Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Kansai yang beralamat di Jl. Damai Ujung

no. 120, Telp: +62-761-7046327. SMK Kansai adalah sekolah terakreditasi.

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden di SMK Kansai

Pekanbaru bulan Februari-Juni 2017 diperoleh bahwa mayoritas responden

berumur 16 - 17 tahun sebanyak 45 orang (61.64%), mayoritas orang tua

berpendidikan SMA sebanyak 46 orang (63.01%), mayoritas orang tua yang

pekerja wiraswasta sebanyak 49 orang (67.12%), mayoritas siswi yang tinggal

bersama orang tua sebanyak 67 orang (91.78%). Mayoritas responden yang

memiliki pola asuh otoriter berjumlah 38 responden (52,05%). Mayoritas

responden yang berprilaku seks pranikah beresiko berjumlah 41 responden

(56,16%). Terdapat hubungan antara pola asuh otoriter orang tua dengan seks

pranikah pada remaja (P value 0,001 < α 0,05).

Program studi keahlian SMK Kansai Pekanbaru mempunyai 7 jurusan yaitu:

Teknik komputer dan jaringan, teknik instalasi tenaga listrik, teknik elektronika

industri, teknik kendaraan ringan, teknik sepeda motor, akuntasi, dan administrasi

perkantoran. SMK Kansai juga berdekatan dengan warnet yang merupakan tempat

yang sangat mudah untuk memperoleh informasi dan media massa, berdekatan

dengan tempat hiburan malam seperti karaoke, movie box minni dan tempat

penginapan yang memungkinkan melakukan tindakan seksual. Adapun batas

wilayah SMK Kansai sebagai berikut :

47
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Rajawali Sakti

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Delima

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Manyar Sakti

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Soebrantas depan Riau Pos

4.2 Hasil Penelitian

Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan di SMK Kansai Pekanbaru pada

tanggal 18 Juli 2017 menggunakan instrumen berupa kuesioner. Hasil penelitian

dengan judul “Hubungan Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dengan Seks Pranikah

Pada Remaja Di SMK Kansai Pekanbaru Tahun 2017” maka didapatkan hasil

yang disajikan dalam bentuk tabel berikut ini :

48
48

4.2.1 Data Demografi

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Siswa, Pendidikan Orang Tua,


Pekerjaan Orang Tua, Dan Tempat Tinggal Siswa

No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)


Umur
1 16-17 45 61.64
2 18-20 28 38.36
Total 73 100%
Pendidikan
1 SD 8 10.96
2 SMP 12 16.44
3 SMA 46 63.01
4 PT 7 9.59
Total 73 100%
Pekerjaan
1 IRT 9 12.33
2 Buruh harian À 8.22
3 Petani 4 5.48
4 Wiraswasta 49 67.12
5 Guru 1 1.37
6 TNI 2 2.74
7 PNS 2 2.74
Total 73 100%
Tempat tinggal
1 Orang tua 67 91.78
2 Rumah kos 4 5.48
3 Kontrakan 2 2.74
Total 73 100%
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa mayoritas responden berumur

16 - 17 tahun sebanyak 45 orang (61.64%), mayoritas orang tua berpendidikan

SMA sebanyak 46 orang (63.01%), mayoritas orang tua yang pekerja wiraswasta

sebanyak 49 orang (67.12%), mayoritas siswi yang tinggal bersama orang tua

sebanyak 67 orang (91.78%).


49

4.2.2 Analisis Univariat

1. Pola asuh otoriter orang tua

Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua
Di SMK KANSAI Pekanbaru Tahun 2017

Pola Asuh Otoriter Jumlah Presentase


Orang Tua
Tidak otoriter 35 47,95 %
Otoriter 38 52,05 %
Total 73 100%
Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan mayoritas responden memiliki pola

asuh otoriter sebanyak 38 responden (52,05%).

2. Seks Pranikah

Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Seks Pranikah Di


SMK KANSAI Pekanbaru Tahun 2017

Sek Pranikah Jumlah Presentase


Tidak Beresiko 32 43,84%
Beresiko 41 56,16%
Total 73 100%
Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan mayoritas remaja di SMK KANSAI

memiliki perilaku seks beresiko sebanyak 41 orang (56,16%).

4.2.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Yang termasuk variabel dependen adalah

pola asuh otoriter orang tua dan variabel independen seks pranikah. Analisis

tersebut adalah sebagai berikut :


50

Tabel 4.4 : Hubungan Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dengan Seks Pranikah
Pada Remaja Di SMK KANSAI Pekanbaru Tahun 2017

Pola asuh Seks Pranikah


otoriter
Tidak Beresiko Total % P
beresiko Value
N % n % N %
Tidak otoriter 23 31.5 12 16.4 35 47.9 0.001
Otoriter 9 12.3 29 39.7 38 52.1
Total 32 43.8 41 56.2 73 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan pola asuh

otoriter orang tua dengan seks pranikah pada remaja dengan hasil uji chi square

diperoleh P value 0,001 < α 0,05 artinya terdapat hubungan pola asuh otoriter

orang tua dengan seks pranikah pada remaja.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Hubungan Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dengan Seks Pranikah Pada

Remaja

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMK KANSAI Pekanbaru

didapat mayoritas responden memiliki pola asuh otoriter sebanyak 38 responden

(52,05%), mayoritas remaja di SMK KANSAI memiliki perilaku seks beresiko

sebanyak 41 orang (56,16%). Hasil uji chi square diperoleh P value = 0,001 <

0,05) artinya Ho ditolak. Hal ini menggambarkan bahwa ada hubungan pola asuh

otoriter orang tua dengan seks pranikah pada remaja di SMK Kansai Pekanbaru

Tahun 2017.
51

Masalah seks pranikah yang muncul dikalangan remaja ditandai dengan

tidak mengertinya tentang seksualitas yang benar. Masalah remaja tidak

mendapatkan pendidikan yang cukup dari orang tua yang kurang informasi

tentang seks, seharusnya keluarga sebagai tempat seorang anak untuk memberikan

informasi seputar seksualitas pada remaja, karena pergaulan yang semakin bebas

yang memungkinkan mereka untuk menunjukkan perilaku menyimpang (Irianti,

2012).

Pola asuh yang otoriter menumbuhkan persepsi remaja tentang seks

pranikah, sehingga memungkinkan remaja tidak dapat menyimpulkan yang baik

dan benar dalam persepsinya. Pola asuh otoriter menekankan kebebasan remaja,

menekan rasa keingintahuan remaja dan mematikan keterbukaan anak dengan

orang tua serta menekan hasrat remaja untuk berpendapat. Remaja yang enggan

mengutarakan pola pikirnya, sehingga remaja takut untuk mengajak berdiskusi

dengan orang tua. Akibatnya remaja akan mencari informasi dan berdiskusi di

tempat lain baik melalui internet, media massa ataupun teman sebaya yang belum

tentu informasi tersebut itu benar (Yusuf, 2005).

Penelitian ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Setiyati (2006)

dengan judul “Hubungan pola asuh otoriter orang tua terhadap perilaku seksual

remaja” yang membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara pola asuh

otoriter orangtua dengan perilaku seksual remaja, yang berarti semakin otoriter

pola asuh orangtua, maka perilaku seksual remaja akan semakin tinggi.

Peneliti juga berasumsi bahwa perilaku seksual pranikah dikalangan remaja

meningkat dikarenakan pengawasan orang tua yang sangat ketat dengan pola asuh
52

otoriter, mereka akan sangat rapuh bila dihadapan orang dewasa, namun agresif

dalam hubungan teman sebaya. Orang tua yang kurang terbuka terhadap anaknya

tidak dapat memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks, menganggap

bahwa seks adalah masalah yang tabu untuk dibicarakan. Akibatnya anak

mendapatkan informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai serta ide-ide yang

salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks

pranikah.

Selain itu pengaruh pola asuh orang tua yang berpendidikan rendah lebih

beresiko besar dari pada orang tua yang berpendidikan tinggi, dikarenakan orang

tua yang berpendidikan rendah dalam pengasuhan anak umumnya orang tua

kurang memperhatikan tingkat perkembangan anak, hal ini dikarenakan orang tua

yang masih awam, dan tidak mengetahui tingkat perkembangan anak, jadi anak

dapat melakukan hal yang membuat mereka melakukan seks pranikah.

Seharusnya orang tua yang memberikan pendidikan seks sedini mungkin

kepada anak-anak dengan jalan komunikasi yang terbuka dan saling

mendengarkan sehingga dapat menghindari perilaku seksual yang tidak

bertanggung jawab dari para remaja. Kepada orang tua diharapkan dapat

menerapkan pola asuh yang bijaksana atau menerapkan pola asuh yang sebaiknya

tidak membawa kehancuran atau merusak jiwa dan watak seorang anak.

Anda mungkin juga menyukai