Anda di halaman 1dari 4

SOAL

Mencari kasus PBB,BTHTB, dan Bea materai sesuai dengan kasus


pada tahun 2018.

1. Kasus Warga Merasakan Kenaikan PBB Dua Kali Lipat, Itu Tidak "Fair"
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan warga yang tidak mengubah
tempat tinggalnya menjadi area komersil seharusnya tidak mengalami kenaikan pajak
bumi dan bangunan (PBB). Selain itu, nilai jual objek pajak (NJOP) pun tidak perlu
naik. "Tapi ada kasus yang warga merasakan kenaikan dua kali lipat, itu tidak fair.
Karena itu saya sudah panggil Kepala BPRD (Badan Pajak dan Retribusi Daerah),
saya minta review khusus zona yang mengalami perubahan agar kita bertindak adil,"
ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat
(20/7/2018).
Anies mengatakan beberapa wilayah yang terjadi kenaikan NJOP dan PBB adalah
Ampera dan Jagakarsa. Dia pun memberi contoh. Jika warga telah lama tinggal di
sebuah kawasan permukiman, tidak adil jika tiba-tiba harus mengalami kenaikan
PBB.
Namun berbeda jika warga menjadikan rumahnya untuk kegiatan komersil, misalnya
dengan membuat kos-kosan. Untuk kasus tersebut, kenaikan NJOP dan PBB boleh
terjadi. Anies pun ingin meninjau ulang kebijakannya agar kenaikan NJOP dan PBB
ini bisa tepat. "Bila perlu kita koreksi kebijaksanaan. Kenapa dikoreksi? Karena
memang kita tidak ingin warga merasakan dibebani padahal tidak merasakan
perubahan kegiatan," ujar Anies.
Dalam twitnya itu tertulis, "Pak anis/uno. Kok bpk tega ya naikin PBB di
jagakarsa 100%. Ini lebih kejam dari ahok dong. Tlg dirubah kebijaksanaannya itu yg
menyusahkan rakyat. Semoga bpk dengar jeritan Rakyatnya. PBB thn 2017 sy bayar
PBB Rp 15.945.350 dan Tahun 2018 sy bayar PBB Rp 32.986.215." Kepala Badan
Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Faisal Syafruddin membenarkan
adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Kenaikan disebabkan banyaknya cluster yang dibangun sehingga nilai jual objek
pajak (NJOP)-nya dinaikkan. "Kenaikan itu kami lakukan di zona komersial seperti di
Jagakarsa karena sekarang tumbuh adanya cluster baru. Yang dulu enggak ada, hanya
tanah hamparan kosong, sekarang tumbuh perumahan-perumahan," kata Faisal.

Sumber : https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2018/07/20/15081461/gubernur-
dki-ada-kasus-warga-merasakan-kenaikan-pbb-dua-kali-lipat-itu

2. Kasus Korupsi BPHTB, Ada Dugaan Oknum PNS Pemko Lainnya Ikut Terlibat
Selain Yudi
Iwan Kesuma Putra selaku Penasihat Hukum Terdakwa Yudi Ramdani,
menyerahkan sejumlah berkas ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN)
Tanjungpinang, yang dipimpin M Djauhar, beberapa waktu lalu. Menurut Iwan,
dokumen diserahkan tersebut terkait dugaan keterlibatan seorang PNS Pemko
Tanjungpinang, berinisial DS dalam perkara dugaan Tipikor dana BPHTB di BPPRD
Kota Tanjungpinang, untuk tahun 2018-2019. “Kami serahkan 3 dokumen sebagai
barang bukti keterlibatan DS, dalam sidang lanjutan keterangan Ahli BPKP Kepri,”
ucapnya.
Iwan menyebutkan, bukti-bukti yang diserahkan ke meja hakim itu, berupa Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) audit Inspektorat Pemko Tanjungpinang, disertai lampiran
nama kliennya dan DS. “Nama DS tidak ada sama sekali di dalam BAP terdakwa.
Padahal dia jelas-jelas terlibat dalam perkara ini,” terangnya. Iwan menerangkan,
temuan Inspektorat Pemko Tanjungpinang terkait penyelewengan anggaran negara
tempo hari, berawal dari dugaan keterlibatan atas nama DS. Setelah itu, menyusul
nama Yudi. Temuan inspektorat itu, terkait Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) wajib
pajak atas BPHTB. “Yang diperiksa di dalam sidang motifnya untuk tahun 2018
sebanyak 95 SSPD. Sedangkan 2019 ada 97 SSPD,” tuturnya.
Iwan menambahkan, sesuai bukti-bukti keterlibatan DS itu. Seharusnya, jaksa
juga menetapkan DS sebagai tersangka dugaan korupsi BPHTB ini. “Jaksa juga
hanya menetapkan satu tersangka. Ya, menjadi suatu keanehan di sini,” pungkasnya.
(rul)
Sumber : hariankepri.com, https://kepri.bpk.go.id/kasus-korupsi-bphtb-ada-dugaan-
oknum-pns-pemko-lainnya-ikut-terlibat-selain-yudi/

3. Kasus Materai Palsu Rugikan Negara Rp 37 Miliar


Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan
Polda Metro Jaya dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri)
mengungkap praktik pemalsuan meterai yang berpotensi menyebabkan kerugian
negara Rp 37 miliar. Tersangka yang berjumlah enam orang ini diduga telah
melakukan kegiatan pemalsuan sejak 3,5 tahun lalu dengan modus mencetak dan
menjual meterai palsu dengan nominal Rp 6.000 maupun Rp 10.000.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin
Noor mengatakan pemalsuan ini dapat merugikan keuangan negara. Hal ini
mengingat bea meterai merupakan pajak atas dokumen yang menjadi salah satu
sumber penerimaan negara untuk membiayai pembangunan dan penyelenggaraan
negara.
"Pemalsuan meterai merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara sekaligus
seluruh masyarakat Indonesia," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (18/3).
Neil memastikan dokumen yang terbukti menggunakan meterai palsu maka
pembayaran bea meterai tersebut menjadi tidak sah dan dokumen dianggap tidak
dibubuhi meterai. Dia juga mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap
meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi) dengan meneliti
terlebih dahulu kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya.
“Saat ini, tersangka diancam dengan pasal berlapis yakni tindak pidana pemalsuan
benda meterai dan tindak pidana pencucian uang,” ucapnya.
Berdasarkan pasal 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea
Meterai, tersangka diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 500 juta. Selain itu, sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian
uang adalah hukuman penjara paling lama dua puluh tahun dengan denda paling
banyak Rp 10 miliar. Sementara Direktur Operasi Peruri Saiful Bahri menambahkan
masyarakat perlu mengetahui ciri meterai asli melalui tiga indikator yaitu dapat
diketahui dengan dilihat, diraba, dan digoyang. “Teknologi cetak dari Peruri
menjadikan meterai asli memiliki tiga bentuk perforasi (lubang) yakni bulat, oval, dan
bintang, terasa kasar jika diraba dan terjadi perubahan warna jika digoyang,”
ucapnya.

Sumber : https://republika.co.id/amp/qq564m383

Anda mungkin juga menyukai