Bahan Beku Dan Mertamorf
Bahan Beku Dan Mertamorf
Pengertian Petrologi
Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan, baik keterdapatannya maupun cara
terbentuknya dipermukaan bumi yang mencakup mengenai cara terjadinya, komposisi, klasifikasi
batuan serta hubungannya dengan proses-proses dan sejarah geologinya.
Sedangkan petrogenesa adalah ilmu yang mempelajari tentang asal–usul batuan, sehingga dengan
demikian petrologi dapat lebih diperjelas lagi sebagai ilmu batuan yang secara luas meliputi
petrografi dan petrogenesa.
Adapun petrografi adalah merupakan cara tentang pendeskripsian batuan berdasarkan tekstur,
mineralogi dan susunan kimia dengan bantuan mikroskop. Dengan demikian petrologi merupakan
ilmu batuan secara luas meliputi petrografi dan petrogenesa.
Batuan adalah bagian dari kerak bumi sebagai agregat mineral-mineral yang membangun bumi.
Pengetahuan tentang batuan sangat penting dalam mempelajari cabang-cabang geologi yang lain.
Kerak bumi bersifat dinamis dan merupakan tempat berlangsungnya proses pembentukan batuan.
Karena sifatnya yang dinamis tersebutlah banyak proses-proses lain yang mempengaruhi batuan
tersebut sehingga suatu batuan dapat berubah menjadi batuan lain atau merupakan suatu siklus yang
berkesinambungan yang prosesnya masih berlangsung hingga sampai saat ini.
Semua batuan yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan. Penyebab pelapukan
tersebut ada 3 macam:
1. Pelapukan secara fisika: perubahan suhu panas ke dingin dan sebaliknya akan berpengaruh
terhadap batuan. Hujan dapat membuat rekahan-rekahan di batuan menjadi berkembang sehingga
membuat batuan pecah menjadi partikel yang lebih kecil.
2. Pelapukan secara kimia: Bahkan air pun dapat bereaksi melarutan beberapa jenis batuan. Udara
yang terpolusi dapat menyebabkan “hujan asam” yang dapat menyebabkan pelapukan batuan secara
kimiawi.
3. Pelapukan secara biologi: Pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman. Akar-akar
dapat menyebabkan timbulnya rekahan-rekahan di batuan dan lama kelamaan batuan akan terpecah
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.
1.2. Maksud dan Tujuan
Petrologi merupakan suatu ilmu pengetahuan geologi, diberikan kepada praktikan dengan maksud
praktikan dapat gambaran tentang proses-proses pembatuan yang terjadi di dalam maupun
dipermukaan bumi. Adapun tujuan mempelajari petrologi ini adalah, antara lain :
• Dapat mengenal berbagai jenis batuan
• Mengetahui tekstur dan struktur dari suatu batuan
• Mengetahui komposisi mineral yang terkandung dalam suatu batuan, serta dapat mendeskripsikan
mineral-mineral yang terkandung tersebut
• Mengetahui nama batuannya dan dapat menafsirkan genesanya
BAB II
BATUAN BEKU
Bitoenit
Piroksen
Labradorit
Amfibol
Andesin
Biotit Oligoklas
Albit
K-Felspar
Muskopit
Kuarsa Ultramafik
Basa
Intermedier
Asam
Gambar 2.1. Seri Reaksi Bowen dan Jenis Batuan Beku yang Terbentuk
• Assimilasi
Evolusi magma dapat juga dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dengan batuan sekitarnya (Wall Rock). Jika
magma yang menerobos kepermukaan yang temperature temperaturnya lebih tinggi daripada batuan
sekitarnya sehhingga akan mempengaruhi komposisi magma tersebut, sering terjadi terutama pada
magma plutonik karena letaknya yang jauh dari permukaan bumi.
• Proses Pencampuran
Proses Pencampuran terjadi antara dua batuan yang terbentuknya ditempat yang berbeda, seperti
batuan vulkanik dan batuan intrusi dangkal dapatjuga dihasilkan dari campuran sebagian kristalisasi,
yaitu kristalisasi magma. Contohnya adalah batuan Basalt, Andesit, dan Rhyolit di kolorado
dihasilkan dari pergantian erupsi yang cepat dari suatu lubang erupsi.
• Pembekuan magma
Mineral-mineral yang pertama terbentuk dari magma biasanya mineral yang anhydrous, pada
temperatur tinggi yang hanya mengandung sedikit bahan-bahan atau unsure volatile. Mineral-
mineral semacam ini disebut minera-mineral pyrogenetik. Setelah pembentukan mineral-mineral
tersebut maka sisa magma akan relatif kaya akan bahan-bahan volatile dan selanjutnya terbentuklah
hidroksil. Mineral seperti amphibol dan mika yang disebut hydratogenetik.
2. Mineral mafik (mineral eromagnesia dengan warna gelap dan densitas rata- rata 3,0-3,6) yaitu :
• Kelompok olivine terdiri dari fayalite dan forsterite.
• Kelompok piroksen terdiri dari enstatit, hiperstein, augite, pigeonit, diopsid.
• Kelompok mika terdiri dari biotit muscovite plogopite.
• Kelompok ampibol terdiri dari anthofilit, cumingtonit, hornblende, rieberkit, tremolit, aktinolit,
gluacofan.
b. Afanitik, bila batuan mempunyai ukuran butir halus hingga tidak bisa dibedakan dengan mata
kasar.
Nama batuannya:
- ukuran fanerik
• jika orthoklas > plagioklas, nama batuannya adalah granit
• jika orthoklas < plagioklas, nama batuannya adalah granodiorit.
- ukuran afanitik
• jika orthoklas > plagioklas, nama batuannya adalah ryolit
• jika orthoklas < plagioklas, nama batuannya adalah dasit
Nama batuannya:
• jika ukuran butirnya fanerik, maka nama batuannya adalah gabro
• jika ukuran butirnya afaniatik, maka nama batuannya adalah basalt
• jika terdapat tekstur khusus, maka nama batuannya adalah diabasik
2.7.4. Tahap Penamaan Batuan Beku Ultra Basa.
Cirri-cirinya:
• kandungan SiO2 <45%
• pembentuk batuannya adalah olivine, piroksin dan serpentin.
Nama batuannya:
• jika yang dominan olivine, maka nama batuannya adalah dunit
• jika yang dominan piroksin, maka nama batuannya adalah piroksinit
• jika yang dominan serpentin, maka nama batuannya adalah serpentinit
• jika yang dominan piroksin dan olivin, maka nama batuannya adalah peridotit
BAB III
BATUAN METAMORF
Batuan beku dan batuan sedimen terbentuk sebagai akibat adanya proses kimia fisika dan atau proses
biologis pada kondisi permukaan maupun kondisi dalam bumi. Karena bumi merupakan suatu sistem
yang dinamik, setelah terbentuk batuan dapat mengalami suatu kondisi baru yang dapat
megakibatkan perubahan tekstur, struktur maupun komposisi mineral.
Jika perubahan ini terjadi pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu diatas kondisi terjadinya
diagenesis dan dibawah kondisi terjadinya pelelehan maka perubahan tersebut dikenal sebagai
metamorfosa.
Ciri utama metamorfosa ini adalah perubahan tersebut terjadi saat batuan tetap pada kondisi padat
sedangkan kondisi kimianya terletak dibawah zona pelapukan dan sementasi (Ehlers & Blatt, 1982).
Menurut Bucher dan Frey (1994), metamorfosa merupakan suatu proses yang mengakibatkan
perubahan komposisi mineral dan atau struktur dan atau komposisi kimia batuan.
Perubahan tersebut disebabkan oleh kondisi fisik dan atau kimia yang berbeda dengan yang
umumnya terjadi pada zona pelapukan, sementasi dan diagenesis. Perubahan temperatur dapat
terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi
magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya
gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan.
Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 ± 500 C yang
ditandai dengan munculnya mineral-mineral mg-carpholite, glaucophane, lawsonite, paragonite,
prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadinya
pelelehan adalah berkisar 6500 – 11000 C, tergantung jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai peranan
yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon
dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai
katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan penyetimbangan mekanis. Oleh (Huang,
1962).
Batuan metamorf dibagikan menjadi tiga kategori berdasarkan pada wujudnya di lapangan : batuan
metamorf senduh, batuan metamorf dinamik, batuan metamorf rantau. Kawasan batuan metamorf
rantau telah dibagi menjadi tiga kategori bergantung kepada kedudukan tektonik sejagat, yaitu
kawasan perisai Pracambria, jaluran orogeni Fanerozoik, dan dasar lautan.
Kajian terhadap batuan yang dilaut dari dasar lautan, dan baru-baru ini pula dalam proyek
pengeboran laut dalam menunjukkan kehadiran batuan metamorf, kebanyakan adalah batuan beku
dan batuan metamorf. Bataun dari dasar lautan adalah muda secara perbandingan geologinya, yang
paling tua dijumpai berasal dari zaman Jura.
Batuan berkomposisi kegranitan hampir tidak dijumpai dari dasar lautan dan ini sangat berlawanan
dengan kelimpahan dan pentingnya batuan ini di kawaasan perisai dan jaluran orogeni. Komposisi
batuan dasar lautan, dan struktur serta metamorfismenya, dapat dijelaskan dengan melihat dari
sudut pertumbuhannya melalui penghamparan dari pematangan tengah laut.
Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk
magma yang kemudian mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru
lagi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu metamorfosa lokal dan metamorfosa regional.
Metamorfosa ini terjadi pada kulit bumi bagian dalam, dimana faktor yang berpengaruh adalah
temperatur dan tekanan yang sangat tinggi akibat dari adanya proses orogenesa dan sebarannya
sangat luas.
2. Metamorfosa beban / burial.
Istilah ini diberikan oleh Combs (1961). Tetapi terjadi pada daerah geosinklin (cekungan sedimentasi
yang dasarnya terus menurun), sehingga akibat adanya pembebanan sedimen yang tebal dibagian
atas maka lapisan sedimen yang berada dibawah cekungan akan mengalami proses metamorfosa.
4. Struktur Phyllitic
Struktur ini hampir mirip dengan slaty cleavage, hanya mineralnya dan kesan kesejajarannya sudah
mulai agak kasar, terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih
dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)
1. Struktur Hornfelsik
Dicirikan oleh adanya butiran-butitan mineral yang seragam. Terbentuk akibat adanya metamorfosa
thermal dan yang dibentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan
umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk).
Gambar. 3.7. Struktur-struktur pada batuan metamorf
2. Struktur Kataklastik
Struktur kataklastik adalah struktur yang berkembang oleh adanya penghancuran terhadap batuan
asal yang mengalami metamorfosa dinamo. Terbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral
berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi
akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).
3. Struktur Milonitik
Struktur ini hampir sama dengan struktur pilonitik, hanya butirannya lebih halus lagi, serta
dibedakan oleh adanya liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel, dimana struktur ini
dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Ciri struktur ini adalah
mineralnya berbutir halus menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer. Batuannya disebut mylonite (milonit).
4. Struktur Pilonitik
Struktur ini menyerupai milonit tetapi butirannya lebih kasar dan strukturnya mendekati tipe
struktur pada filit (pilonit = filit – milonit) tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri-ciri
lainnya adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini. Batuannya
disebut phyllonite (filonit)
5. Struktur Flaser
Seperti struktur kataklastik dimana struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada massa
dasar milonit.
6. Struktur Augen
Seperti struktur falser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam massa dasar yang
lebih halus.
7. Struktur Granulose
Struktur ini hampir sama dengan struktur hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran yang
tidak sama besar.
8. Struktur Liniasi
Adalah struktur yang diperlihatkan oleh kumpulan mineral yang berbentuk seperti jarum (fibrous).
Struktur skistosa, Gnessic, Milonitik, Slaty cleavage dan struktur Phyllitic Struktur hornfelsik
kataklastik, milonitik, pilonitik, augen, granulose dan struktur liniasi.
1. Relict/Palimset/Sisa
Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan
asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut. Awalan blasto
digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini.
Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan beku asalnya
masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan metabeku atau
metasedimen. Dibedakan atas :
• Blastopsefitik, tekstur dengan ukuran butir lebih besar dari pasir(gravel).
• Blastopsemit, tekstur dengan ukuran butir pasir
• .Bastopelitik, tekstur dengan ukuran butir lempung.
• Blastoporfiritik, tekstur sisa dari batuan asal yang porfiritik.
2. Kristaloblastik
Tekstur kristloblastik adalah merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab adanya
proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga
tekstur asalnya tidak tampak.
Penamaan pada tekstur ini dengan menggunakan akhiran blastik dapat dibedakan atas, sebagai
berikut ini :
• Lapidoblastik, terdiri dari mineral-mineral tabular/pipih yang relatif terorientasi, seperti mineral
mika group (muskovit, biotit).
• Nematoblastik, terdiri dari mineral-mineral prismatik yang relatif terorientasi, seperti mineral
plagioklas, K-felspar, piroksin.
• Granoblastik, terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional) yang relatif terorientasi,
seperti mineral kwarsa. Biasanya memperlihatkan batas-batas sutura (tidak teratur) dengan bentuk
mineral yang anhedral.
• Porfiriblastik, tekstur yang memperlihatkan beberapa mineral dengan ukuran yang lebih besar
dikelilingi oleh mineral yang lebih kecil.
Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku. Berdasarkan bentuk
kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
• Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral
• Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.
Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya yang umumnya
akan tampak pada pengamatan petrografi, yaitu:
• Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut sering
disebut sebagai porphyroblastis.
• Poikiloblastik/Sieve Texture mrupakan tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak
melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
• Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar material yang
berasal dari kirstal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).
• Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan
keteraturan orientasi.
• Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut bertekstur homeoblastik,
sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut bertekstur heteroblastik.
• Tekstur heteroblastik, bila batuan metamorf mempunyai lebih dari satu tekstur, seperti
lepidoblastik dan granuloblastik.
• Tekstur homeoblastik, bila batuan metamorf hanya mempunyai satu tekstur saja.
Gambar. 3.8. Tekstur pada batuan metamorf
1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa, felspar,
muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.
2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti kuarsa,
muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.
3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit, kordierit,
epidot dan klorit.
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan menjadi
secretionary growth, concentrionary growth dan replacement (Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970).
Secretionary growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada
batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut. Concentrionary growth adalah
proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang pertumbuhan.
Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh mineral baru.
Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan yang
lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970).
Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang
tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang
lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan euhedral.
Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf (Huang,
1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress mineral.
Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat.
seperti sekis.
1. Mineral Stress
Mineral stress adalah suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan (tahan terhadap tekanan) ,
dimana mineral dapat terbentuk pipih / tabular, prismatik, maka mineral tersebut akan tumbuh
tegak lurus terhadap arah gaya / stress.
Selain mineral stress dan mineral antistress ada juga mineral yang khas dijumpai pada batuan
metamorf, antara lain :
Keterangan :
(1) mineral khas dari metamorfosa regional
(2) mineral yang khas dari metamorfosa thermal
(3) mineral yang khas yang dihasilkan oleh efek larutan kimia.
Dan dalam facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan, dimana
semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin berfoliasi dan
mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar. Berikut ini merupakan batuan-
batuan metamaorf, yaitu :
1. Slate
Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen Shale atau
Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty
cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained).
Gambar. 3.10. Batuan Slate
2. Filit
• Asal : Metamorfisme Shale
• Warna : Merah, kehijauan
• Ukuran butir : Halus
• Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)
• Komposisi : Mika, kuarsa, klorit
• Derajat M : Rendah – Intermediate
Gambar. 3.11. Batuan Filit
Merupakan batuan yang terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate. Ciri khasnya
adalah membelah mengikuti permukaan gelombang.
3. Gneiss
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan
tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar,
mika dan amphibole dengan ciri khas adalah kwarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan
lapisan tipis kaya amphibole dan mika.
Gambar. 3.12. Batuan Gneiss
• Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit
• Warna : Abu-abu
• Ukuran butir : Medium – Coarse grained
• Struktur : Foliated (Gneissic)
• Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika
• Derajat metamorfisme : Tinggi
4. Sekis
Asal : Metamorfisme siltstone, shale, dan basalt
Warna : Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir : Fine – Medium Coarse
Struktur : Foliated (Schistose)
Komposisi : Mika, grafit, hornblende
Derajat M : Intermediate – Tinggi
Gambar. 3.13. Batuan Sekis
Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan
dengan kristal yang mengkilap. Ciri khas batuan ini adalah foliasi yang kadang bergelombang,
terkadang terdapat kristal garnet
5. Marmer
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami perubahan dan
rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan
tanpa foliasi.
Gambar. 3.14. Batuan Marmer
6. Kuarsit
- Asal : Metamorfisme sandstone ( - Warna : Abu-abu, kekuningan, c cokelat dan merah
- Ukuran butir : Medium coarse
- Struktur : Non foliasi
- Derajat. M : Intermediate – tinggi
Gambar. 3.15. Batuan Kwarsit
Adalah suatu batuan metamorf yang keras dan kuat (lebih keras dibanding glas). Terbentuk ketika
batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir
bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami rekristalisasi,dan biasanya tekstur
dan struktur asal pada batupasir
terhapus oleh proses metamorfosis .
7. Milonit
Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis mineral-mineral
pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih
halus dan dapat dibelah seperti schistose.
Gambar. 3.16. Batuan Milonit
8. Hornfels
Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur dan intrusi
beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat
padat tanpa foliasi, warnanya abu-abu, biru kehitaman, hitam dengan ukuran butir yang fine grained
dan ciri khasnya lebih keras dari glas dan tekstur merata.
9. Serpentinit
Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini dibentuk
oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses metamorfosis
temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic
teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit.
Gambar. 3.18. Batuan Serpentinit
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Batuan Beku
• Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan, baik keterdapatannya maupun cara
terbentuknya dipermukaan bumi yang mencakup mengenai cara terjadinya, komposisi, klasifikasi
batuan serta hubungannya dengan proses-proses dan sejarah geologinya.
• Ukuran butir batuan beku adalah fanerik dan afaniatik.
• Secara individu bentuk butir mineral batuan beku adalah euhedral, subhedral dan anhedral
• Berdasarkan tempat pembentukan magma, maka batuan beku dibedakan atas dua yaitu :
Batuan beku vulkanik (ekstruksif), yaitu batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma yang
membeku di permukaan (di luar)
Batuan beku plutonik (intrusive), yaitu batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma yang
membeku di dalam.
• Klasifikasi batuan beku berdasarkan kimiawinya dapa dilihat dari kandungan SiO2-nya. Maka
batuan beku dapat diklasifikasikan atas :
Kandungan SiO2 > 60 % adalah batuan beku asam
Kandungan SiO2 52 - 60 % adalah batuan beku intermedier
Kandungan SiO2 45 – 52 % adalah batuan beku basa
Kandungan SiO2 < 45 % adalah batuan beku ultrabasa
• Struktur batuan beku adalah sebagai barikut massiv, xenolit, scoria, vesikuler dan amikdoloidal.
• Penamaan batuan beku dapat dilakukan berdasarkan tekstur dan komposisi mineral atau
(streckeisen, 1974) yang berdasarkan atas kehadiran mineral kwarsa, plagioklas dan orthoklas.
4.1.2. Batuan Metamorf
• Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan asal yang telah mengalami metamorfosa
• Berdasarkan atas proses pembentukannya batuan metamorf dibedakan menjadi:
Metamorfosa Regional (dominan tekanan)
Metamorfosa Beban (dominan tekanan)
Metamorfosa Termal (dominan temperatur)
Metamorfosa Kataklastik (dominan temperatur)
• Tekstur batuan metamorf adalah tekstur Kristaloblastik, Palimset dan tekstur lain seperti tekstur
Heteroblastik dan Homeoblastik.
• Struktur batuan metamorf adalah Foliasi dan Non-foliasi
• Bentuk individu batuan metamorf adalah Idioblastik, Hypioblastik dan Xenoblastik.
• Berdasarkan komposisi kimianya, maka batuan metamorf terbagi menjadi lima kelompok, yaitu
sebagai berikut.
Calcic Metamophic Rock
Contoh : batu sabak dan phylitic.
Quartz Feldpathic Rock
Contoh : gneiss.
Calcareous Metamorphic Rock
Contoh : marmer (batugamping termetamorfosakan secara kontak maupun regional).
Basic Metamorphic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, semi basa dan menengah. Serta tufa
atau batuan sedimen yang bersifat napalan dengan kandungan unsur-unsur K, Al, Fe, dan Mg.
Magnesian Metamorphic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur Mg. Contoh : serpentinit,
skiss, klorite.
http://harahapyahoo5555.blogspot.com/2010/01/laporan-petrologi-batuan-beku-dan_23.html