Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH


A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir
adalah berat bayi yang di timbang dalam 1 jam setelah lahir (Sembiring,
2017).
2. Etiologi
Menurut Sembiring (2017) penyebab terjadinya BBLR adalah
kelahiran premature. Faktor ibu yang lain adalah umut, paritas, dan lain-
lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda,
serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR
a. Faktor ibu
1) Penyakit: seperti malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH, dan
lain-lain
2) Komplikasi pada kehamilan: komplikasi yang terjasi pada
kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsi berat,
eklamsi, dan kelahiran preterm
3) Usia ibu dan paritas
b. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu
pecandu alkohol, dan ibu pengguna narkotika
c. Faktor janin
Premature, hidramion, kelahiran kembar/ganda (gemelly), kelainan
kromosom
d. Faktor lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran tinggi,
radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun
3. Klasifikasi Bayi Berat Lahir Rendah
Ada bebrapa cara dalam mengelompokkan Bayi Berat Lahir Rendah
menurut Yusdarlia (2013), yaitu:
a. Menurut harapan hidupnya:
1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram.
2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500
gram.
3) Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir < 1000
gram.
b. Menurut masa gestasinya:
1) Prematurias murni
Bayi lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau bisa disebut neonates kurang bulan sesuai masa
kehamilan atau biasa disebut neonates kurang bulan sesuai masa
kehamilan (MKB-SMK).
2) Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa kehamilan. Hal ini karena bayi mengalami gangguan
pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilannya.
4. Patofisiologi
Temperatur dalam kandungan 37oC sehingga bayi setelah lahir dalam
ruangan suhu temperatur ruangan 28-32 C. Perubahan temperatur ini perlu
diperhitungkan pada BBLR karena belum bisa mempertahankan suhu
normal yang disebabkan:
a. Pusat pengaturan suhu badan masih dalam perkembangan.
b. Intake cairan dan kalori kurang dari kebutuhan.
c. Cadangan energi sangat kurang.
d. Luas permukaan tubuh relatif luas sehingga resiko kehilangan panas
lebih besar.
e. Jaringan lemak subkutan lebih tipis sehingga kehilngan panas lebih
besar.
f. BBLR sering terjadi penurunan berat badan yang disebabkan malas
minum, pencernaan masih lemah.
g. BBLR rentang infeksi sehingga terjadi sindrom gawat nafas, hipotermi,
tidak stabil sirkulasi (edema), hipoglikemi, hipoleksemia,
hiperbilirubin. (Sudarti, 2014)
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis BBLR menurut Nurarif (2015) yaitu:
a. Sebelum bayi lahir
1) Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus dan lahir mati.
2) Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin
lebih lambat walaupun kehamilannya sudaj agak lanjut.
3) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang
seharusnya, sering dijumpai kehamilan dengan oligradramion
gravidarum atau perdarahan anterpartum.
4) Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
b. Setelah bayi lahir
1) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterin.
2) Bayi premature yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu.
3) Bayi small for date sama dengan bayi retardasi pertumbuhan
intrauterine.
4) Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya.
6. Penatalaksanaan
a. Pengaturan Suhu
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita hiptermia bila berada
dilingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh
permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan
berat badan kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan kekurangan
lemak coklat (broen fat). Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan
lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dalam keadaan istirahat
konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap
normal (Wiknjisastro, 2006).
Menurut Yusdarlia (2013), ada beberapa cara pencegahan panas pada
bayi berat lahir rendah antara lain:
1) Segera setelah lahir bayi dikeringkan dan dibedong dengan kain
yang kering.
2) Pemeriksaan kamar bersalin dilakukan dibawah radiat watmer (box
bayi hangat).
3) Topi dipakaikan untuk mencegah kehilangan panas melalui kulit
kepala.
4) Bila suhu bayi stabil, bayi dapat dirawat diboks terbuka dan
diselimuti.
b. Makanan bayi
Pada bayi BBLR refleks isap, telan, dan batuk belum sempurna,
kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutrama
lipase masih kurang disampingn itu kebutuhan protein 3-5 gram/hari
dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari), agar berat badan bertambah sebaik-
baiknya. Jumlah ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup
bulan. Pemberian minuman dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam
agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia
(Wiknjisastro, 2006).
c. Pencegahan infeksi
Infeski adalah masuknya bibit penyakiut atau kuman kedalam tubuh,
khusunya mikroba. Bayi berat lahir rendah sangat mudah terkena
infekai. Rentang terhadap infeksi ini disebabkan kadar imunoglobin
serum pada bayi BBLR masih rendah, dan sistem imun belum
sempurna. Maka dari itu fungsi perawatan disini adalah memberi
perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena
itu, bayi berat lahir rendah tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bnetuk apapun (Yusdarlia, 2013).
d. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berta badan harus dilakukan dengan ketat untuk mengetahui
perkembangan berat badan bayi seiap harinya (Yusdarlia, 2013).
e. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi BBLR,
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O 2 yang
diberikan sekitar 30-35%. Konsesntrasi O2 ynag tinggi dalam masa
yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi
yang dapat menimbulkan kebutaan (Yusdarlia, 2013).
f. Pengawasan jalan nafas
Bayi dengan berat badan lahir rendah, berisiko mengalami serangan
apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh
oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plesenta. Dalam
kondisi seperti ini dibutuhkan pemberian jalan nafas segera setelah
lahir (asirasi lendir), dibaringkan dalam posisi miring, merangsang
pernafasan atau menjepit tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan
pijitan jantung dan pemberian oksigen. Dengan tindakan ini dapat
dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian
bayi BBLR (Yusdarlia, 2013).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama keperawatan dimulai tahap
pengkajian yang mencakup pengumuplan data, analisa data, dan
interprestasi data tentang kondisi fisik, mental, dan sosial.
a. Identitas Pasien
Identitas terdiri dari nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin.
b. Identitas oramg tua meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama. Suku
atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan, pekerjaan, dan alamat).
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat antenatal
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus BBLR yaitu:
a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, gizi buruk,
merokok, ketergantungan obat-obatan atau penyakit diabetes
melitus, kardiovaskuler dan paru.
b) Kehamilan dengan resiko persalinan peterm misalnya kelahiran
multipe, kelainan kongenital, riwayat persalinan paterm.
2) Riwayat natalkomplikasi
Riwayat natakomplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan permasalahn pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji adalah:
a) Kala I : perdarahan antarpartum baik solusio plasenta
maupun plasenta previa.
b) Kala II : persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan
sistem pusat pernafasan.
3) Riwayat post natal
Adanya kelainan kongenital, anencephal, hirochepalus antetrecial
aesofagal.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, biasanya keadaannya lemah.
Keadaannya akan membaik bila menunjukan gerakan yang aktif
dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari
responnya terhadap rangsangan.
2) Tanda-tanda vital
Pada bayi dengan BBLR beresiko terjadinya hipotermi bila suhu
tubuh < 36oC dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh >
37oC. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5oC-37oC, nadi
normal antara 120-140 kali per menit, respirasi normal antara 40-60
kali/menit, sering pada bayi BBLR pernafasan belum teratur.
3) Kulit
Biasanya warna kulit tubuh merah, sedangkan ektremitas berwarna
biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
4) Kepala
Biasanya ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanaya
peningkatan tekanan intrakranial.
5) Mata
Biasanya warna konjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding konjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
6) Hidung
Biasanya terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
7) Mulut
Biasanya bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau
tidak.
8) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinganya, tidak ada
pembengkakan.
9) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonaus pendek.
10) Thoraks
Inspeksi : biasanya bentuk dada simetris, terdapat tarikan
intercostals.
Palpasi : biasanya premitus simetris kiri/kanan.
Perkusi : biasanya sonor.
Auskultasi : biasanya vesikuler, suara tambahan wheezing.
11) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis terlihat frekuensi jantung > 100
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba 1 jari di intercostal IV.
Perkusi : biasanya pekak
Auskultas : biasanya irama jantung tidak tepat.
12) Abdomen
Inspeksi : biasanya bentuk silindris, perut cekung.
Palpasi : biasanya hepar bayi terletak 1-2 cm di bawah arcus
coatae pada garis papila mamae, lien tidak teraba.
Perkusi : biasanya jarang dilakukan perkusi pada bayi.
Auskultasi
13) Umbilikus
Pada bayi BBLR tali pusat biasnya layu, perhatikan ada
pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
14) Genitalia
Pada bayi BBLR, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor.
15) Ektremitas
Biasanya warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulangatau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
e. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi BBLR gangguan absorbsi
gatrointestinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga
perlu diberikan cairan parental atau personde sesuai dengan kondisi
bayi untuk mencukupi keburtuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga
untuk mengkoreksi dehidrasi, asidoses metaboik, hipoglikemi
disamping untuk pemberian obat intravena.
2) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus dengan BBLR adalah ftrekuensi
dan jumlah BAK dan BAB.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot
pernafasan dan penurunan ekspansi paru.
b. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kegagalan
mempertahankan suhu tubuh.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis tidak
adekuat.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menerima nutrisi, imaturitas peristaltic
gastrointestinal.
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot
pernafasan dan penurunan ekspansi paru.
Tujuan Intervensi
- Klien menunjukan 1. Bersihkan jalan napas.
oksigen yang adekaut. 2. Posisikan untuk
- Kriteri hasil : jalan memaksimalkan ventilasi.
nafas tetap paten. 3. Lakukan tindakan suction.
4. Pertahankan suhu lingkungan.

b. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kegagalan


mempertahankan suhu tubuh, penurunan jaringan lemak subkutan.
Tujuan Intervensi
Mempertahankan suhu 1. Pantau suhu bayi baru lahir
tubuh. sampai stabil.
Kriteria hasil : suhu 2. Tempatkan bayi baru lahir pada
tubuh bayi tetap dalam inkubator atau bawah pemanas.
rentang normal. 3. Periksa suhu bayi dan unit
prmanasnya.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis tidak
adekuat.
Tujuan Intervensi
Menunjukan kontrol 1. Bersihkan lingkungan setelah
infeksi selama dalam diapakai pasien lain.
perawatan. 2. Anjurkan orang tua bayi untuk
Kriteria hasil : klien mencuci tangan sebelum dan
bebas dari tanda dan sesudah kontak dengan bayi.
gejala infeksi. 3. Gunakan sarung tangan dalam
setiap tindakan.
4. Pakai baju khusus ketika akan
masuk kontak dengan bayi.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan menerima nutrisi, imaturitas peristaltic
gastrointestinal.
Tujuan Intervensi
Mempertahankan 1. Observasi dan catat cairan yang
masukan nutrisi yang masuk dan keluar.
adekuat. 2. Ajarkan ke orang tua tentang
Kriteria hasil : asupan nutrisi yang adekuat.
Berat badan normal 3. Timbang BB setiap hari.
sesuai umur. 4. Kolaborasi untuk pemberian
obat antidiuretik.

4. Implemetasi
Menurut Tarwoto & Wartonah, 2010 implementasi merupakan
tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan
keperawatan mecakup tindakan mandi(independen) dan tindakan
kolaborasi. Bentuk implementasi keperawatan adalah sebagai berikut:
a. bentuk perawatan; pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru
atau mempertahankan masalah yang ada
b. pengajaran/pendidiakn kesehatan pada pasien utnuk membantu
menambah pengetahuan tentang kesehatan
c. konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien
d. konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga professional kesehatan
lainnya sebagai bentuk perawatan holistic
e. bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk
memecahkan masalah kesehatan
f. membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
5. Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhdapa asuhan keperawatan yang
diberikan
Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya
dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah
perlu dilakukan perubahan intervensi (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Anda mungkin juga menyukai