Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i

Daftar Isi ........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................2

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................3

A. Definisi Profesionalisme..............................................................................

B. Pelayanan Kebidanan...................................................................................

C. Pengembangan Profesionalisme..................................................................

D. Pengembangan Kompetensi dan Profesionalisme.......................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................

A. Kesimpulan..................................................................................................

B. Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah profesionalisme mengandung makna dua istilah, yaitu profesional
dan profesi.Profesional adalah keahlian dalam suatu bidang. Dengan demikian,
seseorang dikatakan profesional bila ia memiliki keahlian dalam suatu bidang
yang ditandai dengan kemampuannya dalam menawarkan suatu jasa atau
layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya
serta mendapatkan gaji dari jasa yang telah diberikannya. Selain itu, dia juga
merupakan anggota dari suatu entitas atau organisasi yang didirikan sesuai
dengan hukum di sebuah negara atau wilayahnya. Meskipun demikian, tidak
semua orang yang ahli dalam suatu bidang bisa dikatakan profesional, karena
profesional memiliki karakteristik yang harus dipenuhi, yaitu: memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan melalui pendidikan formal dan
non formal yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.
Bidan dalam mengatur profesionalitasnya terdapat pada Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019
tentang Kebidanan, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, Kode Etik
Profesi Bidan.
Bidan memiliki tanggung jawab profesional utama yang terkait dengan
menjadi profesi kesehatan yang diatur. Bidan sebagai profesional
kesehatan, harus memahami praktik kebidanan dengan sistem yang diatur.
Bidan harus menyadari bahwa bekerja berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan profesional untuk melaksanakan praktik kebidanan karena
menjadi tanggung jawab mereka. Bidan harus profesional dengan
meningkatkan pemahaman tentang tanggung jawab bidan sebagai tenaga
kesehatan yang memiliki regulasi.
Bidan melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi bidan sedangkan
melaksanakan praktik harus kompeten dalam bidangnya agar melaksanakan
profesionalismenya.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang Profesionalisme
2. Untuk mengetahui tentang Pelayanan Kebidanan
3. Untuk mengetahui tentang Pengembangan Profesionalisme
4. Untuk mengetahui tentang Pengembangan Kompetensi dan
Profesionalisme
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui
Profesionalisme, Untuk mengetahui tentang Pelayanan Kebidanan, Untuk
mengetahui tentang Pengembangan Profesionalisme, Untuk mengetahui
tentang Pengembangan Kompetensi dan Profesionalisme
BAB II

PEMBAHASAN

A. Profesionalisme

Istilah profesionalisme mengandung makna dua istilah, yaitu profesional


dan profesi. Profesional adalah keahlian dalam suatu bidang. Dengan demikian,
seseorang dikatakan profesional bila ia memiliki keahlian dalam suatu bidang
yang ditandai dengan kemampuannya dalam menawarkan suatu jasa atau
layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya
serta mendapatkan gaji dari jasa yang telah diberikannya. Selain itu, dia juga
merupakan anggota dari suatu entitas atau organisasi yang didirikan sesuai
dengan hukum di sebuah negara atau wilayahnya. Meskipun demikian, tidak
semua orang yang ahli dalam suatu bidang bisa dikatakan profesional, karena
profesional memiliki karakteristik yang harus dipenuhi, yaitu: memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan melalui pendidikan formal dan
non formal yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.
Sedangkan yang disebut dengan profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.
Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi/perkumpulan profesi, kode etik, serta
proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.
Meskipun profesi merupakan sebuah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan
adalah profesi. Profesi memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya
dengan pekerjaan yang lain, yaitu: keterampilan yang berdasarkan pada
pengetahuan teoretis; asosiasi profesional; pendidikan yang ekstensif;
menempuh ujian kompetensi; mengikuti pelatihan institutional; lisensi;
otonomi kerja; memiliki kode etik; mampu mengatur diri; layanan publik dan
altruisme; meraih status dan imbalan yang tinggi.
Profesionalisme menunjukkan hasil kerja yang sesuai sesuai dengan
standar teknis atau etika sebuah profesi. Aktivitas kerja itu lazim
berhubungan dengan penghasilan dalam bentuk uang. Untuk menciptakan
kadar profesionalitas dalam melaksanakan misi institusi persyaratan dasarnya
adalah tersedianya sumber daya manusia yang andal, pekerjaan yang
terprogram dengan baik, dan waktu yang tersedia untuk melaksanakan
program tersebut serta adanya dukungan dana yang memadai dan fasilitas
yang memadai dan fasilitas yang mendukung.
Menurut Soedijarto mendefinisikan profesionalisme sebagai perangkat
atribut-atribut yang diperlukan guna menunjang suatu tugas agar sesuai
dengan standar kerja yang diinginkan. Menurut Philips memberikan definisi
profesionalisme sebagai individu yang bekerja sesuai dengan standar moral
dan etika yang ditentukan oleh pekerjaan tersebut.
Profesionalisme merupakan suatu sikap kerja professional yang
tiada lain adalah perilaku yang mengacu pada kecakapan, keahlian,
dan disiplin dalam bentuk komitmen dari anggota suatu profesi yang
mendasari tindakan atau aktifitas seseorang yang merupakan sikap
dalam menekuni pekerjaan sesuai dengan bidang keahliannya yang dikuasai
dengan melaksanakan aturan-aturan kode etik profesi yang berlaku dalam
hubungannya dengan masyarakat.

B. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan penerapan ilmu kebidanan melaui asuhan
kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan, mulai dari
kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana termasuk
kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat. Namun agar
seorang bidan diakui keberadaanya dan dapat menjalankan praktiknya maka
bidan harus mampu untuk memenuhi tahap legislasi. Legislasi adalah proses
pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukum melalui
serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi
(pengaturan kewenangan), dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan
kewenangan). Peran legislasi ini, diantaranya: menjamin perlindungan pada
masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri. Legislasi sangat berperan
dalam pemberian pelayanan professional.
Pada tahap sertifikasi, ditempuh calon bidan melalui proses pendidikan
formal dan non formal untuk memperoleh dua bentuk pengakuan kelulusan
yang berupa ijazah dan sertifikat. Dari tahap sertifikasi ini kemudian berlanjut
ke tahap registrasi.
1. Tahap registrasi
Tahap registrasi ditempuh bidan guna memperoleh SIB (Surat Izin Bidan).
SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui. SIB tidak berlaku lagi
karena: dicabut atas dasar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku,
habis masa berlakunya, tidak mendaftar ulang, dan atas permintaan sendiri.
SIB sendiri merupakan dasar untuk penerbitan lisensi praktik kebidanan
atau SIPB (Surat Ijin Praktik Bidan). Dan menurut Kepmenkes
No.900/Menkes/SK/VII/2002, SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis
masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
2. Tahap lisensi.
Bidan yang praktik harus memiliki SIPB, dan untuk memperoleh SIPB
seorang bidan harus mendapatkan Rekomendasi dari organisasi profesi
setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan
keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan
praktik bidan. Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan
inilah yang diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji
Kompetensi bagi bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji
Kompetensi sekarang ini baru pada tahap uji coba di beberapa wilayah,
namun terdapat beberapa propinsi yang menerapkan kebijaksanaan daerah
untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kebidanan, misalnya propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta
dan beberapa propinsi lainnya, dengan menempatkan Uji Kompetensi pada
tahap pengajuan SIB. Uji Kompetensi masih dalam pembahasan termasuk
mengenai bagaimana dasar hukumnya. Dengan diselenggarakannya Uji
Kompetensi diharapkan bahwa bidan yang menyelenggarakan praktik bidan
adalah bidan yang benar-benar kompeten. Upaya ini dilakukan dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, mengurangi Medical
Error atau malpraktik dalam tujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu
dan Anak.
Dalam rancangan Uji Kompetensi apabila bidan tidak lulus Uji
Kompetensi, maka bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) setempat. Materi Uji Kompetensi sesuai 9 area kompetensi dalam
standar profesi bidan Indonesia. Namun demikian Uji Kompetensi belum
dibakukan dengan suatu dasar hukum, sehingga baru pada tahap draft atau
rancangan. (Heni Puji Wahyuningsih, 2008: 41-47).
Dalam menjalankan praktiknya, bidan memiliki beberapa area dalam
memberikan pelayanan kebidanan, area tersebut didasari pada standar
pelayanan kebidanan serta kewenangan bidan dalam memberikan
pelayanan. Bertitik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo
pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan
reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut
meliputi: safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus;
family planning; penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat
reproduksi; kesehatan reproduksi remaja; kesehatan reproduksi pada orang
tua.
Adapun sasaran pelayanan kebidanan ditujukan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan,
penyembuhan dan pemulihan. Pelayanan kebidanan dapat dibedakan
menjadi:

a. Layanan Primer yaitu layanan bidan yang sepenuhnya menjadi anggung


jawab bidan.
b. Layanan Kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai
anggota timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai
salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
c. Layanan Rujukan yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan dalam
rangka rujukan ke system layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya
yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan
dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan
oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara
horizontal maupun vertical atau meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan ibu serta bayinya.
Pelayanan kebidanan ini akan terlaksana pada saat bidan melakukan
suatu asuhan kebidanan. Asuhan kebidanan ini dilaksanakan berdasarkan
pedoman menejemen kebidanan (pendekatan dan kerangka pikir yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah
secara sistematis) yang disebut dengan 7 langkah Varney, yaitu:
pengkajian data; merumuskan, menganalisa, menginterpretasikan,
mengidentifikasi diagnosa dan masalah bedasarkan pengkajian data;
merumuskan diagnosa dan masalah potensial; menetapkan kebutuhan
tindakan segera; menyusun rencana asuhan secara menyeluruh;
implementasi; dan evaluasi. (Hellen Varney, dkk. 2006: 26-27)
Untuk memberikan suatu pelayanan kebidanan yang profesional,
bidan harus memahami serta mengimplementasikan standar pelayanan
kebidanan yang telah ditetapkan oleh profesi, yaitu:

STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN

Pelayanan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan filosofi bidan

STANDAR II : ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan, standar


pelayanan dan prosedur tetap. Pengelolaan pelayanan yang kondusif,
menjamin praktik pelayanan kebidanan yang akurat.

STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN

Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengeloaan sumber


daya manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.

STANDAR IV : FASILITAS DAN PERALATAN


Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan
pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi
pelayanan.

STANDAR V : KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan penyelenggaraan


pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.

STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM


PENDIDIKAN

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan


perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

STANDAR VII : STANDAR ASUHAN

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen


kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan
pelayanan kepada pasien.

STANDAR VIII : EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam


evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan
secara berkesinambungan. (Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No 369/MENKES/SK/III/2007) Dengan adanya standar
pelayanan kebidanan ini, diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan
kebidanan di Indonesia. Peningkatan pelayanan kebidanan sendiri dapat
dimulai dari aspek pendidikan.

Dari pendidikan formal, bidan memperoleh standar kompetensi :

a. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-


ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari
asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi
baru lahir dan keluarganya;
b. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan
yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat
dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat,
perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua;
c. Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan
kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan
atau rujukan dari komplikasi tertentu;
d. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan
yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu
untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir;
Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu
tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat;
e. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada
bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan; Bidan memberikan asuhan
yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan
– 5 tahun);
f. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada
keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat;
g. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan
sistem reproduksi.
h. (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
369/MENKES/SK/III/2007)
Tidak hanya dari pendidikan formal bidan dapat mengembangkan
pelayanan kebidanan, tetapi juga dari pendidikan non formal yang berupa
pelatihan-pelatihan yang berkesinambungan yang diselanggarakan oleh
profesi. Dengan adanya pelatihan-pelatihan ini diharapkan bidan dapat
mengembangkan diri dan kemampuannya, sehingga bidan dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas.
C. Pengembangan Profesionalisme
Pengaturan mengenai pengembangan profesi bidan terdapat di beberapa
peraturan yang terpisah diantaranya:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi bahwa
Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah
yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister,
program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa
Indonesia.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan dalam UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/ Menkes/Per/X/2010 tentang In
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
a. Kewenangan normal
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh
bidan. Kewenangan ini meliputi:
a) Pelayanan Kesehatan Ibu
1) Ruang lingkup pelayanan konseling pada masa pra hamil
(a)Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
(b)Pelayanan persalinan normal
(c)Pelayanan ibu nifas normal
(d)Pelayanan ibu menyusui
(e)Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
2) Kewenangan
(a)Episiotomi
(b)Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
(c)Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
(d)Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
(e)Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
(f) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi
air susu ibu (ASI) eksklusif
(g)Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
(h)Penyuluhan dan konseling
(i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil
(j) Pemberian surat keterangan kematian
(k)Pemberian surat keterangan cuti bersalin
b) Pelayanan Kesehatan Anak
1) Ruang Lingkup
(a) Pelayanan bayi baru lahir
(b) Pelayanan bayi
(c)Pelayanan anak balita
(d)Pelayanan anak pra sekolah
2) Kewenangan
(a)Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi
vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-
28 hari), dan perawatan tali pusat.
(b)Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
(c)Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
(d)Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
(e)Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra
sekolah
(f) Pemberian konseling dan penyuluhan
(g)Pemberian surat keterangan kelahiran
(h) Pemberian surat keterangan kematian
c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana,
dengan kewenangan

1) Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi


perempuan dan keluarga berencana
2) Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom

b. Kewenangan dalam menjalankan program pemerintah


c. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan Sebagai Pegawat Tidak
Tetap
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/ Menkes/SKIII/2007 tentang
Standar Profesi Bidan
Adapun standar profesi bidan menurut Kepmenkes Nomo 369 tahun 2007,
yaitu:
a. Standar profesi bidan digunakan sebagai pedoman bagi bidan dalam
menjalankan tugas profesinya
b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
keputusan dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai
dengan tugas dan fungsi masing – masing.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/ Menkes/SK/VII/2007 tentang
Standar Asuhan Kebidanan.
Sesuai dengan keputuan Menteri Kesehatan Nomor
938/Menkes/SK/VII/2007 tentang standar asuhan kebidanan yang bersifat
holistik, humanistik, berdasarkan evidence based dengan pendekatan
manajemen asuhan kebidanan dan memperlihatkan aspek fisik, psikologi,
emosional, sosial budaya serta spiritual.
D. Pengembangan Kompetensi dan Profesionalisme
Kompetensi merupakan kemampuan individu untuk melaksanakan tugas
dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai pribadi serta kemampuan membangun pengetahuan dan keterampilan
berdasarkan pengalaman dan proses pembelajaran yang pemah dilakukan
1. Aspek-Aspek Kompetensi Bidan
Jannah (2016) mengatakan kompetensi bidan meliputi tiga aspek
yaitu aspek pengetahuan (knowledge),keterampilan (skill), dan perilaku
(attitude) yang harus seimbang karena pendidikan bidan merupakan
pendidikan akademik professional. Kompetensi bidan merupakan standar
penampilan yang harus dimiliki oleh seorang bidan. Kompetensi bidan ini
dibuat agar profesi bidan terstandarisasi sehingga dapat diakui sebagai suatu
profesi. Kompetensi bidan ini wajib dimiliki oleh setiap bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak ,sembilan kompetensi bidan
tersebut meliputi :
a) Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-
ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari
asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi
baru lahir dan keluarganya
b) Pra konsepsi, KB, dan Ginekologi; bidan memberikan asuhan yang
bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan
pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan
kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan
menjadi orang tua.
c) Asuhan dan konseling selama kehamilan; bidan memberi asuhan
antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama
kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari
komplikasi tertentu.
d) Asuhan selama persalinan dan kelahiran; bidan memberikan asuhan yang
bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama
persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman,
menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan
kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
e) Asuhan pada ibu nifas dan menyusui; bidan memberikan asuhan pada ibu
nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya
setempat.
f) Asuhan pada bayi baru lahir; bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
g) Asuhan pada bayi dan balita; bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
h) Kebidanan komunitas; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi
dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai
dengan budaya setempat.
i) Asuhan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi; melaksanakan
asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
2. Area Kompetensi Bidan
Kompetensi Bidan terdiri dari 7 (tujuh) area kompetensi meliputi:
a) Etik legal dan keselamatan klien,
b) Komunikasi efektif
c) Pengembangan diri dan profesionalisme,
d) Landasan ilmiah praktik kebidanan,
e) Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan,
f) Promosi kesehatan dan konseling, dan
g) Manajemen dan kepemimpinan.

3. Ciri-Ciri Profesional
Ciri-ciri profesional, yaitu:
a. Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran
dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.
b. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu
masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat
dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
c. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan
mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di
hadapannya.
d. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi
serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun
cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan
pribadinya
4. Karakteristik Profesi
Profesionalisme mencerminkan sikap seseorang terhadap profesinya.
Secara sederhana, profesionalisme yang diartikan perilaku, cara, dan
kualitas yang menjadi ciri suatu profesi. Seseorang dikatakan professional
apabila pekerjannya memiliki ciri standar teknis atau etika suatu profesi .
Ada empat sifat yang dianggap mewakili sikap profesionalisme menurut
Harefa (2004),sebagai berikut :
a. Keterampilan
Keterampilan yang tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan
sistematis, Kemampuan/keterampilan adalah kapasitas seorang individu
untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Keterampilan
berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan dalam
menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Keterampilan yang didasari
pengetahuan teoritis dan sistematis merupakan suatu kesatuan yang
terorganizir yang biasanya terdiri dari fakta dan prosedur yang
diterapkan secara langsung terhadap untuk menunjang keterampilan
yang dimiliki.
b. Pemberian jasa dan pelayanan
Pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis artinya lebih berorientasi
kepada kepentingan umum di bandingkan dengan kepentingan pribadi,
seorang yang profesional dituntut untuk mampu memberikan pelayanan
yang alturitis agar dapat menjunjung tinggi profesionalisme. Pemberian
jasa dan pelayanan juga harus mampu memperlakuan yang sama
atas pelayanan yang diberikan. Secara konsisten memberikan pelayanan
yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang suku, ras, status
sosial dan sebagainya.
c. Pengawasan
Adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode-kode
etik yang dihayati, sehingga setiap profesi harus siap menerima
tanggungjawab atas apapun yang ia kerjakan. Setiap profesi harus
memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip yang ditetapkan institusi.
Pengawasan terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan
menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat.
d. Sistem balas jasa
Sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan) yang
merupakan lambang prestasi kerja seorang yang memiliki profesi.
Sistem balas jasa merupakan salah satu komponen penting jika kita
membicarakan masalah profesi dan kerja. Sistem balas jasa, merupakan
sesuatu yang diterima pegawai sebagai penganti kontribusi jasa profesi.
sistem balas jasa diharapkan mampu meningkatkan sikap
profesionalisme pegawai.
5. Bidan Sebagai Jabatan Profesional
Ciri-ciri jabatan profesional yaitu :
a) Bagi pelakunya secara nyata (defakto) dituntut berkecakapan kerja
(keahlian) sesuai dengan tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis
jabatannya (cenderung ke spesialisasi).
b) Kecakapan dan keahlian bukan sekedar hasil pembiasaan atau latihan
rutin yang terkondisi, tetapi perlu didasari oleh wawasan keilmuan yang
mantap serta menuntut pendidikan juga. Jabatan yang terprogram secara
relevan serta berbobot, terselenggara secara efektif-efisien dan tolak ukur
evaluatifnya terstandar.
c) Pekerja profesional dituntut berwawasan sosial yang luas, sehingga
pilihan jabatan serta kerjanya didasari oleh kerangka nilai tertentu,
bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, dan bermotivasi serta
berusaha untuk berkarya sebaikbaiknya : Hal ini mendorong pekeria
profesional yang bersangkutan untuk selalu meningkatkan
(menyempurnakan) diri serta karyanya orang tersebut secara nyata
mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi.
d) Jabatan professional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat dan
atau negaranya. Jabatan professional memiliki syarat-syarat serta kode
etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya, hal ini menjamin kepantasan
berkarya dan sekaligus merupakan tanggung jawab sosial pekerja
professional tersebut.
Berdasarkan syarat-syarat profesional, maka bidan telah memiliki
persyaratan dari Bidan sebagai jabatan profesional :
a) Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau
spesialis Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai
tenaga professional Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh
masyarakat
b) Memiliki kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah
c) Memiliki peran dan fungsi yang jelas
d) Memiliki peran dan fungsi yang jelas
e) Memiliki kompetensi yang jelas dan terukur
f) Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
g) Memiliki kode etik kebidanan
h) Memiliki standar pelayanan
i) Memiliki standar praktek
j) Memiliki standar pendidikan yang mendasar dan mengembangkan
profesi sesuai kebutuhan pelayanan
k) Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana
pengembangan kompetensi.
6. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme
a) Bersikap mawas diri
b) Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional
c) Menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni yang menunjang praktik kebidanan dalam rangka pencapaian
kualitas kesehatan perempuan, keluarga, dan masyarakat
Melaksanakan kegiatan pemantauan mutu yg m'cakup penilaian
sejawat serta pendidikan berkesinambungan.
d) Bekerja sama dengan masyarakat tempat bidan berparktik meningkatkan
akses dan mutu asuhan kesehatan.
e) Menjadi bagian dimana upaya meningkatkan status kesehatan wanita
dan menghilangkan praktik kultur yang sudah terbukti merugikan kaum
wanita

Seorang bidan yang profesional memiliki tanggung jawab yaitu :


a) Menjaga agar pengetahuannya tetap up to date
b) Mengenali batas pengetahuan, keterampilan pribadinya dan tidak
berupaya melampaui wewenangnya.
c) Menerima tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta
konsekuensi dari keputusan tersebut
d) Bekerja sama dgn pekerja kesehatan profesional lainnya
e) Memelihara kerja sama yg baik dgn staf kesehatan & rmh sakit
pendukung
7. Kualitas Pelayanan
Menurut Kotler dan Armstrong (2012) berpendapat bahwa
kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir
pada persepsi pelanggan. Lewis dan Booms (Tjiptono, 2008)
mengatakan, kualitas pelayanan bisa diartikan sebagai ukuran
seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan
ekspektasi pelanggan. Dalam penelitian Pasuraman et al. (Bustami,2011),
terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan
relatifnya yang disebut dengan Servqual (Service Quality). Kelima dimensi
tersebut adalah sebagai berikut ;
a) Kehandalan (reliability)
Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya
dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan
memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian,
penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas
kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan,
tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang
diterima oleh masyarakat.
b) Empati (empathy)
Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya
pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan
terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan
berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati dalam
menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama
terhadap pelayanan. Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu
perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak - pihak
yang berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan
melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan
pemahaman dari masing-masing pihak tersebut.
c) Jaminan (assurance)
Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan
yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan
oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang
yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk
urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai dengan
kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang
diberikan.
d) Daya tanggap (responsiveness)
Setiap pegawai dalam memberikan bentuk- bentuk pelayanan,
mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku
orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya
tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat
penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk
pelayanan yang tidak diketahuinya.
e) Bukti fisik (tangible)
Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi
nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai
dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan
membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan
pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus
menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun internasional oleh
sejumlah praktisi diseluruh dunia. Tugas utama yang menjadi tanggung jawab
praktik profesi bidan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu, anak
dan keluarga berencana dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat.Untuk menjadi jabatan profesional memiliki 9 syarat bidan
profesional, meliputi :
1. Ilmu sosial, budaya, kesehatan masyarakat, konsep kebidanan, etika, kode
etik, kebidanan yang membentuk dasar dari asuhan yang berkualitas.
2. Asuhan ibu hamil
3. Asuhan kebidanan ibu melahirkan
4. Kebidanan asuhan ibu nifas menyusui
5. Asuhan bayi lahir
6. Asuhan pada bayi balita
7. Keluarga berencana
8. Gangguan reproduksi
9. Kebidanan komunitas
B. Kritik dan Saran
Untuk menjadi bidan yang profesional, seorang bidan harus memenuhi
syarat yang telah ditetapkan, dikarena bidan memiliki tanggungjawab yang
besar terhadap pasien yang akan diberi pelayanan.
Penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA No.


369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan

Kurnia, S. Nova. 2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Panji Pustaka

Sofyan, Mustika dkk. 2006. 50 Tahun IBI. Jakarta: PP IBI Indonesia

Wahyuningsih, Heni Puji. 2008. Etika Profesi Kebidanan. Jogyakarta: Fitramaya

Varney, Hellen, dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta: EGC

Bustami . 2011 . Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Aksep


Tabilitasnya . Jakarta ; Erlangga

Rahmi Yuningsih,dkk ,Pengembangan Kebijakan Profesi Bidan , Pengembangan


Kebijakan Profesi Bidan Dalam Upaya Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak . Vol 7 No. 1 Juni 2016

Hendrik ,SH,M.Kes . 2015. Etika dan Hukum Kesehatan . Jakarta ; EGC

Anda mungkin juga menyukai