Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

“QOWAID FIQIH”
Disusun Untuk memenuhi
Dosen Pengampuh: DR. Holilur Rahman, S.HI.,M.H.I

INTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUEN


SUMENEP MADURA
2021/2022
BAB I

KONSEP AD-DAHARARU YAZALU

PENDAHULAN

Kaidah Asasiyah tentang adh-Dhararu Yuzalu. Dalam kehidupan


bermasyarakat, tentunya banyak terdapat masalah-masalah yang memerlukan
suatu penyelesaian, maka dari itu para Ulama membuat suatu kaidah-kaidah
demi menyelesaikan masalah tersebut. Dimana salah satu kaidahnya adalah
kaidah asasiyyah adh-Dhararu Yuzalu

Kaidah asasiyyah adh-Dhararu Yuzalu yaitu kaidah yang membahas


tentang kemudaratan itu memang harus dilihangkan, terlebih dalam kondisi
darurat, maka yang diharamkan pun boleh dilakukan. Yang mana maksud dari
keadaan darurat itu bisa berakibat fatal bila mana tidak diatasi dengan cara-cara
seperti itu. Oleh karena itu hukum Islam membolehkan untuk meninggalkan
ketentuan-ketentuan wajib bila mana sudah dalam keadaan yang sangat darurat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian adh-Dhararu Yuzalu

‫اَلضَُّر ُريَُز ُال‬

“Kemudharatan harus dihilangkan.”

Maksudnya ialah jika sesuatu itu dianggap sedang atau memang


menimbulkan kemudharatan, maka keberadaanya wajib dihilangkan.1 Dharar ‫ض‬
(
‫ ُّ) َرر‬secara etimologi adalah berasal dari kalimat "adh Dharar" yang berarti
sesuatu yang turun tanpa ada yang dapat menahannya. Sedangkan Dharar
secara terminologi menurut para ulama ada beberapa pengertian diantaranya
adalah:

1. Dharar ialah posisi seseorang pada suatu batas dimana kalau tidak mau
melanggar sesuatu yang dilarang maka bisa mati atau nyaris mati. Hal
seperti ini memperbolehkan ia melanggarkan sesuatu yang diharamkan
dengan batas-batas tertentu.
2. Abu Bakar Al Jashas2 mengatakan “Makna Dharar disini adalah ketakutan
seseorang pada bahaya yang mengancam nyawanya atau sebagian anggota
badannya karena ia tidak makan”.
3. Menurut Ad Dardiri3 “Dharar ialah menjaga diri dari kematian atau dari
kesusahan yang teramat sangat”.

1
Muhamad Mas’ud Zein, Sitematika Teori Hukum Islam (Qawa’id-Fiqhiyyah), Jawa Timur: Al-
Syarifah Al-Khadizah, 2006, h. 60
2
Al-jashash adalah salah seorang Imam fikih Hanafi pada abad ke 14 H, dan kitabnya Ahkam Al-
Quran dipandang sebagai kitab fikih terpenting, terutama bagi pengikut mazhab Hanafi
3
Adalah salah seorang ulama Azhar yang mahir dalam fikih mazhab maliki
4. Menurut sebagian ulama dari Madzhab Maliki, “Dharar ialah
mengkhawatirkan diri dari kematian berdasarkan keyakinan atau hanya
sekedar dugaan”.
5. Menurut imam As Suyuti, “Dharar adalah posisi seseorang pada sebuah
batas dimana kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang maka ia
akan binasa atau nyaris binasa.

Berdasarkan pendapat para ulama di atas dapat diambil kesimpulan


bahwa Dharar adalah kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia,
karena jika ia tidak diselesaikan maka akan mengancam agama, jiwa, nasab,
harta serta kehormatan manusia.

Konsepsi kaidah memberikan pengertian bahwa manusia harus dijauhkan


dari idhrar (tidak menyakiti), baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain,
dan tidak semestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti) pada orang lain.4

B. Landasan Kaidah adh-Dhararu Yuzalu

Kaidah ini didasarkan kepada nash-nash Al-Qur’an dan hadits5 sebagi


berikut :

ِ ‫ص ِحها وٱ ۡدعوه خ ۡوفًا وطَمع ۚا إِ َّن ر ۡحم‬


‫ت‬ ٰ ِ ِ ‫َواَل تُ ۡف ِس ُدواْ يِف ٱ ۡلأَ ۡر‬
َ َ ً َ َ َ ُ ُ َ َ َ‫ض بَ ۡعَد إ ۡل‬
ِِ ۡ ِ ِ
‫ني‬
َ ‫ب ِّم َن ٱ ل ُم ۡحسن‬ ً ‫ٱللَّه قَ ِري‬
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al-A’raf: 56)

‫ب امل ْف ِس ِديْ َن‬


ُّ ِ‫إِ َّن اهللَ اَل حُي‬
ُ
4
Nashr Farid Muhammad Washil, dkk, Qawa’id Fiqiyyah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 17
5
Muclis Usman, Kaidah-kaidah Istinbat Hukum Islam (Kaidah-kaidah UIshuliyah dan Fiqhiyah),
Jakarta: PT RajaGrafindo Perseda, 2002, h. 132
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (al-Qashash: 77)

‫ضَر ًارا لَِت ْعتَ ُد ْوا‬ ِ


َ ‫َواَل مُتْس ُك ْو ًه َّن‬

“Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan.”(al-


Baqarah: 231)

Hadits yang menjadi dalil keberadaan kaidah adh-Dhararu Yuzalu


adalah:

‫ضَر َر َوالَ ِضَر َار‬


َ َ‫ال‬

“Tidak boleh membuat kerusakan pada diri sendiri serta kerusakan pada
orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).

C. Macam-macam adh-Dhararu Yuzalu

‫الضََّر ُر الَيَُز ُال بِالضََّر ِر‬

Artinya “Kemudharatan itu tidak bisa dihilangkan dengan


kemudharatan yang lain.” Maksud kaidah ini adalah kemudharatan tidak boleh
dihilangkan dengan cara melakukan kemudharatan lain yang sebanding
keadaannya.6

Contoh:

6
Bag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo: Darussalam Press Gontor,
2006, h. 39
 Kasus tidak bolehnya orang tua membunuh anaknya hanya karena takut
kelaparan
 Tidak dibolehkan seorang yang kelaparan memakan makanan seorang
yang sama dalam keadaan lapar juga.

ِ ‫اَلضَّرورات تُبِيع الْمحظُور‬


‫ات‬ َْ ْ َ ُْ َ ُ

Artinya “Kemudharatan itu membolehkan hal-hal yang dilarang.”7

Kaidah ini dapat disimpulkan, bahwa dalam keadaan (sangat) terpaksa,


maka orang diizinkan melakukan perbuatan yang dalam keadaan biasa
terlarang, karena apabila tidak demikian, mungkin akan menimbulkan suatu
kemadhorotan pada dirinya.

Tidak semua keterpaksaan itu membolehkan yang haram, namun


keterpaksaan itu dibatasi dengan keterpaksaan yang benar-benar tiada jalan lain
kecuali hanya melakukan itu, dalam kondisi ini maka semua yang haram dapat
diperbolehkan memakainya. Misalkan seorang di hutan tiada makanan sama
sekali jika ia tidak makan maka dapat mengancam dirinya atau ia bisa mati,
namun yang ada disana hanya babi hutan maka babi hutan itu boleh dimakan
sebatas keprluannya.

‫َّر بَِق َد ِر َها‬ ِ ِ ِ


ُ ‫َماأُبْي ُح للض َُّر ْو َرة يُ َقد‬

Artinya “Sesuatu yan

g diperbolehkan karena kondisi dharurot harus disesuaikan menurut


batasan yang ukuran yang dibutuhkan dhorurot tersebut.”8

7
Bag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo: Darussalam Press Gontor,
2006, h. 39
8
ag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo: Darussalam Press Gontor,
2006, h. 39
Maksudnya sesuatu yang asalnya dilarang, lalu diperbolehkan lantaran
keadaan yang memaksa (dhorurot), harus disesuaikan dengan kadar ukuran
dhorurot yang sedang dideritanya, dan tidak boleh dinikmati sepuas-puasnya
atau seenaknya saja, sebab kaidah ini memberikan batasan pada kemutlakan

kaidah adh-Dharurotu Tubihu al-Mahdzurot.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan makalah ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa


kaidah ini membahas tentang Kemudharatan Harus Dihilangkan.
Kemudharatan itu harus dihilangkan adalah suatu kerusakan atau kemafsadatan
dihilangkan. Dengan kata lain kaidah ini menunjukkan bahwa berbuat
kerusakan itu tidak diperbolehkan dalam agama islam. Adapun yang berkaitan
dengan ketentuan allah sehingga kerusakan ini menimpa seseorang, keduanya
menjadi lain. Bahkan bisa dianggap sebagai sebagian dari keimanan terhadap
qadha dan qadarnya Allah SWT.

DAFTAR PUSAKA
Muhamad Mas’ud Zein, Sitematika Teori Hukum Islam (Qawa’id-Fiqhiyyah),
Jawa Timur: Al-Syarifah Al-Khadizah, 2006, h. 60
Al-jashash adalah salah seorang Imam fikih Hanafi pada abad ke 14 H, dan
kitabnya Ahkam Al-Quran dipandang sebagai kitab fikih terpenting, terutama bagi
pengikut mazhab Hanafi
Adalah salah seorang ulama Azhar yang mahir dalam fikih mazhab maliki
Nashr Farid Muhammad Washil, dkk, Qawa’id Fiqiyyah, (Jakarta: Amzah,
2009), h. 17
Muclis Usman, Kaidah-kaidah Istinbat Hukum Islam (Kaidah-kaidah UIshuliyah
dan Fiqhiyah), Jakarta: PT RajaGrafindo Perseda, 2002, h. 132
Bag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo:
Darussalam Press Gontor, 2006, h. 39
ag. Kurikulum Pelajaran, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyah, Ponorogo:
Darussalam Press Gontor, 2006, h. 39

Anda mungkin juga menyukai