“QOWAID FIQIH”
Disusun Untuk memenuhi
Dosen Pengampuh: DR. Holilur Rahman, S.HI.,M.H.I
PENDAHULAN
PEMBAHASAN
1. Dharar ialah posisi seseorang pada suatu batas dimana kalau tidak mau
melanggar sesuatu yang dilarang maka bisa mati atau nyaris mati. Hal
seperti ini memperbolehkan ia melanggarkan sesuatu yang diharamkan
dengan batas-batas tertentu.
2. Abu Bakar Al Jashas2 mengatakan “Makna Dharar disini adalah ketakutan
seseorang pada bahaya yang mengancam nyawanya atau sebagian anggota
badannya karena ia tidak makan”.
3. Menurut Ad Dardiri3 “Dharar ialah menjaga diri dari kematian atau dari
kesusahan yang teramat sangat”.
1
Muhamad Mas’ud Zein, Sitematika Teori Hukum Islam (Qawa’id-Fiqhiyyah), Jawa Timur: Al-
Syarifah Al-Khadizah, 2006, h. 60
2
Al-jashash adalah salah seorang Imam fikih Hanafi pada abad ke 14 H, dan kitabnya Ahkam Al-
Quran dipandang sebagai kitab fikih terpenting, terutama bagi pengikut mazhab Hanafi
3
Adalah salah seorang ulama Azhar yang mahir dalam fikih mazhab maliki
4. Menurut sebagian ulama dari Madzhab Maliki, “Dharar ialah
mengkhawatirkan diri dari kematian berdasarkan keyakinan atau hanya
sekedar dugaan”.
5. Menurut imam As Suyuti, “Dharar adalah posisi seseorang pada sebuah
batas dimana kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang maka ia
akan binasa atau nyaris binasa.
“Tidak boleh membuat kerusakan pada diri sendiri serta kerusakan pada
orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).
Contoh:
6
Bag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo: Darussalam Press Gontor,
2006, h. 39
Kasus tidak bolehnya orang tua membunuh anaknya hanya karena takut
kelaparan
Tidak dibolehkan seorang yang kelaparan memakan makanan seorang
yang sama dalam keadaan lapar juga.
7
Bag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo: Darussalam Press Gontor,
2006, h. 39
8
ag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo: Darussalam Press Gontor,
2006, h. 39
Maksudnya sesuatu yang asalnya dilarang, lalu diperbolehkan lantaran
keadaan yang memaksa (dhorurot), harus disesuaikan dengan kadar ukuran
dhorurot yang sedang dideritanya, dan tidak boleh dinikmati sepuas-puasnya
atau seenaknya saja, sebab kaidah ini memberikan batasan pada kemutlakan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSAKA
Muhamad Mas’ud Zein, Sitematika Teori Hukum Islam (Qawa’id-Fiqhiyyah),
Jawa Timur: Al-Syarifah Al-Khadizah, 2006, h. 60
Al-jashash adalah salah seorang Imam fikih Hanafi pada abad ke 14 H, dan
kitabnya Ahkam Al-Quran dipandang sebagai kitab fikih terpenting, terutama bagi
pengikut mazhab Hanafi
Adalah salah seorang ulama Azhar yang mahir dalam fikih mazhab maliki
Nashr Farid Muhammad Washil, dkk, Qawa’id Fiqiyyah, (Jakarta: Amzah,
2009), h. 17
Muclis Usman, Kaidah-kaidah Istinbat Hukum Islam (Kaidah-kaidah UIshuliyah
dan Fiqhiyah), Jakarta: PT RajaGrafindo Perseda, 2002, h. 132
Bag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo:
Darussalam Press Gontor, 2006, h. 39
ag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo:
Darussalam Press Gontor, 2006, h. 39