Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ELIMINASI URIN

A. PENGERTIAN
Eleminasi atau pembuangan urine normal adalah proses pengosongan
kandung kemih bila kandung kemih terisi. Eliminasi urin normalnya adalah
pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari
180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang
dapat berupa urin. Sebagian besar hasil filtrasi akan diserap kembali di
tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010).

B. FISIOLOGI
Terdapat tiga tahapan proses pembentukan urin, yaitu filtrasi, reabsorbsi,
sekresi. Tahap pertama yaitu proses filtrasi yang terjadi di glomerulus. Cairan
yang disaring sebagian besar terdiri dari air tetapi juga mengandung bahan-
bahan yang berguna seperti glukosa, asam amino, mineral, seperti sodium dan
potassium. Faktor-faktor yang menentukan filtrasi di glomerulus adalah
tekanan koloid osmotik plasma dan tekanan kapsula bowman (Syaifudin,
2006).
Tahap kedua yaitu proses reabsorbsi, dimana pada proses ini terjadi
penyerapan kembali sebagian besar glukosa, sodium, klorida, fosfat dan
beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi)
di tubulus proximal, sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali
penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan
terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla
renalis (Syaifudin, 2006).
Tahap ketiga adalah proses sekresi (augmentasi), yaitu sisa dari
penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus akan diteruskan keluar
(Syaifudin, 2006).
C. NILAI – NILAI NORMAL
Karakteristik Normal Abnormal
Jumlah dalam 24 jam 1200 – 1500 ml Kurang dari 1200 ml
(dewasa) Asupan cairan dalam
jumlah besar
Warna kejernihan Kurang pucat, kuning Kuning tua
transparan Keruh
Berwarna jingga tua
Merah atau coklat tua
Berlendir, kental, dan
lengket
Bau Sedikit beraroma Menyengat
Sterilitas Tidak ada mikroorganisme Ada mikroorganisme
Ph 4,5 – 8 Lebih dari 8
Kurang dari 4,5
Berat jenis 1,010 – 1,025 Lebih dari 1,025
Kurang dari 1,010
Glukosa Tidak ada Ada
Badan keton Tidak ada Ada
Darah Tidak ada Samar (mikroskopik)
Merah terang

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1. Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi
output urine(jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine
yang dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan
urine.
2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga
memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk
keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi
pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih
memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil.
Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang air kecil.
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes
melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk
buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalami kesulitan
untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan
sakit.
10. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses
berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis.
Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran
urine.
11. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian
diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan
eliminasi urine, khususnya prosedur - prosedur yang berhubungan
dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti IVY (intrauenus
pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga
mengurangi produksi urine. Selain itu tindakan sistoskopi dapat
menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu
pengeluaran urine.

E. JENIS GANGGUAN
1. Retensi urine
Retensi urine adalah kondisi seseorang terjadi karena penumpukan urine
dalam bladder dan ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan
kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urine yang terdapat
dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250 - 400 ml. Kondisi
ini bisa disebabkan oleh hipertropi prostat, pembedahan, otot destrusor
lemah dan lain-lain.
2. Inkontinensia Urine
Bila seseorang mengalami ketidakmampuan otot spinter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol pengeluaran urine. Ada dua
jenis inkontinensia: Pertama, stres inkontinensia yaitu stres yang terjadi
pada saat tekanan intra abdomen meningkat dan menyebabkan kompresi
kandung kemih. Contoh sebagian orang saat batuk atau tertawa akan
mengalami terkencing-kencing, hal tersebut bisa dikatakan normal atau
bisa terjadi pada lansia. Kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia
yang terjadi saat klien terdesakningin berkemih atau tiba-tiba berkemih,
hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme
bladder, overdistensi, peningkatan konsumsi kafein atau alkohol
(Taylor,1989).
3. Enurisis
Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
tidak disadari yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan
spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau orang jompo.
Faktor penyebab takut keluar malam, kapasitas kandung kemih kurang
normal, infeksi dan lain-lain.
4. Perubahan Pola Berkemih
a. Frekuensi
Meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake ciran yang
meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stress, dan wanita hamil.
b. Urgency
Perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak
karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
c. Dysuria
Rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi
saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
d. Polyuria (Diuresis)
Produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan
misalnya pada pasien DM.
e. Urinary Suppression
Keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-tiba.
Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar
100-500 ml/24 jam).

F. PENGKAJIAN
Pengkajian pada kebutuhan eliminasi urine meliputi :
1. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta hambatannya.
Frekuensi berkemih tergatung pada kebiasaan dan kesempatan. Banyak
orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan
waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
2. Pola berkemih
a. Frekuensi Berkemih
Frekuesi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam
waktu24 jam
b. Urgensi
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena
takut megalami inkotinensia jika tidak berkemih
c. Disuria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan
pada struktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
d. Poliuria
Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar
tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Keadaan ini dapat terjadi pada
penyakit diabetes, defisiensi ADH, dan penyakit kronis ginjal.
e. Urinaria supresi
Keadaan produksi urine yang berhenti secara medadak. Bila produksi
urine kurang dari 100 ml/hari dapat dikatakan anuria, tetapi bila
produksinya antara100 – 500 ml/hari dapat dikatakan sebagai oliguria.
3. Volume urine
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam
waktu 24 jam.
4. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
a. Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natirum) dapat mempengaruhi
jumlah urine yang dibentuk, sedangkan kopi dapat meningkatkan
jumlah urine
b. Gaya hidup
c. Stress psikologi dapat meingkatka frekuensi keinginan berkemih.
d. Tingkat aktivitas
5. Keadaan urine
Keadaan urie meliputi : warna, bau, berat jenis, kejerihan, pH, protein,
darah,glukosa.
6. Tanda klinis gangguan elimiasi urine seperti retensi urine, inkontinensia
urine.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA)
a. Gangguan eliminasi urin
b. Inkontinensia urinarius fungsional
c. Retensi urin
H. RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguan eliminasi urine Eliminasi Urin Manajemen Cairan
Definisi : a. Pola eliminasi tidak terganggu a. Monitor tanda – tanda vital pasien
Disfungsi eliminasi urine b. Bau urin normal b. Monitor makan / cairan yang dikonsumsi
c. Jumlah urin tidak terganggu dan hitung asupan kalori harian
Batasan Karakteristik : d. Warna urin normal c. Monitir status gizi
a. Anyang – anyangan e. Kejernihan urin normal d. Berikan cairan dengan tepat
b. Disuria f. Intake cairan tidak terganggu e. Berikan diuretik yang diresepkan
c. Dorongan berkemih g. Mengosongkan kantong kemih f. Distribusikan asupan cairan selama 24
d. Inkontinensia seutuhnya jam
e. Inkontinensia urine h. Mengenali keinginan untuk berkemih g. Dukung pasien dan keluarga untuk
f. Nokturia membantu dalam pemberian makanan
g. Retensi urine dengan baik
h. Sering berkemih h. Berikan terapi IV seperti yang ditentukan
i. Berikan cairan IV sesuai suhu kamar
Faktor Yang Berhubungan : j. Arahkan pasien mengenai status NPO
a. Gangguan sensori motorik
b. Infeksi saluran kemih Bantuan Berkemih
c. Obstruksi anatomik a. Pertimbangkan kemampuan dalam rangka
d. Penyebab multipel mengenal keinginan untuk BAK
b. Lakukan pencatatan mengenai spesifikasi
kontinensia selama 3 hari untuk
mendapatkan pola pengeluaran (urin)
c. Tetapkan interval untuk jadwal membantu
berkemih, berdasarkan pada pola
pengeluaran (urin)
d. Berikan waktu 15 menit interval yang
disarankan untuk bantuan berkemih
e. Berikan waktu 5 detik untuk meminta
bantuan terkait dengan aktivitas toileting
f. Pertimbangkan kesadaran pasien
mengenai status kontinensia dengan
menanyakan apakah basah atau kering
g. Tentukan respon yang tepat dengan
mengecek pakaian atau linen pasien
dengan cara yang tepat
h. Berikan privasi untuk adanya aktivitas
eliminasi
i. Informasikan pada pasien mengenai
waktu untuk sesi eliminasi selanjutnya
j. Dokumentasikan outcomes dari sesi
toileting

Latihan Otot Pelvis


a. Kaji kemampuan urgensi berkemih pasien
b. Instruksikan pasien untuk menahan otot –
otot sekitar uretra dan anus, kemudian
relaksasi, seolah – olah ingin menahan
buang air kecil atau buang air besar
c. Instruksikan pasien untuk tidak
mengkontraksikan perut, pangkal paha,
dan pinggul, menahan nafas atau
mengejan selama latihan
d. Yakinkan bahwa pasien mampu
membedakan kontraksi menahan dan
relaksasi yang berbeda antara keinginan
untuk meninggikan dan memasukkan
kontraksi otot dan usaha yang tidak
diinginkan untuk menurunkan
e. Instruksikan pasien perempuan untuk
mengidentifikasi letak levator ani dan otot
– otot urogenital dengan meletakkan jari
di vagina dan menekannya
f. Instruksikan pasien untuk melakukan
latihan pengencangan otot, dengan
melakukan 300 kontraksi setiap hari,
menahan kontraksi selama 10 detik, dan
relaksasi selama 10 menit diantara sesi
kontraksi, sesuai dengan protokol
g. Informasikan pasien bahwa latihan ini
akan efektif jika dilakukan 6 – 12 minggu
h. Berikan umpan balik positif selama
latihan dilakukan
i. Ajarkan pasien untuk memonitor
keefektifan latihan dengan mencoba
menahan BAK 1 kali dalam seminggu
j. Kombinasikan terapi biofeedback atau
stimulasi elektrik pada pasien sesuai
kebutuhan untuk mengidentifikasi
kontraksi otot dan atau untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi otot
k. Sediakan informasi mengenai latihan otot
pelvis ini dalam bentuk tulisan mengenai
langkah – langkah pelaksanaannya
l. Instruksikan pasien untuk dapat mencatat
inkontinensia yang terjadi setiap harinya
untuk melihat perkembangannya

2. Inkontinensia urinarius Kontinensia Urin Bantuan Berkemih


fungsional a. Mengenali keinginan untuk berkemih a. Pertimbangkan kemampuan dalam rangka
Definisi : b. Menjaga pola berkemih yang teratur mengenal keinginan untuk BAK
Ketidakmampuan individu, c. Respon berkemih sudah tepat waktu b. Lakukan pencatatan mengenai spesifikasi
yang biasanya kontinen, untuk d. Berkemih pada tempat yang tepat kontinensia selama 3 hari untuk
mencapai toilet tepat waktu e. Menuju toilet dintara waktu ingin mendapatkan pola pengeluaran (urin)
untuk berkemih yang berkemih dan benar – benar ingin segera c. Tetapkan interval untuk jadwal membantu
mengalami pengeluaran urine berkemih berkemih, berdasarkan pada pola
yang tidak disengaja f. Menjaga penghalang lingkungan yang pengeluaran (urin)
bebas untuk eliminasi sendiri d. Berikan waktu 15 menit interval yang
Batasan Karakteristik : g. Berkemih > 150 ml tiap kalinya disarankan untuk bantuan berkemih
a. Berkemih sebelum h. Memulai dan menghentikan aliran urin e. Berikan waktu 5 detik untuk meminta
mencapai toilet i. Mengosongkan kantong kemih bantuan terkait dengan aktivitas toileting
b. Inkontinensia urine sangat sepenuhnya f. Pertimbangkan kesadaran pasien
dini j. Mengkonsumsi cairan dalam jumlah mengenai status kontinensia dengan
c. Mengosongkan kandung yang cukup menanyakan apakah basah atau kering
kemih dengan tuntas k. Bisa memakai pakaian sendiri g. Tentukan respon yang tepat dengan
d. Sensasi ingin berkemih l. Bisa menggunakan toilet sendiri mengecek pakaian atau linen pasien
e. Waktu untuk mencapai m. Mengidentifikasi obat yang mengganggu dengan cara yang tepat
toilet memanjang setelah kontrol berkemih h. Berikan privasi untuk adanya aktivitas
ada sensasi dorongan eliminasi
i. Informasikan pada pasien mengenai
Faktor Yang Berhubungan waktu untuk sesi eliminasi selanjutnya
a. Faktor perubahan j. Dokumentasikan outcomes dari sesi
lingkungan toileting
b. Gangguan fungsi kognisi
c. Gangguan penglihatan Latihan Otot Pelvis
d. Gangguan psikologis a. Kaji kemampuan urgensi berkemih pasien
e. Kelemahan struktur panggul b. Instruksikan pasien untuk menahan otot –
f. Keterbatasan neuromuskular otot sekitar uretra dan anus, kemudian
relaksasi, seolah – olah ingin menahan
buang air kecil atau buang air besar
c. Instruksikan pasien untuk tidak
mengkontraksikan perut, pangkal paha,
dan pinggul, menahan nafas atau
mengejan selama latihan
d. Yakinkan bahwa pasien mampu
membedakan kontraksi menahan dan
relaksasi yang berbeda antara keinginan
untuk meninggikan dan memasukkan
kontraksi otot dan usaha yang tidak
diinginkan untuk menurunkan
e. Instruksikan pasien perempuan untuk
mengidentifikasi letak levator ani dan otot
– otot urogenital dengan meletakkan jari
di vagina dan menekannya
f. Instruksikan pasien untuk melakukan
latihan pengencangan otot, dengan
melakukan 300 kontraksi setiap hari,
menahan kontraksi selama 10 detik, dan
relaksasi selama 10 menit diantara sesi
kontraksi, sesuai dengan protokol
g. Informasikan pasien bahwa latihan ini
akan efektif jika dilakukan 6 – 12 minggu
h. Berikan umpan balik positif selama
latihan dilakukan
i. Ajarkan pasien untuk memonitor
keefektifan latihan dengan mencoba
menahan BAK 1 kali dalam seminggu
j. Kombinasikan terapi biofeedback atau
stimulasi elektrik pada pasien sesuai
kebutuhan untuk mengidentifikasi
kontraksi otot dan atau untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi otot
k. Sediakan informasi mengenai latihan otot
pelvis ini dalam bentuk tulisan mengenai
langkah – langkah pelaksanaannya
l. Instruksikan pasien untuk dapat mencatat
inkontinensia yang terjadi setiap harinya
untuk melihat perkembangannya

Bantuan Perawatan Diri


a. Pertimbangkan budaya pasien ketika
meningkatkan aktivitas perawatan diri
b. Pertimbangkan usia pasien ketika
meningkatkan aktivitas perawatan diri
c. Monitor kemampuan perawatan diri
secara mandiri
d. Monitor kebutuhan pasien terkait dengan
alat – alat kebersihan diri, alat bantu
untuk berpakian, berdandan, eliminasi dan
makan
e. Berikan lingkungan yang terapeutik
dengan memastikan lingkungan yang
hangat, santai, tertutup, dan berdasarkan
pengalaman individu
f. Berikan peralatan kebersihan pribadi
g. Berikan bantuan sampai pasien mampu
melakukan perawatan diri mandiri
h. Bantu pasien menerima kebutuhan pasien
terkait dengan kondisi ketergantungannya
i. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas
normal sehari – hari sampai batas
kemampuan pasien
j. Dorong kemandirian pasien tapi bantu
ketika pasien tak mampu melakukannya

3. Retensi Urine Eliminasi Urin Manajemen Cairan


Definisi a. Pola eliminasi tidak terganggu a. Monitor tanda – tanda vital pasien
Pengosongan kandung kemih b. Bau urin normal b. Monitor makan / cairan yang dikonsumsi
tidak tuntas c. Jumlah urin tidak terganggu dan hitung asupan kalori harian
d. Warna urin normal c. Monitir status gizi
Batasan Karakteristik e. Kejernihan urin normal d. Berikan cairan dengan tepat
a. Berkemih sedikit f. Intake cairan tidak terganggu e. Berikan diuretik yang diresepkan
b. Distensi kandung kemih g. Mengosongkan kantong kemih f. Distribusikan asupan cairan selama 24
c. Disuria seutuhnya jam
d. Inkontinensia aliran h. Mengenali keinginan untuk berkemih g. Dukung pasien dan keluarga untuk
berlebih membantu dalam pemberian makanan
e. Menetes dengan baik
f. Residu urine h. Berikan terapi IV seperti yang ditentukan
g. Sensasi kandung kemih i. Berikan cairan IV sesuai suhu kamar
penuh j. Arahkan pasien mengenai status NPO
h. Sering berkemih
i. Tidak ada haluaran urine Bantuan Perawatan Diri
a. Pertimbangkan budaya pasien ketika
Faktor Yang Berhubungan meningkatkan aktivitas perawatan diri
a. Inhibisi arkus refleks b. Pertimbangkan usia pasien ketika
b. Sfingter kuat meningkatkan aktivitas perawatan diri
c. Sumbatan saluran c. Monitor kemampuan perawatan diri
perkemihan secara mandiri
d. Tekanan ureter tinggi d. Monitor kebutuhan pasien terkait dengan
alat – alat kebersihan diri, alat bantu
untuk berpakian, berdandan, eliminasi dan
makan
e. Berikan lingkungan yang terapeutik
dengan memastikan lingkungan yang
hangat, santai, tertutup, dan berdasarkan
pengalaman individu
f. Berikan peralatan kebersihan pribadi
g. Berikan bantuan sampai pasien mampu
melakukan perawatan diri mandiri
h. Bantu pasien menerima kebutuhan pasien
terkait dengan kondisi ketergantungannya
i. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas
normal sehari – hari sampai batas
kemampuan pasien
j. Dorong kemandirian pasien tapi bantu
ketika pasien tak mampu melakukannya
SOP PEMASANGAN KATETER

Pengertian Suatu kegiatan yang dilakukan yang untuk memenuhi


kebutuhan eliminasi urine
Indikasi 1. Pasien dengan gangguan eliminasi urine.
2. Pasien dengan pemantauan output.
3. Pasien post op
Tujuan Memenuhi kebutuhan urin eliminasi.
Persiapan tempat dan Alat – alat :
alat 1. Baki.
2. Kateter steril, ukuran disesuaikan dengan pasien.
3. Kantong penampung urine (Urine Bag).
4. Kapas sublimat/kapas savlon steril dalam
tempatnya.
5. Kassa.
6. Korentang.
7. Cairan pelumas/jelly.
8. Perlak dan alasnya.
9. Bengkok 2 buah (untuk kapas kotor dan
penampung urine.
10. Pinset anatomi atau sarung tangan steril.
11. Duk steril.
12. Spuit 20 cc dan aquades.
13. Sketsel.
14. Selimut ekstra.
15. Plester atau gunting.
Persiapan pasien 1. Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuannya.
2. Menyiapkan pasien dalam posisi dorsal recumbent
Persiapan Lingkungan Memasang sketsel/sampiran dan menutup pintu
Pelaksanaan 1. Pasang ekstra selimut.
2. Perlak dan alasnya dipasang di bawah bokong dan
lepas pakaian .
3. Meletakkan dua bengkok diantara kedua tungkai.
4. Mencuci tangan.
5. Pakai sarung tangan.
6. Memasang duk steril

Pada Pasien Perempuan


1. Membuka labia minora dengan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri, dan tangan kanan
memengang kapas sublimat.
2. Membersihkan vulva dengan kapas
savlon/sublimat dari labia mayora dari atas
kebawah 1 kali usap, kapas kotor diletakkan
dibengkok, kemudian labia minora, dan perineum
sampai bersih (sesuai kebutuhan) .
3. Dengan memakai sarung tangan atau dengan
pinset anatomis mengambil kateter dan diberi
pelumas pada ujungnya 2.5-5 cm
4. Perawat membuka labia minora dengan tangan
kiri.
5. Memasukkan kateter ke dalam orificium uretra
perlahan-lahan (5-7.5 cm dewasa) dan
menganjurkan pasien untuk menarik nafas
panjang
6. Urine yang keluar ditampung dalam bengkok atau
botol steril dan masukan lagi (2.5-5 cm).
7. Bila kateter dipasang tetap/permanen maka, isi
balon 5-15 cc (kateter dikunci memakai spuit dan
aquades steril)
8. Tarik sedikit kateter untuk memeriksa bolan
sudah terfiksasi dengan baik.
9. Menyambung kateter dengan urobag/urine bag.
10. Fiksasi kateter di paha dengan plester bila untuk
aktifitas
11. Pasien dirapikan dengan angkat pengalas dan
selimut.
12. Rapikan dan alat-alat dibereskan.
13. Lepas sarung tangan.
14. Mencuci tangan.
15. Buka sampiran.

Pada Pasien Pria


1. Tangan kiri perawat memegang penis atas.
2. Preputium ditarik sedikit ke pangkalnya dan
dibersihkan dengan kapas savlon minimal 3 kali.
3. Oleskan minyak pelicin pada ujung kateter
sepanjang 12.5-17.5 cm
4. Penis agak ditarik supaya lurus, dan kateter
dimasukkan perlahan-lahan (17.5-22 cm (dewasa)
dan menganjurkan pasien untuk nafas panjang
5. Urine yang keluar ditampung dalam bengkok atau
botol steril lalu masukkan lagi 5 cm.
6. Bila kateter dipasang tetap/permanen maka
kateter dikunci memakai spuit dan aquades steril
(mengisi balon)
7. Menyambung kateter dengan urobag/urine bag.
8. Fiksasi kateter di paha dengan plester bila untuk
aktifitas
9. Pasien dirapikan dengan angkat pengalas dan
selimut
10. Rapikan dan alat-alat dibereskan
11. Mencuci tangan
12. Buka sampiran
Sikap Sikap selama Pelaksanaan:
1. Menunjukkan sikap sopan dan ramah.
2. Menjamin Privacy pasien.
3. Bekerja dengan teliti.
4. Memperhatikan body mechanism
Evaluasi 1. Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah
tindakan
2. Observasi pengeluaran urine (jumlah, warna, dan
bau).
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
A. Azis Alimun. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta: Salemba Medika.
Elkin, et al. 2000. Nursing Intervention and Clinical Skills. Second Ed.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,Proses dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Tarwoto Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai