DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3 (2C)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. Karena atas segala limpahan rahmat
danhidayah-Nya berupa kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Pneumothoraks”. Shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang
telah membawa umat-Nya dari zaman kebodohan ke zaman berpendidikan seperti zaman
Sekarang ini. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah.
Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, saya
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
3.1. Kesimpulan .................................................................................................................. 25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Pneumotoraks adalah kkeadaan terdapatnya udara atau gas lain dalam kantung pleura.
Kelainan ini dapat terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat. Pneumotoraks sekunder
terjdi pada ruptur semulai lesi paru yang letak didekat permukaan pleura sehingga udara
inspirasi memperoleh ases kerongga pleura. (Robbins, 2007). Pneumotoraks spontam terbagi
atas primer dan sekunder. Pneumotoraks sponta primer dapat muncul pada individu sehat
sedangkan pneumotoraks spontan sekunder muncul sebagai akibat komplikasi dari penyakit
dasar. Pada penelitian terkini dari 505 pasien di israel dengan pneumotoraks spontan
sekundder didapatkan penyebbab terbannyak adalah PPOK 348, tumor 93, sarkoidosis 26,
tuberkolosis 9, penyakit infeksi paru lainya 16, dan lain-lain 13 orang. Data di RSU dr.
Soetomo tahun 2000-2004 menyebutkan 392 orang pasien pneumotoraks spontam sekkunder
yang di rawat di bangsal paru, dan pasien dan penyakit dasar tuberkolosis paru sebanyak 304
orang (76%). Keseriusan malah tergantung jumlah dan kecepatan pendarahan thorax. Rongga
pleura dapat didekompresi dengan aspirasi jarum (torasentesis) atau drainase selang dada
darah dan udara. Paru kemudian mampu unntuk mengembang kembali dan melakukan
fungsinya dalam pernafasan. ( 2001).
Hemotoraks adalah akumulasi darah pada rongga intra pleura. Perdarahan dapat berasal
dari pembuluh darah sistemik maupun pebuluh darah paru dan pada trauma yang tersering
pendarahan berasal dari arteri interkosta dan arteri mammaria interna. Hemotoraks adalah
adanya darah pada rongga pleura. Pendarahan berasal dari dinding darah, parenkim paru,
jantunng, atau pembuluh darah besar. (Mancini, 2011)
Insidensi pneumotoraks di Indonesia sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering dari pada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (2) . Pada pria, resiko
pneumothorax spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding non
1
perokok.Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada
dekadeketiga kehidupan (20-40 tahun).
1.2 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis sebagai
berikut:
A. Tujuan umum.
B. Tujuan khusus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
3
4. Kurang lebih 75% trauma tusuk pneumothorak disertai hemothorak Tekanan di rongga
pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan
berkembang (inflasi).
5. Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H 2O dan pada akhir
ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Paru-paru
Paru adalah strukur elastic yang dibungkus dalam sangkar thoraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan
gerakan dinding sangkar thoraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efekdari gerakan ini adalah
secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dada
4
meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam, dan
mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali kembali ke ukurannya
semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara
keluarmelalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan
energi, fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan,
ekspirasi menempati dua pertiganya, (Syaifudin. 2011).
2. Pleura
Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu pleura, yang
juga meluas untuk membungkus dinding interior thoraks dan permukaan superior diafragma.
Pleura parietalis melapisi thoraks, dan pleura viselaris melapisi paru-paru.
Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung
sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser
dengan bebas selama ventilasi, (Syaifudin. 2011).
3. Mediastinum
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga thoraks menjadi dua bagian
membagi rongga thoraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura.
Semua struktur thoraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura (Syaifudin.
2011).
5
permukaannya dilapisi oleh “rambut” rambut pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan
gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing
menjauhi paru menuju laring, (Syaifudin. 2011).
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi
bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran tradisisional antara jalan udara
konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakebronkialyang tidak ikut
serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori
kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli (Syaifudin. 2011)
5. Alveoli
Paru terbentuk sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20
alveoli. Begitu banayaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu
lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapagan tenis). Terdapat tiga jenis sel-
sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe 1 adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel-sel
alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III
adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang benar yang memakan benda asing
(mis, lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting,
(Syaifudin.2011).
Selama inspirasi udara mengalir dari lingkungan sekitarke dalam trakea, bronkus,
bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan arah
yang berlawanan. Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara
bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara,
resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Udara mengalir dari region yang
tekananannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan
diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan dengan demikian
menurunkan tekananan dalam toraks sampai tingkat di bawah atmosfir. Karenanya, udara
tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma
rileks, dan paru-paru mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks.
6
Tekananalveolar keemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke
dalam atmosfir, (Syaifuin. 2011)
2.2. ETIOLOGI
2.3. KLASIFIKASI
Dari kata “primer” ini dapat diketahui penyebab dari pneumotoraks belum diketahui secara
pasti, banyak penelitian dan terori telah di kemukakan untuk mencoba menjelaskan
tentang apa sebenarnya penyebab dasar dari tipe pneumotoraks ini. Ada teori yang
menyebutkan, disebabkan oleh factor konginetal, yaitu terdapatnya bula pada subpleura
viseral, yang suatu saat akan pecah akibat tingginya tekanan intra pleura, sehingga
menyebabkan terjadinya pneumotoraks. Bula subpleura ini dikatakan paling sering
terdapat pada bagian apeks paru dan juga pada percabangan trakeobronkial. Pendapat lain
mengatakan bahwa PSP ini bisa disebabkan oleh kebiasaan merokok. Diduga merokok
dapat menyebabkan ketidakseimbangan dari protease, antioksidan ini menyebabkan
degradasi dan lemahnya serat elastis dari paru-paru, serta banyak penyebab lain yang
kiranya dapat membuktikan penyebab dari pneumotoraks spontan primer.
7
berhubungan dengan penyakit paru-paru, banyak penyakit paru-paru yang dikatakan
sebagai penyebab dasar terjadinya pneumotoraks tipe ini.ChronicObstructive Pulmonary
Disease (COPD), infeksi yang disebabkan oleh bakteri pneumocity carinii, adanya
keadaan immunocompremise yang disebabkan olehinfeksivirus HIV, serta banyak
penyebab lainnya, disebutkan penderita pneumotoraks tipe ini berumur diantara 60-65
tahun.
• PneumotoraksTrauma
Pneumotoraks trauma adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh trauma yang secara langsung
mengenai dinding dada, bisa disebabkan oleh benda tajam seperti pisau,atau pedang, dan juga
bisa disebabkan oleh benda tumpul. Mekanisme terjadinya pneumotoraks trauma tumpul, akibat
terjadinya peningkatan tekanan pada alveolar secara mendadak, sehingga menyebabkan alveolar
menjadi ruptur akibat kompresi yang ditimbulkan oleh trauma tumpul tersebut, pecahnya
alveolar akan menyebabkan udara menumpuk pada pleura visceral, menumpuknya udara terus
menerus akan menyebabkan pleura visceral rupture atau robek sehingga menimbulkan
pneumotorak.Jika pada mekanisme terjadinya pneumotoraks pada trauma tajam disebabkan oleh
penetrasi benda tajam tersebut pada dinding dada dan merobek pleura parietal dan udara masuk
melalui luka tersebut ke dalam rongga pleura sehingga terjadi pneumotoraks.
8
• IatrogenikPneumotoraks
Suatu pneumotoraks yang merupakan salah satu kegawat daruratan pada cedera
dada. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan udara masuk kedalam
rongga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar, keadaan ini disebut dengan
fenomena ventil ( one– way-valve).Akibat udara yang terjebak didalam rongga pleura
ssehingga menyebabkan tekanan intrapleura meningkat akibatnya terjadi kolaps pada
paru-paru, hingga menggeser mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral, penekanan
pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia.
Banyak literatur masih memperdebatkan efek dari pneumotoraks dapat
menyebabkan terjadinya kolaps pada sistem kardiovaskular. Dikatakan adanya
pergeseran pada mediastinum menyebabkan juga penekanan pada vena kava anterior dan
superior, disebutkan juga hipoksia juga menjadi dasar penyebabnya, hipoksia yang
memburuk menyebabkan
9
terjadinya resitensi terhadap vaskular dari paru-paru yang diakibatkan oleh
vasokonstriksi. Jika gejala hipoksia tidak ditangani secepatnya, hipoksia ini akan
mengarah pada keadaan asidosis, kemudian disusul dengan menurunnya cardiac
output sampai akhirnya terjadi keadaan henti jantung.
1. Pneumotorak simple
Tidak diikuti gejala shock atau pre-shock, pneumothorax yang tidak di sertai peningkatan
tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri: paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total) tidak ada mediastinal
shift.
Pf: bunyi napas, hyperresonance (perkusi), pengembangan dada.
2. Tension Pnuemotorak
Diikuti gejala shock atau pre-schock.
10
Ciri: tejadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi ko;aps total paru,
mendiastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea, venous
return hipotensi dan respiratory disstres berat.
Tanda dan gejala klinis sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi,
JVP, asimetris statis dan dinamis.
3. Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga uara dapat keluar dan
masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan
tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis mestoral, ditunjang oleh jaringan ikat,
pembuluh-pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening, rongga pleura dibatasi oleh
2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis yang melapisi otot-otot dinding
dada, tulang dan kartilago, diafragma dan menyusup ke dalam pleura dan tidak sensitif
terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml) dan berfungsi sebagai
pelumas diantara kedua lapisan pleura (prince. 2006)
Patogenesis pneumothorak spontan sampai sekarang belum jelas.
11
terdapat bulla di apeks paru. Observasi klinik yang dilakukan pada pasien pneumothorak
spontan primer ternyata mendapatkan pneumothorak lebih banyak dijumpai pada pasien
pria berbadan kurus dan tinggi. Kelainan intrinsik jaringan konetif mempunyai
kecenderungan terbentuknya blab atau bulla yang meningkat, (Price. 2006).
Blab atau bulla yang pecah masih belum jelas hubungna dengan aktivitas yang
berlebihan, karena pada orang-orang yang tanpa aktivitas (istirahat) juga dapat terjadi
pneumothorak. Pecahnya alveoli juga dikatakan berhubungan dengan obstruksi check-
valve pada saluran napas dapat diakibatkan oleh beberapa sebab antara lain: infeksi atau
infeksi tidak nyata yang menimbulkan suatu penumpukan mukus dalam bronkial, (Price.
2006)
2. Pneumothoraks spontan sekunder
Disebutkan bahwa terjadinya pneumothorak ini adalah akibat pecahnya blab viseralis atau
bulla pneumothorak dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya.
Patogenesis pneumotorak ini umumnya terjadi akibat komplikasi asma, fibrosis kistik,
TB paru, penyakit-penyakit paru infiltra lainnya misalnya pneumotoral supuratif,
pneumonia carinci, pneumiothorak spontan sekunder lebih serius keadaannya karrena
adanya penyakit yang mendasarinya (Crowin, E.. 2006)
12
13
2.6. KOMPLIKASI
1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventil , komplikasi ini terjadi
karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis
lebih hebat,mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah
vena ke atrium kanan.Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum
terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga
menimbulkan rasa sakit.Keadaan ini dapatmengakibatkan fungsi pernafasan
sangat terganggu yang harus segera ditangani kalautidak akan berakibat fatal.
Tension pneumotorax dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat
juga dapat terkenadampaknya
2. Pneumotorax dapat menyebabkan hipoksia dan dipsnea berat. Kematian dapat
terjadi (Corwin,2009)
3. Pio-pneumothoraks terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara
bersamaanpada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme yang
membentuk gas ataudari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah
ronggapleura.
4. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25%
penderitapneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya.
Cairan ini biasanyabersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah).
Hidrothorak dapat timbuldengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada
kasus-kasus trauma/perdarahanintra pleura atau perfosari esofagus (cairan
lambung masuk kedalam ronggapleura).
5. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat
ditegakkandengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh
pneumothoraks.Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan
interstitium paru dankemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif
ke arah mediastinum(menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan
fasia otot-otot leher(menimbulkan emfisema subkutan).
6. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua
paru secaraserentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan
14
ini timbul sebagailanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal
dariemfisem jaringanenterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem
mediastinum yang berasal dariperforasi esofagus.
7. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula
bronko- pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula
bronkopleura iniadalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab
antara lain adanyaperlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap
terbuka, adanya fistulabronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya
fistula bronko-pleura yang melaluilesi penyakit seperti nodul reumatoid
atautuberkuloma.
1. Foto Rontgen
Gambar radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks antara lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tambak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis
yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis,
akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya temak seperti massa radio opaque yang berada di
daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea kea rah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumothoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut:
a) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari
basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati
hilus, sehingga udara yang dihasilkan alan terjebak dim22ediatinum.
b) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hotam dibawah kulit. Hal ini
biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya
terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih
15
tinggi, yaitu daerah leher. Disekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah
ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka
dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai kedaerah dada depan dan
belakang.
c) Bila disertai adanya cairan didalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan
cairan sehingga garis datar diatas diafragma.
d) Analisis Gas Darah Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar
10%:
e) CT-scan thorax CT-scan thorax lenih spesifik untuk membedakan antara emfrisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan
sekunder
1. Tindakan dekompresi
a. Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:
menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke rongga pleura, dengan demikian
tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif. Hal ini
disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah
melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion set.
16
Pipa khusus (kateter thoraks) steril,dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara
troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa elastic (kateter
thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi
kulit dari segala iga ke-4 pada garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung sealng
plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
perumukaan air supaya gelembung udara dapat mudah keluar melalui perbedaan
tekanan tersebut.
2. Pengisapan kontinue (kontinous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap positif.
Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20
cmH2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura visceral dan pleura parietalis.
3. Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan negatif kembali, drain dapat
dicabut. Sebelum dicabut, drain ditiup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24
jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.
4. Tindaka bedah
Pembedahan dinding thoraks dengan cara poperasi, maka dapat dicari lubang yang
menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut di jahit. Pada
pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak
dapat mengembang, maka dapat dilakukan penglupasan atau dekortisasi.
Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang mengalami robekan
atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan
tidak dapat dipertahankan kembali.
c. Penatalaksanaan tambahan
Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan.terhadap
penyebabnya, yaitu:
a) Terhadap proses tuberculosis paru diberikan OAT
17
b) Untuk pencegahan obstipasi dan memperlancar defekasi,penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.
c) Istirahat total, klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang) batuk,
bersin terlalu keras, dan mengejan,, (Sudoyo. 2006)
A. PENGKAJIAN
Tanda :
18
a. Berhati-hati pada area yang sakit.
b. Perilaku dismaksi.
c. Mengerutkan wajah.
6. Pernafasan
Gejala :
a. Kesulitan bernafas.
b. Batuk (mungkin).
c. Riwayat bedag dada atau trauma, penyakit paru kronis. Inflamasi atau infeksi paru
interitislal menyebar, keganasan.
d. Pneumotoraks spontan sebelumnya, rupture emfisema bula spontan, bleb sub pleural
(PPOM).
Tanda :
Kulit: pucat, stenosis, berkeringat, krebitasi sub kutan (udara pada jaringan dengan
palpasi).
Diagnosa Penunjang.
BGA
Suhu : 36,1 C
PH : 7,315
19
PCO2 : 34,2 mmHg
PO2 : 99,6 mmHg
HCO3- : 17,6 mmCl/l
O2Sat : 97,1 %
Base Exece : -7,9 mmCl/l
Darah lengkap:
Leukosit : 24.800/ml
Hb : 17,7 gr/dl
PCV : 33,7 %
Trombosit : 297.000/ ml
7. Keamanan gejala :
a. Adanya trauma dada.
b. Radiasi atau kemoterapi untuk keganasan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
20
1. Diagnosa : Pola Pernafasan Tidak Efektif.
Kolaborasi.
21
1. Kaji seri foto torak.
2. Awasi gambaran seri gda dan nada oksimetri.
3. Berikan oksigen tambahan melalui kanula sesuai indikasi.
Mandiri.
22
u. Meskipun tidak seperti drainase serosa akan menghambat selang.
v. Pemijatan biasanya tidak nyaman pada pasien karena perubahan tekanan intratorakal.
w. Pneumotorak dapat terulang dan memerlukan intervensi cepat untuk mencegah
pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
x. Deteksi dini terjadi komplikasi penting
Kolaborasi.
1. Mengawasi kemajuan perbaikan hemotorak dan ekspansi paru.
2. Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.
3. Alat dalam menurunkan kerja nafas. Meningkatkan penghilangan distress.
Diagnosa : Trauma/Penghentian Napas, Risiko Tinggi Terhadap.
Tindakan Atau Intervensi Rasional Mandiri.
1. Kaji dengan pasien tujuan unit drainase dada, catat gambaran keamanan.
2. Pasangkan kateter torak ke dinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum
memindahkan atau mengubah posisi pasien.
3. Amankan sisi sambungan selang.
4. Beri bantalan pada sisi dengan kasa.
5. Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien.
6. Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar yunit untuk tujuan diagnostic.
7. Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit.
8. Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring menarik selang.
9. Identifikasi perubahan yang harus dilaporkan pada perawat.
10. Observasi tanda distress pernafasan bila kateter torak lepas.
Mandiri.
23
6. Meningkatkan kontinuitas evakuasi optimal cairan selama pemindahan.
7. Memberikan pengenalan diri dan mengobati adanya erosi kulit.
8. Menurunkan resiko opstruksi drainase selang.
9. Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
10. Pneumotorak dapat terulang, karena mempegaruhi fungsi pernafasan dan memerlukan
intervensi darurat.
24
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan di mana rongga pleura terisi oleh udara,
sehingga menyebabkan pendesakan terhadap daringan paru yang menimbilkan
gangguan dalam pengembangkanya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh
karea itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak nafas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan
munurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup
dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali di dasarkan pada hasil foto
tontgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corokan bronkovaskuler pada
lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru
(colaps line). Pada prinsipnya, penanganan berupa pneumotoraks berupa observasi dan
pemberian O2 yang di lanjutkan dangan dekompresi. Sedangkan untukk proses
medikasi di sesuaika dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga
perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.
3.2. SARAN
Dengan adanya perbedaan antara teori dan kasus, di harapakan perawata dapat
melakukan pengkajian dengan benar dan tepat sehingga intervensi yang di laksanakan
sesuakan dengan yang di harapkan. Perawat dalam melakukan intervensi dan
imlementasi hendaknya tidak hanya mengacu pada teori yang ada, tetapi juga yang
harus mempertimbangkan kondisi klien.
25
DAFTAR PUSTAKA
arpenito, Linda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6 : Jakarta.
EGC.
Doengoes, M.et.al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta : EGC
Price. A. Silvia, Wilson. M. Lorrame. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Jakarta : EGCono, Stamet. 2001. Buku Ajar IPD Jilid 2 Edisi III. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Alsegaf, 2004; Kamus Kedokteran; Edisi ke 29, Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2004, Hal. 842.
Budiono. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika.Jurnal Identifikasi Awal
Dan Bantuan Hidup Dasar Pada Pneumotoraks, I Wayan Ade Punarbawa1, Putu
Pramana Suarjaya2,1,2 Bagian /Smf Ilmu Anestesiologi Dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Idress M.M, Ingleby A.M, Wali S.O : Evalution and Managemet of Pneumothorax.
Saudi Med J 2003; vol.24(5):447 – 452
26
27