Anda di halaman 1dari 9

PRAKTEK HUKUM TATA NEGARA ISLAM DI ARAB SAUDI

Dosen Pengampu: Ustor sitorus, M.Ap

Disusun oleh : Kelompok 1

1. Ali Sofyan 0203182044


2. Miftah El Faiz 0203182052
3. Fitra Fadila 0203182046
4. Miftahul Hasanah 0203182065
5. Ananta Rifai 0203182061
6. Ulpah aini 0203182072
7. Zulhamdi 0203182058
8. Aja M. Alvi Syahri 0203182122
9. Annisah Rahmadhai srg 0203182103
10. Hanif Atha 0203182118
11. Ahmad Alfatih 0203182090

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul PRAKTEK
HUKUM TATA NEGARA ISLAM DI ARAB SAUDI ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Ustor sitorus, M.Ap pada mata kuliah Hukum Tata Negara Islam. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada tugas Bapak Ustor sitorus, M.Ap,
M.Hum, selaku dosen pengampu Hukum Tata Negara Islam, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang..................................................................................3
B. Rumusan masalah............................................................................4

BAB II : PEMBAHASAN

A. ..........................................................................................................5
B. ..........................................................................................................8
C. ..........................................................................................................9
D. ........................................................................................................10

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................16
B. Daftar Bacaan.................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arab Saudi merupakan negara yang menggunakan sistem kerajaan atau
monarki. Hukum yang digunakan adalah hukum syariat Islam dengan berdasarkan
pada pengamalan ajaran Islam yang juga didasari oleh pemahaman sahabat nabi
terhadap AlQuran dan Hadits. Di samping sistem hukum syariat, hukum yang
dilaksanakan pemerintah Saudi juga menerapkan regulasi-regulasi dan juga
membangun lembaga-lembaga untuk menangani kasuskasus yang tidak dicakup
oleh syariat. Arab saudi termasuk Negara Islam yang hukum keluarganya bersifat
uncodified law, itu berarti hukum keluarga Islam di Negara tersebut belum diatur
dalam bentuk tertulis. Tetapi sejak tahun 1950-an, negara Arab Saudi melalui
dekrit kerajaan telah mengesahkan sejumlah peraturan yang meliputi berbagai
masalah kehidupan sosial, misalnya perdagangan, kebangsaan, penyuapan,
pertambangan, perburuhan tenaga kerja jaminan sosial dan pertahanan sipil. Arab
Saudi dikenal sebagai salah satu Negara muslim terbesar dan dikenal pula sebagai
tempat awal mula Islam masuk. Kemudian Negara ini juga dikenal sebagai
Negara yang menjadikan Al-Quran dan Hadits sebagai dasar konstitusinya dengan
Madzhab Hanbali sebagai madzhab Negara, Tahir Mahmood mengkategorikan
Saudi Arabia pada negara-negara yang menerapkan hukum Islam secara
tradisional, di mana hukum Islam tidak beranjak menjadi sebuah peraturan
perundang-undangan. Dengan melihat latar belakang sejarah hukum Islam,
wilayah jazirah Arab awalnya menganut mazhab Maliki.

B. Rumusan Masalah

1. ?
2. ?
3. ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sosio dan Historis HTNI di Arab Saudi


Hukum Arab Saudi berlandaskan pada Syariah yang terdiri dari Al-
Quran dan Sunnah. Ijmak (konsensus) dan kias (penggunaan analogi) yang
dikembangkan oleh para ulama sesudah kematian Nabi Muhammad juga menjadi
sumber hukum. Putusan hakim di Arab Saudi sangat dipengaruhi oleh tulisan-
tulisan dari mazhab Hanbali.
Arab Saudi merupakan satu-satunya negara di dunia yang menjadikan
Quran dan Sunnah sebagai konstitusinya. Bahkan undang-undang dasar di Arab
Saudi tidak disebut "hukum dasar"; istilah yang digunakan adalah "Sistem
Pemerintahan Dasar". Dengan sistem seperti ini, hukum Syariah ditetapkan tanpa
perlu dikodifikasi terlebih dahulu.
Sistem hukum Saudi didasarkan pada hukum Islam, Arab Saudi
merupakan tempat kelahiran Islam dan tempat dimana terletak dua tempat tersuci
Islam, Mekah dan Madina. Karena Arab Saudi merupakan satu dari sedikit negara
di daerah tersebut yang tidak pernah dikolonisasi, sistem hukumnya memiliki
lebih sedikit tambahan dari hukum Eropa yang ditemukan di negara-negara
sekitarnya, dan hukum Islam, yang belakangan ini berkurang di sebagian besar
negara menjadi hukum berstatus personal (kasarannya, hukum keluarga dan
pengesahan hakim), tetap menempati posisi pokok. Sejak abad ke delapan belas,
pemerintah dan ketetapan keagamaan berpegang pada paham Wahhabisme, yang
cenderung pada suatu penekanan terhadap akar Islam: Qur’an dan Sunnah (kata-
kata dan perilaku nabi Muhammad), memberikan lebih sedikit penekanan aliran
penafsiran Islami yang muncul kemudian. Sementara terikat secara historis pada
aliran hukum Islam Hanbali, otoritas keagamaan sekarang, ketika memperbanyak
Qur’an dan Sunnah, mendukung keempat aliran Islam. Sebagai komitmen
terhadap Islam yang ideal, Arab Saudi tidak memiliki konstitusi formal kecuali
Qur’an dan Sunnah.

5
Sementara semenanjung Arab merekam sejarah kembali ke 5.000 tahun
kependudukan Dilmun, sejarah hukum Arab Saudi diawali pada abad ke-tujuh
dengan lahirnya Islam. Dengan turunnya wahyu Qur’an, yang dipercaya oleh para
Muslim merupakan kata-kata dari Tuhan, dan kata-kata dan perbuatan-perbuatan
Nabi (yang, sebagai pemimpin politik dan keagamaan bagi masyarakat, pertama
menerapkan pemikiran ini) membentuk inti hukum dan praktek Islam.
Sejarah modern Arab Saudi diawali pada abad ke-delapan belas dengan
persekutuan antara Muhammad ibn Saud dan Muhammad ibn. Abd al-Wahhab,
seorang pemimpin agama dan penemu gerakan Wahhabi, yang mencari inspirasi
moral dalam pembelajaran langsung mengenai pemikiran dan praktek-praktek
religius Nabi dan sahabat-sahabatnya. Hal itu memerlukan sikap intelektual dari
theologian abad ke-tigabelasan sampai empat belas, Ibn Taymiyya, yang pada
gilirannya dipengaruhi oleh ajaran Ahmad ibn Hanbal, theologian abad ke-
sembilan dan penemu aliran hukum Islam Hanbali. Koalisi Saudi/Wahhabi
membentuk tiga kerajaan berturut-turut, yang memuncak menjadi satu sekarang.
Arab Saudi mulai mengambil bentuk modernnya pada abad ke-dua puluh saat Ibn
Saud menyatukan berbagai daerah jazirah yang berbeda menjadi satu negara, yang
diawali dengan penangkapan Riyadh pada tahun 1920 (ibukota sekarang), diikuti
dengan penaklukan Hijaz tahun 1925, dan memuncak di tahun 1932 dengan
proklamasi Kerajaan Arab Saudi.1
Hukum Islam, atau sharia (“jalan kecil”), merupakan dasar dari hukum Saudi.
Hukum ini terikat secara intim dengan filosofi politik Islam, yang melihat peran
utama negara sebagai suatu yang membantu komunitas Muslim menjunjung tinggi
moral standar Tuhan, sharia menjadi sumber standar ini. Pada gambaran ini,
negara bukanlah arena netral; negara memiliki kewajiban aktif terhadap
masyarakat untuk mengejar kebaikan dan menentang kejahatan. Gagasan baik
mengenai keadilan dan legitimasi disebutkan secara serempak di istilah-istilah
hukum dan Islami.
Hukum Islam, bersifat ketuhanan dan sempurna, dijadikan akar, pertama, dalam
Qur’an – dalam kata-kata Muslim percaya bahwa Tuhan memberikan

1
http://wwwgats.blogspot.com/2008/12/sistem-hukum-arab-saudi.html (dimuat 25 Desember 2008)

6
penampakan langsung melalui Muhammad. Dengan menaruh dasar etika bagi
keadilan, Qur’an menyediakan baik pedoman umum mengenai perilaku dan jelas
dan terkadang pedoman mendetil mengenai praktek-praktek tertentu, dari
kewajiban keagamaan sampai keluarga sampai hukum penunjukan hakim, hukum
kriminal, dan hukum dagang. Meskipun demikian, Qur’an menyediakan hanya
sedikit dari sajak-sajaknya yang khusus mengenai hukum dan diam mengenai
sebagian besar masalah-masalah hukum. Seperti halnya semua teks keagamaan,
teks tersebut juga harus diterjemahkan, dan bisa diterjemahkan dengan berbagai
cara. Karena itu, diperlukan sumber-sumber lain. Sebagai konsekuensi, pada abad-
abad awal setelah Nabi wafat, aliran-aliran Islam, ulama, membuat persetujuan
mengenai sumber-sumber hukum tambahan. Sumber kedua (menyangkut
kepentingannya, bukan bidangnya) adalah Sunnah, tindakan-tindakan dan kata-
kata Nabi. Secara bersamaan, Qur’an dan Sunnah merupakan sumber-sumber
utama hukum Islam. Sumber ke tiga adalah konsensus (ijma’) komunitas, yang
pada prakteknya menjadi komunitas sarjana ilmu Islam, mengenai hal-hal dimana
kedua sumber utama tersebut tidak cukup. Sumber ke empat adalah analogi
(qiyas), yang menerapkan prinsip-prinsip dari Qur’an atau Sunnah terhadap
kasus-kasus baru. Sumber ke lima adalah ijtihad. Biasanya diterjemahkan sebagai
“pemberian alasan secara mandiri,” ijtihad lebih cocok dipandang sebagai metode
untuk menerapkan sumber-sumber lain terhadap masalah-masalah hukum tertentu.
Selama beberapa abad pertama berdirinya Islam, konsensus cendekiawan
menggunakan sumber-sumber ini sebagai dasar formal yurisprudensi Islam.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu dari unsur pokok status kenegaraan adalah penguasaan suatu
wilayah teritorial, di dalam wilayah mana berlaku hukum negara tersebut.
Terhadap wilayah ini otoritas tertinggi berada pada negara terkait. Oleh karena itu,
muncullah kosep “kedaulatan teritorial” yang menandakan bahwa didalam
wilayah kekuasaan ini yurisdiksi dilaksanakan oleh negara terhadap orang-orang
dan harta benda yang menyampingkan negara-negara lain.
Kedaulatan tertinggi dari suatu negara adalah kedaulatan hukum, karena
hukum tidak tunduk kepada negara, tetapi negaralah yang tunduk kepada hukum,
sehingga setiap perubahan yang terjadi atas suatu negara harus dilandasi oleh
pemberlakuan suatu hokum, tidak ada pembatasan untuk membuat hukum oleh
negara yang mempunyai kedaulatan, tidak ada prinsip hukum alam, yang ada
adalah kemampuan mengatur secara efektif pembatasan kekuasaan mutlak dari
penguasa (the ruler).

8
DAFTAR PUSTAKA

Eddy Damian, 1991. Kapita Selekta Hukum Internasional. Bandung: Alumni.

J.G. Starke, Q.C., 2011. Penghantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar


Grafika.

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2003. Pengantar Hukum


Internasional. Bandung: Alumni.

Romli Atmasasmita,1997. Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam


Sistem Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

Yudha Bhakti Ardhiwisastra, 1999. Imunitas Kedaulatan Negara di Forum


Pengadilan Asing. Bandung: Alumni.

Anda mungkin juga menyukai