Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) adalah jenis pajak yang paling dikenal oleh setiap
lapisan masyarakat dari pelosok desa sampai ke kota besar, hampir semua orang tahu
apa itu PBB dan sebagaimana halnya Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dalam PBB terdapat pula ketentuan yang mengatur perihal pengajuan
keberatan PBB, pengurangan PBB, dan pengurangan sanksi PBB dan BPHTB.
Ketentuan yang mengatur keberatan PBB adalah Pasal 15 Ayat (1) UU PBB yang
berbunyi sebagai berikut :
“Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas :
Pengajuan keberatan atas SPPT dapat dilakukan secara kolektif melalui kelurahan atau
secara perseorangan. Pengajuan secara kolektif hanya berlaku untuk nilai SPPT sampai
dengan Rp 200.000,00 per SPPT. Pengajuan keberatan atas SKP PBB hanya boleh
dilakukan secara perseorangan. Sebagai tambahan yang dimaksud SKP PBB adalah SKP
PBB sebagaimana dimaksudkan pasal 10 Ayat (2) UU PBB sebagai berikut :
“Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal
sebagai berikut :
Persyaratan pengajuan keberatan PBB terdiri dari persyaratan formal dan persyaratan
pendukung. Persyaratan formal terdiri dari persyaratan untuk pengajuan perseorangan
dan persyaratan untuk pengajuan kolektif. Persyaratan formal diatur dalam Pasal 15 UU
PBB dan Pasal 4 Ayat (1), ayat (2) dan Ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor Per-25/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan
Pajak Bumi Dan Bangunan, sbb :
Ayat (2) memuat persyaratan keberatan untuk pengajuan keberatan PBB secara kolektif
sbb. :
“Pengajuan Keberatan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
huruf a harus memenuhi persyaratan ;
adalah sbb :
“Untuk memperkuat alasan pengajuan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e dan ayat (2) huruf g, pengajuan Keberatan disertai dengan :
1. Fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam
hal dikuasakan;
2. Fotokopi bukti kepemilikan tanah;
3. Fotokopi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
4. Fotokopi bukti pendukung lainnya”.
Apabila berkas pengajuan keberatan PBB tidak memenuhi persyaratan formal, maka
pengajuan keberatan tersebut tidak dapat dipertimbangkan dan akan diberitahukan ke
Subjek Pajak/ke lurah secara tertulis melalui surat dalam waktu 10 hari kerja sejak
diterima surat pengajuan keberatan. Apabila jangka wakut 3 bulan masih terpenuhi
subjek pajak dapat memperbaiki dan mengajukan kembali keberatan PBB kepada
Kantor Pelayanan Pajak atau ke KP2KP.
Materi keberatan yang menjadi sengketa adalah diatur dalam angka Romawi II angka
2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 32/PJ/2009 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 25/PJ/2009 Tentang Tata Cara
Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan, sbb :
1. Wajib Pajak berpendapat bahwa luas objek pajak bumi dan/atau bangunan atau
nilai jual objek pajak bumi dan/atau bangunan tidak sebagaimana mestinya;
dan/atau
2. terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB”.
SK Keberatan PBB dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau
menambah jumlah PBB terutang. Berdasarkan SK Keberatan PBB, Kantor Pelayanan
Pajak akan menerbitkan SPPT yang baru atau SKP PBB yang baru dengan tidak
merubah tanggal jatuh tempo pembayaran PBB. SPPT PBB yang baru tersebut tidak
dapat diajukan keberatan kembali, tetapi dapat diajukan pengurangan PBB dengan
memenuhi persyaratan pengurangan PBB atau dapat juga diajukan banding ke
Pengadilan Pajak. Pengajuan keberatan PBB dan pengajuan banding PBB tidak
menunda tindakan penagihan PBB. Sebagai tambahan lagi, ketentuan banding PBB
diatur dalam pasal 17 UU PBB sbb. :
1. Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap
keputusan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (6) dan Pasal 16 ayat (3) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak tanggal diterimanya surat keputusan oleh wajib pajak dengan dilampiri
salinan surat keputusan tersebut.
2. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
3. Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak.
jangka waktu penyelesaian keberatan PBB adalah 12 bulan sejak tanggal keberatan
diterima.
Subjek Pajak PBB dapat mengajukan keberatan PBB melalui Kantor Pelayanan Pajak
atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), selanjutnya
penanganan keberatan PBB untuk nilai SPPT/SKP PBB sampai dengan Rp 1,5 Milyar
dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP tempat kedudukan Objek Pajak berada , dan
untuk nilai SPPT/SKP PBB diatas Rp.1,5 Milyar dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penanganan keberatan PBB untuk nilai keberatan tertentu yaitu dengan nilai SPPT/SKP
PBB diatas Rp. 5.000.000,00-, diperlukan penelitian lapangan oleh Kantor Wilayah
dan/atau oleh KPP setempat tergantung lokasi dari Objek Pajak.
PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
1. Pengertian
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak
yang terutang atas Objek Pajak dalam hal :
a.Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada
hubungannya dengan Subyek Pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya,
yaitu:
2.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang
pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya
pembangunan atau perkembangan lingkungan.
3.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban
PBB-nya sulit dipenuhi;
4.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang
pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBBnya sulit dipenuhi;
5.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran
pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan
6.Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang
mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga
tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;
b.Wajib Pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana
alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya) atau
sebab-sebab lain yang luar biasa (kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama
tanaman).
f. Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya tidak
diproses, dan Kepala Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan harus memberitahukan
secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.
3. Bentuk Keputusan
Keputusan atas permohonan pengurangan besarnya PBB yang diajukan WP dapat
berupa:
- mengabulkan seluruh permohonan;
- mengabulkan sebagian atau;
- menolak.
KEBERATAN ATAS PENGENAAN PBB
PENGURANGAN PAJAK
Pengurangan diberikan atas pajak (PBB) terutang yang tercantum dalam SPPT atau SKP.
Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada dan dalam hal:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, seperti:
a. Objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya
sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi;
b. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi
yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau
perkembangan lingkungan;
c. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi
yang berpenghasilan semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban pbb-nya sulit
dipenuhi;
d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi
yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban pbb-nya sulit dipenuhi;
e. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran
pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan;
f. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang
mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat
memenuhi kewajiban rutin perusahaan.
Dalam hal ini pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen)
dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertmbangan kondisi objek pajak
serta penghasilan wajib pajak.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam
atau sebab-sebab lain yang luar biasa. Termasuk dalam pengertian Bencana alam adalah
gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya. Sedangkan yang
dimaksud dengan sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran, kekeringan, wabah
penyakit dan hama tanaman.
Dalam hal ini dapat diberikan sampai dengan 100% (seratus persen) dari besarnya pajak
terutang.
3. Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan.
Besarnya pengurangan ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak
terutang.
KEPUTUSAN PENGURANGAN
1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan
memberikan Keputusan atas permohonan pengurangan pajak terutang yang lebih dari
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan atau SKP,
atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan atas permohonan pengurangan pajak
terutang yang tidak lebih dari Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Keputusan pengurangan dapat berupa:
a. Mengabulkan seluruhnya.
b. Mengabulkan sebagian.
c. Menolak.
4. Keputusan atas permohonan pengurangan pajak harus diterbitkan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengurangan Wajib Pajak. Jangka waktu
sebagaimana tersebut terhitung sejak:
a. Tanggal tanda terima Surat Permohonan, dalam hal Surat Permohonan disampaikan secara
langsung;
b. Tanggal stempel pos, dalam hal Surat Permohonan dikirimkan melalui pos (biasa maupun
tercatat) atau sarana pengiriman lainnya.
5. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Keputusan belum diterbitkan, maka
permohonan pengurangan pajak dianggap dikabulkan.
6. Keputusan pengurangan berlaku untuk tahun pajak yang bersangkutan.
PEJABAT
1. Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek
pajak adalah:
a. Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.
b. Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah.
c. Pejabat Pembuat Akta Tanah.
2. Pejabat yang ada hubungannya dengan objek pajak adalah:
a. Kepala Kelurahan atau Kepala Desa.
b. Pejabat Dinas Tata Kota.
c. Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan.
d. Pejabat Agraria.
e. Pejabat Balai Harta Peninggalan.
f. Pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan/Direktorat Jenderal Pajak.
Kewajiban Pejabat:
1. Yang berkaitan dengan objek pajak, wajib:
a. Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan keadaan objek
pajak secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek pajak selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
b. Memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak.
Catatan:
Kewajiban merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan dalam hubungannya dengan
PBB).
Contoh laporan tertulis tentang mutasi objek antara lain: jual beli, hibah, dan warisan.
2. Yang berhubungan dengan objek pajak:
Wajib memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak yang
berwenang.
Catatan:
Kewajiban merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan dalam hubungannya dengan
PBB).
SANKSI
Bagi Wajib Pajak
1. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah
pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak adalah pokok pajak ditambah dengan denda
administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang
terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh
wajib pajak, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terutang dalam Surat
Ketetapan Pajak adalah selisih pajak yang terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain. Agar dapat lebih mudah dipahami, berikut diberikan bagan tentang sanksi.
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB
Hasil penerimaan PBB merupakan penerimaan Negara (dalam hal ini Pemerintah Pusat) dan
disetor sepenuhnya ke rekening Kas Negara. Namun demikian, Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan akan dibagi untuk Pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan sebagai berikut:
1. 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Pusat;
2. 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah
Jumlah 10% (sepuluh persen) bagian Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh daerah
kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan,
dengan imbangan sebagai berikut:
1. 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada daerah kabupaten dan
kota; dan
2. 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan secara insentif kepada daerah kabupaten dan kota
yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.
Jumlah 90% (sembilan puluh persen) bagian Daerah dibagi dengan rincian sebagai berikut:
1. 16,2% (enam belas koma dua persen) untuk daerah Provinsi yang bersangkutan dan
disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi;
2. 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) untuk Daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota;
3. 9% (sembilan persen) untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat Jenderal
Pajak dan Daerah.
Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 90% (sembilan puluh persen) dari hasil
penerimaan tersebut merupakan penerimaan bagian Daerah yangdibagikan dengan rincian
sebagai berikut:
1. 16,2% (enam belas koma dua persen) untuk daerah Provinsi, yang dibagi dengan
imbangan:
a. 30% (tiga puluh persen) untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan disalurkan melalui rekening khusus dana pendidikan;
b. 70% (tujuh puluh persen) untuk Daerah Provinsi dan disalurkan melalui rekening Kas
Daerah Provinsi;
2. 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) untuk Daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan, yang dibagi dengan imbangan:
a. 30% (tiga puluh persen) untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan disalurkan melalui rekening khusus dana pendidikan;
b. 70% (tujuh puluh persen) untuk Daerah Provinsi dan disalurkan melalui rekening Kas
Daerah Kabupaten/Kota.
3. 9% (sembilan persen) untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat Jenderal
Pajak dan Daerah.