randublatung Kabupaten Blora, petani memperoleh
keuntungan pasca panen. Ketiga, keuntungan masyarakat desa hutan dari pembagian hasil
yang diperoleh BKPH Boto KPH Randublatung Kabupaten Blora sesuai dengan ketentuan.
Keempat, dalam konteks sosial, kemitraan tersebut menghasilkan penghargaan dalam
kaitannya dengan kedudukan masyarakat atas perubahan peranan-peranan yang terjadi
antardua pihak. Terakhir terciptanya konformitas sehingga stabilitas dalam masyarakat
semakin lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam menjalin hubungan kemitraan antara BKPH Boto
KPH Randublatung Kabupaten Blora dan masyarakat Desa Bodeh yaitu untuk memberikan

7
pemanfaatan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dengan semangat jiwa berbagi, baik berbagi
peran, berbagi pemanfaatan lahan atau ruang, maupun berbagi manfaat hasil hutan dengan
masyarakat sekitar hutan menunjukkan bahwa perhutani berupaya untuk membuka diri untuk
tidak lagi memonopoli peran sebagai pemain tunggal dalam pengelolaan hutan. Di sini
masyarakat desa hutan dianggap sebagai mitra kerja yang disejajarkan, seperti yang
dikemukakan oleh Asper Perhutani Boto yaitu Bapak Haryanto (52 tahun) pada hari rabu, 3
Oktober 2007 pukul. 20.10 WIB bahwa:
“Masyarakat sekarang diposisisikan sebagai mitra kerja, sedangkan dulu hanya
dianggap sebagai tenaga kerja, sehingga sekarang masyarakat benar-benar di hargai.
Masyarakat sekarang bisa diajak bekerjasama dan ada kemauan untuk mengelola hutan
bersama-sama dengan perhutani”.
Upaya yang digalakkan perhutani dalam meningkatkan kelestarian hutan yang
melibatkan masyarakat melalui pelaksanaan sistem PHBM dimulai dari kegiatan sosialisasi
sebagai tahap awal dari kegiatan PHBM. Dalam sosialisasi ini masyarakat diajak dialog dan
diberi pembekalan antara lain visi, misi, pengertian, maksud dan tujuan PHBM juga arah
kegiatan PHBM. Guna mendorong proses kerjasama, maka masyarakat desa hutan dalam
penelitian ini yaitu masyarakat Desa Bodeh membentuk lembaga pengelolaan hutan yaitu
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
LMDH di Desa Bodeh bernama “Ngudi Jati lestari” yang berdiri sejak tahun 2003
yang di sahkan oleh perhutani bersama masyarakat dan berakta notaris atau berbadan hukum.
Anggota LMDH terdiri dari seluruh warga masyarakat desa Bodeh yang mempunyai
kepedulian terhadap kelestarian sumberdaya hutan. Setiap anggotanya mempunyai hak dan
kewajiban. Hak sebagai anggota LMDH yaitu ikut mengelola, menikmati, dan mendapatkan
hasil sharing. Sedangkan kewajiban anggota LMDH yaitu ikut mengelola dan menjaga
kelestarian hutan serta ikut menjaga keamanan hutan. Sebagaimana yang dikatan Dassir
(2008) mengenai komunitas Ammatoa di Kajang Sulawesi Selatan terkait dengan sistem
hubungan makro dan mikro kosmos dalam harmonisasi alam-manusia-Tuhan, maka apa yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Bodeh dengan sistem kemitraan yang salah satunya
melahirkan LMDH dengan nama “Ngudi Jati lestari” merupakan wujud dari bagaimana
hubungan manusia- alam dan hubungan manusia-manusia dalam konteks hutan diuayakan
dalam kedudukan yang seimbang.
Setelah tahapan sosialisasi, maka tahap berikutnya adalah pelaksanaan sistem PHBM.
Dalam pelaksanaan PHBM seluruh kegiatan yang ada selalu melibatkan masyarakat desa
hutan. Kegiatan yang dilakukan antara lain kegiatan berbasis lahan dan bukan lahan. Kegiatan
berbasis lahan dimulai sejak persiapan lapangan antara lain pembuatan pembatasan
(pembuatan patok batas), persiapaan babat pada tumbuhan liar, gebrus jalur (mengolah tanah)
bersamaan pasang acir, dan pembuatan lubang untuk tanam (koak).

8
Selanjutnya mendekati masa penanaman, bibit dikirim ke desa karena bibit tanaman
jati diperoleh dari persemaian maupun dari perhutani. Hal ini disebabkan karena bibit
tanaman terutama jati membutuhkan banyak air dan di desa Bodeh sendiri pada musim
kemarau selalu kesulitan dalam memperoleh air, sehingga sebelum masa penanaman dimulai
bibit sudah harus tersedia di lahan petak area PHBM yang akan ditanami.
Jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat yang mengikuti sistem PHBM tersebut
adalah a) Tanaman pokok kehutanan yaitu tanaman jati, tanaman mindi, dan tanaman acasia
magnium; b) Untuk tanaman pengisi selain tanaman pokok kehutanan yaitu tanaman kesambi
dan jati londo; c) Tanaman tepi berupa pohon mahoni; d) Untuk tanaman sela yang ditanam di
sela-sela tanaman pokok yaitu kemlanding; e) Tanaman sisipannya yaitu buah-buahan seperti
pisang, mangga; f) Tanaman empon-empon yang ditanam di bawah tegakan tanaman pokok
yaitu kunyit, temu ireng, porang; g) Tanaman tumpangsari yaitu tanaman palawija seperti
kacang, cabe, padi, jagung dan ketela.
Sistem tanam yang dilaksanakan masyarakat desa bodeh dalam melaksanakan sistem
PHBM ada dua yaitu banjar harian dan tumpangsari. Di Desa Bodeh khususnya dan di BKPH
Boto pada umumnya sekarang melaksanakan sistem tanam banjar harian, tapi untuk sistem
tumpangsari juga masih ada walaupun jarang. Sistem tanam banjar harian caranya segala jenis
pekerjaannya diborongkan sejak awal pembuatan patok batas, pembuatan jalan pemeriksaan,
pembuatan dan pemasangan acir, babat, pembuatan lubang sampai ke penanaman. Model
pekerjaan borongan biasanya dilakukan 5 sampai 20 orang tergantung kemampuan
masyarakat. Jadi setiap penggarap memperoleh upah dari setiap kegiatan atau setiap
komponen pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan sistem tanam tumpangsari dilakukan dengan
menanami tanaman tumpangsari seperti kacang, cabe, jagung, dan ketela di sela-sela tanaman
pokok jati. Jadi penggarap di sini diperbolehkan menanam tanaman tumpangsari setelah
selesai menanam tanaman jati, penghasilan dari tanaman tumpangsari menjadi hak penggarap
seutuhnya tanpa harus dibagi dengan Perhutani.
Ide adanya sistem tumpangsari berasal dari Perhutani. Hal ini disebabkan apabila
diadakan sistem tanam tumpangsari kepada masyarakat desa Bodeh setelah menanam jati,
maka akan saling menguntungkan antara pihak Perhutani maupun masyarakat desa Bodeh.
Keuntungan yang diperoleh Perhutani dengan adanya sistem tanam tumpangsari yaitu karena
tanaman jati yang ditanam biasanya masih muda saat dilaksanakannya tumpangsari, maka
tanaman jati akan tetap terawat dan dijaga oleh masyarakat selama masyarakat juga merawat
dan menjaga tanaman tumpangsari yang ditanamnya. Sedangkan keuntungan masyarakat desa
Bodeh dengan adanya sistem tumpangsari adalah hasil panen yang diperoleh masyarakat dari
tanaman tumpangsari menjadi hak masyarakat secara utuh tanpa harus dibagi dengan
Perhutani. Sistem tumpangsari ini menjadi bagian dari sistem diversivikasi kebijakan

9
pemerintah untuk mengupayakan peningkatan penghasilan dan mengurangi tingkat
kemiskinan masyarakat di daerah pertanian.
Selain melakukan penanaman, pihak Perhutani juga melakukan program
pengembangan hutan rakyat yaitu dengan menanami lahan milik masyarakat yang seluruhnya
dibiayai oleh Perhutani. Pembagian area pada sistem PHBM dilakukan secara merata kepada
masyarakat dengan luas area untuk masing-masing anggota LMDH kurang lebih 0,25 Ha.

B. Keterlibatan masyarakat dalam usaha pengamanan hutan di wujudkan dalam


LMDH dengan dibentuknya seksi keamanan yang bernama PAMSWAKARA

Kegiatan yang berbasis lahan dalam kemitraan antara BKPH Boto KPH
Randublatung Kabupaten Blora dengan masyarakat Desa Bodeh dirasa menguntungkan
karena masyarakat memperoleh upah dari setiap kegiatan atau setiap komponen pekerjaan
yang dilakukan, seperti kegiatan persiapan lapangan, kegiatan penanaman, kegiatan
pemeliharaan tanaman, kegiatan penebangan sampai pada kegiatan pengamanan hutan, selain
itu juga memperoleh sharing atau bagi hasil yang diterima masyarakat (LMDH) setiap
tahunnya.
Selain keuntungan yang diterima, masyarakat juga harus menghadapi kendalai dari
kemitraan tersebut. Adapun kendala yang dihadapi oleh Perhutani maupun masyarakat dalam
pelaksanaan PHBM terutama dalam kekiatan berbasis lahan, antara lain: kendala dalam
persiapan lahan; kendala berupa tumbuhnya tanaman liar seperti ilalang di lahan yang akan
ditanami jati dan kendala jarak lahan petak area PHBM yang dikelola masyarakat jauh dari
perkampungan sehingga petani malas untuk mengolah lahan.
Biasanya kendala yang dihadapi oleh penggarap dalam melakukan persiapan lahan ya
dari dulu itu-itu saja yaitu adanya tanaman liar atau ilalang yang tumbuh dilahan tempat bibit
jati ditanam, selain itu jarak antara lahan petak area PHBM dengan perkampungan sangat
jauh sehingga penggarap banyak yang malas menggarap tanah karena dirasa kurang efektif
dan efisien.
Kendala lain yang dihadapi masyarakat juga muncul dalam proses penanaman, antara
lain kendala dari alam, yaitu ketika bibit baru ditanam ternyata hujan turun lebat maka
menyebabkan tanaman terhanyut dan ketika tanaman ditanam ternyata hujannya pendek atau
bibit baru dibawa ke lahan ternyata hujan belum turun (mundur) dan kering sehingga banyak
yang mati.
Dalam pemeliharaan tanaman, kendala yang sering dihadapi oleh masyarakat yaitu
adanya kebakaran hutan yang diakibatkan oleh terbakarnya tanaman liar (ilalang) kering
sedangkan yang membakar hutan tidak diketahui pelakunya. Jika tanaman muda sudah

10
terbakar biasanya untuk pertumbuhannya menjadi terganggu dan terhambat kemudian mati.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Subakir (39 tahun), minggu 23 september 2007 pukul
10.00 WIB bahwa: Pada waktu musim kemarau biasanya ada kebakaran hutan sedangkan
yang membakar hutan tidak diketahui apakah anak nakal atau penggembala atau masyarakat
iseng atau memang disengaja kita tidak bisa mengontrol secara langsung karena luasnya
wilayah hutan.
Sedangkan untuk kegiatan pengamanan hutan, masyarakat ikut dilibatkan dalam
usaha pengamanan hutan yang dilaksanakan oleh perhutani, sehingga masyarakat sekarang
tidak lagi mencuri hutan dan mengantisipasi adanya pencurian di hutan. Dengan adanya
PHBM ini masyarakat desa Bodeh sudah disadarkan akan pentingnya kelestarian hutan
sehingga tingkat pencurian kayu di hutan sekarang sudah berangsur-angsur menurun. Untuk
mengantisipasi dan mengurangi jumlah pencurian di hutan maka perhutani bekerjasama
dengan masyarakat dalam mengamankan hutan.
Partisipasi masyarakat dalam mengamankan hutan diwujudkan dalam LMDH dengan
dibentuknya seksi keamanan yang bernama PAMSWAKARSA. Tugas seksi keamanan ini
adalah menjaga lingkungan hutan melalui kegiatan patroli. Kegiatiatan patroli ini dilakukan
secara bergiliran bersama-sama dengan tim keamanan dari perhutani yang bernama Polisi
Teritorial (POLTER). (Di LMDH telah dibentuk seksi keamanan yang bersama-sama dengan
perhutani mengamankan hutan Mbak yang namanya PAMSWAKARSA yang tugasnya
dibagi-bagi setiap 3 orang patroli bersama perhutani di hutan. Dari partisipasi masyarakat
tersebut perhutani memberikan upah setiap orang Rp 20.000,00).
Pada tahun 2002 tingkat pencurian kayu di Desa Bodeh wilayah Bagian Kesatuan
Pemangku Hutan (BKPH) Boto Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Randublatung Kabupaten
Blora mencapai 7.051 pohon dalam satu tahun. Kondisi ini terjadi karena masyarakat sekitar
hutan masih merasa bahwa adanya Perhutani tidak memberikan keuntugan yang berarti bagi
kesejahteraan masyarakat desa hutan. Dalam pandangan masyarakat Perhutani terlalu
memonopoli peran dan seperti tidak mau melibatkan masyarakat sekitar hutan dalam kegiatan
pengelolaan hutan. Kekecewaan masyarakat inilah yang mendorong terjadinya penjarahan
hutan. Selain itu masyarakat juga merasa berrhak untuk memanfaatkan dan mendapatkan
keuntungan dari hutan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka.
Setelah diselenggarakan sistem PHBM pada tahun 2003, tingkat kerusakan hutan
akibat pencurian menurun menjadi 428 pohon dan tingkat pencurian kayu di hutan pada tahun
2004 juga menurun menjadi 54 pohon. Pada tahun 2005, tingkat pencurian di hutan yang
dilakukan oleh masyarakat desa hutan telah berkurang, namun jumlah pencurian kayu justru
meningkat dari tahun 2004 yakni 170 pohon. Kasus pencurian ini dicurigai dilakukan oleh
oknum-oknum dari luar msyarakat Desa Bodeh yang tidak bertanggungjawab. Pada tahun

11
2006 tingkat pencurian di hutan menurun menjadi 75 pohon dan pada tahun 2007 ini
pencurian di hutan menurun lagi yang tercatat sebanyak 28 pohon.
Jika kasus di atas dibuat grafik, maka grafik kasus pencurian pohon berjalan menurun
sangat lambat. Penurun ini terjadi karena setiap kasus pencurian kayu yang dilakukan oleh
orang di luar Desa Bodeh itu terungkap, maka pelaku tersebut akan membawa massa dari
desanya ke kantor POLTER. Cara-cara tersebut membuat POLTER dan masyarakat desa
Bodeh yang berpatroli di hutan merasa ketakutan dan kewalahan menangani pencurian kayu
tersebut, sehingga pencurian kayu berikutnya seperti dibiarkan begitu saja. Hal tersebut
merupakan bagian dari kendala yang dihadapi Perhutani BKPH Boto Kesatuan Pemangku
Hutan (KPH) Randublatung Kabupaten Blora dan masyarakat sekitar hutan. Sampai sekarang
masih terdapat pencurian kayu di hutan yang dilakukan oleh orang-orang dari luar Desa
Bodeh. Melihat fenomena tersebut betapa kepedulian masyarakat terhadap hutan sangat
diperlukan, karena bagaimanapun bentuknya masyarakat turut menentukan kualitas
kelestarian hutan. Seberapa besar peranan masyarakat mampu menjaga kelestarian hutan
bergantung pada kontribusi yang diberikannya.
Namun demikian kemitraan antara Perhutani BKPH Boto Kesatuan Pemangku Hutan
(KPH) Randublatung Kabupaten Blora dan masyarakat sekitar hutan dalam bidang keamanan
hutan masih terus dijalankan. Kesadaran masyarakat untuk ikut melestarikan hutan terbangun
dari adanya sistem PHBM yang diwujudkan melalui organisasi LMDH. Masyarakat umum di
desa Bodeh ikut berpartisipasi dalam menjaga keamanan hutan. Masyarakat dapat
memberikan informasi kepada petugas perhutani yang ada di pos-pos penjagaan jika
mengetahui adanya pencurian di hutan.
Pelaksanaan PHBM juga dilakukan dalam kegiatan berbasis bukan lahan, antara lain
dalam bentuk pelatihan dan penyuluhan. Kegiatan ini dilakukan untuk menambah wawasan,
menunjang dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Pelatihan dan penyuluhan ini biasanya
diselenggarakan oleh Perhutani di KPH Randublatung Kabupaten Blora. Kegiatan pelatihan
dan penyuluhan tidak selalu dilaksanakan di balai pelatihan, kadang juga dilaksanakan di
masing-masing desa.
Materi pelatihan dan penyuluhan yang diberikan oleh Perhutani KPH Randublatung
Kabupaten Blora tidak hanya berkaitan dengan masalah kehutanan saja. Materi-materi
pelatihan dan penyuluhan di luar kehutanan antara lain seperti pelatihan pembuatan kompos,
pelatihan penggemukan ternak baik sapi maupun kambing, pelatihan perlebahan, pelatihan
tanaman empon-empon, pelatihan dan penyuluhan mengenai koperasi. Usulan materi-materi
tersebut datang dari masyarakat, karenanya partisipasi masyarakat dalam pelatihan dan
penyuluhan yang dilakukan oleh Perhutani di KPH Randublatung Kabupaten Blora menjadi
semakin meiningkat dari waktu ke waktu. Materi di luar kehutanan tidak disampaikan sendiri
oleh ahli dari Perhutani KPH Randublatung Kabupaten Blora. Karena itu Perhutani KPH

12
Randublatung Kabupaten Blora bekerjasama dengan instansi lain yang berkompeten dapat
memberikan materi seperti di atas sebagaimana yang dibutuhkan oleh masyarakat desa hutan.
Bentuk pelatihan dan penyuluhan di atas merupakan upaya meningkatkan sumber
daya manusia yang diperlukan dalam pembangunan hutan. Banowati (2009) mengatakan
bahwa semakin rendah pendidikan masyarakat, maka semakin sempit wawasan dan
pengetahuan masyarakat. Hal ini berakibat pada tingkat ketergantungan masyarakat yang
berpendidikan rendah terhadap hutan semakin tinggi. Sistem yang dikembangkan Perhutani di
KPH Randublatung Kabupaten Blora dengan pelatihan dan penyuluhan di luar konteks
kehutanan rupanya sejalan dengan apa yang dikatakan Banowati. Dengan demikian
masyarakat Desa Bodeh tidak sepenuhnya tergantung pada kemitraan in, karena mereka juga
mendapatkan banyak keterampilan hidup. Pada akhirnya perlakuan masyarakat Desa Bodeh
terhadap pengelolaan hutan semakin lebih meperhitungkan fungsi hutan sebagai penyedia
sumber daya yang harus terlanjutkan.
Usaha lain dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa Bodeh
adalah dengan didirikannya koperasi simpan pinjam. Upaya perolehan modal oleh koperasi
agar dapat mencukupi kebutuhan masyarakat, maka pihak koperasi menjalin kerjasama
dengan PUKK (Perkreditan Usaha Kecil dan Koperasi) dalam hal permodalan yang dalam
perkembangannya berubah menjadi PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan).
Dalam kegiatan ini masyarakat ikut berpartisipasi dalam kegiatan koperasi. Sebagai anggota
koperasi, masyarakat Desa Bodeh terlibat dalam setiap kegiatan perkoperasian misalnya
simpan pinjam, dan dibidang usaha seperti pertokoan.
Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam kemitraan ini menunjukan bagaimana
pengelolaan hutan oleh masyarakat secara sistemis dan terarah sebagaimana yang dikatakan
oleh Sribudiani (2005). Masyarakat Desa Bodeh telah berpartisipasi secara aktif dalam upaya
peningkatan pelestarian hutan, baik menjadi anggota LMDH maupun juga terlibat dalam
setiap kegiatan yang dilaksanakan perhutani yaitu dalam sistem PHBM. Partisipasi
masyarakat desa Bodeh dalam LMDH yaitu sebagai anggota memberikan masukan dan
dukungan yang positif terhadap adanya PHBM serta mau terlibat mulai dari menentukan
perencanaan program, mengikuti sosialisasi PHBM, mengikuti pertemuan-pertemuan sampai
mengikuti kegiatan yang dilaksanakan dalam sistem PHBM. Selain itu, dalam pelaksanaan
PHBM masyarakat terlibat dalam setiap kegiatan baik itu kegiatan yang berbasis lahan
maupun kegiatan yang berbasis bukan lahan.
Dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam upaya peningkatan pelestarian hutan
tersebut dirasakan perhutani maupun masyarakat telah membuahkan hasil. Hal ini terbukti
dengan berkurangnya lahan kosong di petak-petak pangkuan hutan areal PHBM karena telah
digalakkannya penghijauan atau reboisasi, selain itu tingkat pencurian kayu di hutan juga
menurun, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dengan adanya sharing atau bagi hasil

13
maupun berbagai macam kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun penghasilan
masyarakat.
Keikutsertaan sebagian besar masyarakat Desa Bodeh dalam pelaksanaan PHBM
sebagai upaya peningkatan pelestarian hutan yaitu didorong oleh adanya rangsangan dari
pihak luar yaitu adanya ajakan dari perhutani dan LMDH, sehingga masyarakat desa Bodeh
mau terlibat dalam sistem PHBM karena adanya perjanjian kerjasama yang saling
menguntungkan antara perhutani dengan masyarakat. LMDH mengajak masyarakat terlibat
dalam sistem PHBM melalui kegiatan rapat maupun pertemuan rutin dalam lembaga. Tidak
ada unsur paksaan baik dari perhutani maupun LMDH dalam mengajak masyarakat
berpartisipasi walaupun ada sebagian kecil masyarakat desa Bodeh yang belum mau ikut
berperan serta dalam LMDH maupun pelaksanaan sistem PHBM. Tetapi masyarakat yang
ikut berpartisipasi dalam mengelola hutan pada intinya mempunyai kepedulian besar terhadap
kerusakan hutan sehingga mau terlibat dalam pelaksanaan PHBM sebagai upaya peningkatan
pelestarian hutan.
Partisipasi di atas dalam tipologi yang digagas oleh Koentjaraningrat mengenai
partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembanguanan (2002) merupakan kategori partisipasi
dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek pembangunan yang khusus. Dalam katageori
ini Koentjaraningrat mengatakan bahwa rakyat pedesaan diajak, dipersuasi, diperintah oelh
wakil-wakil dari beranekawarna Departemen atau oleh Pamong Praja untuk berpartisipasi
menyumbangkan tenaga atau harta kepada proyek-proyek pembangunan yang khusus yang
bersifat fisik. Lebih lanjut Koentjaraningrat mengatakan bahwa jika proyek tersebut
bermanfaat bagi masyarakat, maka mereka akan berpartisipasi dengan semangat dan
spontanitas yang besar tanpa mengharapkan upah yang tinggi.
Penjelasan di atas menegaskan bahwa partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Bodeh dalam sistem PHBM yang digalakan pemerintah adalah bagian dari proyek
pemerintah, yang oleh masyarakat dianggap menguntungkan pada aspek ekonomi. Namun
jauh dari persolan ekonomi, partispasi yang dilakukan masyarakat Desa Bodeh dalam
kemitraan melalui sistem PHBM menghasikan hubungan-hubungan sosial yang lebih
menguntungkan pula. Munculnya pelatihan dan penyuluhan dalam berbagai tema materi,
kegiatan keorganisasian seperti LMDH, koperasi dan lainnya memberikan bentuk
kebermanfaatan yang memompa semangat masyaakat Desa Bodeh berpartisipasi dalam
kemitraan tersebut.
Dalam pelaksanaan sistem PHBM terdapat kendala-kendala yang dialami oleh
masyarakat desa Bodeh dalam keterlibatannya, baik itu dalam kegiatan sosialiasi PHBM
maupun dalam setiap kegiatan PHBM. Sosialisasi PHBM merupakan tahap awal dalam
kegiatan PHBM. Di desa Bodeh sosialisasi awal PHBM dilakanakan di balai desa dengan
tujuan tempatnya mudah dijangkau oleh masyarakat. Sedangkan sosialisasi lanjutannya

14
dilakukan di kantor LMDH tetapi setelah berjalan ternyata terdapat warga masyarakat yang
sering tidak hadir dengan alasan jarak antara kantor LMDH terlalu jauh dengan rumah
penduduk, sehingga pengurus LMDH bersama dengan pihak Perhutani merapatkan kondisi
tersebut dan memutuskan untuk melaksanakan sosialisasi lebih lanjut di setiap dusun yang
pelaksanaannya di rumah pak RT maupun di rumah pak Kadus dengan tujuan tempatnya
mudah dijangkau oleh masyarakat.
Sementara kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam mengikuti kegiatan
PHBM, antara lain: Pertama, kendala dalam kegiatan persiapan lapangan, yaitu tumbuhnya
tanaman liar seperti ilalang di lahan area PHBM dan jauhnya jarak antara perkampungan
penduduk dengan lahan area PHBM sehingga membuat masyarakat desa Bodeh malas untuk
mengolah lahan; telatnya instruksi dari Perhutani untuk melakukan kegiatan persiapan
lapangan; dan adanya musim yang berubah-ubah. Dari adanya kendala yang dihadapi oleh
masyarakat tersebut Perhutani berupaya untuk melakukan kerja borongan kepada masyarakat.
Kedua, kendala dalam kegiatan penanaman, yaitu ketika bibit jati baru ditanam
ternyata hujan turun lebat yang menyebabkan bibit jati terhanyut dan ketika bibit jati baru
ditanam ternyata hujannya pendek atau ketika bibit jati baru dibawa ke lahan ternyata hujan
belum turun (mundur) yang menyebabkan bibit jati menjadi kering dan akhirnya mati; selain
itu masa penanaman di tunda karena adanya musim lebaran. Dari kendala yang dihadapi
masyarakat tersebut Perhutani berupaya melakukan kegiatan penanaman dengan mengikuti
musim dan apabila musim hujan tiba sebelum masa lebaran maka sebaiknya kegiatan
penanaman dilakukan sebelum lebaran agar tidak di tunda-tunda.
Ketiga, kendala dalam pemeliharaan tanaman, yaitu adanya kebakaran hutan yang
diakibatkan oleh terbakarnya tanaman liar (ilalang) kering di lahan area PHBM. Dari kendala
tersebut Perhutani berupaya menhimbau kepada masyarakat untuk tidak membakar hutan dan
membuat spanduk mengenai pentingnya hutan bagi kehidupan.
Keempat, kendala dalam kegiatan pengamanan hutan, yaitu sampai sekarang maih
terdapat pencurian kayu di hutan yang pelakunya dari desa lain di luar desa Bodeh. Dari
kendala tersebut Perhutani berupaya mengajak masyarakat untuk mengantisipasi adanya
pencurian kayu di hutan melalui sosialisasi maupun pengarahan-pengarahan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Upaya peningkatan pelestarian hutan yang dilaksanakan perhutani dalam sistem
PHBM yaitu dengan merangkul dan bermitra dengan masyarakat sekitar hutan yaitu
masyarakat Desa Bodeh dalam melaksanakan pengelolaan hutan sehingga kelestarian hutan
menjadi meningkat. Dengan semangat jiwa berbagi, baik berbagi peran, berbagi pemanfaatan
lahan atau ruang, maupun berbagi manfaat hasil hutan dengan masyarakat sharing atau bagi
hasil yang diberikan kepada masyarakat yaitu 25% dari hasil produksi kayu dianggap sebagai
wujud kompensasi yang yang diberikan perhutani kepada masyarakat desa Bodeh karena
telah berperan serta dalam bekerjasama mengelola hutan. Partisipasi masyarakat desa Bodeh
dalam pelaksanaan sistem PHBM diwujudkan dalam berbagai kegiatan yang berbasis lahan
dan non-lahan.

16
Dari partisipasi itu telah di dapatkan hasil yang cukup signifikan seperti menurunnya
tingkat kerusakan hutan, menurunnya kasus pencurian, berkurangnya lahan kosong karena
peran aktif masyarakat dalam mengolah lahan dan melakukan kegiatan reboisasi. Dari semua
kegiatan yang dilakukan dalam kemitraan, maka kesadaran masyarakat yang tinggi untuk
peran aktif dalam sistem PHBM menghasikan peningkatan kesejahteraan dan kualitas ekologi
serta hubungan sosial yang lebih baik. Hal itulah yang menyebabkan semangat berpartisipasi
masyarakat Desa Bodeh dalam kemitraan melalui sistem PHBM ini tinggi, dan ini sejalan
dengan konsep partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembangunan yang digagas oleh
Koentjaraningrat.

B. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penulisan makalah ini diatas masih
banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna.

Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari sema
pembaca.

17

Anda mungkin juga menyukai