Kata Pengantar.................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
A. Definisi Profesionalisme..............................................................................
B. Pelayanan Kebidanan...................................................................................
C. Pengembangan Profesionalisme..................................................................
A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah profesionalisme mengandung makna dua istilah, yaitu profesional
dan profesi.Profesional adalah keahlian dalam suatu bidang. Dengan demikian,
seseorang dikatakan profesional bila ia memiliki keahlian dalam suatu bidang
yang ditandai dengan kemampuannya dalam menawarkan suatu jasa atau
layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya
serta mendapatkan gaji dari jasa yang telah diberikannya. Selain itu, dia juga
merupakan anggota dari suatu entitas atau organisasi yang didirikan sesuai
dengan hukum di sebuah negara atau wilayahnya. Meskipun demikian, tidak
semua orang yang ahli dalam suatu bidang bisa dikatakan profesional, karena
profesional memiliki karakteristik yang harus dipenuhi, yaitu: memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan melalui pendidikan formal dan
non formal yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.
Bidan dalam mengatur profesionalitasnya terdapat pada Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019
tentang Kebidanan, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, Kode Etik
Profesi Bidan.
Bidan memiliki tanggung jawab profesional utama yang terkait dengan
menjadi profesi kesehatan yang diatur. Bidan sebagai profesional
kesehatan, harus memahami praktik kebidanan dengan sistem yang diatur.
Bidan harus menyadari bahwa bekerja berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan profesional untuk melaksanakan praktik kebidanan karena
menjadi tanggung jawab mereka. Bidan harus profesional dengan
meningkatkan pemahaman tentang tanggung jawab bidan sebagai tenaga
kesehatan yang memiliki regulasi.
Bidan melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi bidan sedangkan
melaksanakan praktik harus kompeten dalam bidangnya agar melaksanakan
profesionalismenya.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang Profesionalisme
2. Untuk mengetahui tentang Pelayanan Kebidanan
3. Untuk mengetahui tentang Pengembangan Profesionalisme
4. Untuk mengetahui tentang Pengembangan Kompetensi dan
Profesionalisme
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui
Profesionalisme, Untuk mengetahui tentang Pelayanan Kebidanan, Untuk
mengetahui tentang Pengembangan Profesionalisme, Untuk mengetahui
tentang Pengembangan Kompetensi dan Profesionalisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profesionalisme
B. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan penerapan ilmu kebidanan melaui asuhan
kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan, mulai dari
kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana termasuk
kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat. Namun agar
seorang bidan diakui keberadaanya dan dapat menjalankan praktiknya maka
bidan harus mampu untuk memenuhi tahap legislasi. Legislasi adalah proses
pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukum melalui
serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi
(pengaturan kewenangan), dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan
kewenangan). Peran legislasi ini, diantaranya: menjamin perlindungan pada
masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri. Legislasi sangat berperan
dalam pemberian pelayanan professional.
Pada tahap sertifikasi, ditempuh calon bidan melalui proses pendidikan
formal dan non formal untuk memperoleh dua bentuk pengakuan kelulusan
yang berupa ijazah dan sertifikat. Dari tahap sertifikasi ini kemudian berlanjut
ke tahap registrasi.
1. Tahap registrasi
Tahap registrasi ditempuh bidan guna memperoleh SIB (Surat Izin Bidan).
SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui. SIB tidak berlaku lagi
karena: dicabut atas dasar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku,
habis masa berlakunya, tidak mendaftar ulang, dan atas permintaan sendiri.
SIB sendiri merupakan dasar untuk penerbitan lisensi praktik kebidanan
atau SIPB (Surat Ijin Praktik Bidan). Dan menurut Kepmenkes
No.900/Menkes/SK/VII/2002, SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis
masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
2. Tahap lisensi.
Bidan yang praktik harus memiliki SIPB, dan untuk memperoleh SIPB
seorang bidan harus mendapatkan Rekomendasi dari organisasi profesi
setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan
keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan
praktik bidan. Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan
inilah yang diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji
Kompetensi bagi bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji
Kompetensi sekarang ini baru pada tahap uji coba di beberapa wilayah,
namun terdapat beberapa propinsi yang menerapkan kebijaksanaan daerah
untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kebidanan, misalnya propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta
dan beberapa propinsi lainnya, dengan menempatkan Uji Kompetensi pada
tahap pengajuan SIB. Uji Kompetensi masih dalam pembahasan termasuk
mengenai bagaimana dasar hukumnya. Dengan diselenggarakannya Uji
Kompetensi diharapkan bahwa bidan yang menyelenggarakan praktik bidan
adalah bidan yang benar-benar kompeten. Upaya ini dilakukan dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, mengurangi Medical
Error atau malpraktik dalam tujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu
dan Anak.
Dalam rancangan Uji Kompetensi apabila bidan tidak lulus Uji
Kompetensi, maka bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) setempat. Materi Uji Kompetensi sesuai 9 area kompetensi dalam
standar profesi bidan Indonesia. Namun demikian Uji Kompetensi belum
dibakukan dengan suatu dasar hukum, sehingga baru pada tahap draft atau
rancangan. (Heni Puji Wahyuningsih, 2008: 41-47).
Dalam menjalankan praktiknya, bidan memiliki beberapa area dalam
memberikan pelayanan kebidanan, area tersebut didasari pada standar
pelayanan kebidanan serta kewenangan bidan dalam memberikan
pelayanan. Bertitik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo
pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan
reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut
meliputi: safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus;
family planning; penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat
reproduksi; kesehatan reproduksi remaja; kesehatan reproduksi pada orang
tua.
Adapun sasaran pelayanan kebidanan ditujukan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan,
penyembuhan dan pemulihan. Pelayanan kebidanan dapat dibedakan
menjadi:
3. Ciri-Ciri Profesional
Ciri-ciri profesional, yaitu:
a. Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran
dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.
b. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu
masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat
dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
c. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan
mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di
hadapannya.
d. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi
serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun
cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan
pribadinya
4. Karakteristik Profesi
Profesionalisme mencerminkan sikap seseorang terhadap profesinya.
Secara sederhana, profesionalisme yang diartikan perilaku, cara, dan
kualitas yang menjadi ciri suatu profesi. Seseorang dikatakan professional
apabila pekerjannya memiliki ciri standar teknis atau etika suatu profesi .
Ada empat sifat yang dianggap mewakili sikap profesionalisme menurut
Harefa (2004),sebagai berikut :
a. Keterampilan
Keterampilan yang tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan
sistematis, Kemampuan/keterampilan adalah kapasitas seorang individu
untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Keterampilan
berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan dalam
menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Keterampilan yang didasari
pengetahuan teoritis dan sistematis merupakan suatu kesatuan yang
terorganizir yang biasanya terdiri dari fakta dan prosedur yang
diterapkan secara langsung terhadap untuk menunjang keterampilan
yang dimiliki.
b. Pemberian jasa dan pelayanan
Pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis artinya lebih berorientasi
kepada kepentingan umum di bandingkan dengan kepentingan pribadi,
seorang yang profesional dituntut untuk mampu memberikan pelayanan
yang alturitis agar dapat menjunjung tinggi profesionalisme. Pemberian
jasa dan pelayanan juga harus mampu memperlakuan yang sama
atas pelayanan yang diberikan. Secara konsisten memberikan pelayanan
yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang suku, ras, status
sosial dan sebagainya.
c. Pengawasan
Adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode-kode
etik yang dihayati, sehingga setiap profesi harus siap menerima
tanggungjawab atas apapun yang ia kerjakan. Setiap profesi harus
memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip yang ditetapkan institusi.
Pengawasan terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan
menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat.
d. Sistem balas jasa
Sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan) yang
merupakan lambang prestasi kerja seorang yang memiliki profesi.
Sistem balas jasa merupakan salah satu komponen penting jika kita
membicarakan masalah profesi dan kerja. Sistem balas jasa, merupakan
sesuatu yang diterima pegawai sebagai penganti kontribusi jasa profesi.
sistem balas jasa diharapkan mampu meningkatkan sikap
profesionalisme pegawai.
5. Bidan Sebagai Jabatan Profesional
Ciri-ciri jabatan profesional yaitu :
a) Bagi pelakunya secara nyata (defakto) dituntut berkecakapan kerja
(keahlian) sesuai dengan tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis
jabatannya (cenderung ke spesialisasi).
b) Kecakapan dan keahlian bukan sekedar hasil pembiasaan atau latihan
rutin yang terkondisi, tetapi perlu didasari oleh wawasan keilmuan yang
mantap serta menuntut pendidikan juga. Jabatan yang terprogram secara
relevan serta berbobot, terselenggara secara efektif-efisien dan tolak ukur
evaluatifnya terstandar.
c) Pekerja profesional dituntut berwawasan sosial yang luas, sehingga
pilihan jabatan serta kerjanya didasari oleh kerangka nilai tertentu,
bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, dan bermotivasi serta
berusaha untuk berkarya sebaikbaiknya : Hal ini mendorong pekeria
profesional yang bersangkutan untuk selalu meningkatkan
(menyempurnakan) diri serta karyanya orang tersebut secara nyata
mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi.
d) Jabatan professional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat dan
atau negaranya. Jabatan professional memiliki syarat-syarat serta kode
etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya, hal ini menjamin kepantasan
berkarya dan sekaligus merupakan tanggung jawab sosial pekerja
professional tersebut.
Berdasarkan syarat-syarat profesional, maka bidan telah memiliki
persyaratan dari Bidan sebagai jabatan profesional :
a) Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau
spesialis Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai
tenaga professional Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh
masyarakat
b) Memiliki kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah
c) Memiliki peran dan fungsi yang jelas
d) Memiliki peran dan fungsi yang jelas
e) Memiliki kompetensi yang jelas dan terukur
f) Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
g) Memiliki kode etik kebidanan
h) Memiliki standar pelayanan
i) Memiliki standar praktek
j) Memiliki standar pendidikan yang mendasar dan mengembangkan
profesi sesuai kebutuhan pelayanan
k) Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana
pengembangan kompetensi.
6. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme
a) Bersikap mawas diri
b) Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional
c) Menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni yang menunjang praktik kebidanan dalam rangka pencapaian
kualitas kesehatan perempuan, keluarga, dan masyarakat
Melaksanakan kegiatan pemantauan mutu yg m'cakup penilaian
sejawat serta pendidikan berkesinambungan.
d) Bekerja sama dengan masyarakat tempat bidan berparktik meningkatkan
akses dan mutu asuhan kesehatan.
e) Menjadi bagian dimana upaya meningkatkan status kesehatan wanita
dan menghilangkan praktik kultur yang sudah terbukti merugikan kaum
wanita