Anda di halaman 1dari 10

Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38 ISSN : 2089-3507

Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai Di Kawasan Ekosistem
Mangrove, Di Wilayah Pesisir Pantai Utara Kota Semarang, Jawa Tengah

Endang Supriyantini, Ria Azizah Tri Nuraini, Anindya Putri Fadmawati*

Departemen Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024 - 7474698
Email: anindya.putri16@yahoo.com

Abstrak

Bahan organik adalah kumpulan senyawa - senyawa organik kompleks yang telah mengalami proses
dekomposisi oleh organisme pengurai, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa
anorganik hasil mineralisasi. Bahan organik merupakan sumber nutrient yang penting, yang sangat
dibutuhkan oleh organisme laut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis parameter kandungan bahan
organik meliputi BOD5 (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total
Suspended Solid), TDS (Total Suspended Solid) dan TOM (Total Organic Matter) dan menentukan tingkat
pencemaran bahan organik berdasarkan baku mutu pada beberapa muara sungai di kawasan ekosistem
mangrove, di wilayah pesisir pantai Utara Kota Semarang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April
2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, sedangkan penentuan lokasi
penelitian menggunakan metode purposive sampling method dan untuk pengambilan sampel air
menggunakan metode sample survey method. Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan parameter
bahan organik selama penelitian di semua lokasi adalah BOD (3,77 – 15,13 mg/L), COD (20,33 – 140,67
mg/L), TSS (1,33 – 13,67 mg/L), TDS (818,33 – > 2.000 mg/L) dan TOM (10,73 – 50 mg/L). Secara umum
kandungan COD dan TSS di Maron dan Trimulyo sudah melewati ambang batas baku mutu menurut
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu
Air Limbah, sedangkan untuk kandungan BOD, TSS dan TOM belum melampaui ambang batas baku mutu
yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004.

Kata Kunci : Bahan Organik, BOD, COD, TSS, TDS, TOM, Ekosistem Mangrove

Abstract

The organic material is set of complex organic compounds that have developed in decomposition
process by decomposing organisms, both in the form of topsoil of humification as well as inorganic
compounds of mineralization. Organic materials are an important source of nutrients, which are needed by
aquatic organisms. This study aimed to analyze the organic material content BOD5 (Biochemical Oxygen
Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Suspended Solid)
and TOM (Total Organic Matter) and determine the level of pollution of organic materials based on quality
standard on some estuaries of the mangrove ecosystem, in North Coast of Semarang. This study carried out
in April 2015. A method used in this research is descriptive method, whereas the determination of research
location used purposive sampling method and the method intake of the water sample used the sample survey
method. The results showed that the content of organic material parameters during the research in all
locations are BOD (3.77 to 15.13 mg/L), COD (20.33 to 140.67 mg/L), TSS (1.33 - 13, 67 mg/L), TDS
(818.33 - > 2.000 mg/L) and TOM (10.73 – 50 mg/L). In general the content of COD at Maron and
Trimulyo, and TDS content Mangkang Wetan, Maron and Trimulyo are already passed the quality standard
according to the Decree of the Minister of State for Population and the Environment No. 2 of 1988 on
Wastewater quality standard, whereas for the content of BOD, TSS and TOM has not exceeded the limit of
quality standards which are established by the Decree of the Minister of State for Population and the
Environment No. 51 of 2004.

Key Words : Organic Material, BOD, COD, TSS, TDS, TOM, Mangrove Ecosystem

*Corresponding author http://ejournal.undip.ac.id/index.php/buloma Diterima/Received : 28-01-2017


buloma.undip@gmail.com Disetujui/Accepted : 20-02-2017
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

PENDAHULUAN sendiri melalui proses penguraian, pelapukan,


ataupun dekomposisi tumbuh - tumbuhan, sisa -
Kota Semarang merupakan daerah kawasan sisa organisme mati. Selain itu bahan organik juga
pesisir yang banyak dimanfaatkan untuk bermanfaat sebagai pendukung kehidupan
kepentingan industri, penangkapan ikan dan fitoplankton di perairan, karena aliran nutrien
pertambakan (Badan Lingkungan Hidup, 2005). yang berasal dari sungai ke laut, sehingga
Bertambahnya penduduk dan berkembangnya ketersediaan unsur hara di dalam perairan dapat
pembangunan di bidang industri menjadikan menjadi indikator kesuburan suatu perairan
kawasan pesisir tersebut sebagai daerah penerima (Marwan et al., 2015).
limbah terbesar. Menurut Sutamihardja (1992), Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
kualitas air dan daya dukung lingkungan dapat parameter kandungan bahan organik meliputi
menurun, karena adanya kegiatan – kegiatan BOD5 (Biochemical Oxygen Demand), COD
masyarakat yang berpotensi menghasilkan limbah (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total
seperti limbah industri, limbah domestik dan Suspended Solid), TDS (Total Suspended Solid)
kegiatan – kegiatan lain yang terjadi disepanjang dan TOM (Total Organic Matter) dan menentukan
Daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai – sungai tingkat pencemaran bahan organik berdasarkan
besar yang ada di kawasan pesisir Kota Semarang baku mutu pada beberapa muara sungai di
berpotensi menerima beban pencemaran dengan kawasan ekosistem mangrove, di wilayah pesisir
adanya peningkatan jumlah industri, pemusatan pantai Utara Kota Semarang.
industri di sekitar daerah aliran sungai berpotensi
mencemari lingkungan sebesar 11,8% pertahun. MATERI DAN METODE
Muara sungai merupakan wilayah Materi penelitian yang digunakan untuk
pertemuan aktif antara massa air dari darat dan penelitian adalah sampel air dari muara sungai
laut, yang masih mendapat pengaruh sifat - sifat Mangunharjo, Mangkang Wetan, Maron dan
laut, seperti salinitas, pasang surut dan intrusi air Trimulyo di pesisir pantai utara Kota Semarang.
laut (Dahuri et al., 1996). Muara sungai dapat Sampel air yang diambil digunakan untuk analisis
juga dikatakan sebagai agen penyubur di wilayah kandungan BOD5 (Biochemical Oxygen Demand),
pesisir (Suprapto et al., 2014). Muara sungai atau COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total
estuarin merupakan daerah yang kaya akan unsur Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid)
hara dan jasad renik makanan alami, oleh karena dan TOM (Total Organic Matter). Selain itu,
itu daerah ini merupakan daerah pengasuhan terdapat pula data pendukung lainnya yaitu data
(nursery ground) dan daerah tempat mencari kualitas perairan yang meliputi DO (Dissolved
makan (feeding ground) bagi berbagai jenis biota Oxygen), salinitas, pH (Derajat Keasaman), suhu,
laut seperti ikan, kerang dan udang. kecerahan dan kedalaman.
Limbah industri dan domestik diketahui Metode penelitian yang digunakan adalah
mengandung bahan organik yang tinggi metode deskriptif yaitu metode yang memberikan
(Widiarsih, 2002). Selain itu ekosistem mangrove gambaran secara sistematis, faktual, akurat
juga merupakan salah satu pemasok bahan mengenai faktor – faktor dan sifat - sifat dari
organik yang terbesar di kawasan pesisir. suatu daerah atau populasi (Suryabrata, 1992).
Ekosistem mangrove merupakan tempat yang Metode deskriptif digunakan untuk memberikan
dinamis dimana tanah lumpur dan daratan secara gambaran tentang kandungan BOD (Biochemical
terus menerus dibentuk oleh tumbuh – tumbuhan Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen
yang kemudian secara perlahan – lahan berubah Demand), TSS (Total Suspended Solid), TDS
menjadi daerah semi teresterial (semi daratan). (Total Dissolved Solid) dan TOM (Total Organic
Bahan organik merupakan salah satu komponen Matter) pada empat muara sungai di kawasan
penyusun substrat dasar sedimen mangrove. ekosistem mangrove, di wilayah pesisir pantai
Bahan organik tersebut berasal dari timbunan sisa utara Kota Semarang.
– sisa tumbuhan mangrove (berupa daun, batang
dan ranting) dan hewan yang berasosiasi dengan Penentuan Lokasi Penelitian
mangrove yang jatuh ke substrat, sehingga daerah Penentuan lokasi penelitian dilakukan
tersebut menjadi subur (Buckman dan Brady, dengan menggunakan metode purposive sampling
1982). method yaitu teknik pengambilan sampel yang
Salah satu fungsi bahan organik di perairan didasarkan pada ciri atau sifat – sifat tertentu yang
sebagai indikator kualitas perairan, karena bahan dipandang mempunyai hubungan erat dengan ciri
organik secara alamiah berasal dari perairan itu dan sifat dari populasi (Hadi, 1993). Penentuan

30 Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.)
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

lokasi ditentukan berdasarkan pertimbangan letak kedalaman hingga penuh, diusahakan jangan ada
kerapatan ekosistem mangrove yang ada di gelembung udara yang masuk kemudian botol
wilayah pesisir pantai utara kota Semarang, yaitu sampel ditutup, diberi label dan dimasukkan ke
meliputi : dalam coolbox lalu dibawa ke laboratorium
Lokasi 1 : Mangunharjo BALABKES (Balai Laboratorium Kesehatan),
Lokasi 2 : Mangkang Wetan Kota Semarang untuk di analisis parameter bahan
Lokasi 3 : Maron organik meliputi pengukuran kandungan BOD5,
Lokasi 4 : Trimulyo COD, TSS, TDS dan TOM. Metode untuk analisa
Peta lokasi penelitian kandungan bahan organik di bahan organik yaitu SNI 6989. 72 : 2009 (BOD),
muara sungai pesisir Kota Semarang tersaji dalam SNI 6989. 73 : 2009 (COD), Spektrofotometri
Gambar 1. (TSS), Potensiometri (TDS) dan SNI 06 – 6989.
22 – 2004 (TOM).
Metode Pengambilan Sampel Air untuk Analisis Metode pengukuran parameter lingkungan
Kandungan Bahan Organik dan Parameter dilakukan secara insitu meliputi pengukuran suhu,
Lingkungan salinitas, pH, DO, kecerahan dan kedalaman.
Metode pengambilan sampel air untuk Pengukuran DO menggunakan DO meter,
analisis parameter bahan organik (BOD5, COD, pengukuran suhu menggunakan thermometer,
TSS, TDS dan TOM) menggunakan metode pengukuran salinitas menggunakan refrakto
penelitian sampel (Sample Survey Method). meter, pengukuran pH menggunakan pH meter,
Metode sample survey method yaitu metode pengukuran kecerahan menggunakan secchi disk
pengambilan sampel dengan mengambil data dan pengukuran kedalaman menggunakan batang
hanya sebagian dari populasi yang nantinya kayu. Pengukuran parameter lingkungan
diharapkan dapat menggambarkan sifat populasi dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel
dari obyek penelitian (Hadi, 1998). Sampel air air untuk analisis bahan organik.
yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel
air yang berasal dari muara sungai sebagai stasiun Analisis Data
dan diulang sebanyak 3 (tiga) kali pengulangan Semua data yang diperoleh selama
sebagai sub-stasiun. Jarak antar substasiun pengamatan di muara sungai pesisir Kota
berkisar ± 50 meter. Semarang dianalisis secara deskriptif dengan
Pengambilan sampel air dilakukan dengan menginterpretasikan dalam bentuk tabel dan
cara memasukkan sampel air ke dalam botol gelap grafik. Untuk mengetahui tingkat pencemaran
sebanyak 1500 ml. Sampel air di ambil dari bahan organik di muara sungai pesisir Kota
permukaan air sampai kira – kira setengah Semarang, data hasil analisis dibandingkan

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Perairan Semarang, Jawa Tengah

Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.) 31
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Laut untuk
oleh pemerintah dalam Keputusan Menteri Negara Biota Laut).
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02 Tingginya kandungan BOD di
Tahun 1988 mengenai Baku Mutu Air Limbahdan Mangunharjo diduga, terdapat pertambakan aktif
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup sebagai mata pencarian utama masyarakat
No. 51 Tahun 2004 mengenai Baku Mutu Air setempat dan sisa pakan yang berasal dari
Laut untuk Biota Laut dan beberapa literatur pertambakan merupakan sumber bahan organik.
lainnya mengenai kandungan bahan organik di Hal ini sesuai dengan pendapat Suparjo (2009)
muara sungai pesisir Kota Semarang. dan Wattayakorn (1988), yang menyatakan bahwa
bahan organik secara alamiah berasal dari perairan
HASIL DAN PEMBAHASAN itu sendiri melalui proses - proses penguraian
Parameter Bahan Organik pelapukan ataupun dekomposisi buangan limbah
Hasil pengamatan kandungan parameter baik limbah daratan seperti domestik, industri,
bahan organik di empat muara sungai kawasan pertanian dan limbah peternakan ataupun sisa
ekosistem mangrove, di wilayah pesisir pantai pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi
utara Kota Semarang meliputi data BOD5 zat hara. Selain itu tingginya kandungan BOD di
(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Mangunharjo diduga, tingginya mikroorganisme
Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), pengurai dalam menguraikan bahan organik yang
TDS (Total Dissolved Solid) dan TOM (Total mudah terurai yang berasal dari serasah
Organic Matter). mangrove. Menurut Amarashinghe dan
Balasubramanian (1992), serasah mangrove
Kandungan BOD5 (Biochemical Oxygen merupakan penyumbang terbesar bahan organik
Demand) mudah terurai di perairan. Serasah mangrove
Hasil rata – rata pengukuran kandungan sebagian besar berasal dari daun, ranting dan
BOD5 di empat lokasi berkisar antara 3,77 – 15,13 batang mangrove. Komponen – komponen
mg/L. Kandungan BOD5 tertinggi terdapat di tersebut mengandung protein dan karbohidrat
Mangunharjo sebesar 15,13 mg/L, selanjutnya di yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme
Mangkang Wetan sebesar 6,30 mg/L, kemudian di pengurai. Pernyataan ini didukung pula oleh
Maron sebesar 5,93 mg/L dan Trimulyo kondisi parameter perairan yang terukur pada saat
merupakan kandungan terendah yaitu sebesar 3,77 penelitian, khususnya DO. Hampir sebagian besar
mg/L. Hasil rata – rata kandungan BOD5 DO yang terukur dari keempat lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 2. yaitu < 5 mg/L. Hal ini menandakan bahwa
Kandungan BOD di semua lokasi penelitian kebutuhan oksigen mikroorganisme pengurai
ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan dalam menguraikan bahan organik cukup tinggi.
baku mutu yang ada yaitu 20 mg/L (Keputusan Dibuktikan dari pengukuran DO dari keempat
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 lokasi penelitian cukup rendah bahkan dibawah
Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Negara baku mutu yaitu berkisar antara 2,9 – 3,4 mg/L.
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 2

Gambar 2. Kandungan Rata – Rata BOD5 pada Muara Sungai di Kawasan Ekosistem Mangrove di Wilayah
Pesisir Pantai Utara Kota Semarang

32 Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.)
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

Menurut Salmin (2005), kriteria kualitas air Mangkang Wetan sebesar 20,33 mg/L. Hasil rata
berdasarkan kandungan BOD, kandungan BOD – rata kandungan COD disajikan pada Gambar 3.
dalam penelitian ini termasuk dalam kategori Jika dibandingkan dengan baku mutu
pencemaran sedang (nilai kriteria sedang adalah Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan
10 – 20 mg/L). Kandungan BOD yang berlebihan Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 1988 tentang
juga akan berpengaruh terhadap menurunnya nilai Baku Mutu Air Limbah kandungan COD di
pH di perairan. Hal ini ditandai dengan nilai pH Mangunharjo dan Mangkang Wetan belum
yang terukur selama penelitian di semua lokasi melewati ambang batas baku mutu yang telah
stasiun cenderung rendah yaitu antara 6 – 6,54 ditetapkan, sedangkan kandungan COD di Maron
mg/L. Nilai tersebut masih berada dibawah dan Trimulyo sudah melampaui ambang batas
ambang batas baku mutu air laut untuk biota laut, baku mutu yang telah ditetapkan, nilai kandungan
yang mengisyaratkan nilai pH harus berada pada COD di Maron dan Trimulyo yaitu 140,67 dan
nilai 7 – 8,5. 98,00 mg/L, sedangkan nilai ambang batas baku
Rendahnya BOD di keempat lokasi penelitian ini mutu COD adalah 40 mg/L.
terkait juga dengan proses nitrifikasi dan Menurut Suparjo (2009), tingginya
denitrifikasi. Proses nitrifikasi bahan organik yang kandungan COD dapat disebabkan oleh degradasi
berasal dari serasah mangrove yang berguguran di bahan organik maupun anorganik yang berasal
perairan akan diuraikan oleh dekomposer. dari aktivitas masyarakat di sekitar sungai
Nitrogen organik (protein) dari serasah tersebut maupun limbah yang dihasilkan oleh industri
akan didegradasi menjadi Amonia (NH3). Hal ini tidak terolah dengan baik. Kandungan COD yang
terbukti dari hasil penelitian Ridwan (2016), berlebihan pada suatu perairan sama halnya
bahwa kandungan Amonia (NH3) yang terukur di dengan kandungan BOD yaitu akan berpengaruh
keempat lokasi penelitian rata – rata di atas baku terhadap menurunnya kandungan oksigen terlarut
mutu yaitu berkisar antara 0,43 – 1,96 mg/L. (DO) dan pH, sehingga akan berpengaruh pada
Sedangkan baku mutu air laut tentang kandungan menurunnya kualitas perairan. Akibat lebih lanjut
Amonia (NH3) menurut Keputusan Menteri adalah produktifitas sumberdaya perairan juga
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 ikut menurun.
yaitu sebesar 0,3 mg/L. Lokasi penelitan di Maron mempunyai
kandungan COD tertinggi, hal ini diduga, di
Kandungan COD (Chemical Oxygen Demand) lokasi ini mempunyai kerapatan mangrove yang
Hasil rata – rata pengukuran kandungan paling tinggi dibandingkan dengan lokasi yang
COD di empat lokasi berkisar antara 20,33 – lain untuk kategori pohon dan anak yaitu sebesar
140,67 mg/L. Kandungan COD terlihat di Maron 3.233 dan 1.955,66 ind/ha (Nurhidayati, 2015).
merupakan kandungan tertinggi yaitu 140,67 Selain itu lokasi penelitian ini merupakan lokasi
mg/L, selanjutnya di Trimulyo sebesar 98,00 dengan jumlah penduduk tertinggi dibandingkan
mg/L, kemudian di Mangunharjo sebesar 27,63 dengan lokasi yang lain yaitu sekitar 11.969 jiwa,
mg/L dan kandungan terendah terdapat di dan lokasi ini juga merupakan lokasi obyek

Gambar 3. Kandungan Rata – Rata COD pada Muara Sungai di Kawasan Ekosistem Mangrove di Wilayah
Pesisir Pantai Utara Kota Semarang
Keterangan : (Ambang Batas Baku Mutu)

Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.) 33
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

pariwisata. Hal inilah yang diduga sebagai disebabkan karena penggunaan lahan dari hulu
penyebab tingginya kandungan COD di Maron. dan sepanjang aliran sungai yang merupakan
Kerapatan mangrove yang tinggi menyebabkan perumahan penduduk dan semak belukar. Jenis
jumlah serasah juga bertambah dari mangrove penggunaan lahan ini memungkinkan terjadinya
yang berupa batang, daun dan ranting akan jatuh erosi partikel tanah berukuran suspensi yang
ke bawah, serasah ini merupakan penyumbang kemudian masuk ke sungai dan meningkatkan
utama bahan organik di perairan. Selain itu konsentrasi padatan tersuspensi dalam air sungai.
adanya aktifitas manusia di obyek pariwisata juga TSS memiliki hubungan yang sama
dapat menambah kandungan bahan organik yang (korelasi positif) dengan parameter kekeruhan,
berasal dari sisa makanan dan sampah organik semakin tinggi TSS maka kekeruhan juga akan
yang terbuang. semakin tinggi sementara parameter kecerahan
memiliki hubungan terbalik dengan TSS, semakin
Kandungan TSS (Total Suspended Solid) rendah TSS maka kecerahan akan semakin tinggi,
Hasil rata – rata pengukuran kandungan hal ini terbukti dari hasil pengukuran kecerahan
TSS di empat lokasi terlihat bahwa di Mangkang selama penelitian bahwa kecerahan di
Wetan sebesar 13,67 mg/L, kemudian di Mangunharjo dan Mangkang Wetan mengalami
Mangunharjo sebesar 6,33 mg/L, di Maron penurunan.
sebesar 3,67 mg/L dan Trimulyo sebesar 1,33
mg/L. Hasil pengukuran kandungan TSS di Kandungan TDS (Total Dissolved Solid)
Mangkang Wetan yaitu sebesar 13,67 mg/L, hasil Hasil rata – rata pengukuran kandungan
ini lebih tinggi dibandingkan dengan TDS di empat lokasi berkisar antara 818,33 - >
Mangunharjo, Maron dan Trimulyo adalah yang 2.000 mg/L. Kandungan TDS di Maron dan
paling rendah yaitu sebesar 1,33 mg/L. Hasil rata Trimulyo mempunyai nilai yang sama yaitu
– rata kandungan TSS disajikan pada Gambar 4. sebesar > 2.000 mg/L dan merupakan nilai
Kandungan TSS di semua lokasi penelitian tertinggi, selanjutnya di Mangkang Wetan sebesar
ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan 1.899,33 mg/L, dan nilai terendah berada di
baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 100 mg/L Mangunharjo sebesar 818,33 mg/L. Hasil rata –
(Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan rata kandungan TDS disajikan pada Gambar 5.
Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 1988 tentang Kandungan TDS di Maron cukup tinggi
Baku Mutu Air Limbah). dibandingkan dengan kandungan TDS di lokasi
Tingginya kandungan TSS di Mangkang yang lain dalam penelitian ini. Hal ini diduga, di
Wetan diduga disebabkan karena selain jumlah lokasi ini mempunyai kerapatan mangrove yang
penduduk yang cukup tinggi yaitu sekitar 6.379 paling tinggi dibandingkan dengan lokasi yang
jiwa juga disebabkan karena sebagian besar lain untuk kategori pohon dan anak yaitu 3.233
masyarakat di lokasi tersebut mempunyai usaha dan 1.955,66 ind/ha (Nurhidayati, 2015). Selain
home industri seperti Mas Jamang (Jajanan itu lokasi penelitian ini merupakan lokasi dengan
Mangrove) dan Batik Bakau. Menurut Agustira et jumlah penduduk tertinggi dibandingkan dengan
al. (2013), tingginya kandungan TSS bisa lokasi yang lain yaitu sekitar 11.969 jiwa,

Gambar 4. Kandugan Rata – Rata TSS pada beberapa Muara Sungai di Kawasan Ekosistem Mangrove di
Wilayah Pesisir Pantai Utara Kota Semarang

34 Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.)
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

Gambar 5. Kandungan Rata – Rata TDS pada beberapa Muara Sungai di Kawasan Ekosistem Mangrove di
Wilayah Pesisir Pantai Utara Kota Semarang
Keterangan : (Ambang Batas Baku Mutu)

ditambah lagi lokasi ini merupakan lokasi obyek Kandungan TOM (Total Organic Matter)
pariwisata. Tingginya jumlah penduduk dan Hasil rata – rata pengukuran kandungan
adanya obyek pariwisata menyebabkan banyak TOM di empat lokasi berkisar antara 10,73 –
sampah yang belum terdegradasi dan 50,00 mg/L. Kandungan TOM tertinggi terdapat
terdekomposisi secara sempurna oleh di Maron yaitu 50,00 mg/L, Trimulyo sebesar
mikroorganisme sehingga terjadi pencemaran 39,60 mg/L, Mangunharjo sebesar 12,99 mg/L
bahan organik. dan kandungan TOM terendah terdapat di
Sedangkan di Trimulyo, kandungan TDS Mangkang Wetan sebesar 10,73 mg/L. Hasil rata
juga cukup tinggi dibandingkan dengan – rata kandungan TOM disajikan pada Gambar 6.
kandungan TDS di lokasi yang lain. Lokasi Maron merupakan lokasi penelitian yang
Trimulyo dikelilingi oleh kawasan industri mempunyai kerapatan mangrove paling tinggi
Terboyo, adanya kawasan industri Terboyo dibandingkan dengan lokasi yang lain untuk
diduga dapat menyebabkan kandungan TDS kategori pohon yaitu 3.233 ind/ha dan anakan
tinggi akibat limbah industri yang membuang sebesar 1.955,66 ind/ha (Nurhidayati, 2015).
limbah sehingga akan mengakibatkan kandungan Seperti kita ketahui bahwa mangrove merupakan
TDS di Trimulyo cukup tinggi. sumber bahan organik yang utama dan dapat
Menurut Retnosari dan Shovitri (2013), menghasilkan serasah. Selain itu lokasi ini
TDS merupakan jumlah zat padat terlarut yang merupakan daerah dengan jumlah penduduk
berukuran ≤ 1 μm, dimana semakin besar tertinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain,
peningkatan nilai TDS mengindikasikan bahwa yaitu sekitar 11.969 jiwa, sehingga aktifitas
bahan organik limbah belum tergedradasi manusia di sekitar lokasi tersebut juga tinggi
sempurna menjadi gas. Penurunan nilai sehingga limbah dari rumah tangga yang
kandungan TDS disebabkan pada partikel terlarut dihasilkan juga tinggi. Disamping itu, di daerah
telah terkonversi ke dalam bentuk gas yang ini juga merupakan daerah obyek pariwisata,
dikeluarkan sebagai hasil samping proses sehingga limbah yang dihasilkan dari aktifitas
biodegradasi oleh mikroorganisme. Partikel wisatawan juga tinggi, hal inilah yang diduga
berukuran lebih kecil yang terlarut di dalam air penyebab tingginya kandungan TOM di lokasi
limbah akan melalui fase metanogenik, sehingga Maron.
partikel yang terlarut di dalam limbah akan Adapun Trimulyo merupakan lokasi
penelitian yang dikelilingi oleh kawasan industri
dikonversikan dalam bentuk gas.
Terboyo, adanya kawasan industri Terboyo
Kandungan TDS di lokasi Mangkang
menyebabkan kandungan TOM juga tinggi akibat
Wetan, Maron dan Trimulyo sudah melampaui
limbah industri yang memproduksi limbah
ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan
organik yang diduga menjadi penyebab tingginya
oleh Keputusan Menteri Negara Kependudukan
kandungan TOM di Trimulyo.
dan Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 1988
Menurut Susana (2009), tingginya
tentang Baku Mutu Air Limbah yaitu sebesar
kandungan TOM dapat menyebabkan rendahnya
1.500 mg/L.

Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.) 35
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

kandungan oksigen terlarut dalam perairan, hal ini Tingginya nilai TOM ternyata seiring pula dengan
terbukti dari hasil penelitian DO di kedua lokasi berkurangnya nilai pH, karena dari hasil reaksi
yang lebih rendah dibandingkan lokasi yang lain. oksidasi tersebut menghasilkan sejumlah ion H+
Rendahnya nilai oksigen terlarut disebabkan yang dapat menurunkan pH. Hal ini terbukti dari
karena terjadi proses oksidasi yang dalam hasil pengukuran pH selama penelitian di keempat
reaksinya menggunakan sejumlah besar oksigen lokasi tersebut menghasilkan nilai pH kurang dari
dan menghasilkan nitrogen ammonia (N – NH4). 7 yaitu sebesar 6 – 6,54.

Gambar 6. Kandungan Rata – Rata TOM pada Muara Sungai di Kawasan Ekosistem Mangrove, di Wilayah
Pesisir Pantai Utara Kota Semarang

Tabel 2. Hasil Ulangan Pengukuran Parameter Lingkungan

Sumber : *) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut
**)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut dan
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Limbah

36 Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.)
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

Berdasarkan hasil penelitian ini, Badan Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Tengah
menunjukkan bahwa semua kandungan TOM di dan Program Pengelolaan Lingkungan Hidup
lokasi penelitian ini belum melampaui ambang Indonesia - Jerman (ProLH-GTZ). 2005.
batas baku mutu yang telah ditetapkan oleh Rencana Pengelolaan Kualitas Air Daerah
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Aliran Sungai Babon. Semarang.
Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 1988 tentang Buckman, H.D dan N.C. Brady. 1982. The Nature
Baku Mutu Air Limbah, yaitu sebesar 80 mg/L. and Properties of Soil. The Macmillan
Company, New York.
Pengukuran Parameter Lingkungan Dahuri, R.; J. Rais; S.P. Ginting dan M.J. Sitepu.
Hasil pengukuran parameter lingkungan 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah
pada empat muara sungai di kawasan ekosistem Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya
mangrove, di wilayah pesisir pantai utara Kota Paramita., Jakarta, 305 hlm.
Semarang meliputi data DO (Dissolved Oxygen), Hadi, S. 1993. Metodologi Riset. Yayasan
Suhu, Salinitas, pH, Kecerahan dan Kedalaman Penerbit Fakultas Psikologi UGM.,
(Tabel 2). Yogyakarta.
Berdasarkan hasil pengukuran parameter Hadi, S. 1998. Metodologi Research Jilid IV.
lingkungan, nilai DO dan pH masih berada di Penerbit Andi Offset., Yogyakarta.
bawah ambang batas baku mutu yang telah Hutabarat, S dan M.S. Evans. 1995. Pengantar
ditetapkan, begitu pula dengan nilai suhu yang Oceanografi. Penerbit Universitas Indonesia.,
masih berada di kisaran batas baku mutu. Jakarta.
Rendahnya nilai DO dan pH dikarenakan Marwan, A.H; N. Widyorini dan M. Nitisupardjo.
banyaknya oksigen yang digunakan oleh 2015. Hubungan Total Bakteri dengan
mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan Kandungan Bahan Organik Total di Muara
organik yang berlebih, sehingga oksigen terlarut Sungai Babon, Semarang. Diponegoro
di perairan menurun. Journal Of Maquares., 4(3) : 170 - 179.
KepMen-LH No. 51. 2004. Baku Mutu Air Laut
KESIMPULAN untuk Biota Laut. Kementerian Lingkungan
Parameter kandungan bahan organik selama Hidup Republik Indonesia. Jakarta.
penelitian, yaitu BOD berkisar antara 3,77 – 15,13 KepMen-LH No. 2. 1988. Baku Mutu Air
mg/L, COD 20,33 – 140,67 mg/L, TSS 1,33 – Limbah. Kementerian Lingkungan Hidup
13,67 mg/L, TDS 818,33 - > 2.000 mg/L serta Republik Indonesia. Jakarta.
TOM 10,73 – 50 mg/L. Kandungan COD dan Nurhidayati, S. 2015. Struktur dan Komposisi
TDS di lokasi Maron dan Trimulyo sudah Vegetasi Mangrove di Wilayah Pesisir Kota
melewati baku mutu yang telah ditetapkan Semarang, Jawa Tengah. [Skripsi]. Fakultas
berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 2 Diponegoro, Semarang, 125 hlm.
Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Limbah, Retnosari, A dan M. Shovitri. 2013. Kemampuan
sedangkan untuk kandungan BOD, TSS dan TOM Isolat Bacillus sp. dalam Mendegradasi
di semua lokasi penelitian masih berada di bawah Limbah Tangki Septik. Jurnal Sains Dan
ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan. Seni Pomits., 2(1) : 7 – 11.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (Do) Dan
DAFTAR PUSTAKA Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai
Agustira, R; K.S. Lubis dan Jamilah. 2013. Kajian Salah Satu Indikator Untuk Menentukan
Karakteristik Kimia Air, Fisika Air dan Debit Kualitas Perairan. Oseana., 30(3) : 21 – 26.
Sungai pada Kawasan DAS Padang Akibat Suparjo, M.N. 2009. Kondisi Pencemaran
Pembuangan Limbah Tapioka. Jurnal Online Perairan Sungai Babon Semarang. Jurnal
Agroekoteknologi., 1(3) : 615 – 625. Saintek Perikanan., 4(2) : 38 – 45.

Amarashinge, M dan Balasubramanian, D. 1992. Suprapto, D; P.W. Purnomo dan B. Sulardiono.


Net Primary Productivity of Two Mangrove 2014. Analisis Kesuburan Perairan
Forest Stand on The Norwestern Coast of Berdasarkan Hubungan Fisika Kimia
Srilanka. The Ecology of Mangrove and Sedimen Dasar dengan NO3-N dan PO4-P di
related ecosystem. Kluwets Academic Muara Sungai Tuntang Demak. Jurnal
Publisher., Netherland, hlm.41 – 47. Saintek Perikanan., 10(1) : 56 - 61.

Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.) 37
Buletin Oseanografi Marina April 2017 Vol 6 No 1:29–38

Suryabrata, S. 1992. Metodologi Penelitian. CV Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum.,


Rajawali., Jakarta, 115 hlm. Bandung.
Susana, T. 2009. Tingkat Keasaman (Ph) dan Wattayakorn, G. 1988. Nutrient Cycling in
Oksigen Terlarut Sebagai Indikator Kualitas estuarine. Paper presented in the Project on
Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Research and its Application to Management
Jurnal Teknologi Lingkungan., 5(2) : 33 – of the Mangrove of Asia and Pasific,
39. Ranong., Thailand, 17 pp.
Sutamihardja, R.T.M. 1992. Akibat Pencemaran Widiarsih, W. 2002. Kajian Pencemaran Bahan
Air Terhadap Pertanian, Perikanan dan Organik di Kawasan Pesisir Semarang.
Kehidupan Akuatik Makalah Seminar [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Universitas
Pengendalian Pencemaran Air. Ditjen Diponegoro, Semarang, 145 hlm.

38 Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai (Endang Supriyantini et al.)

Anda mungkin juga menyukai