Anda di halaman 1dari 14

4 PILAR PENDIDIKAN

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS AWAL SEMESTER MATA KULIAH


PANCASILA

DOSEN PEMBIMBING : FERRY HARYADI, M.Pd

DI SUSUN OLEH:

ABDUL RAHMAN

KELAS : 1 D PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL - QURAN AL – ITTIFAQIAH (
STITQI )
TAHUN AKADEMIK 2019 – 2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT. ,
karena atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Manusia istimewa
yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah
kebenaran, yang seluruh getar hatinya kebaikan. Sehingga Penulis dapat
menyelesaikan tugas mandiri ini tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "4 PILAR
PENDIDIKAN ", yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan
tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Penulis menyimpulkan
bahwa tugas mandiri ini masih belum sempurna, oleh karena itu Penulis menerima
saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas mandiri ini dan bermanfaat bagi
Penulis dan pembaca pada umumnya.

Serigeni, 17 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR……………………………………………………….…i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 .Latar Belakang Masalah…………………………………………………..4

1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………….5

1.3. Tujuan………………………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Makna Empat Pilar Pendidikan Menurut UNESCO…………………...6

2.2. Garis Besar Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO…………....11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………..………………………………………………. 13

3.2 Saran……………………………………………………………………….13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Zaman terus berjalan dan semakin modern, tantanganpun semakin banyak di


hadapan mata. Sekarang Indonesia sedang mencanangkan untuk menghadapi
MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean) 2015 dimana semua masyrakat Indonesia
secara tidak langsung tertuntut untuk mampu mengembangkan apa yang mereka
miliki untuk menhadapi hal itu. Dalam menghadapi tantangan di masa depan,
seluruh masyarakat yang khususnya masih dalam dunia pendidikan harus
memiliki kualitas yang mendukung. Dalam upaya meningkatkan kualitas
tersebut , tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun harus menjadi
hal yang lebih diutamakan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya,
karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa
depan. Manusia yang dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit
tingkat kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah
yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam
percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki.

Kualitas pendidikan suatu bangsa tidak dengan sendirinya terwujud begitu saja,
namun diperlukan adanya usaha serta landasan dalam pemwujudannya. Sebagai
mahasiswa jurusan keguruan dan ilmu pendidikan sudah selayaknya kita
mengetahui tentang pendidikan itu sendiri khususnya apa saja unsur-unsur
pendidikan sampai dengan pilar-pilar pendidikan. Disini dirasakan perlu
mengetahui apa saja pilar-pilar dari pendidikan itu sendiri agar senantiasa para
penikmat pendidikan bisa berorientasi pada produk dan hasil belajar. kemudian
agar kita sebagai mahasiswa yang sedang belajar untuk dapat menguatkan sistem
pendidikan khususnya pendidikan di Indonesia serta bagaimana kita bisa
mengkonstruksi dasar dari suatu pendidikan serta adanya oknum pendidikan yang
belum bisa mengaplikasikan pilar-pilar pendidikan.
1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Apa sajakah pilar-pilar pendidikan?

2. Bagaimana peran dari pilar-pilar pendidikan?

1.3.Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pilar-pilar pendidikan yang ada.

2. Untuk mengetahui peran dari masing-masing pilar-pilar pendidikan.


BAB II

PEMBAHASAN

Pilar merupakan sebuah penopang atau penyangga, dalam sebuah bangunan pilar
yang dapat membuat bangunan berdiri tegak dan kokoh. Dalam sistem pendidikan
juga demikian terdapat pilar yang menjadi penyangga sehingga sebuah sistem
dapat berdiri untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam upaya meningkatkan
kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu
pendidikan.Pada saat ini telah ada rumusan mengenai pilar tersebut yang paling
terkenal adalah 4 (empat) pilar pendidikan yang dirumuskan oleh Unesco yaitu :
learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together atau
belajar untuk mengetahui, belajar melakukan (berkarya), belajar, belajar untuk
menjadi (berkembang utuh), dan untuk hidup bersama.

2.1. Makna Empat Pilar Pendidikan Menurut UNESCO

1. Learning To Know ( Belajar Untuk Mengetahui)

Learning to know mengandung makna bahwa belajar tidak hanya berorientasi


pada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi pada proses
belajar. Dalam proses belajar, peserta didik bukan hanya menyadari apa yang
harus di pelajari tetapi juga diharapkan menyadari bagaimana cara mempelajari
apa yang seharusnya dipelajari. Kesadaran tersebut, memungkinkan proses belajar
tidak terbatas di sekolah saja, akan tetapi memungkinkan peserta didik untuk
belajar secara berkesinambungan.
Learning to know bukan sebatas proses belajar di mana pelajar mengetahui dan
memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat,
namun juga kemampuan untuk dapat memahami makna dibalik materi yang telah
diterimanya. Learning to know adalah suatu proses pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik untuk menghayati dan akhirnya dapat merasakan
serta dapat menerapkan cara memperoleh pengetahuan. Suatu proses yang
memungkinkannya tertanam sikap ilmiah yaitu sikap ingin tahu dan selanjutnya
menimbulkan rasa mampu untuk mencari jawaban atas masalah yang dihadapi
secara ilmiah. Belajar untuk mengetahui artinya bahwa seseorang harus senang
mencari tahu yang bertujuan untuk menjalankan proses pendidikan dengan baik.

Ada dua konsep yang perlu diterapkan oleh peserta didik dalam hal belajar yaitu
apa yang perlu diketahui dan bagaimana cara efektif untuk mengetahuinya.
Artinya bahwa dalam belajar untuk mengetahui, peserta didik harus memiliki
tujuan yang akan dicapainya, hal apa saja yang harus diketahuinya, dan
bagaimanakah cara atau proses yang harus ditempuhnya untuk dapat mengetahui
hal-hal yang ingin ia ketahui. Dalam pengimplementasian “learning to know”
(belajar untuk mengetahui), guru atau pendidik memiliki pean yang cukup besar,
karena lewat guru atau pendidik pulalah tunas tunas bangsa Indonesia berada,
sehingga pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:

a. Guru berperan sebagai sumber belajar

Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan


guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik,
sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi anak didiknya.

b. Guru sebagai Fasilitator

Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan proses


pembelajaran.
c. Guru sebagai pengelola

Guru berperan menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa dapat


belajar secara nyaman.

d. Guru sebagai demonstrator

Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat
membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.

e. Guru sebagai pembimbing

Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap
perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai
pembimbing.

f. Guru sebagai mediator

Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media pendidikan juga
harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik.

g. Guru sebagai Evaluator

Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian tersebut, guru
dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap
pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode mengajar.

2. Learning to do (belajar untuk menerapkan)

Learnning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar mendengar


dan melihat untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar dengan dan
untuk melakukan sesuatuyang diperlukan dalam menghadapi tantangan
kehidupan. learning to do juga berarti proses pembelajaran berorientasi pada
pengalaman langsung (learning by experience) Learning to do bukanlah
pembelajaran yang hanya menumbuhkembangkan kemampuan berbuat mekanis
dan keterampilan tanpa pemikiran; tetapi mendorong peserta didik agar terus
belajar bagaimana menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana
mengembangkan teori atau konsep.
Learning to do tidak hanya tertuju pada penguasaan suatu keterampilan bekerja,
tetapi juga secara lebih luas berkenaan dengan kompetisi atau kemampuan yang
berhubungan dengan banyak situasi dan bekerja dalam tim.

Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Setelah peserta


didik itu belajar mengetahui, belajar untuk mencari hal-hal yang ingin
diketahuinya, maka peserta didik tersebut diiringi dengan potensi yang
dimilikinya, ia harus harus bisa menghasilkan suatu karya dari potensi yang
dimilikinya. Belajar merupakan suatu proses untuk mengembangkan diri individu,
khususnya belajar di sini yaitu dalam pendidikan formal (lingkungan sekolah).
Dalam hal ini juga, Learning to do mempersiapkan perserta didik atau manusia
untuk dapat bisa hidup di masyarakat, terjun ke dunia kerja, menghasilkan
kreativitas yang dimilikinya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dan
sebagai wadah masyarakat dalam belajar seyogjanya dapat memfasilitasi siswanya
untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya
agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu)dapat terealisasi. Walau
sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh
dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti
kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang
kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan
pengetahuan saja.

Sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat
sesuatu begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa
bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya peserta didik terlatih untuk
memecahkan masalah.
3. Learning to be (Belajar untuk menjadi)

Robinson Crussoe berpendapat bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri tanpa
kerja sama atau dengan kata lain manusia saling tergantung dengan manusia lain.
Manusia di era sekarang ini bisa hanyut ditelan waktu jika tidak berpegang teguh
pada jati dirinya. Learning to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan
sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya dan menentukan
nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi


diri sendiri (learning to be). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat,
perkembangan fisik, kejiwaan, pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal :
bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan
cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru
sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan
untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan
jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di
masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses
pencapaian aktualisasi diri. Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Learning to be yaitu
mengembangkan kepribadian dirinya sendiri dan mampu berbuat dengan
kemandirian yang lebih besar, perkembangan dan tanggung jawab pribadi.
Learning to be merupakan pelengkap dari learning to know dan learning to do.

4. Learning to live together

Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai
agamanya. Terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani
kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling
menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah.
Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian
antar ras, suku, dan agama.
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat
dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana
individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan
perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar
merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Konsep learning to live together tumbuh karena perlunya kerjasama dalam
menyelesaikan proyek-proyek kolaboratif. Dengan demikian diharapkan dapat
menjadi cara yang efektif untuk mencegah munculnya suatu konflik. Tugas
pendidik terkait dengan pilar ini adalah menumbuhkan kesadaran peserta didik
tentang keberagaman dalam masyarakat dan menanamkan rasa saling
ketergantungan antar sesama manusia (aspek sosial).

2.2. Garis Besar Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO :

a. Kekuatan

Ke empat pilar pendidikan tersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan yang
bagus pula, dan sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang menuntut pesera
didik tidak hanya diajarkan IPTEK, kemudian dapat bekerja sama dan
memecahkan masalah, akan tetapi juga hidup toleran dengan orang lain ditengah-
tengah maraknya perbedaan pendapat dimasyarakat. Dengan ke kempat pilar ini
akan bisa tercapai pendidikan yang berkualitas.
b. Kelemahan

Meskipun ke empat pilar pendidikan ini dirancang sedemikian bagusnya, namun


perlu diingat, masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, seperti
kurangnya SDM guru yang benar-benar “mumpuni”, perbedaan pola pikir setiap
masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, kemudian ada
lagi fasilitas, fasilitas yang masih minim akan sangat menghambat kemajuan
proses belajar mengajar, dan kendala-kendala lain.

c. Peluang

Apabila pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini,


maka pada gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang
bermartabat di mata masyarakat dunia.

d. Ancaman

Ke empat pilar pendidikan UNESCO ini bisa menjadi bumerang bagi peserta
didik dan pengajar apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak
kunjung terwujud. Bisa jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan
kepercayaan diri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pilar – pilar pendidikan diguanakan sebagai acuan dalam peningkatan mutu


pendidikan suatu bangsa. Pilar- pilar pendidikan yaitu learning to know, learning
to do, learning to be, dan learning to life together , keempat pilar tersebut saling
berhubungan satu sama lain.Keempat pilar ini masing-masing mempunyai tujuan
yang berbeda namun saling keterkaitan. Learning to Know mengajarkan
seseorang untuk tidak mengetahui saja materi ataupun ilmu yang mereka dapat,
tetapi mereka juga harus tau makna yang terkandung didalamnya. Learning to Do
mengajarkan seseorang untuk lebih banyak melakukan tindakan daripada
omongan. Learning to Live Together menuntun seseorang untuk hidup
bermasyarakat dan menjadi “educated person yang bermanfaat baik bagi diri dan
masyarakatnya, maupun bagi seluruh ummat manusia sebagai amalan agamanya.
Sedangkan Learning to Be mengajarkan Belajar untuk dapat mandiri, menjadi
orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.Dari keempat
pilar ini juga memiliki kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman, empat pilar
ini akan menjadi baik apabila dipergunakan dengan baik, begitu juga sebaliknya
apabila keempat pilar ini tidak dipergunakan sebagaimana mestinya maka akan
menjadi bumerang sendiri bagi kita.

3.2 Saran

Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang


berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik, namun
yang menjadi masalah adalah dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini masih
minim fasilitas, terlebih lagi di daerah-daerah terpencil, belum meratanya fasilitas
pendidikan, tentunya akan menjadi halangan bagi siswa untuk mengembangkan
diri mereka. Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada
peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap,
kepribadian dan moral.
DAFTAR PUSTAKA

Djamal. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Fakhrudin. (2010). Menjadi Guru Faforit. Yogyakarta: Diva Press.

Isjoni.(2008). Guru Sebagai Motifator Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni.(2008). Memajukan Bangsa dengan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Salam, B. (1997). Pengantar Pedagogik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Atika Aziz (2010) “4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO” (online) tersedia:

http://Atikatikaaziz.Blogspot.com.2010/09/4-pilar-pendidikan-menurut
unesco.html?m=1 (12 Maret 2012)

Aezacan (2011) “4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO” (online) tersedia:


http://aezacan.wordpress.com (15 Maret 2012)

Soedijarto (2010) “Paradigma Pembelajaran Menjawab Tantangan Jaman”


(online) tersedia: http://www.ilmupendidikan.net/2010/03/16/paradigma-
pembelajaran-menjawab-tantangan-jaman.php (12 Maret 2012)

Anda mungkin juga menyukai