Anda di halaman 1dari 17

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Identitas Mata Kuliah
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Nama Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan
Jumlah SKS :2
Semester :1
Program Studi : Pendidikan Bahasa Indonesia
Dosen : Dr. Muhammad Kristiawan, M.Pd.
Nama : Beri Barga
NPM : A1H021037
Prodi : Pendidikan Jasmani

SOAL
1. Problematika pendidikan banyak terkait dengan bagaimana melahirkan guru
profesional. Silahkan saudara jelaskan bagaimana melahirkan guru-guru profesional
di Indonesia, dukung pendapat saudara dengan berbagai jurnal yang saudara baca!
(Score 30, jika saudara dapat memberikan rujukan minimal 5 jurnal sebagai referensi,
dan ditulis Daftar Pustakanya)
2. Banyak aliran filsafat pendidikan, di antaranya Filsafat Esensialisme, Filsafat
Perenialisme, Filsafat Progresivisme, Filsafat Eksistensialisme, Filsafat
Rekonstruktivisme. Silahkan saudara deskripsikan konsep pendidikan menurut
berbagai aliran-aliran filsafat pendidikan tersebut! (Score 50, jika saudara dapat
memberikan rujukan minimal 5 jurnal sebagai referensi, dan ditulis Daftar
Pustakanya)
3. Silahkan saudara uraikan bagaimana mengatasi relevansi pendidikan dengan
pembangunan dan kebutuhan masyarakat! Kemudian saudara jelaskan juga
bagaimana menanggulangi karakter peserta didik yang kian hari kian
mengkhawatirkan! (Score 20, jika saudara dapat memberikan rujukan minimal 5
jurnal sebagai referensi, dan ditulis Daftar Pustakanya)

JAWABAN LANGSUNG DIKETIK DI BAWAH SOALNYA, BUAT DALAM PDF


KEMUDIAN UNGGAH DI Academia.edu MASING-MASING

JAWABAN :

1. - Jurnal Darul ‘Ilmi Vol. 02, No. 02 Juli 2014


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
GURU PROFESIONAL
(Sebuah Karakteristik Guru Ideal Dalam Pendidikan Islam)

pengertian guru profesional adalah seseorang yang memiliki keahlian


dalam melaksanakan tugas mengajar.
Secara umum guru dapat diartikan sebagai orang yang memiliki
tanggungjawab mendidik. Secara khusus, guru dapat diartika sebagai
orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan murid dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi afektif,
kognitif, dan psikomotorik.4 Sementara itu pengertian profesional menurut Syaiful Sagala
adalah seseorang yang ahli dalam pekerjaannya,yang mana dengan keahlian yang
dimilikinya tersebut dia melakukan pekerjaannya secara sungguh-sungguh.
Bukan hanya sebagai pengisi waktu luang atau malah main-main.5
Selain itu juga, banyak tokoh pendidikan yang mendefinisikan guru
profesional. Seperti halnya Moh. Uzer Usman yang memberikan pengertian
guru profesional sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan dan
keahlian bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan dan memikul
tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru dengan maksimal.6
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian guru profesional adalah seseorang yang memiliki keahlian atau
kemampuan dalam membimbing dan membina peserta didik, baik dari
segi intelektual, spiritual, maupun emosional. Profesional dalam tinjauan Islam khususnya
dibidang pendidikan dimaknai sebagai seseorang yang harus benar-benar mempunyai kualitas
keilmuan kependidikan dan kenginan yang memadai guna menunjang
tugas jabatan profesinya, sebab tidak semua orang bisa melakukan tugas
dengan baik.
Kompetensi Guru Profesional
Ketika seseorang dikatakan ahli, tentu karena yang bersangkutan
telah memiliki kompetensi dalam bidang yang ia kuasai. Guru profesional
juga mempunyai kompetensi yang harus dimiliki. Moh. Dalam hal ini
misalnya Uzer Usman menyebutkan sedikitnya ada dua kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang guru,7 yaitu, kompetensi kepribadian dan
kompetensi profesional. Kompetensi pribadi mensyaratkan seorang guru
memiliki sejumlah kemampuan, seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, kemampuan
melaksanakan administrasi sekolah, dan kemampuan melakukan penelitian
sederhana untuk keperluan pengajaran. Selain kompetensi pribadi, seorang guru profesional
juga dituntut menguasai kompetensi kewajibannya sebagai guru, yaitu kompetensi
profesional. Hal ini mensyaratkan seorang guru profesional harus mengetahui dan
melaksanakan dua point. Yaitu, landasan pendidikan, dan menyusun program pengajaran.
Dari sini dapat di ketahui, bahwa menjadi guru profesional minimal mempunyai tiga
kompetensi. Kompetensi tersebut adalah kompetensi pribadi, profesi, dan sosial. Jika salah
satu kompetensi tidak dikuasai, maka bisa berakibat nilai dan tujuan pendidikan tidak bisa
dicapai. Hal ini tentu sangat berpengaruh, karena sosok seorang guru mempunyai peran
yang sangat besar dalam mensukseskan tujuan, visi, dan misi pendidikan.
Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Secara sederhana peningkatan kemampuan profesional guru dapat
diartikan dengan upaya membantu guru yang belum matang menjadi
matang, yang tidak memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi.
Kematangan, kemampuan mengolah diri, pemenuhan kualifikasi
merupakan ciri-ciri profesional guru.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Dalam peningkatan kemampuan profesional guru minimal mempunyai
dua prinsip yaitu prinsip bantuan, dan prinsip bimbingan.9
Peningkatan kemampuan profesional guru itu merupakan upaya membantu guru yang
belum profesinal menjadi profesional. Jadi peningkatan kemampuan
profesional guru pada dasarnya datang dari diri seorang guru. Meskipun
terdapat berbagai bimbingan yang dilakukan oleh pihak lain.
Profesionalisme Guru dalam Perspektif Islam
Profesionalisme pada dasarnya berpijak pada dua kriteria pokok,
yakni, merupakan panggilan hidup dan keahlian. Panggilan hidup atau
dedikasi dan keahlian menurut Islam harus dilakukan karena Allah SWT.
Hal ini akan mengukur sejauh nilai keikhlasan dalam perbuatan. Dalam
Islam, apapun jenis profesi dan pekerjaan (termasuk seorang guru), harus
dilakukan secara profesional.10 Maka, dedikasi dan keahlian merupakan dua hal yang
mewarnai tanggung jawab untuk terbentuknya profesionalisme guru dalam perspektif
pendidikan Islam. Selain itu, ada ungkapan yang tersirat saat Islam mendefinisikan
terminologi
“profesionalisme”. Ada dua aspek yang melibatkan kata profesionalisme,
yakni melimpahkan suatu urusan atau pekerjaan pada ahlinya.11 Dalam hal
ini yang menjadi tolak ukur keahlian seorang guru dalam mencapai titik
profesionalisme akan sangat tergantung pada kemampuan memenuhi dua
aspek prinsip, yakni prinsp administrasi dan prinsip operasional. Apabila
dua aspek ini diabaikan, maka tujuan dari pendidikan tidak akan tercapai
secara maksimal. Guru dalam Islam sebagai pemegang jabatan profesional membawa
misi ganda dalam waktu yang bersamaan, yaitu misi agama dan misi ilmu
pengetahuan. Misi agama menuntut guru untuk menyampaikan nilai-nilai
ajaran agama kepada murid, sehingga murid dapat menjalankan kehidupan
sesuai dengan norma-norma agama tersebut. Misi ilmu pengetahuan
menuntut guru menyampaikan ilmu sesuai dengan perkembangan zaman.

DAFTAR PUSTAKA

Bafadal, Ibrahim, Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar, Jakarta:

Bumi Aksara, 2003.

Daryanto, Guru Profesional, Yogyakarta : Gava Media, 2013.

Drajat, Zakiah, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung

Agung, 1996.

- JURNAL Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 20 Nomor 77 Tahun XX September


2014
GURU PROFESIONAL DI ERA GLOBAL
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
”Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”
(UU No. 14 Tahun 2005, Bab I Pasal
Keberadaan guru yang professional merupakan salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi
guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia agar dapat bersaing dengan negara-
negara maju lainnya. Hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan
yang mendorong terciptanya guru yang kompeten
dan berkualitas. Salah satu indikator guru professional adalah guru yang mampu beradaptasi
dengan perkembangan keilmuan yang hari demi hari semakin canggih. Selain itu, guru
yang profesional dan kompeten juga harus mampu menerapkan model dan metode
pembelajaran berdasarkan tuntutan waktu dan kebutuhan peserta didik. Penerapan
pola ini akan menciptakan suasana menyenangkan dalam belajar, enjoy dalam
mengajar, yang pada akhirnya akan menghasilkan proses KBM yang berkualitas
termasuk peserta didik yang berprestasi.
Guru Profesional di Era Global
Menurut pandangan tradisional guru adalah seorang yang berdiri didepan kelas
untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Guru adalah orang yang layak digugukan
dan ditiru. Guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar. Pendapat lain
menyatakan bahwa guru pada hakikatnya merupakan tenaga kependidikan yang
memikul berat tanggung jawab kemanusiaan, khususnya berkaitan dengan
proses pendidikan generasi penerus bangsa.
Istilah “profesi” sudah cukup dikenal oleh semua pihak, dan senantiasa melekat
pada “guru” karena tugas guru sesungguhnya merupakan suatu jabatan
professional. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat, berikut ini
akan dikemukakan pengertian “profesi” dan kemudian akan dikemukakan pengertian
profesi guru. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau
jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat
disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya..
Dengan adanya persyaratan
profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru
Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
1. memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
2. penguasaan ilmu yang kuat;
3. keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
4. pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut
mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Untuk membangun profesionalisme guru Indonesia yang profesional
dipersyaratkan mempunyai;
1. dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat
teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
2. penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah,
serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan
masyarakat Indonesia;
3. pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan
berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan
ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program preservice dan in-service karena
pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru
diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih
tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.
Program penyetaaan Diploma II bagi guruguru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP
dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak
bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk
melakukan perubahan. Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk
meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan
KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi
pengalaman dalam memecahkan masalahmasalah yang mereka hadapi dalam
kegiatan mengajarnya.Pengembangan profesionalisme
guru harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini,
pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan
dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi
keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru,
imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan
profesionalisme seseorang termasuk guru.

DAFTAR PUSTAKA

Suyanto dan Asep J, 2014, Menjadi Guru Profesional di Era Global” Jakarta : Erlangga Group.

Suhaenah Suparno, Membangun Kompetensi Belajar (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000)

- Jurnal Ilmiah Pend. Ekonomi, Volume 1 Nomor 2, September 2013, Hal. 152-159

UPAYA MENJADI GURU YANG PROFESIONAL


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Guru yang Profesional
Dalam undang-undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen, disebutkan
bahwa Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Dari pengertian diatas bahwa beban tugas seorang guru itu
sangat besar dilihat dari segi professional pekerjaannya.
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjan yang menuntut keahlian
(experties) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang
yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan
itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan
baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidika/latihan pra-jabatan) maupun
setelah menjalani suatu profeso (in-servicetraining).
Menurut Suparlan (2008: 93) bahwa standar kompetensi yang harus dimiliki dari
seorang guru dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Pengelolan pembelajaran salah satunya dengan pengkondisian kelas,
2. Penguasaan Akedemik dimana seorang guru harus menguasai materi-materi yang
disampaikan.
3. Pengembangan profesi keguruan Menurut Standard kompetensi.
Konsep Profesi
Profesi sebagai kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian tertentu. Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan kepandaian khusus
untuk melaksanakannya. Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa
Inggris profession atau bahasa Latin profecus yang artinya mengakui,
pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu
(Sudarwan Danin, 2002:20).
Mengutip pendapat Ornstein dan Levine, Soetjipto (2004;15)
mengemukakan bahwa profesi adalah memerlukan bidang ilmu dan keterampilan
tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya)
dan memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang. Selanjutnya Nana
Sudjana (Uzer Usman, 2001:14) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan
bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan
lain.
Beberapa Kriterian Menjadi Guru Profesional
Menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan intergiritas, menjadi guru
pforesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat
dengan peran yang psikologis, humannis bahkan identik dengan citra kemanusiaan.
Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang
bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Ada beberapa
kriteria untuk menjadi guru profesional:

 Memiliki skill/keahlian dalam mendidik atau mengajar


 Memposisikan profesi guru sebagai The High Class Profesi
Syarat-syarat Profesional
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Konvensi Nasional Pendidikan
Indonesia I pada tahuan 1988 (Pidarta,2000:266) menentukan syarat-syarat suatu
pekerjaan profesional sebagai berikut :
1. Atas dasar panggilan hidup yang dilakukan sepenuh waktu serta untuk jangka waktu.
2. Telah memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus
3. Dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur, dan anggaan-anggapan dasar yang sudah baku
sebagai pedoman dalam melayani klien,
4. Sebagai pengabdian kepada masyarakat, bukan mencari keuntungan finansial,
5. Memiliki kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif dalam melayani klien,
6. Dilakukan secara otonom yang bisa diuji oleh rekan-rekan seprofesi,
7. Mempunyai kode etik yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, dan pekerjaan yang
dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan.
Strategi Menjadi Guru Profesional
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada
yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semi profesional, namun
sebenarnya lebih dari itu. Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak
perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki
berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal, dan sosial. Seseorang
dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu
berpegang teguh pada etika kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar), cepat
(produktif), tepat (efektif).
profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan
kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun kemampuan lain
dalam upaya menjadikan peserta didik memiliki keterampilan belajar, mencakup
keterampilan dalam memperoleh pengetahuan (learning to know), keterampilan dalam
pengembangan jati diri (learning to be), keterampilan dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu
(learning to do), danketerampilan untuk dapat hidup berdampingan dengan sesama secara
harmonis (learning to live together).
Maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat
dilakukan dengan berbagai strategi antara lain :
1. Berpartisipasi di dalam atau servie training.
2. Membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lain-lainnya.
3. Berpartisipasi di dalam kegiatan pertemuan ilmiah.
4. Melakukan penelitian seperti PTK.
5. Partisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional.
6. Kerjasama dengan tenaga professional lainnya di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Pidatara, M. 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta. Rineka Cipta.


Samani, M. dkk. 2003. Pembinaan Profesi Guru. Jakarta: Depdiknas

- Jurnal Saung Guru : Vol. I No. 2 ( 2010 )


GURU BERKUALITAS : PROFESIONAL DAN CERDAS EMOSI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Profesionalisme guru memiliki posisi sentral dan strategis. Karena
posisinya tersebut, baik dari kepentingan pendidikan nasional maupun
tugas fungsional guru, semuanya menuntut agar pendidikan dilaksanakan secara profesional.
Pembahasan tentang guru profesional terkait dengan beberapa istilah, yaitu profesi,
profesional itu sendiri, profesionalisme, profesionalisasi, dan profesionalitas. Profesi adalah
pernyataan pengabdian pada suatu pekerjaan atau jabatan (Piet A Sahertian, 1994:26), dimana
pekerjaan atau jabatan tersebut menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap
profesi. Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
Profesional menunjuk pada orang atau penampilan seseorang yang sesuai
dengan tuntutan yang seharusnya. Profesionalisasi menggambarkan proses menjadikan
seseorang sebagi profesional melalui pendidikan. Profesionalisme menunjuk pada derajat
penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu
profesi yang menyangkut sikap, komitmen, dan kode etik; profesionalisme bisa tinggi,
sedang, atau rendah. Sedangkan halhal yang berkaitan dengan keprofesiaan biasa disebut
profesionalitas (Dedi Supriadi, 1999: 94-95).
Kecerdasan Emosi
Pusat Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Rasional dalam Otak. Otak manusia adalah massa
protoplasma yang paling kompleks yang pernah dikenal di alam semesta. Organ
ini terdiri dari tiga bagian dasar, masing-masing dengan struktur saraf
tugas-tugas tertentu, yang oleh Dr. Paul McLean (1990) disebut "otak
triune". Ketiga bagian tersebut adalah: batang atau otak reptil, sistem limbik
atau otak mamalia, dan neokorteks(Bobbi DePorter & Mike Hernacki;
1999). Dalam buku Quantum Learning dijelaskan bahwa bagian otak manusia
yang disebut otak mamalia (sistem limbik) bertanggung jawab atas fungsifungsi emosional
dan kognitif serta pengaturan bioritme seseorang, seperti pola tidur, lapar, haus, tekanan
darah, gairah seksual, dan metabolisme dalam tubuh. Dalam mekanisme yang terjadi
pada sistem limbik inilah kecerdasan emotional (EI = Emotional Intelligence, nama lain dari
EQ) seseorang ditentukan. Konsep Dasar Kecerdasan Emosi Istilah "Emotional Intelligence,
kecerdasan emosional" – selanjutnya disebut kecerdasan emosi – pertamakali dilontarkan
pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer
dari University of New Hampshire.
Kecerdasan Emosi Eksekutif
Kecerdasan Emosional Eksekutif (EQ-Executive) secara singkat dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengelola emosi dalam
rangka menghadapi dan memberikan tindakan antisipasi maupun solusi
terhadap prob-lematika yang dhadapi dalam menjalankan profesi dalam
suatu intitusi. Berdasarkan gagasan Robert K Cooper & Ayman Sawaf (2001),
EQ-Executive yang akan analisis dalam penelitian ini didasarkan
kepada empat pilar utama:
1. Kesadaran Emosional Literasi
2. kecerdasan emosi
3. Kedalaman emosi (emotional deepth)

Istilah profesional pada tulisan ini tidak merujuk kepada penggunaan istilah
tersebut pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) –yang
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
seringkali menimbulkan kerancuan dalam wacana dilapangan – yang
menyatakan “Pendidikan tinggi terdiri dari pendidikan akademik dan
pendidikan profesional.” Yang dimaksud dengan pendidikan akade-mik
adalah pendidikan yang sebagian besar porsinya ditujukan untuk penguasaan
dan pengembangan ilmu dengan bobot keterampilan yang lebih sedikit.

Saran terkait dengan mempersiapkan calon guru yang profesional


serta memiliki kecerdasan emosi yang memadai. Saran-saran tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Penyiapan guru profesional dengan kecerdasan emosi yang memadai
harus dimulai sejak masa rekruitmen (penerimaan) calon
mahasiswa guru Materi, instrument, dan cara seleksi calon
mahasiswa harus merujuk kepada karakteristik dan standar dari profil
guru profesional dan kecerdasan emosi.
2. Para mahasiswa calon guru selama menjalani pendidikan selain
menjalani pembinaan wawasan, karakter, dan profil calon guru
profesional ia jua harus secara intensif dievaluasi secara periodik
apakah selama menjalani pendidikan yang bersangkutan
mampu menunjukkan sejumlah karakter guru profesional.
3. Perkuliahan yang berkaitan dengan ilmu mendidik atau metode
pembelajaran semestinya diperkaya dengan kajian-kajian literature yang
lebih dominan nuansa humanistis, spiritual, moral, dan kecerdasan emosi.
4. Setiap LPTK penghasil calon guru hendaknya memiliki institusi
yang bertugas khusus secara periodik melakukan studi/penelitian
untuk mengungkap profil dan perkembangan kecerdasan emosi
mahasiswa calon guru. Hasil studi ini menjadi bahan masukan
dan pembinaan lebih lanjut bagi mahasiswa yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Dedi Supriadi. ( 1999 ). Mengangkut Citra dan Martabat Guru.Yogyakarta : Adicita Karya
Nusa Guru.

Robert K Cooper & Ayman sawaf. ( 2001 ). Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi.

- Jurnal Pendidikan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2012, 32-44

MENGEMBANGKAN PROFESIONALISME PENDIDIK GURU Kajian Konseptual dan


Operasional

ABSTRAK
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Peran pendidik guru menjadi lebih dan lebih penting dalam memenuhi kebutuhan guru
profesional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia # 14/2005
tentang Guru dan Dosen. Agar dapat mendidik guru profesional dan calon guru, pendidik
guru sendiri harus profesional, dan memiliki kemauan untuk terus mengembangkan
profesionalisme.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian cukup serius di berbagai
negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini dapat dimaklumi karena
kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam kemajuan satu
negara. Jepang yang hancur lebur dalam Perang Dunia kedua, segera bangkit kembali karena
memberi perhatian yang serius pada pendidikannya. Melalui pendidikan, berbagai
keterampilan, terutama keterampilan hidup, dapat dikembangkan, di samping tentu saja
berbagai pengetahuan dan sikap yang perlu dikuasai dan ditampilkan oleh setiap orang jika
mau hidup secara layak dalam dunia yang berkembang sangat pesat ini. Salah satu faktor
yang berperan besar dalam dunia pendidikan dan yang sering dikaitkan dengan kualitas
pendidikan, khususnya pendidikan formal adalah guru. Peran guru ini menjadi semakin
penting karena sebagaimana yang diungkapkan oleh Wardani dan Julaeha (2011),
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) yang sangat pesat membawa
berbagai perubahan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, para pendidik
guru di semua LPG perlu menjawab tantangan ini dengan serius. Namun, berdasarkan
pengamatan berbagai dokumen yang berkaitan dengan pendidik guru dan diskusi internal,
tampaknya belum semua pendidik guru menyadari posisi yang sangat penting dan
menentukan ini. Oleh karena itu, diharapkan tulisan ini dapat menyadarkan para pendidik
guru akan perannya yang sangat sentral tersebut serta mengambil langkah nyata dalam
pengembangan profesionalisme.
Pengembangan Profesionalisme Pendidik Guru
pekerjaan profesional adalah pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk
melakukannya dan mengharuskan adanya pembayaran bagi pelakunya (lawan dari amatir).
Selanjutnya, profesionalisme yang merupakan kata benda, dimaknai sebagai mutu, kualitas,
dan tindak tanduk yang merupakan ciri satu profesi atau orang yang profesional. Tidak jauh
berbeda dengan KBBI, Oxford Advanced Learner’s Dictionary (Wehmeier, 2005),
mendefinisikan profesionalisme sebagai suatu standar tinggi yang kita harapkan dari
seseorang yang terlatih dengan baik dalam pekerjaan tertentu, atau “great skill and ability”
(hal: 1205).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan profesional sebagai guru dan
pendidik guru mencakup penguasaan sosok utuh kompetensi guru dan kemampuan
melaksanakan tugas yang mengutamakan kemaslahatan dan kepuasaan peserta didik. Dengan
demikian, tolok ukur utama keberhasilan bagi guru profesional adalah kualitas proses dan
hasil belajar para siswa yang menjadi tanggung jawabnya. Sejalan dengan itu, tingkat
keprofesionalan pendidik guru dapat ditandai dari tingkat penguasaan sosok utuh kompetensi
sebagai dosen, baik secara akademik maupun penerapannya dalam konteks otentik pemberian
layanan kepada peserta didik (guru dan calon guru) yang menjadi tangung jawabnya.
Indikator lain yang dapat dijadikan ukuran tingkat keprofesionalan pendidik guru adalah
kepuasan para guru/calon guru yang menjadi tanggung jawabnya, yang tercermin dalam
kualitas proses dan hasil belajar para guru dan calon guru tersebut. Di samping itu, tingkat
keprofesionalan pendidik guru juga dapat dilihat dari kuantitas dan kualitas penelitian yang
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
pernah dilakukan serta karya ilmiah yang pernah diterbitkan atau disajikan dalam berbagai
pertemuan.
Dengan demikian, mengembangkan kemampuan profesional merupakan satu keharusan bagi
para pendidik guru, sehingga mereka tidak pernah ketinggalan jaman karena selalu mengikuti
perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan. Perlu juga dicatat bahwa dalam
mengembangkan kemampuan profesional, pendidik guru perlu bersikap terbuka karena
perkembangan IPTEKS yang begitu pesat memungkinkan informasi dapat diakses dengan
cara mudah oleh siapa saja, termasuk oleh peserta didik, dalam hal ini para guru dan calon
guru. Tidak mustahil, guru dan calon guru menguasai informasi tertentu terlebih dahulu dari
dosennya. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena pendidik guru dan peserta didik
belajar sepanjang hayat dengan gaya dan kemampuan masing-masing. Jika sikap terbuka ini
dapat dimodelkan oleh pendidik guru kepada para guru atau calon guru, dampaknya akan
berlipat ganda karena guru akan berupaya menampilkan sikap tersebut di depan para
siswanya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Profesionalisme Pendidik Guru


Secara umum, faktor yang mempengaruhi perkembangan profesionalisme seorang pendidik
guru dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor dari dalam diri pendidik guru sendiri, mencakup keperibadian, kemampuan,
wawasan terhadap pekerjaan sebagai pendidik guru, tujuan hidup, etos kerja, dan lain-lain.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar pendidik guru, yang antara lain
meliputi: kesempatan untuk mengembangkan diri, kebijakan lembaga, biaya, beban kerja,
teman sekerja. Dari segi kesempatan, kebijakan lembaga, dan biaya, tampaknya peluang
untuk mengembangkan profesionalisme sangat terbuka lebar. Ada berbagai lembaga, baik
dalam negeri maupun luar negeri yang menyediakan beasiswa untuk melanjutkan studi atau
mengembangkan profesionalisme. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sendiri, hampir
dalam setiap tahun anggaran menyediakan beasiswa, baik untuk melanjutkan studi di dalam
negeri maupun di luar negeri. Sebagai contoh, ada beasiswa program pascasarjana (BPPS),
Program Academic Recharging (PAR), ada juga beasiswa luar negeri seperti beasiswa
Fulbright. Dari faktor internal, secara sepintas, dosen yang tidak mengajukan usul kenaikan
jabatan akademik atau jabatan fungsional, tampaknya dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori. Pertama, mereka yang sebenarnya banyak berperan penting dalam berbagai kegiatan
akademik, baik pengajaran, penelitian, maupun pengabdian kepada masyarakat, namun tidak
membudayakan kebiasaan mendokumentasikan bukti fisik kegiatan yang telah diikutinya dan
tidak cukup usaha untuk menyusun usulan kenaikan jabatan akademik. Kedua, mereka yang
memang sangat jarang terlibat dalam kegiatan akademik, sehingga memang tidak mempunyai
bukti fisik yang dapat diajukan sebagai bukti dalam usulan kenaikan jabatan akademik.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Dikti. (2004). Peningkatan kualitas pembelajaran. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan
Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

2. - filsafat esensialisme (Jurnal al-Asas, Vol. V No. 2, Oktober 2020)


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Pandangan Essensialisme
Essensialisme menghendaki agar landasan-landasan pendidikan adalah nilai-nilai yang esensial,
yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan telah turun menuran dari zaman ke
zaman, dengan mengambil zaman renaisanse sebagai permulaan. Pandangan filsafat pendidikan
Esensialisme dapat ditelusuri dari aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali kepada
kebudayaan lama, karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia.
Kebudayaan lama dimaksud telah ada semenjak peradaban umat manusia terdahulu, terutama
semenjak zaman Renaissance mulai tumbuh dan berkembang dengan megahnya.
Essensialisme merupakan gerakan pendidikan yang bertumpu pada mazhab fllsafat idealisme dan
realisme. Pada aliran idealisme pendidikan diarahkan pada upaya pengembangan kepribadian
anak didik sesuai dengan kebenaran yang berasal dari atas yaitu dari dunia supranatural, yaitu
Tuhan.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi
pendidikanya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu mengerakkan
kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi essensialisme merupakan miniatur dunia yang bisa
dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah
perkembanganya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola
idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan
pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada di
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Molina, Fernando R. The Sourcer of Eksistentionailsm As Philophys. New Jersey, Prentice- Hall,
1969. Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan Pada Umumnya Dan Pendidikan Di Indonesia. cet.Kedua; Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002.

- Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36


Filsafat
Sebelum menuju pada arti filsafat pendidikan maka terlebih dahulu dideskripsikan pengertian
filsafat. Filsafat adalah disiplin yang mempelajari objek-objek kemanusiaan secara menyeluruh
(komprehensif), merangkum, spekulatif rasional, dan mendalam sampai ke
akarnya (radiks), sehingga diperoleh inti hakiki dari objek yang dipelajari (Hanurawan, 2012).
Masalah-masalah kemanusiaan utama dalam filsafat politik, filsafat ekonomi dan filsafat
pendidikan (Hanurawan, 2012).
Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat pendidikan Filsafat
pendidikan memandang kegiatan
pendidikan sebagai objek yang perlu dikaji. Ada banyak defisini mengenai filsafat pendidikan
pada tetapi akhirnya semua berpendapat dan mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat
dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah
yang ada dalam bidang pendidikan. Upaya ini kemudian menghasilan teori dan metode
pendidikan untuk menentukan
gerak semua aktivitas pendidikan. Studi filosofis yang sangat luas dan mendalam tentang
pendidikan itu pada dasarnya mencakup kajian-kajian sebagai berikut:
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
Hakikat pendidikan
Psikologi Pendidikan Psikologi adalah ilmu yang mempelajari dan menjelaskan fenomena mental
dan perilaku
manusia. Santrock (2010) menjelaskan bahwa psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu
psikologi yang secara khusus mendeskripsikan, menganalisis, dan meramal proses pengajaran dan
belajar dalam lingkungan pendidikan. Studi mengenai proses pembelajaran dan belajar, baik dari
sudut pandang kognitif, afektif, maupun perilaku, memungkinkan ilmuwan psikologi pendidikan
untuk memahami perbedaan individu dalam hal intelegensi, perkembangan
kognitif, afek, motivasi, regulasi diri, konsep diri, akselerasi, perbedaan multikultural,
danManusia memiliki kesadaran akan
dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain Manusia memiliki pilihan-pilihan dan
dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya.

DAFTAR PUSTAKA

Saifulah, A. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Santrock, John
W. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana
.

- filsafat rekonstruksivisme (Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume V, No 2, Juli 2015)


Prinsip-Prinsip Rekonstruksionisme 2.1.Penciptaan tatanan sosial yang mendunia Persoalan-
persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam
distribusi (penyebaran) kekayaan, proliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaa
teknologi yang tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia dan akan memusnahkannya jika
tidak dikoreksi sesegera mungkin. Persoalan-persoalan tersebut menurut kaum rekonstruksionis
berjalan seiring dengan tantangan totalitarianisme modern, yakni hilangnya nilai-nilai
kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kebodohan fungsional penduduk dunia.
Singkatnya dunia sedang menghadapi persoalan persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala
yang tak terbayangkan. Persoalanpersoalan yang dihadapi sudah sedemikian beratnya sehingga
tidak bisa lagi diabaikan.
Pendidikan Formal sebagai agen utama dalam tatanan sosial
Sekolah-sekolah yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionis hanya
akan mengalihkan penyakitpenyakit politik, sosial, dan ekonomi yang sekarang ini mendera umat
manusia. Sekolah dapat dan harus mengubah secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi
sumber inovasi sosial. Tugas mengubah peran pendidikan amatlah urgen, karena kenyataan
bahwa manusia sekarang mempunyai kemampuan memusnahkan diri. Kritik-kritik rekonstruksi
sosial menandaskan bahwa Brameld dan kolega-koleganya memberikan kepercayaan yang sangat
besar terhadap kekuatan guru dan pendidik lainnya untuk bertindak sebagai instrumen utama
perubahan sosial. Komentar kalangan rekonstruksionis bahwa satusatunya alternatif bagi
rekonstruksi sosial adalah kekacauan global dan kemusnahan menyeluruh peradaban manusia.
Dari perspektif mereka, pendidikan dapat menjadi instrumen untuk mengaburkan tuntutan
mendesak transformasi sosial dan kemudian merintangi perubahan, atau instrumen untuk
membentuk keyakinan masyarakat dan mengarahkan peralihannya ke masa depan. Kalangan
rekonstruksionis di satu sisi tidak memandang sekolah memiliki kekuatan untuk menciptakan
perubahan sosial. Disisi lain mereka memandang sekolah sebagai agen kekuatan utama yang
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena sekolah menyantuni anak-anak didik selama
usia mereka yang paling peka. Dengan demikian sekolah bisa menjadi penggerak utama
pencerahan problemproblem sosial dan agitator utama perubahan sosial. Penerapan Prinsip
Demokratis dalam Metode Pengajaran
Kaum rekonstruksionis, sebagaimana halnya aliran-aliran progresif lainnya, tidaklah tunggal
dalam pandangan tentang demokrasi sistem politik yang terbaik. Perspektif yang dibangun bahwa
menjadi sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di ruang kelas
setelah para peserta didik diarahkan kepadakesempatankesempatan untuk memilih diantara
keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, dan sosial.
Pembelajaran Perubahan Sosial pada Pendidikan Forma
Pendidikan harus memunculkan kesadaran peserta didik akan persoalanpersoalan sosial dan
mendorong mereka untuk secara aktif memberikan solusi. Kesadaran sosial kiranya dapat
ditumbuhkan jika peserta didik dibuat berani untuk mempertanyakan status quo dan mengkaji isu-
isu controversial dalam agama, masyarakat, ekonomi, politik, dan pendidikan. Kajian dan diskusi
kritis akan membantu para peserta didik melihat ketidakadilan dan ketidakfungsian beberapa
aspek sistem sekarang ini dan akan membantu mereka mengembangkan alternatfalternatif bagi
kebijaksanaan konvensional. Ilmu-ilmu sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Knerller, George, 1971, Introduction to the Philosophy of Education, ed. Wiley. Russel, Bertrand.
2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno
hingga Sekarang. (terj) Sigit Jatmiko. Jogjakarta: Pustaka Pelajar Sadulloh, Uyoh . 2009.
Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta

- Filsafat eksistensialisme (Tarbawiyah, Vol. 12, No. 01, Edisi Januari – Juni 2015)
Munculnya filsafat eksistensialisme
Sebagai bagian muqaddimah makalah ini akan diuraikan beberapa reaksi eksistensialisme
terhadap latar belakang idealism-materialisme dan sikap saintistik dan intelektualistik. Sehingga
akan diketahui latar belakang kemunculan eksistensialisme dilihat dari dua aspek tersebut di atas.
Filsafat eksistensialisme dan para pemikirnya
Filsafat ini termasuk dalam kategori silsafat modern yang banyak dipengaruhi oleh filsuf sooren
Kierkegaard dan Friedrich Wihelm Nietze sekitar abad ke 19 dan pada abad ke 20 di-booming-
kan kembali oleh Martin Buber, Karl Jasper, dan Jean Paul Sertre. Filsafat ini dapat diterapkan
pada permasalahan pendidikan dan dapat dijadikan rujukan/ teori pendidikan.3
Kritik Filsafat Eksistensialisme dalam Pendidikan
Dari beberapa uraian dalam makalah tersebut di atas sangat terlihat dengan jelas bahwa filsafat
eksistenisalisme sangat getol memperjuangkan individualitas manusia itu sendiri. Yakni manusia
riil dan konkret dan bukan manusia abstrak atau bahkan crowd. Namun barangkali yang perlu
ditelaah kembali adalah proposal filsafat eksistensialisme yang cenderung mengabaikan realitas
sosial kemayarakatan, karena manusia adalah mahluk sosial. Kritik terhadap eksistensialisme
adalah terlalu ekstrim menyalahkan sekolah sebagai lembaga yang dianggap sebagai kekuatan
indoktrinasi dan dehumanisasi bagi individu, sehingga guru dan murid adalah korbankorban
sehingga kehidupan modern tidak bisa berharap banyak untuk menemukan dirinya sendiri, jika
kondisi institusi pendidikan tidak diperbaiki untuk perbaikan identitas individu, kepribadian, dan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
untuk kesejahteraan (well-being). Filsafat eksistensialisme sebagai yang diterapkan oleh
Alexander A Neil dalam aplikasinya adalah dengan meminimalisir peraturan-peraturan, ikatan,
disiplin, arahan. Karena dari semua aturan formal atersebut anak menjadi tidak belajar dan tidak
akan menemukan keuntungan (cannot profit discipline).

DAFTAR PUSTAKA

. A. Hanafi. Ihtisar Sejarah Filsafat Barat. Jakarta Pustaka Alhusna Edisi Pertama, 1981 Ali
Mudhafir. Kamus Istilah Filsafat, Yogyakarta Liberti. 1992

- filsafat progresivisme (Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 5 No. 1


Januari 2017)
Pengertian Progresivisme
Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya bergerak maju.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata progresif diartikan sebagai ke arah
kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang; dan bertingkat-tingkat naik. Dengan demikian,
secara singkat progresif dapat dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan.
Sering pula istilah progresivisme dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya
progesivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang mana
kemajuan ini akan membawa sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan bahwa
progresivisme sebuah aliran yang mengingikan kemajuan-kemajuan secara cepat.
Sejarah Progresivisme
Awal mula lahirnya aliran progresivisme ialah dilatar belakangi ketidak puasan terhadap
pelaksanaan pendidikan yang sangat tradisional, cenderung otoriter dan peserta didik hanya
dijadikan sebagai objek pembelajaran. Menurut Gutek (1974:139) Aliran ini berakar dari
semangat pembaharuan sosial pada awal abad ke 20 yakni gerakan pembaharuan politik Amerika.
Adapun aliran progresif pendidikan Amerika mengacu pada pembaharuan pendidikan di Eropa
barat
Makna Pendidikan Progresivisme
Dalam pandangan progresivisme pendidikan merupakan suatu sarana atau alat yang dipersiapkan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik supaya tetap survive terhadap semua tantangan
kehidupannya yang secra praktis akan senantiasa mengalami kemajuan (Muhmidayeli, 2011:156).
Selain itu, proses pendidikan dilaksanakan berdasarkan pada asas pragmatis. Artinya, pendidikan
harus dapat memberikan kebermanfaatan bagi peserta didik, terutama dalam menghadapi
persoalan yang ada di lingkungan masyarakat. Dalam buku Philosofical Alternatives in
Education, Gutek (1974:140) menyebutkan bahwa pendidikan progresif menekankan pada
beberapa hal; 1) pendidikan progresif hendaknya memberikan kebebasan yang mendorong anak
untuk berkembang dan tumbuh secara alami melalui kegiatan yang dapat menanamkan inisiatif,
kreatifitas, dan ekspresi diri anak; 2) segala jenis pengajaran hendaknya mengacu pada minat
anak, yang dirangsang melalui kontak dengan dunia nyata; 3) pengajar progresif berperan sebagai
pembimbing anak yang diarahkan sebagai pengendali kegiatan penelitian bukan sekedar melatih
ataupun memberikan banyak tugas; 4) prestasi peserta didik diukur dari segi mental, fisik, moral
dan juga perkembangan sosialnya; 5) dalam memenuhi kebutuhan anak dalam fase perkembangan
dan pertumbuhannya mutlak diperlukan kerjasama antara guru, sekolah, rumah, dan keluarga
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
anak tersebut; 6) sekolah progresif yang sesungguhnya berperan sebagai laboratorium ynag berisi
gagasan pendidikan inovatif dan latihanlatihan. Menurut progresivisme proses pendidikan
memiliki dua segi, yaitu psikologis dan sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat
mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan.
Psikologinya seperti yang berpangaruh di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan
Pragmatisme. Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus
dibimbindgnya.
Tujuan Pendidikan Progresivisme
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme lebih menekankan pada
memberikan pengalaman empiris kepada peserta diik, sehingga terbentuk pribadi yang selalu
belajar dan berbuat (Muhmidayeli, 2012:156). Maksudnya pendidikan dimaksudkan untuk
memberikan banyak pengalaman kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang
dihadapi di lingkungan sehari-hari. Dalam hal ini, pengalaman yang dipelajari harus bersifat riil
atau sesuai dengan kehidupan nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. (2002). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Darmi. (2013).
Aliran-Aliran yang Mempengaruhi Kurikulum Pendidiekan. Aceh Barat: Jurnal AtTa’dib. 1-7.
Depdiknas. (2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia

3. Dalam hal ini masyarakat bukan hanya memberikan masukan berupa peserta didik, tapi juga
sumber daya lain yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab sekolah.
Baik masukan secara moril berupa dukungan, penerimaan, partisipasi, dan sebagainya.
Maupun masukan secara materil berupa bantuan pembiayaan, sarana dan prasarana, dan lain
sebagainya. Tujuan pendidikan yang dijalankan oleh sekolah harus memiliki relevansi dengan
kehidupan masyarakat. Yang dimaksud relevansi di sini adalah sekolah memiliki tujuan yang
mengacu pada kebutuhan dan mampu memberdayakan masyarakat sekitar secara optimal.
Pendidikan yang relevan idealnya harus mampu melahirkan manusia-masusia yang memiliki
kompetisi sesuai dalam menjawab tantangan dan kebutuhan di jamannya. Relevansi harus
memiliki pandangan secara futuristik. Misalnya, sekolah mengajarkan bahasa pada setiap
jenjang pendidikan sebab bahasa bersifat universal. Dimanapun kita berada, media yang
digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa. Meskipun mungkin bahasa yang digunakan
berbeda-beda sesuai dengan tempat dan kebutuhan. Atau pelajaran berhitung yang
mengajarkan manusia membuat proyeksi untuk masa depannya. Maka pada tingkat dasar
anak diajarkan konsep dasar berhitung, dan kemudian dikembangkan sesuai dengan tingkat,
jenjang, kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki.
Dari delapan standar nasional pendidikan satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan
merupakan satu sistem yang tidak dapat terpisahkan. Masing-masing mempunyai peran yang
berbeda untuk mencapai satu tujuan yaitu meningkatkan mutu pen-didikan. Menurut Ascaro
(2007:13), pendidikan mesti dipandang sebagai sistem. Ini merupakan konsep yang amat sulit
dipahami para profesional pendidikan. Umumnya, orang yang bekerja dalam bidang
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
=====================================
pendidikan memulai perbaikan sistem tanpa mengem-bangkan pemahaman yang penuh atas
cara sistem tersebut bekerja. Hanya dengan memandang pendidikan sebagai sebuah sistem
maka para profesional pendidikan dapat mengeliminasi pembo-rosan dari pendidikan dan
dapat memperbaiki mutu setiap proses pendidikan.
Menanggulangi karakter peserta didik yang kian hari kian mengkhawatirkan
Hal ini senada dengan definisi pendidikan menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
20013 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan
negara. Guru adalah sesosok orang yang digugu dan ditiru. Maka seyogyanya guru harus bisa
menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter yang baik kepada siswanya. Ia harus
mencontohkan dan menerapkan hal-hal baik terlebih dahulu sebelum ia menyuruh atau
memerintah siswanya. Oleh karena itu, dalam mengatasi minimya pendidikan karakter maka
seharusnya seorang guru harus mempunyai 3 unsur penting yaitu guru 3P (Pengajar, Pendidik
dan Pemimipin).
Pendidikan karakter tentu tidak hanya ditentukan oleh guru tetapi orang tua dan lingkungan
masyarakat juga turut mempengaruhi. Oleh karena itu, sebagai orang tua, kita harus
membangun nilai-nilai pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak kita karena orang tua
adalah rumah pertama bagi mereka maka akan sangat mudah mengajarkan pendidikan
karakter tersebut. Dan tidak lupa orang tua juga berperan aktif dalam mengajarkan nilai-nilai
keagamaan karena seyogyanya didalam nilai keagaaman tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Pidarta, Made. 2013. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak


Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Suhartono, Suparlan. 2009. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Suryadi, Ace. 1999. Pendidikan Investasi SDM dan Pembangunan. Balai Pustaka: Jakarta.
Sidi, Indra Djati. 2003. Menuju masyarakat Belajar Menggagas
Paradigma baru pendidikan. Jakarta: paramadina.
Surya, Muhammad. 2005. “Membangun Profesionalisme Guru”
Makalah Seminar pendidikan. 6 Mei 2005 di Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai