Anda di halaman 1dari 4

Ragil Naelul Iman

Kelas 9 H
Di sebuah desa, terdapat seorang anak yang berumur 15 tahun. Hidupnya sangat
memprihatinkan. Ia ditinggal oleh kedua orang tuanya satu tahun yang lalu karena
kecelakaan dan harus banting tulang untuk makan. Lebih memprihatinkan lagi. Ternyata ia
juga memiliki adik kecil yang masih berumur 3 tahun yang juga masih menjadi tangguh
jawabnya karena masih belum bisa apa-apa.
Gadis itu selalu menampilkan senyuman di depan adiknya, karena ia tak ingin adiknya
bersedih hati, cukup saat kepergian orang tuanya lah adiknya merasa sakit hati. Sekarang, ia
harus menutupi pedih di hatinya demi adiknya yang ia cintai.
Esok adalah hari ulang tahun adiknya. Ia sangat senang, karena mungkin besok adiknya
bahagia. Meskipun berumur 3tahun, adiknya itu sangat lucu dan pintar.
Karena sesuatu yang menuntut, ia harus berhenti sekolah dan bekerja menjadi pelayan di
toko kecil. Gajinya tidak seberapa, hanya cukup untuk makan setiap hari.
Karena besok hari ulang tahun adiknya, ia berpamitan kepada majikannya untuk pulang
lebih awal karena ada urusan. Begitu bohongnya, karena ia tahu jika majikannya tahu alasan
ia pulang yang sesungguhnya, ia tidak akan diizinkan.
Setelah mendapat izin dari majikannya, ia pulang dengan hati gembira.
"Holee.. Akak pulanggg" seru adik kecil itu yang menyambut ya dengan suara lucunya
"Hai! Kamu lagi ngapain coba?" tanya sang kakak
"Atu abis ain cama temen akak" (baca aku abis main sama temen kakak)
"Ouhh... Yaudah sana istirahat. Tiduran" suruh sang kakak sambil mengeluh rambut sang
adik
"Mmm... Akak inget ngga? Becok acu ulang aun lho! Dulu, pas maci ada mamam cama papa
acu celaluuu dibeliin esklim" ucap adik itu dengan nada sedih
Degh!
Seketika hati sang kakak ngilu mendengar si adik yang teringat akan mama dan papanya
"Hmm... Gimana kalo kakak yang mau beliin?" tanya sang kakak agar si adik tidak lagi sedih.
Padahal dirinya tidak memegang uang saat ini, tapi jika adiknya mau ia akan pinjam kepada
majikannya asal adiknya bahagi
"Beneran akak? Iya acu mauuu" ucap si adik kembali bahagia dengan biar di matanya
Sang kakak pun bergegas ke rumah majikannya untuk meminjam uang.
Tak apa, asalkan adiknya bahagia ia akan selalu melalukab apapun.
Setelah mendapat uang dari majikannya ia kembali ke rumah. Esok ia berjanji akan
membelikan es krim yang adiknya mau sebagai kado ulang tahun adik kesayangannya itu.

ROSY ASKA MAULIDA

KLS 9H

Kita Belum Jadi Apa-Apa


Dio sedang jalan ngikutin Erwin dari belakang bahkan tak mempedulikan saat Erwin lagi
ngoceh dan minta Dio untuk berhenti mengikutinya. Sampe akhirnya mereka akrab dan
Erwin pengen nerima Dio sebagai temannya. Sehingga saat di sekolah ataupun pulang
mereka selalu bareng-bareng. Dio selalu menemani Erwin jalan menuju rumahnya yang tak
jauh dari terminal.
Erwin bilang kalo rumah Dio searah dengan terminal dan jalan bareng Dio lumayan tak
membuat perjalanan berasa melelahkan walaupun cukup jauh. Hal itu terus berlanjut sampe
pada suatu hari Erwin berasa curiga dengan Dio yang selalu tak mau saat Erwin hendak
menemaninya nungguin angkutan. Saat Erwin harusnya pulang justru ia ngeliat Dio dari
jauh dan benar aja semua keanehan terjawab sudah. Dio naik sebuah mobil pribadi mewah
yang berhenti pas di terminal.
Erwin telah curiga sejak pertama kali Dio yang kayak anak orang kaya, kenapa harus naik
angkutan umum. Tentu saja Erwin marah sama Dio yang berbohong padanya dan mereka
bertengkar cukup hebat esok harinya. Saat itu ucapan Dio bikin Erwin sadar “Gue bukan
mau nipu elo, tapi gue benaran mau sahabatan sama elo Win” ujar Dio. “Kenapa anak orang
gedongan pengen main sama anak pemulung kaya gue” Dio mendaratkan pukulan tepat di
wajah Erwin hingga dia jatuh tersungkur “Yang tajir itu orang tua gua, trus yang pemulung
itu orang tua elo, bukan kita. Saat ini kita belum jadi apa-apa. Gue tulus pengen jadi sohib
elo yang juga tulus sama gue, gak pernah manfaatin uang gua” Erwin akhirnya nangis
terharu setelah denger sahabatnya yang selama ini rela bohong dan jalan jauh demi biar
bisa bareng dia.

ZAHRA HIDA ISFALANA

KLS 9H

Saat ini aku berada di kelas 3 SMP, setiap hari kujalani bersama dengan ketiga sahabatku yaitu
aris, andri, dan ana. Kita berempat sudah bersahabat sejak kecil.

Suatu saat kami menulis surat perjanjian persahabatan di sobekan kertas yang dimasukkan ke
dalam sebuah botol, kemudian botol tersebut dikubur dibawah pohon yang nantinya surat
tersebut akan kami buka saat kami menerima hasil ujian kelulusan.
Hari yang kami berempat tunggu akhirnya tiba, kamipun menerima hasil ujian dan hasilnya kita
berempat lulus semua.
Kami serentak langsung pergi berlari ke bawah pohon yang pernah kami datangi dan menggali
tepat dimana botol yang dahulu dikubur berada.

Kami berempat membuka botol tersebut dan membaca tulisan yang dulu pernah kami tulis.
Kertas tersebut bertuliskan “Kami berjanji akan selalu bersama untuk selamanya.”

Kessokan hari, aris berencana untuk merayakan kelulusan kami berempat. Malamnya kami ber 4
pergi bersama ke suatu tempat dan disitulah saat-saat yang tidak bisa aku lupakan karena aris
berencana untuk menyatakan perasannya kepadaku. Akhirnya aku dan anis berpacaran.

Begitu juga dengan andri, dia pun berpacaran dengan ana. Malam itu sungguh malam yang
istimewa untuk kami berempat. Kami pun bergegas untuk pulang.

Ketika perjalanan pulang, entah mengapa perasaan ku tidak enak.

“Perasaanku ngga enak banget ya?” Ucapku penuh cemas.

“Udahlah ndi, santai aja, kita ngga bakalan kenapa-kenapa” jawab andri dengan santai.

Tidak lama setelah itu, hal yang dikhawatirkan nindi terjadi.

“Arissss awasss! di depan ada juang!” Teriak nindi.

“Aaaaaaaaaa!!!”

Bruuukkk. Mobil yang kami kendarai masuk ke dalam jurang. Aku tak kuasa menahan air mata
yang terus mengalir sampai aku tidak sadarkan diri.

Perlahan aku buka mataku sedikit demi sedikit dan aku melihat ibu berada di sampingku.

“Nindi.. kamu sudah sadar nak?” Tanya ibuku.

“Ibu.. aku dimana? Dimana ana, andri, dan aris?” tanyaku.

“Kamu di rumah sakit nak, kamu yang sabar ya, andri dan aris tidak tertolong di lokasi
kecelakaan” Jawab ibu sambil menitihkan air mata.

Aku terdiam mendengar ucapan ibu dan air mataku menetes, tangisku tiada henti mendengar
pernyataan ibu.

“Aris, mengapa kamu tinggalkan aku, padahal aku sayang banget ke kamu, aku cinta kamu, tapi
kamu ninggalin aku begitu cepat, semua pergi ninggalin aku.” batinku berkata.
2 hari berlalu dan aku berkunjung ke makam mereka, aku berharap kami bisa menghabiskan
waktu bersama sampai tua. Tetapi sekarang semua itu hanya angan-angan. Aku berjanji akan
selalu mengenang kalian.

Anda mungkin juga menyukai