Anda di halaman 1dari 8

SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 | PENELITIAN

Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul


Endah Tisnawati(1), Dita Ayu Rani Natalia(1)
endah.tisnaw ati@gmail.com

(1) P rogram S tudi A rsitektur, F akultas S ains dan Teknologi, U niv ersitas Teknologi Yogy akarta.

Abstrak

Arsitektur Masjid tidak hanya hubungan antara masyarakat dan kesatuan bentuk dan dekorasi, tetapi
juga terkait dengan teologi, sosial, ekonomi politik dan teknologi (Grube, 1978). Untuk dapat melihat
Islam di Indonesia, citra pemahaman pada generasi awal penyebaran agama dapat dilihat dari sosok
penampilan masjidnya (Hardiyatno, 1998) Masjid Kerajaan di Jawa mempunyai nilai yang sangat
spesifik dan memiliki atribut yang terkait dengan pemerintahan dan keagamaan. Masjid Kerajaan
juga mempunyai nilai yang sangat spesifik dan telah mengalami beberapa kurun waktu sejarah.
Penelitian ini berusaha mentipologikan bentuk arsitektur Masjid Kagungan Dalem di kompleks
makam Imogiri. Penelitian artefak arsitektur ini menekankan kepada aspek kebendaannya dan bukan
pada proses. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan melakukan observasi dan
wawancara dalam pengumpulan data. Data yang telah terkumpul kemudian dikaji berdasarkan
informasi dan fakta sehingga menghasilkan tema tentatif tentang tipologi masjid. Hasil penelitian ini
menjelaskan keberagaman tipologi yang dapat menunjukkan kesamaan dan karakteristik baik bentuk
fisik maupun elemen arsitekturnya.

Kata-kunci : elemen arsitektur, masjid, tipologi

Pendahuluan

Pada masa pemerintahan Sult an Agung, Mataram Islam mencapai puncak kejayaan. Kerajaan
Mataram adalah Kerajaan Islam yang mengemban amanah Tuhan di Tanah Jawa. Oleh karena itu,
struktur dan jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi kerajaan
seperti shalat jumat, grebeg Ramadan dan rangkaian pemangamalan syariat Islam me rupakan
bagian yang tak terpisahkan dari tatanan istana. Menurut Grube (1978) arsitektur Masjid terkait
dengan teologi, ekonomi politik dan teknologi selain hubungan antara masyarakat dan kesatuan
bentuk dan dekorasi. Sosok penampilan masjid merupakan citra pemahaman pada generasi awal
penyebaran Islam d i Indonesia (Hardiyanto, 1998). Masjid Kerajaan di Jawa mempunyai nilai yang
sangat spesifik dan jelas yang telah mengalami beberapa kurun waktu sejarah serta ide awal
pembangunan Masjid oleh Raja Jawa. Pembangunan masjid memiliki tujuan yang khusus yaitu pada
tipe yang muncul dari Islam dan kepercayaan.

Menurut buku Ensiklopedia Kraton Yogyakarta (2009) menyatakan bahwa sebuah kerajaan Islam
terutama Kraton Yogyakarta memiliki atribut yang terkait dengan keagaamaan yaitu berupa
bangunan masjid dan makam. Pada masa dinasti Mataram hal tersebut dijunjung sebagai pusaka
yang tercantum dalam Babad Tanah Jawi (18:27-28). Keradaan masjid di Kerajaan Jawa merupakan
bagian dari catur gatra tunggal atau empat kelengkapan utama ibukota Kerajaan Islam. Keberadaan
masjid Kerajaan pertama yang berfungsi sebagai atribut seorang raja adalah masj id Agung yang
terletak di pusat kota Kerajaan (Yogyakarta, 2009). Masjid kerajaan terletak di sebelah barat alun -
alun yang menghadap ke arah kiblat. Keberadaan makam juga tidak dapat dipisahkan dengan
adanya keberadaan masjid disekitarnya. Setelah perjanjian Giyanti yang membagi Mataram menjadi
2 yaitu Yogyakarta dan Surakarta maka disusunlah tatacara pengelolaan bersama tempat -tempat

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 075


Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul

suci yang terpenting yang salah satunya adalah keberadaan Masjid Kagungan Dalem di kompleks
pemakaman Imogiri. Saat ini pengelolaan masjid dan makam tidak lagi dalam pengelolaan dua
kerajaan, kecuali Makam dan Masjid Kagungan Dalem di Imogiri dan Makam Kotagede yang tetap
dimuliakan dan dikelola Kasu ltanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta secara bersama-sama
(Yogyakarta, 2009). Pada tradisi Jawa keberadaan masjid dan makam dapat dimaknai dalam
beberapa dimensi dan pandangan antara lain:

1. Aspek fungsional masjid dan makam sebagai tempat untuk penyelenggaraan shalat dan
penguburan. Keterkaitan antara kerajaan, masjid dan makam ad alah untuk mewadahi upacara-
upacara kerajaan.
2. Aspek sosial masjid dan makam membentuk jaringan sosial. Jamaah masjid dan peziarah
makam adalah masyarakat yang memiliki keterkaitan khusus dengan tempat -tempat suci dan
para pemukanya. Pola hubungan antar pemuka masjid dan makam membentuk hirarki dan
kekerabatan tertentu yang menjadikan tempat -tempat suci tersebut sebagai jejaring sosial yang
unik.
3. Aspek psikologis masjid dan makam membangun aura tertentu yang berdampak pada kejiwaan
manusia.
4. Aspek simbolis masjid dan makam yang merupakan monumen yang menyandang peran untuk
mengungkapkan gagasan keagamaan dan kebudayan. (Yogyakarta, 2009).

Elemen-elemen yang ada didalam lingkungan masjid saling berhubungan dengan me menuhi
ketentuan yang kemudian membentuk sistem. Tipologi masjid kerajaan mempunyai sistem fisik
umum dan seting yang memiliki persyaratan-persyaratan khusus. Elemen-elemen yang ada pada
masjid antara lain:

1. Elemen masjid yang terdiri dari Masjid dan Mihrab


2. Elemen perluasan masjid yang terdiri dari serambi, pawestren, emper dan tratag.
3. Elemen pelengkap masjid yang terdiri dari tempat wudhu, kolam, pagar dalam dan menara
adzan.

Sedangkan pada lingkungan masjid terdapat elemen yaitu 1) dalam site terdapat halaman, tempat
gamelan, pagar luar dan gerbang dan 2) diluar site terdapat alun-alun, Kraton/Dalem, makam dan
Kauman. Elemen-elemen tersebut terbentuk atau dibuat karena fungsi masjid sebagai tempat ibadah
atau kebutuhan ritual sebagai bagian dari acara kerajaan, sehingga beberapa elemen tidak selalu
terdapat di setiap lokasi suatu masjid. Pada gambar 1 dibawah in i menunjukkan tipologi masjid

1. Mihrab (tempat yang dipakai imam Masjid)


2. Ruang Utama Masjid
3. Serambi
4. Pawestren (tempat sembahyang bagi wanita)
5. Kolam (digunakan untuk berwudhu)
6. Garis Aksis (garis maya sebagai orientasi pada
pembangunan sebuah masjid)
7. Makam
8. Pagar Keliling
9. Gerbang

Gambar 1. Tipologi Masjid Islam di Jawa

Islam di Jawa.

Tatanan ruang Masjid di Kerajaan Jawa terutama masjid Agung Yogyakarta memiliki kesamaan
dengan tatanan rumah tradisional Joglo. Sumalyo (2000) menyatakan konsep susunan letak ruang
A 076 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Endah Tisnaw ati

masjid Agung Yogyakarta hampir sama dengan susunan konsep rumah Joglo. Unit melintang segi
empat panjang (serambi) yang terletak di depan berdekatan dengan ruang sembahyang utama
identik dengan pendopo pada rumah joglo. Dari serambi masuk ke dalam ruang sembahyang utama
terdapat tiga pintu seperti tipe rumah joglo untuk masuk ke bagian dalam atau disebut dengan
dalem. Pada rumah tradisional terdapat ruang gandhok pada bagian sebelah kanan dan kiri dalem

Gambar 2. Pembagian Rumah


Tradisional Jawa.
Sumber: Jogja Heritage Society,
2007

Masjid Kagungan Dalem adalah masjid yang dimiliki Raja. Menurut Albilad iyah (2006) terdapat 78
buah masjid Kagungan Dalem di Daerah Istimewa Yogyakarta menurut catatan Kawedan Pangulon
Kraton Yogyakarta. Masjid Kagungan Dalem terdiri dari beberapa termasuk masjid Gedhe Kauman,
masjid Pakualaman, masjid Pathok Negoro, dan masjid lainnya yang salah satunya merupakan
masjid di kawasan makam Imogiri. Berdasarkan buku Ensiklopedia Kraton Yogyakarta yang
diterbit kan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DIY tahun 2009 menyebutkan bahwa Masjid
Kagungan Dalem di Imogiri merupakan bagian dari kompleks makam yang merupakan kelengkapan
makam yang berfungsi untuk menyalatkan jenazah sebelum dikebumikan .

Pengelolaan masjid Kagungan Dalem terutama di kompleks makam Imogir i dan Kotagede
dilaksanakan bersama dua kerajaan yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Pengelolaam ini dilakukan oleh
Kawedan Pangulon yang merupakan bertugas untuk mengurusi masalah keagamaan termasuk
masjid. Masjid Kagungan Dalem yang berada di area kompleks makam di Imogiri adalah Masjid
Giriloyo yang berada di bukit Giriloyo dan dibangun oleh Sultan Agung. Makam Giriloyo dibangun
pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) yang dipersiapan untuk makam Sultan Agung
bersama keluarganya, tetapi pada masa pe mbangunan kompleks makam, Pangeran Juminah yang
merupakan paman Sultan Agung meninggal dan dimakamkan di Girilaya. Karena sudah didahului
oleh pamannya, Sultan Agung kemudian mencari tanah dengan melepar tanah wangi dari Giriloyo ke
selatan yang kemudian jatuh di bukit Merak yang sekarang menjadi Makam Pajimatan Imogiri.
Masjid Pajimatan merupakan masjid yang dibangun oleh Sultan Agung yang mempunyai peran
khusus untuk menyalatkan jenazah yang akan dikebumikan di makam Imogiri. Kompleks makam
tersebut dibangun oleh Sult an Agung yang bertujuan untuk mengebumikan para raja dinasti
Mataram, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta beserta keluarga terdekat . Masjid
Kagungan Dalem di Imogiri yang dibangun terakhir adalah Masjid Banyusumurup yang terletak
berdekatan dengan makam Banyusumurup untuk mengebumikan tokoh -tokoh yang dipandang
menentang terhadap kekuasaan Mataram. Makam ini dibangun pada masa Sultan Agung sedangkan
masjid dibangun pada tahun 1668 M pada masa Amangkurat I (Yogyakarta, 2009).

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 077


Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul

Masjid Giriloyo Masjid Pajimatan Masjid Banyusumurup

Gambar 3. Masjid Kagungan Dalem di Imogiri

Masjid dan makam pada saat ini bukan hanya menjadi simbol atau atribut dalam kerajaan tetapi
berkembang menjadi tempat yang dapat digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Kawasan masjid
yang berada di permukiman penduduk menjadikan masjid sebagai tempat ibadah, sedangkan bagi
pengunjung makam menjadi tempat yang sakral untuk melakukan ziarah. Masjid Kagungan Dalem
Imogiri dibangun dalam masa yang berbeda sesuai dengan adanya pembangunan kompleks makan
untuk keluarga kerajaan. Oleh karena hal tersebut, maka penelitian ini akan merumuskan
permasalahan bagaimana tipologi bentuk arsitektur Masjid Kagungan Dalem di kompleks makam
Imogiri, Yogyakarta?. Tujuan dari penelitian ini adalah mengindentifikasi tipologi yang dapat
menunjukkan kesamaan dan karakteristik Masjid Kagungan Dalem di Imogiri.

Metode

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk memperoleh data kualitatif, dengan cara
mengobservasi artefak arsitektur masjid yang merupakan hasil kebudayaan material ( material
culture ) sebagai objek kajian. Sesuai dengan rumusan masalah dan t ujuan penelitian, digunakan
metoda tipo-morfologi dengan penelitian Historis-Interpretatif menurut Groat and Wang (2002)
karena berkaitan erat dengan kontesk sejarah, proses perubahan, dan perkembangan. Penelitian
tipologi bersifat diakronik, karena mengobservasi artefak arsitektur masjid pada saat keadaannya
sekarang. Observasi memang seharusnya meliputi bukan saja skala bangunan (objek masjid itu
sendiri), tapi juga konteks hubungan masjid dengan lingkungan sosial, kawasan, dan kota. Namun
demikian, karena keterbatasan penelitian in i, maka fokus kajian hanya menyangkut objek masjid
belaka. Dalam hal ini, dilakukan pendekatan generik tipologik, yang digunakan untuk memperoleh
deskripsi bentuk dasar, sifat dasar, dan langgam arsitektur masjid sehingga dipero leh suatu
pengelompokkan tipe tertentu.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dalam dua tahapan yaitu survey sekunder (studi literatur) dan
survey primer (observasi, wawancara dan pengamatan lapangan). Pada tahap survey sekunder
dilakukan kajian literatur untuk menghasilkan landasan teori sebagai bekal awal dalam melakukan
observasi lapangan. Fokus kegiatan ini adalah studi literatru tentang sejarah perkembangan Masjid
Kerajaan di Yogyakarta dan Surakarta. Penggalian data tentang eleme n dan komponen masjid juga
dilakukan pada tahap ini. Pada tahapan survey primer dilakukan pengumpulan data lapangan berupa
pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data fisik dan non fisik bertujuan untuk
mengetahui karakter dan penggunaan yang dilakukan pada bangunan tersebut. Pengumpulan data
fisik berupa data fungsi ruang, pemanfaatan ruang dan komponen maupun elemen Masjid.
Sementera data non fisik yang diperlukan adalah tentang perkembangan dan penggunaan atau
aktivitas sosial budaya. Pengumpulan data dengan wawancara bertujuan untuk memperoleh

A 078 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


Endah Tisnaw ati

informasi tentang penggunaan ruang, perkembangan dan perubahan masjid dan aktivitas masjid.
Tahapan ini juga di lakukan pengumpulan data dengan merekam data fisik pada bangunan Masjid.

Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul kemudian di analisa dengan melakukan kajian antar tema, informasi dan
fakta yang muncul di lapangan. Kajian pengolahan data dan informasi menggunakan literatur yang
berdasarkan kajian akademis dan kajian praktis. Kajian yang t elah dilakukan akan memunculkan
analisis yang akan membangun teori yang menggabungkan antara pengetahuan sebelumnya dengan
pengujian data dengan teori lama. Hal tersebut diharapkan dapat menghasilkan tema tentatif yang
dapat memberikan informasi tentang tiplogi masjid Kagungan Dalem di Imogiri.

Analisis dan Interpretasi

Keberadaan Masjid Kagungan Dalem Imogiri tidak dapat dipisahkan dari tradisi dan kebudayaan
Jawa. Kompleks makam yang terletak di atas bukit merupakan kebiasaan dinasti para wali di jawa
seperti makam Sunan Giri di Gresik, Sunan Gunung Jati di Cirebon dan Sunan Prawata di Jepara.
Sultan Agung yang melakukan ziarah ke makam Sunan Tembayat di Klaten kemudian terinspirasi
untuk membangunan makam di atas bukit bagi dinasti Mataram. Hal in i berkaitan dengan
kedudukan Sultan selain sebagai pemimpin kerajaan juga sebagai pemuka agama. Pembangunan
masjid pada area kompleks makam di Imogiri dilakukan sebelum pembangunan kompleks makam.
Masjid Kagungan Dalem yang merupakan masjid Kraton mempunyai persamaan tipe dalam
beberapa hal yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Seting Lingkungan

Lokasi masjid yang terletak di area makam kerajaan mempengaruhi seting lingkungan. Masjid di
Kerajaan jawa terletak pada area sebelah barat alun-alun dan area makam terletak di sisi barat dan
utara dan selatan masjid. Masjid Giriloyo dan Pajimatan terletak pada sisi sebelah selatan makam
dan berada dalam satu kompleks. Lokasi masjid yang terletak sebelum memasuki area makam
berfungsi sebagai tempat untuk beribadah dan tempat untuk menshalatkan jenazah sebelum
dikebumikan pada area kompleks makam. Pada bagian depan atau sisi timur masjid terdapat
pendopo yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan ibadah bagi para peziarah. Keberadaan
pendopo dipisahkan oleh akses jalan utama menuju makam. Pada masjid Banyusumurup area
makam tidak terlet ak dalam satu kompleks.

Gambar 4. Setting Lingkungan


Masjid Giriloyo dan Pajimatan

2. Organisasi Ruang

Bentuk arsitektur masjid yang dibangun pada kompleks makam mempunyai tatanan ruang yang
hampir sama dengan masjid di Jawa pada umumnya. Pada area masjid terdapat area utama masjid,
serambi, pawestren dan kolam yang terdapat di area depan masjid. Pada komplek masjid
Banyusumurup tidak terdapat kolam untuk membersihan diri (wudhu). Tatanan ruang pada ketiga
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 079
Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul

masjid tersebut identik dengan bangunan joglo. Ruang utama masjid merupakan area utama yang
dalam bangunan joglo disebut dengan dalem yang bersifat area semi privat. Pada area depan utama
masjid terdapat serambi yang sama dengan fungsi pendopo yang berfungsi sebagai area publik
untuk menerima tamu. Bangunan joglo terdapat ruang tambahan pada area samp ing kanan dan kiri
yang disebut dengan gandhok yang digunakan sebagai tempat istirahat. Kaum perempuan
menempati area gadhok tengen (kanan) sedangkan pada gandhok kiwo (kiri) diperuntukan bagi
kaum laki-laki. Prinsip ruang tersebut juga dapat terlihat pada bentuk tatanan ruang pawestren yang
merupakan area shalat bagi kaum perempuan. Area pawestren terletak disisi selatan bangunan
(masjid menghadap ke arah barat).

Gambar 5. Organisasi
Ruang

3. Bentuk dan Pola

a. Atap

Atap bangunan masjid Kagungan Dalem pada bagian utama menggunakan atap tajud dua lapis
dengan empat soko guru sebagai tiang penyangganya. Pada bangunan pawestren dan serambi
menggunakan atap limasan yang strukturnya terpisah dari bangunan utama, selain pad a masjid
Banyusumurup atap pawestren merupakan atap kampung. Pada saat ini, Masjid Pajimatan
mengalami penambahan ruang pawestren pada sisi utara dengan bentuk bentuk atap kampung.
Pada masjid Giriloyo area serambi terletak di depan bangunan utama tetapi u ntuk menampung
peziarah maka area seramb i diperluas sampai area depan pawestren. Pada bentukan atap tetap
menggunakan atap limasan dengan penambahan konstruksi baru pada bagian tambahan atap.
Bentukan atap pada Masjid Kagungan Dalem sama dengan masjid Kerajaan dengan menggunakan
atap tajug dengan area serambi dan pawestren menggunakan bentukan atap yang berbeda dengan
konstruksi terpisah dengan bangunan utama.

Gambar 6. Atap
Masjid Kagungan
Dalem

A 080 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


Endah Tisnaw ati

b. Ruang Masjid

Bentuk ruang pada masjid Kagungan Dalem berbentuk persegi dengan adanya sokoguru sebagai
penyangga atap utama. Pada bagian sokoguru terdapat tumpangsari yang merupakan ciri khas
bangunan arsitektur Jawa dengan pondasi tiang berupa umpak. Orientasi ruang masjid menghadap
ke arah barat yang merupakan arah kiblat. Pada tipologi masjid Kerajaan di Jawa pada area utama
masjid berbentuk persegi dengan atap tajuk dan terdapat sokoguru sebagai penyangga atap utama.

c. Ruang Pawestren

Ruang pawestren merupakan tempat ibadah bagi perempuan yang terletak pada sisi sebelah selatan
ruang utama masjid. Pada area pawestren konstruksi atap terpisah dari masjid utama dan terdapat
perbedaan ketinggian lantai. Area pawestren di Masjid Banyusumurup sekarang berubah fungsi
sebagai tempat belajar TPA bagi anak-anak, sedangkan pada masjid Pajimatan terdapat
penambahan area pawestren di sisi utara masjid. Pengelolaan masjid yang dilakukan oleh
Kasultanan dan Kasunanan mempegaruhi pembagian pawestren di Masjid Kagungan Dalem. Area
pawestren di Masjid Giriloyo merupakan kewenangan dari Kasunanan Surakarta, sedangkan pada
masjid Pajimatan dan Banyusumurup merupakan kewenangan dari Kasultanan Yogyakarta.

4. Elemen-elemen pada Masjid

Pintu utama memasuki area utama dari area serambi pada Masjid Giriloyo dan Pajimatan terdapat 3
pintu utama, sedangkan pada Masjid Banyusumurup hanya terdapat satu pintu utama. Tipe pintu
utama pada ketiga masjid mempunyai ukuran dan ukiran yang sama, meskipun pada pintu masjid
Pajimatan terdapat penambahan pada bagian atas pintu.

Gambar 7. Daun Pintu menuju


Ruang Utama Masjid

Pada area pawestren dan ruang utama pada masjid dihubungkan oleh pintu yang terdapat pada sisi
utara dinding pembatas, selain di Masjid Banyusumurup pintu terletak di sisi selatan karena adanya
renovasi yang kemudian merubah letak pintu penghubung. Pintu penghubung pada masjid terdiri
dari dua daun pintu dengan salah satu pintu terdiri dari bagian atas dan bawah. Pintu penghubung
yang masih dipertahankan terdapatdi masjid Pajimatan dan Banyusumurup, sedangkan pintu di
Masjid Giriloyo telah diganti dengan yang baru karena pintu lama mengalami kerusakan.

Gambar 8. Daun Pintu menuju Ruang


Utama Masjid dari Pawestren

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 081


Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul

Jendela pada masjid Kagungan Dalem di Imogiri mempunyai bentuk, ukiran dan ukuran yang sama.
Jendela masjid terdapat di samping kanan dan kiri mihrab dengan tipe jendela dua lapis dengan
bagian luar berupa terali vertikal dari kayu dan pada bagian dalam terdapat dua daun je ndela dari
kayu. pada pengembangan dan renovasi di masjid pajimatan dan Banyusumurup terdapat
penambahan jendela dengan material alumunium dan kayu dengan bentuk yang berbeda pada area
pawestren dan depan masjid.

Gambar 8. Jendela pada Area Masjid

Kesimpulan

Keberadaan masjid di makan Raja Imogiri tidak terlepas dari makam yang dibangun oleh Sultan
Agung. Masjid Giriloyo, Pajimatan dan Banyusumurup adalah masjid Kagungan Dalem yang
mempunyai fungsi sebagai tempat ibadah juga mempunyai makna simbolis, sosial dan psikologis.
Pembangunan masjid di sekitar makam memberikan karakteristik tipologi bangunan dari bentuk fisik
dan elemen arsitekturnya. Masjid Giriloyo, Pajimatan dan Banyusumurup mempunyai bentukan dasar
bangunan masjid utama dengan adanya mihrab, masjid, pawestren dan serambi, sedangkan kolam
merupakan elemen tambahan pada masjid. Bentukan atap bangunan terb agi menjadi tiga tipe yaitu
tajug, atap limasan dan kampung yang terdapat di ketiga masjid tersebut. Elemen arsitektur berupa
pintu jendela yang mempunyai karakteristik bentuk, ukiran dan posisi perletakan yang sama meski
ada beberapa penggunaan material baru. Tipologi masjid Kagungan Dalem di Imogiri mempunyai
karakter yang menunjukkan hubungan antara fungsi masjid yang tidak dapat dipisahkan dari makam
dengan adanya elemen fisik pendukung dalam menguatkan peran dan fungsi religi tersebut.

Daftar Pustaka

Albiladiyah, S.I. (2006). Sekilas tentang Pathok Nagara . Jurnal Jantra Volume 1 No.1. Balai Kajiann Sejarah dan
Nilai Tradisional Yogyakarta. Yogyakarta
Anonim. (2007). Kawasan Pusaka Kotagede, Yogyakarta. Indonesia. Jogja Heritage Society & UNESCO. Jakarta
Grube, E. (1978). Architecture of the Islamic World. Michigan: Morrow.
Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods . New York: John Wiley & Sons. Inc.
Hardiyatno. (1998) . Masjid Kerajaan Jawa . Yogyakarta
Sumalyo, Y. (2000). Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta, D.K. (2009). Ensiklopedia Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi
Yogyakarta.

A 082 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Anda mungkin juga menyukai