BP : 1810852017
By Dapo Akande
Pada periode stelah perdamaian Westphalia tahun 1648 sampai akhir PD II, hukum
perang internasional berlaku hanya untuk perang antar negara. Konflik bersenjata internal
atau perang saudara tidak dianggap sebagai “perang” menurut defenisi perang dari Hukum
Internasional. Sehingga penerapan hukum internasional tidak berlaku dalam konflik internal.
Saat itu hukum perang internasional tidak membedakan antara perang internasional dengan
perang lainnya. Hanya ada satu badan hukum yang berlaku baik ditingkat konflik
internasional antar negara maupun tidak.
Konvensi Jenewa 1949 tidak hanya menegaskan bahwa HHI akan berlaku untuk
konflik tertentu yang me,ibatkan entitas non-negara, tetapi Konvensi ini juga membagi HHI
menjadi hukum KIA. Dalam pasal 2 konvensi ditetapkan bahwa “ Konvensi berlaku untuk
semua kasus perang yang diumumkan atau konflik bersenjata lainnya yang mungkin timbul
antar dua atau lebih Pihak Peserta Agung”. Jika konflik bersenjata yang tidak bersifat
internasional yang terjadi salah satu Pihak Peserta Agung maka hukum yang berlaku dibagi
menjadi IAC and NIAC. Pembagian ini diperkuat dengan adanya Protokol Tambahan
Konvensi Jenewa (API) pada tahun 1977. API berkaitan dengan ‘perlindungan korban’ dari
konflik bersenjata internasional. Sedangkan APII menjurus dalam perlindungan dari
kekerasan dari Konflik bersenjata non-international. Statuta Roma mengenai Pengadilan
Pidana Internasional tahun 1998 membedakan antara kejahatan perang yaitu pelanggaran
hukum yang serius dan kebiasaan perang yang terjadi di IACs dan NIACs.
IAC dan NIAC perlu dibedakan dalam konteks hukum yang berlaku untuk setiap sejin
konflik. Seluruh Konvensi Jenewa 1949, Konvensi Den Haag dan API 1977 berlaku untuk
IAC. Sebaliknya aturan yang berlaku untuk NIAC agak terbatas. Aturan untuk NIAC dapat
ditemukan dalam Pasal Umum 3 Konvensi Jenewa 1949 mengenai pemberian perlindungan
dasar kepada mereka yang tidak atau tidak lagi mengambil bagian dalam permusuhan dan
tidak mengatur perilaku pertemuan, ketentuan APII 1977, dan pasal 8(2)(c) dan e Statuta
ICC.
Terlepas dari perbedaan aturan perjanjian antara IAC dan NIAC bebrapa perjanjian
juga ada yang mengatur perilaku permusuhan dari kedua jenis konflik. Hukum kebiasaan
internasional sekarang memberikan seperangkat pengertian yang lebih luas yang mengatur
NIAC dan mengisi banyak celah dalam hukum perjanjian. Meskipun perbedaan antara hukum
IAC dan NIAC kabur, hal utama ada di kedua bidang utama diaman hukumnya masih
berbeda, status perjuangan dan penahanan kombatan dan warga sipil.
Dalam APII tidak dinyatakan bahwa APII tidak membatasi tanggung jawab negara
dengan sejala cara sah, sehingga negara tidak dapat mengkriminalisasi tindakan yang secara
tradisional diaggap makar. Negara khawatir jika penhaspusan perbedaan akan memberikan
status internasional kepada kelompok non-negara dan akan mendorong intervensi
internasional dalm konflik.
API 1977 juga menerapkan IAC pada kategori khusus konflik bersenjata
internal.dimana berdasarkan pasal 1 ayat 4 API meluas ke konflik bersenjata dimana
rakyat berjuang melawan dominasi kolonial dan pedudukan dan melawan rezim rasis
dalam menjalan hak penentuan nasib sendiri (Self determoination). Suatu negara yang
memang berjuang dalam penentuan nasibnya sendiri tidak ada dalam pasal API.
Melainkan oleh hukum internasional umum. Namun, gerakan pembebasan nasional yang
mengupayakan penerapan pasal 1 ayat 4 pada konflik yang melibatkannya, dapat didasari
pasal 96 ayat 3 yang mana membuat pernyataan sepihak dan perjanjian untuk menerapkan
ketentuan-ketentuan Konvesi Jenewa dan API pad konflik itu.
c. Recognition of Belligerency
Hukum perang berlaku untuk perang saudara antar negara dan kelompok pemberontak
sebelum perang dunia II yang diakui oleh pihak yang berperang. Pengakuan tersebut
dapat dilakukan oleh pemerintah lawan atau[un negar ketiga yang biasanya dilakukan
melalui deklarasi netralisasi oleh pihak ketiga. Menurut Oppenheim, pengakuan djamin
jika para pemberontak telah meiliki bagian tertentu di wilayah pemenrintah yang sah,
telah membentuk pemerintahan mereka sendiri, melakukan pertikaian bersenjata mereka
dengan pemerintah yang sah menurut hukum dan kebiasaan perang. Praktek mekaui pihak
yang berperang telah ada sejak regulasi NIAC dan dokrin di katakan usang atau telah
jatuh kedalam deuetude.
Pasal 3 umum API tidak berlaku untuk situasi ganguan internal dan ketegangan
seperti kerusuhan atau tindakan kekerasan yang terisolasi dan sporadis. Namun berdasarkan
pasal 1 ayait 1 API, aturannta hanya berlaku untuk konflik bersenjta yang terjadi di wilayah
suatu pihak antara angkatan bersenjata dan kelompok bersenjta . kelompok bersenjta yang
terorganisir harus melakukan kontrol atas wilayah, biasnaya dimana kelompok pemberintak
berjuang melawan pemerintah untuk mendapatkan otoritas atas wilayah tersebut. APII tidak
akan berlaku untuk tindakan negara yang mengintervensi. APII dapat berlaku untuk tindakan
pasukan asing yang diundang jika tindakan mereka disebabkan oleh negara teritorial di
bawah hukum tanggung jawab negara.
Pada abad kedua puluh satu intervensi asing terus meningkat dalam konflik internal.
IAC pada dasarnya merupakan konflik amtar negara, baik intervensi NIAC atau tidak
mengubanhnya menajdi IAC akan bergantung pada sisi konflik mana yang diintervensi oleh
negara asing.
Berdasarkan pasal 7 draf artikel ILC, tanggung jawab organisasi internasional hanya
sebagai tindakan organ negara, termasuk angkatan bersenjata yang siap digunakan. PBB atau
organisasi internasional lainnya hanya akan efektif atas kendali nasional jiak organisasi
memiliki operasionalnya. Tiga jenis angkatan bersenjata yang dapat diberikan wewenang
untuk menggunakan kekuatan adalah Dewan Keamanan PBB. DK PBB dapat memberikan
wewenang pada negara-negara, bertindak secara individu dalam koaliasi atau melalui
peraturan regional utnuk mengambil tindakan penegakan berdasarkan piagam PBB. PBB
dapat berperang melawan kelompok non state suatu negara harus dengan persetujuan dari
negara tuan rumah, konflik harus dikalsifikasikan sebagai NIAC. Namun konflik yang
melibatkan PBB merupakan IAC.
Terdapat situasi di mana suatu negara menggunakan kekuatan di wilayah negara lain
namun tidak secara langsung menargetkan negara teritorial, tetapi hanya NSAG yang
berbasis di dalamnnya. Serangan ekstrateritorial terhadap kelompok non state di luar negeri
merupakan perpanjangan dari konflik yang sudah ada sebelumnya di negara sing.
Critical Review :
Jurnal yang berjudul Classification of Armed Conflicts yang ditulis oleh Dapo
Akande. Tulisan ini secara garis besar memprlihatkan kedudukan HHI dalam konflik
bersenjata international (IACs) dan konflik bersenjata non internasional (NIACs). Tulisan ini
membahsa mengenai perbedaan antara IACs dan NIACs . Secara garis besar IACs ada di
setiap kali adanya penggunaan keuatan bersenjata yang dilakukan oleh suatu negara. Tidak
seperti NIACs yang membutuhkan intesitas minimum atau batas minimum untuk
menjalankan regulasi HHI. Jadi IAC dan NIACs ini dapat dibedakan berdasarkan intensitas
penerapan regulasi dari HHI dan ruang lingkup konflik. Ruang lingkup IACs Apabila terjadi
konflik bersenjata antar dua negara, operasi militer hanya boleh dilakukan oleh para pihak di
wilayah mereka dan laut lepas( termasuk ruang udara ataupun dasar launt)_dan juga ZEE
negara netral. Jadi konflik yang termasuk dalam IACs terjadi dalam wilayah mereka yang
sedang berperang tidak menggunakan atau berada di wilayah negara lain dalam berkonflik.
HHI akan berlaku untuk permusuhan di area ini dan area lain di mana operasi militer benar-
benar dilakukan. HHI berlaku untuk IACs sampai perdamaian umum tercapai. Hukum
pendudukan dan aturan IAC terus mengatur bagaimana penjajah dapat menanggapi
pemberontakan di wilayah asing. Dan Okupas berakhir ketika Negara (penduduk) tidak alagi
secara de facto menjalankan kendali atas wilayahnya. Hal ini terjadi biasanya bersamaan
dengan pemindahan kekhuasaan secara suka rela kepada pasikan penguasa pendudukan.
Dengan adanya penyerahan kekuasaan kepada pihak yang berkuasa itu menjadi salah satu
tanda berakhirnya kependudukan di suatu negara.
Dalam tulisan ini di sebutkan bahwa NIACs merupakan sebuah situasi kekerasan
bersenjata yang berkempanjangan antara otoritas pemerintah dan kelompok bersenjata yang
terorganisis atau antar kelompok-kelompok tersebut dalam suatu negara. NIACs
mengecualikan atau tidak termasuk didalamnya gangguan dan ketegangan internal seperti
kerusuhan tindakan kekerasan yang terisolasi dan sporadis atau lainnya. NIACs diatur dalam
pasal 3 umum yang menjadikan konflik antar negara dan kelompok don negara atau antar
kelompok non-negara. Kekerasan yang melibatkan kelompok-kelompok kriminal yang
bertindak untuk motif pribadi non-politik dapat mejadi NIACs. Dalam NIACs HHI berlaku di
seluruh wilayah di bawah kendali suatu pihak, baik atau bukan pertempuran yang sebenarnya.
Penerapan HHI dalam NIACs dapat melampaui batas-batas suatu negara bagian.
Kesimpulannya Perbedaan mendasar antara IACs dan NIACs merurut pemahaman
pribadi saya adalah aktor yang terlibat dalam perangan tersebut. IACs lebih identik dengan
konflik antar negara-negara tidak melibatkan pihak lain. Sedangkan NIACs identik dengan
konflik yang mengguanakn pihak atau kelompok internal dalam suatu negara dalam konflik
bersenjata seperti pemberontak dalam suatu negara atau kelompok-kelompok non negara
lainnya. Namun, juga terdapat persamaan anatar IACs dan NIACs dalam hal cakupan wilyah
dalam konflik. IACs dan NIACs sama-sama bisa melintasi batas negara untuk dapat di
kategorikan sebagi salah satu dari jenis konflik tersbeut, namun pembedanya dalah aktor
yang terlibat dalam konflik atau peperanagn tersebut. consern terhadap NIACs ini baru
muncul setelah perang dunia II. Hal ini kemudian ditandai dengan danya hukum-hukum
khuusnya hukum humaniter internasional yang mengatur tentang hal ini.