Anda di halaman 1dari 9

A.

Pendahuluan
Manusia selamanya selalu membutuhkan petunjuk yang hakiki mengenai tujuan hidup
dan untuk apa hidup. Petunjuk itu tidak lain adalah petunjuk ilahi, petunjuk ketuhanan yang
mengatakan benar untuk sebuah kebenaran dan mengatakan salah untuk sebuah kesalahan.
Petunjuk itu terangkum dalam sebuah agama.
Namun, ketika melihat sebuah realita bahwa dimuka bumi ini banyak sekali terdapat
agama, maka manakah diantara agama-agama yang ada tersebut yang benar. Ketika
ditanyakan kepada pemeluknya masing-masing maka sudah pasti mereka akan menganggap
bahwa agamanya lah yang paling benar.
Akan tetapi, terlepas dari benar atau tidaknya sebuah agama, kita tidak bisa mengatakan
bahwa agama kita yang paling benar dibandingkan dengan agama lain, meskipun secara
internal kita harus menyakini hal itu. Untuk itu, mengetahui dan memahami hakikat sebuah
agama maka kita tetap harus bersifat objektif dengan tetap memahami agama dari perspektif
penganutnya agar kita dapat mengetahui bagaiman arah pemikiran mereka dalam
mejalankan keyakinan agamanya tersebut.
Inilah yang kami coba lakukan dalam memberikan gambaran mengenai agama
zoroaster. Pembahasan kami mencakup segi sejarah kemunculan agama ini, lalu
perkembangannya, ajaran-ajaran serta ritual agamanya.
Dengan adanya pembahasan ini,diharapkan mahasiswa mampu memahami dengan arif
sehingga jika ada permasalahan yang berbenturan dengan keyakinannya, sebagaimana yang
akhir-akhir ini banyak terjadi, dapat menyikapi dengan bijaksana
Dan sebagai manusia yang tidak sempurna, pasti dalam makalah kami banyak terdapat
kekeliruan dan kesalahan,oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik, saran, dan
masukan baik dari teman-teman mahasiswa maupun dosen pengampu matakuliah.

B. Sejarah Perkembangan Agama Zoroaster


Sebelum adanya agama Zoroaster, penduduk Persia menganut paham paganisme1,
pholiteisme, dinamisme, dan animisme.2
Agama Zarathushtra atau yang dapat juga kita sebut dengan agama Zoroaster merupakan
agama wahyu yang memiliki umur cukup tua yang masih hidup hingga sekarang. Di negara
barat, agama zoroaster lebih dikenal dengan nama Zoroastrianisme.3 Penyebutan agama
Zarathushtra dikarenakan nama nabinya adalah Zarathushtra. Sedangkan bagi orang Islam,
agama zoroaster lebih dikenal dengan nama agama Majusi, meskipun sebenarnya juga
terdapat perbedaan diantara keduanya.

Jika agama Majusi diasosiasikan oleh sebagian kaum muslim dengan agama Zoroaster
sebagai sama-sama menyembah api, hal itu juga tidak benar karena kaum Zoroaster bukan
penyembah api. Pandangan bahwa orang-orang Zoroaster menyembah api menurut Ichaporia
adalah pandangan yang salah. Api hanya simbol penyucian. Suatu simbol fokus peribadatan
kaum Zoroaster sebagaimana kaum muslim menghadap kiblat ketika sholat. 4

1
Menyembah berhala atau patung.
2
Novita Nurul Aini, “Agama Zoroaster” artikel diakses pada 12 Mei 2014
http://belajaragamadunia.wordpress.com2013/05/19agama-zoroaster/
3
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kallijaga Press, 1988), hlm. 269
4
Media Zainul Bahri, Satu Tuhan Banyak Agama, (Jakarta: Mizan, 2011), hlm. 271
Sedangkan didaerah Iran sendiri, agama Zoroaster dikenal dengan nama Mazdayasna
karena merupakan aliran yang menyembah Ahura Mazda --untuk selanjutnya hanya akan
digunakan “Zoroaster”--. Dalam konteks yang sederhana dapat kita pahami bahwa agama
tersebut adalah agama yang memuliakan dan menyembah api.
Agama Zoroaster awal kemunculannya adalah dari daerah Persia, atau yang sekarag kita
kenal dengan nama Iran. Dinegara tersebut (Iran), dahulu agama zoroaster pernah menjadi
agama yang dominan dan menjadi agama negara bagi tiga kerajaan besar Iran yang hidup dan
berkembang hampir seacara berkesinambungan sejak abad keenam sebelum masehi hingga
abad ketujuh masehi serta banyak menguasasi daerah Timur dekat dan Tengah.
Sebagaimana disebutkan diawal, agama Zoroaster lahir dan dibawa serta dikembangkan
oleh seorang nabi bagi bangsa Persia yang bernama Zarathushtra bin Pourushaspa, yang
berasal dari keluarga Spitaman. Zarathushtra berarti Dia yang memiliki cahaya keemasan.
Sedangkan nama Zoroaster merupakan sebuah gelar yang diberika kepada Zarathushtra
setelah dia mendakwahkan risalahnya. Dia dipercaya oleh Tuhan untuk menyampaikan ajaran
bagi semua manusia5. Ashu Zarathushtra adalah seorang nabi kebenaran dan kebijaksanaan.
Dia lahir di Iran pada tanggal 6 Farvardin 1768 SM. Kitab suci zend avesta menyebutkan
Rageh (sebuah tempat disamping sungai Droji dan didekat danau Chichast sebagai tempat
kelahirannya.6
Sebenarnya ada perbedaan pandangan yang luas di antara para cendikiawan
mengenai hari dan tempat kelahiran Zarathusthra. Professor Jackson dan Dr. West
berpandangan bahwa Zarathustra dilahirkan antara tahun 600 dan 583 SM. Tetapi dongeng-
dongeng Persia menceritakan setidak-tidaknya bahwa kelahirannya sudah ribuan tahun
7
sebelumnya. Sebagai perbandingan, menurut H. Mukti Ali Zarathushtra hidup sekitar tahun
1700-1500 SM, namun demikian tidak dapat ditentukan dengan tepat.
Silsilah garis keturunan Zarathushtra dan anak-anaknya dapat dipahami dari diagram
dibawah ini.

Silsilah Keluarga Spitaman yang melahirkan Zarathushtra

Pourushaspa Doghdhova

Zarathushtra Hvavi

Anak Laki-Laki : Anak Perempuan :


1. Isadvastar 1. Triti
2. Orvatadnar 2. Frini
3. Khorshidchehr 3. Pouruchista

5
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, hlm. 269
6
A Quick at The Religion of Ashu Zarathushtra, 1
7
Uflat Aziz-us-Samad, The Great Religions of the World (terjemah), (Lahore: Ahmadiyya Anjuman Ishaat-i-
Islam, 1976), hlm. 73
Ayah Zarathushtra yang bernama Porushaspo adalah orang yang dihormati,dan ibunya
adalah Dugdhova yang saleh dan ningrat. Seperti pada agama lain, banyak dongeng
terkumpul disekitar kelahirannya dan kehidupan Zarathusthra ini. Dikatakan bahwa ibunya
waktu mengandung merasakan keagungan Tuhan. Kelahirannya diikuti oleh kegembiraan
alam dan kegaduhan para setan yang terpukul ketakutan. Kehadiran anak kecil ini ke dunia
ditandai dengan tawa- ria, dan bukannya tangisan seperti lazimnya bayi yang baru lahir.
Pengaruh jahat ber-usaha membinasakannya ketika dia masih kanak-kanak, tetapi dia
diselamatkan seperti ada campur tangan gaib. Di tengah-tengah jalinan dongeng ini, betapa
pun kita dapati suatu berita yang baik dari sejarah yang sebenarnya. 8 Pada saat kelahirannya,
dunia Arya bagian Timur sedang terbenam dalam kekacauan dan kejahatan yang
berlangsung tanpa terkendali. Kebenaran seolah- olah lenyap dari bumi, keserakahan dan
penindasan terhadap yang lemah adalah makanan sehari-hari. Sehingga kelahirannya seolah
menjadi tanda akan datangnya penyelamat bagi masyarkat ketika itu.
Sebagaimana tradisi di Indo-Iran, bahwa anak yang berumur sekitar tujuh tahun sudah
memperoleh pelajaran kependetaan secara lisan karena belum ada pengetahuan menulis.
Demikian pula Zarathushtra, pada umurnya yang masih belia sudah diajari pengetahuan
menyangkut cara beribadah, ajaran-ajaran pokok agama, hafalan-hafalan do’a dan pujian-
pujian kepada Tuhan.
Bagi orang Iran, usia kedewasaan adalah saat seseorang berusia lima belas tahun. Pada
usia itulah Zarathushtra mulai menjadi pendeta setelah delapan tahun belajar agama.
Bertahun-tahun dia mengembara dalam rangka mencari kebenaran. Tampaknya dia banyak
menyaksikan tindak kekerasan. Sadar akan dirinya yang lemah tak berdaya secara fisik,
pikirannya sangat mendambakan keadilan dan perlunya ditegakkan hukum moral yang
berlaku sama bagi orang kuat dan yang lemah agar terwujud kehidupan yang tertib dan tenang
sehingga semua orang dapat menikmati kehidupan yang tenteran dan damai.9
Pengembaraan Zarathushtra dimulai ketika dia berusia 20 tahun. Pada saat itu pula dia
dinikahkan oleh ibunya yang bernama Doghdhova dengan perempuan bernama Hvavi.10
Pada usia tiga puluh tahun, Zoroaster menerima wahyu yang pertama. Diceritakan bahwa
suatu ketika ia sedang berada disuatu perkumpulan untuk merayakan musim semi. Ia pergi
saat fajar ke sungai untuk mengambil air bagi keperluan upacara haoma. Ia menyeberang
masuk ke tengah sungai untuk mengambil air dari aliran yang ada di tengah. Ketika hendak
kembali ke pinggir, dia menemukan dirinya dalam keadaan kesucian ibadat (ritual), muncul
dari unsur yang murni, air, dalam kesegeran fajar musim semi. Ia melihat bayang-bayang. Di
tepian sungai melihat suatu zat yang berkilauan yang menyebut diri sebagai Vohu Manah
(iktikad baik), yang kemudian membawanya kehadapan Tuhan Ahura Mazda serta lima
bentuk yang bersinar. Dihadapan mereka, Zoroaster tidak melihat bayangan dirinya karena
mereka memancarkan cahaya yang terang benderang. Saat itulah Zoroaster menerima
wahyu.11
Setelah menerima wahyu yang pertama, Zarathushtra mulai menyebarkan ajarannya.
Selama sepuluh tahun dia berdakwah hanya berhasil mendapatkan satu pengikut saja, itu pun

8
Uflat Aziz-us-Samad, The Great Religions of the World (terjemah), hlm. 73
9
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, hlm. 269-270
10
Menurut sebagian sumber yang lain, menyebut nama istri Zarathushtra dengan nama Havivi.
11
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, hlm. 270
saudara sepupunya sendiri yang bernama Maidhyoimanha. Hal itu adalah wajar karena setiap
agama baru pasti akan selalu mendapat tantangan dari masyarakat. Pada tahun kedua belas
setelah pengangkatannya menjadi nabi, Zarathushtra pergi meninggalkan kampung
kelahirannya karena mendapatkan banyak penentang. Dia pergi kearah timur hingga akhirnya
sampailah di Bactria yang diperintah oleh raja bijaksana bernama Vishtaspa.
Raja Vishtaspa menerima Zarathushtra denga ramah, dan dia menyatakan dirinya lebih
condong kepada ajarannya dan pada akhirnya dia mengikuti ajarannya dan menjadikannya
sebagai agama resmi kerajaan. Rakyat pun mengikuti rajanya menjadi pemeluk ajaran
Zoroaster dan saat itulah agama Zoroaster menjadi agama Iran.
Setelah 47 tahun dengan usaha yang tekun menegakkan kebenaran, Nabi Besar Iran ini
wafat dalam usia 77 tahun. Beliau hidup dalam kesetiaan yang tak terbagi dan kebaktian
kepada Tuhan yang bijaksana dan benar. Beliau adalah seorang yang penuh kesalehan, dan
agamanya tidak bernafaskan lain kecuali kasih kepada yang menderita dan cinta kepada
kebenaran.12
Perkembangan Agama Zoroaster setelah wafatnya Zarathushtra.
Setelah wafatnya Zarathushtra, agama Zoroaster mengalami pasang surut. Dua ratus tahun
setelah kematiannya, agama Zoroaster mengalami kemajuan yang lumayan dan mendapatkan
banyak pengikut. Setelah Persia dikuasai oleh Alexander yang Agung –yang menyebarkan
Helenisme—maka agama ini menjadi redup kembali. Namun, pada masa Dinasti Sassanid13
tepatnya dibawah pemerintahan Khusraw agama ini bahkan ditetapkan sebagai agama resmi
Persia. Pada masa itu pula ajaran yang pernah diajarkan oleh Zarathushtra mulai ditulis.
Bahasa yang dipakai adalah bahasa Persia Menengah yang juga disebut dengan bahasa
Pahlawi. Dari buku-buku itulah ajaran Zoroaster sekarang bisa diketahui.
Perkembangan Islam pada abad ke-7 masehi sampai juga ke Persia. Penaklukan Persia
oleh agama Islam terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Perkembangan dakwah
Islam yang meluas dengan cepat, serta adanya penaklukan tersebut membuat agama Zoroaster
kehilangan pengaruh dan pengikut. Banyak orang Iran yang berbondong-bondong beralih ke
agama yang baru ini. Dalam perkembangan berikutnya, penduduk Iran kini mayoritas justru
memeluk agama Islam, terutama aliran Syiah. Di Iran sekarang pengikut agama Zoroaster ini
mungkin tinggal beberapa ribu orang saja. Tidak banyak pengaruh agama Zoroaster yang
berkembang di luar Iran. Meski demikian, cukup banyak pula orang yang membaca dan
terinsipirasi oleh ajaran-ajaran Zarathushtra. Salah satunya adalah filsuf besar Jerman abad
ke-19 yang sering dianggap sebagai salah satu penggagas postmodernisme, yaitu Friedrich
Nietzsche (1844-1900). Ia menulis sebuah buku berjudul Also Sprach Zarathushtra, yang
berarti Demikian Sabda Zarathushtra. Meski demikian, di zaman sekarang ini sudah tidak
banyak orang yang mengenal Zoroaster dan ajarannya. Walaupun dimasa lampau agama ini
pernnah mencapai kejayaannya, tapi sekarang semakin surut seiring dengan waktu. Tidak
mustahil di masa akan datang, agama ini akan semakin langka, bahkan kemudian punah.14
Statistik penduduk tidak menyebutkan berapa banyak pemeluk agama Zoroaster sekarang,
tetapi angka-angka yang ada pada pemeluknya menyatakan bahwa pada tahun 1976 terdapat
sejumlah 129.000 pemeluk agama tersebut diseluruh dunia; 82.000 di India, 5.000 di
Pakistan, 500 di Ceylon, 25.000 di Iran, 19.000 diantaranya tinggal di Teheran, 3.000 masing-
masing tinggal di Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat, serta 200 orang di Australia. Ada
12
Uflat Aziz-us-Samad, The Great Religions of the World (terjemah), hlm. 76
13
Ada yang menyebutnya sebagai Dinasti Sasanian
14
Mohammad Zazuli, 6o Tokoh Dunia Sepanjang Masa, (Yogyakarta: Narasi, 2009), hlm. 30
juga kelompok-kelompok kecil yang tinggal di Hongkong dan Singapura. Dalam dasawarsa
tahun enam puluhan dan tujuh puluhan, orang-orang Zoroaster beberapa kali mengadakan
pertemuan berupa simposium dan kongres tingkat Internasional.15

C. Kitab Suci Agama Zoroaster


Dalam berbagai literatur menyebutkan bahwa kitab suci agama Zoroaster adalah
Zend Avesta. Kitab tersebut memiliki tiga bagian:
a. Gathas, “nyanyian” atau “ode” yang secara umum dan tepat dinisbatkan kepada
Zoroaster sendiri.
b. Yashts atau hymne korban yang ditujukan kepada berbagai macam dewa, dan
c. Vendidat atau Videvdat yang berisi aturan melawan setan, berupa sebuah risalah
yang terutama menyangkut ketidakmurnian ibadah dan prinsip dualisme yang
diperkenalkan oleh Zoroaster dan diuraikan sangat panjang dalam bidang kehidupan
praktis.16

D. Ajaran-Ajaran Agama Zoroaster


Misi utama dari ajaran Zoroaster ada tiga hal, yakni hoomta, hookhia, dan huvereshta,
yakni pikiran yang suci, kata-kata yang suci, dan tingkah laku yang suci. Yang paling utama
dari ketiga hal itu adalah perbuatan baik.17 Sehingga dalam ajaran agama Zoroaster sebagian
besar ajarannya berkenaan dengan etika. Misi ini dilatarbelakangi karena masyarakat Persia
saat itu (pada saat kelahiran Zarathushtra) sudah meninggalkan ajaran-ajaran yang diajarkan
oleh nabi-nabi Persia terdahulu.
a. Manusia
Manusia pada asalnya adalah wujud gaib, dan rohnya dalam bentuk Fravashi atau
Fravahr, ada sebalum jasmaninya. Baik jasad maupun rohnya merupakan ciptaan
Ohmardz, dan rohnya tidak bersifat abadi. Manusia adalah miliki Tuhan dan kepada-
Nya dia akan kembali.
Konsep mengenai manusia ditemukan didalam “Kitab Nasihat Zaratusht” yang
merupakan ringkasan ajaran Zoroaster. Ajaran dalam kitab tersebut bersifat
katekismus.18 Pertanyaan-pertanyaan dalam teks ini berkisar tentang: “Siapa saya?
Saya milik siapa? Dari mana asal saya? dan Kenapa saya kembali?
Teks tersebut juga menunjukkan peran manusia di dunia, yaitu bekerja sama dengan
alam serta menjalani kehidupan yang saleh dengan pikiran , perkataan, dan perbuatan
yang baik.19
Ashu zarathushtra percaya bahwa kita harus berpikir untuk kepentingan semua
manusia, bekerja untuk bangsa dan menjalani kehidupan berdasarkan agamanya. Oleh
karena itu, peperangan baik bertujuan memperluas wilayah atau untuk menyebarkan
agama adalah tidak etis dan setiap umat Zoroaster harus memikirkan perdamaian

15
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, hlm. 270
16
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, hlm. 270-271
17
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, hlm. 281
18
Katekismus adalah manual doktrin dalam bentuk tanya-jawab untuk dihafalkan, diambil dari wikipedia.com
19
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, hlm. 272
dunia.20 Setiap orang hendaknya menyebarkan kebaikan dan persatuan dengan
mengikuti Asha sehingga kalimat persahabatan akan muncul dengan hal itu.
Konsep kebahagiaan manusia menurut ajaran Zarathushtra adalah ketika seeorang
membuat orang lain bahagia.21 Zoroaster juga menetapkan sebagai hak asasi manusia
bahwa semua manusia itu sederajat. Manusia tidak dibedakan berdasarkan
kebangsaannya, warna kulitnya, bahasanya, agamanya, dan keyakinan yang mereka
punya. Berdasarkan aturan Asha, hanya pikian baik, perkataan baik, dan perbuatan
baik yang menjadi faktor keunggulan. Ashu Zarathushtra bercaya bahwa Tuhan telah
memberikan kebijaksanaan dan hati nurani kepada semua manusia.

b. Etika
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa ajaran agama Zoroaster sebagian besar
berkenaan dengan hal etika. Agama Zoroaster mengajarkan kejujuran, yaitu
mengangap baik pada hal yang baik dan buruk untuk hal yang buruk. Agama Zoroaster
memiliki ungkapan tentang moralitas bagi mereka, yaitu humat, hukht, dan huvarsht.
Tiga hal itu berarti pikiran baik, perkataan baik, dan perbuatan baik.
Agama Zoroaster juga menekankan kepada kesembangan antara hidup di dunia dan
di akhirat. Kehidupan asketik yang mementingkan masalah akhirat dengan
meninggalkan kenikmatan dunia dan kehidupan yang mementingkan kenikmatan
dunia dengan melupakan masalah akhirat harus dihindari semua. 22
Umat agama Zoroaster beranggapan bahwa kehidupan ini bukan merupakan tempat
pengasingan di suatu lembah yang pernuh air mata tetapi suatu keadaan yang
memuaskan dan menyenangkan.
Agama Zoroaster juga mengajarkan etika manusia kepada lingkungan. Hukum Asha
mengharapkan bahwa manusia harus bertanggungjawab atas alam semesta dan apa
yang terjadi didalamnya. Seseorang hendaknya menahan diri dari merusak sumber
material dan spiritual di dunia. Dengan penerapan pikiran baik seseorang –yang telah
diberikan dengan kuat dalam agama ini- terjaganya lingkungan akan terwujud. Setiap
Zarthosti harus menjaga lingkungannya dan empat elemen (air, api, tanah, dan udara).
Mengotori empat elemen ini atau menyalahgunakannya merupakan kejahatan menurut
agama ini.

c. Eskatologi (Hari Kebangkitan)


Agama Zoroaster juga menngenal konsep hari berbangkit. Dalam pemahaman
Zoroastrianisme, setiap orang akan mengalami penghakiman setelah meninggal. Penganut
Zoroaster meyakini bahwa ketika seseorang meninggal, ia harus dapat membuktikan dirinya
telah melakukan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan. Mereka percaya setiap roh
manusia yang telah meninggal harus melewati Jembatan Cinvat yaitu jembatan yang menuju
ke sorga. Jiwa manusia sesudah meninggal akan tetap tinggal selama tiga hari di dalam
tubuhnya dan baru pada hari ke empat dibawa menuju penghakiman di Jembatan Cinvat.

20
A Quick at The Religion of Ashu Zarathushtra, 8
21
A Quick at The Religion of Ashu Zarathushtra, 9
22
H. Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, hlm. 281
Semakin banyak kebaikan yang dibuat seseorang maka akan semakin lebarlah jembatan itu
dan sebaliknya, semakin besar kejahatannya maka semakin sempitlah jembatan itu hingga
rohnya tidak dapat melewatinya dan jatuh dari Jembatan Cinvat. Di bawah jembatan inilah
terdapat neraka yang penuh api, sebuah tempat yang suram dan penuh kesedihan.
Konsep surga adalah keadaan yang kembali kepada kehidupan dunia sebelum Ahriman.
Surga seperti tempat reuni keluarga besar dan kehidupan di dalamnya merupakan
penyempurnaan alami dari kehidupan di dunia serta kenikmatan yang abadi dengan tidak lagi
memiliki nafsu makan dan merupakan tempat roh memuji Ahura Mazda. 

d. Peribadatan
Dalam salah satu butir teks “Beberapa perkataan Adhurbadh bin Mahraspand”
disebutkan: “Pergilah ke kuil api tiga kali sehari dan bacalah doa pada api”. Kelanjutan
ayat tersebut mengatakan bahwa siapa yang paling sering pergi ke kuil api dan
mambaca doa pada api akan menerima banyak barang duniawi dan kesucian.
Waktu beribadat orang Iran zama dulu adalah saat matahari terbit, ketika tengah
hari, dan ketika matahari terbenam. Zoroaster tampaknya memeberikan dua tambahan
lagi sehingga dia mewajibkan kepada para pengikutnya untuk beribdat lima kali sehari.
Tambahan pertama waktu setengah siang seperti waktu ashar di dalam agama Islam.
Waktu kedua adalah waktu tengah malam yang tenggang waktunya sampai saat terbit
matahari. Sembahyang dalam lima waktu merupakan kewajiban yang mengikat bagi
para pemeluk agama Zoroaster, sebagai pengabdian wajibnya pada Tuhan, dan senjata
dalam bertarung melawan keajahatan.

e. Akidah
Mengenai konsep ketuhanan, agama Zoroaster nampaknya merupakan agama yang
unik dan rumit. Karena paham teologi agama Zoroaster adalah monoteisme dualistis.
Menurut Zarathushtra, sebenarnya hanya da satu Tuhan yang sejati. Namun, kekuatan
yang menggerakan dunia ini lalu terbagi dalam dua polaritas, yaitu kekuatan terang
yang disebut Ormudz atau Ahura Mazda dan kekuatan gelap yang disebut Ahriman
atau Angra Mainyu. Kedua kekuatan ini terus-menerus beratrung dan bergulat untuk
mendapatkan kemenangan serta kontrol atas manusia. Setiap orang bebas memilih dan
memihak salah satu dari kekuatan itu.
Sebagaimana disebutkan diawal bahwa meski sebagian ada yang berpendapat
bahwa penganut zoroaster menyembah api, ada juga yang berpendapat bahwa api
disini hanya berfungsi seperti ka’bah dalam agama Islam. Sedangkan pada hakikatnya
mereka menyembah Ahura Mazda. Zarathushtra menjelaskan kata ahuramazda
tersusun dari kata ahura yang berarti memberi kehidupan, maz yang berarti agung, dan
da yang berasal dari kata knowledge. Sehingga dalam sudut pandang ini, Tuhan berarti
Pencipta yang Mahaagung dan Mahabijaksana.
Meski pada dasarnya, agama Zoroaster mengajarkan untuk beriman kepada satu
Tuham. Namun ternyata didalam agama ini masih juga terdapat dewa-dewa. Maka,
sebagian orang berpendapat bahwa posisi dewa dalam agama Zoroaster itu seperti
malaikat didalam agama Islam.
Hal itu dapat juga diartikan sebagai pertentangan abadi antara kekuatan kebaikan
dan keburukan selama manusia masih hidup di dunia. Kadang salah satu menang atas
yang lain, namun Zarathushtra yakin bahwa dalam jangka panjang kekuatan baik akan
mampu mengalahkan kekuatan jahat atau gelap.23
Agama Zoroaster memiliki sembilan prinsip dasar dalam beragama, yaitu:
1. Percaya kepada Ahuramazda sebagai satu-satunya Tuhan.
2. Percaya kepada ramalan-ramalan Ashu Zarathushtra.
3. Percaya kepada dunia spiritual dan kekekalan jiwa.
4. Percaya kepada hukum asha (kebenaran, kemurnian, dan cinta)
5. Percaya kepada kesetaraan manusia.
6. Percaya kepada 7 langkah teosopi Zarthosti
Tujuh langkah teosopi ini hendaknya dilalui oleh setiap Zarthosti agar dia
mampu menjadi Spentaman.
7. Memiliki kemurnian hati dan membantu orang miskin
8. Percaya kepada kesucian empat elemen alami (air, udara, tanah, api) dan
mencoba untuk menjaga kebersihan alam.
9. Percaya kepada Farskhad (kemajuan dan inovasi).
Dalam hal akidah, agama Zoroaster banyak memiliki kemiripan dengan agama-
agama semantik lainnya. Persamaan pemahaman dalam Zoroaster tersebut antara lain
mengenai manusia pertama, bahtera Nabi Nuh, dll.

E. Ritual Agama Zoroaster


Tempat ibadah agama Zoroaster adalah kuil (kuil api) yang umumnya berbentuk kotak, di
dalam kuil api di biarkan terus menyala sebagai perlambang kehadiran dewa-dewa juga
sebagai lambang kesucian. Tidak harus pergi ke kuil jika ingin melakukan ritual ibadah,
terkadang mereka berdoa di tempat luar seperti sungai-sungai, gunung, ladang dan rumah
masing-masing. Melakukan upacara-upacara khusus, seperti upacara penandaan
atau Navjot (Kelahiran Baru)
Agama Zoroaster memiliki ritual yang unik berkenaan dengan kematian. Mayat yang
dianggap badannya tidak suci harus dihancurkan secepat mungkin, ia tidak boleh disentuh
oleh 4 elemen suci, kemudian diletakkan pada suatu tempat yang disebut Menara Kesunyian
yang menghadap matahari.
Zoroastrianisme tidak mengizinkan penguburan dan pembakaran tubuh orang yang telah
meninggal karena dianggap akan menodai air, udara, bumi dan api. Mereka
menyelenggarakan ritus kematian dengan menempatkan mayat di atas Dakhma atau Menara
Ketenangan (Tower of Silence). Di sana terdapat pembagian tempat yang jelas bagi kaum
laki-laki, perempuan dan anak-anak. Adapun tahap-tahap yang dilakukan saat upacara
kematian adalah sebagai berikut:

23
Mohammad Zazuli, 6o Tokoh Dunia Sepanjang Masa, hlm. 29
1. Mayat dibiarkan di dalam sebuah ruangan di rumah selama tiga hari sebelum dibawa ke
Dakhma, tempat untuk melaksanakan upacara kematian.Sesudah itu, mayat lalu dibawa ke
Dakhma atau Menara Ketenangan.
2. Di sana mayat akan ditelanjangi dan ditidurkan di atas menara yang terbuka dan dibiarkan
agar dimakan oleh burung-burung.
3. Sisa-sisa tulang kemudian dibuang ke dalam sumur

DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku:

Ali, Mukti, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kallijaga Press, 1988

Bahri, Media Zainul, Satu Tuhan Banyak Agama, Jakarta: Mizan, 2011

A Quick at The Religion of Ashu Zarathushtra,

Aziz-us-Samad, Uflat, The Great Religions of the World (terjemah), Lahore: Ahmadiyya

Anjuman Ishaat-i-Islam, 1976

Zazuli, Mohammad, 6o Tokoh Dunia Sepanjang Masa, Yogyakarta: Narasi, 2009

Sumber internet:

Novita Nurul Aini, “Agama Zoroaster” artikel diakses pada 12 Mei 2014

http://belajaragamadunia.wordpress.com2013/05/19agama-zoroaster/

www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai