Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI PADA Ny. Y


USIA 27 TAHUN P1A0 POST PARTUM 6 JAM
DI PMB EDITH SAFARINA, S.Tr.Keb

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Fisiologi Holistik Pada Nifas dan Menyusui
Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Disusun oleh:
Nama : ARINI AHMAD
NIM : PO.62.24.2.21.536

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA
RAYA JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI PADA Ny. Y


USIA 27 TAHUN P1A0 POST PARTUM 6 JAM
DI PMB EDITH SAFARINA, S.Tr.Keb

Disusun oleh:

Nama : Arini Ahmad


NIM : PO.62.24.2.21.536
Kelas : Pendidikan Profesi Bidan Angkatan III Semester I
Tanggal Pemberian Asuhan November 2021
Di setujui:

Pembimbing Lapangan
Tanggal:
Di:
(Edith Safarina, S.Tr.Keb)
NIP. 19770829 200501 2 010

Pembimbing Institusi
Tanggal:
Di:
(Herlinadiyaningsih, SST., M.Kes)
NIP. 19800807 200501 2 003
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktik Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui

Telah Disahkan Tanggal: November 2021

Mengesahkan,

Pembimbing Institusi,

Herlinadiyaningsih, SST., M.Kes


NIP. 19800807 200501 2 003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Sarjana Koordinator MK Praktik


Terapan Kebidanan dan Kebidanan Fisiologi Holistik
Pendidikan Profesi Bidan Nifas dan Menyusui

Heti Ira Ayue, SST., M.Keb Oktaviani, S.SiT., M.Keb


NIP. 19781027 200501 2 001 NIP. 19801017 200212 2 003
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun terdapat
13.778 kematian ibu, atau setiap 2 jam terdapat 2 ibu hamil atau ibu nifas yang
meninggal karena berbagai faktor penyebabnya. Penyebab langsung yang
berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan
dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu (Seniorita, 2017).
Salah satu keberhasilan pencegahan kematian ibu terletak pada
keberhasilan asuhan pada masa nifas karena sekitar 60% kematian ibu terjadi
setelah melahirkan dan hampir dari 50% dari kematian pada masa nifas terjadi
pada 24 jam pertama setelah persalinan,di antaranya disebabkan oleh
komplikasi masa nifas. Keberhasilan asuhan nifas terlaksana apabila ibu nifas
dan keluarga memiliki pengetahuan dasar yang baik tentang masa nifas dan
tanda bahaya yang mungkin terjadi serta mendapatkan akses terhadap
pelayanan posnatal sehingga mereka bisa melalui masa nifas dengan baik dan

memiliki kesiapan menghadapi komplikasi (Nuryati dkk, 2017)


Selama masa nifas berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan,
baik fisik maupun psikologi walaupun sebenarnya sebagian bersifat fisiologis,
namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan maka
tidak menutup kemungkinan akan terjadinya keadaan patologis. Banyak para
ibu yang tidak mengetahui pentingnya perawatan pasca melahirkan
dikarenakan para ibu tidak begitu memahami dan tidak tahu bagaimana
kebutuhan yang seharusnya diperlukan dalam proses pemulihan alat reproduksi
ke semula sebelum melahirkan. Seperti pentingnya kebutuhan kebersihan yang
sangat membantu proses pemulihan alat genitalia, agar tidak terjadi infeksi
(Nuryati dkk, 2017).
Masa nifas berlangsung selama 6 minggu. Pada masa ini terjadi
perubahan-perubahan fisiologis yaitu salah satunya adalah laktasi atau
pengeluaran air susu. Masa laktasi mempunyai tujuan yaitu untuk
meningkatkan pemberian ASI ekslusif dan meneruskan pemberian ASI sampai
anak umur 2 tahun secara baik

1
dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh secara alami. Diperlukan
suatu upaya untuk meningkatkan produksi ASI semasa nifas salah satunya
adalah dengan perawatan payudara sehingga hak- hak bayi untuk mendapatkan
asi dari ibunya terpenuhi (Elvira dkk, 2017).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, pemberi asuhan merumuskan masalah yaitu
“Bagaimana Asuhan Kebidanan Fisiologi Holistik Ibu Nifas dan
M e n y u s u i pada Ny. Y usia 27 tahun P1A0 6 Jam Post Partum?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mampu menerapkan teori, konsep dan prinsip kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dan menyusui secara
holistik.
b. Mampu mengintegrasikan kebijakan pemerintah dalam membentuk
asuhan kebidanan pada ibu nifas dan menyusui secara holistik.
c. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dan menyusui
secara holistik dengan pendekatan manajemen asuhan kebidanan dan
melakukan dokumentasi secara SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada ibu
nifas dan menyusui dengan pendekatan holistik.
b. Mampu melakukan analisa data dengan berpikir kritis pada asuhan nifas
dan menyusui.
c. Mampu melakukan perencanaan asuhan nifas dan menyusui dengan
pendekatan holistik.
d. Mampu melakukan implementasi asuhan nifas dan menyusui dengan
pendekatan holistic berdasarkan evidence based midwifery.
e. Mampu melakukan evaluasi asuhan nifas dan menyusui dengan
pendekatan holistik.
f. Melakukan pendokumentasian asuhan nifas dan menyusui dengan
metode SOAP
D. Manfaat
1. Klien
Diharapkan dapat memberikan wawasan dan informasi pada ibu nifas
memberikan asuhan secara holistic berdasarkan evidencebased midwifery.
2. Mahasiswa
Diharapkan dapat memberikan wawasan dan informasi pada informasi
pada memberikan holistic berdasarkan evidence based midwifery.
3. Lahan Praktik
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pelayanan di lahan praktik
untuk meningkatkan pelayanan serta asuhan yang baik pada ibu nifas
dengan memberikan asuhan secara holistic berdasarkan evidencebased
midwifery.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR NIFAS FISIOLOGIS


1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil.
Lama masa nifas 6-8 minggu (Mochtar, 2010)
Masa nifas (puerperium), dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(Ambarwaty,2010).
Masa ini sangat penting sekali untuk terus dipantau. Nifas
merupakan masa pembersihan rahim, seperti masa haid (Senorita, 2017)
Periode pasca persalinan ialah masa waktu antara kelahiran plasenta
dan membran yang menandai berakhirnya periode intrapartum sampai waktu
menuju kembalinya sistem reproduksi ibu ke kondisi tidak hamil
(Anggraini, 2010)
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Saifuddin, A. (2009) tujuan asuhan masa nifas adalah:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologik.
b. Melakukan skirining, mendeteksi masalah, atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya, dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana (KB).
3. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Pada Masa Nifas
Peran dan tanggung jawab bidan secara komprehensif dalam asuhan
masa nifas sebagai berikut.
a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama masa nifas.
b. Sebagai promotor yang memfasilitasi hubungan antara ibu dan bayi serta
keluarga.
c. Mendorong ibu untuk menyusui serta meningkatkan rasa nyaman ibu
dan bayi.
d. Mendeteksi penyulit maupun komplikasi selama masa nifas dan
menyusui serta melaksanakan rujukan secara aman dan tepat waktu
sesuai dengan indikasi.
e. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas
dan menyusui, pemenuhan nutrisi yang baik, serta mempraktekkan
personal higiene yang baik.
f. Melakukan manajemen asuhan dengan langkah-langkah; pengkajian,
melakukan interpretasi data serta menetapkan diagnosa, antisipasi
tindakan segera terhadap permasalahan potensial, menyusun rencana
asuhan serta melakukan penatalaksanaan dan evaluasi untuk
mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi, serta untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas
g. Memberikan asuhan kebidanan nifas dan menyusui secara etis
profesional.
4. Tahapan Masa Nifas
Tahapan pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden perdarahan
postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu melakukan
pemantauan secara kontinu, yang meliputi; kontraksi uterus,
pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu.
b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam,
ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.
c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling perencanaan KB.
d. Remote puerperium
Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau
komplikasi.
5. Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan selama 4 kali kunjungan. Adapun
asuhan yang diberikan sewaktu melakukan kunjungan selama masa nifas
yaitu :
a. Kunjungan I (6 – 8 Jam Postpartum)
Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri.
Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan
rujukan bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling pada ibu dan
keluarga tentang cara mencegah perdarahan yang disebabkan atonia
uteri. Pemberian ASI awal. Mengajarkan cara mempererat hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir. Menjaga bayi tetap sehat melalui
pencegahan hipotermi. Setelah bidan melakukan pertolongan
persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi baru lahir
dalam keadaan baik.
b. Kunjungan II (6 hari Postpartum)
Memastikan involusi uterus barjalan dengan normal, uterus
berkontraksi dengan baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak
ada perdarahanabnormal. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
dan perdarahan. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup
cairan. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak
ada tanda- tanda kesulitan menyusui. Memberikan konseling tentang
perawatan bayi baru lahir.
c. Kunjungan III (2 minggu Postpartum)
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang
diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.
d. Kunjungan IV (6 minggu Postpartum)
Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa
nifas. Memberikan konseling KB secara dini.
6. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Masa Nifas
a. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
1) Perubahan Sistem Reproduksi
Tubuh ibu berubah setelah persalian, rahimnya mengecil,
serviks menutup, vagina kembali ke ukuran normal dan payudaranya
mengeluarkan ASI. Masa nifas berlangsung selama 6 minggu. Dalam
masa itu, tubuh ibu kembali keukuran sebelum melahirkan. Untuk
menilai keadaan ibu, perlu dipahami perubahan yang normal terjadi
pada masa nifas ini.
a) Involusi rahim
Setelah placenta lahir, uterus merupakan alat yang keras
karenakontraksi dan retraksi otot–ototnya. Fundus uteri ± 3 jari
bawah pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa
berkurang tetapi sesudah 2 hari, uterus akan mengecil dengan
cepat, pada hari ke–10 tidak teraba lagi dari luar. Setelah 6 minggu
ukurannya kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada ibu yang
telah mempunyai anak biasanya uterusnya sedikit lebih besar
daripada ibu yang belum pernah mempunyai anak. Involusi terjadi
karena masing–masing sel menjadi lebih kecil, karena sitoplasma
nya yang berlebihan dibuang, involusio disebabkan oleh proses
autolysis, dimana zat protein dinding rahim dipecah, diabsorbsi
dan kemudian dibuang melalui air kencing, sehingga kadar
nitrogen dalam air kencing sangat tinggi.
Kembalinya uterus tidak selalu berjalan dengan baik, kegagalan
uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil disebut subinvolusi.
Penyebab paling sering adalah tertahannya fragmen plasenta
dan infeksi. Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan
perubahan-perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi
perubahan-peru bahan yang bersifat proteolisis. Hasil proses ini
dialirkan melalui pembuluh getah bening.
Tabel 2.1. Proses Involusi Uterus
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi Lahir SetinggiPusat 1000 gram
Uri Lahir Dua Jari Bawah Pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan Pusat – 500 gram
Simpisis
2 minggu Tak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah Kecil 50 gram
8 minggu Berukuran Normal 30 gram

Gambar 2.1 Involusi Uterus

b) Involusi tempat plasenta


Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira–kira sebesar telapak tangan.
Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu kedua hanya
sebesar 3–4 cm dan pada akhir masa nifas 1-2 cm.
c) Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-
pembuluhdarah yang besar, tetapi karena setelah persalinan
tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak, maka arteri
harus mengecil lagi dalam nifas.
d) Perubahan pada cairan vagina (lochea)
Dari cavum uteri keluar cairan secret disebut Lochea. Jenis
Lochea yakni :
o Lochea Rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar dan sisa-
sisa selaputketuban , sel-sel desidua (desidua, yakni selaput
lendir Rahim dalam keadaan hamil), verniks caseosa (yakni palit
bayi, zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan
sel-sel epitel, yang menyelimuti kulit janin) lanugo, (yakni bulu
halus pada anak yang baru lahir), dan meconium (yakni isi usus
janin cukup bulan yang terdiri dari atas getah kelenjar usus dan
air ketuban, berwarna hijau kehitaman), selama 2 hari pasca
persalinan.
o Lochea Sanguinolenta : Warnanya merah kuning berisi darah
dan lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan.
O Lochea Serosa : Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah
lagi pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
O Lochea Alba : Cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2
minggu.
O Lochia Purulenta : Ini karena terjadi infeksi, keluar cairan
seperti nanah berbau busuk.
O Lochiotosis : Lochia tidak lancar keluarnya.
e) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis,
degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari
pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang
kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah tiga hari
mulai rata, sehingga tidak ada pembentukanjaringan parut pada
bekas implantasi plasenta.
f) Serviks
Uterus dan serviks berinvolusi bersama-sama. Perubahan yang
terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan
menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
yang dapat menimbulkan kontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi sehingga Seolah-olah pada pembatasan antara korpus
dan serviks uteri berbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri
merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah. Beberapa hari
setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pinggirmya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan
saat persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui
oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian
atas dari kanalis servikalis. Pada serviks berbentuk sel-sel otot baru
yang mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Walaupun
begitu setelah involusi selesai, ostium eksternum tidak serupa
dengan keadaannya sebelum hamil. Pada umumnya ostium
eksternum lebih besar dan tetap terdapat retak-retak dan robekan
pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh karena
itu robekan kesamping ini terbentuklah bibir depan dan bibir
belakang.
g) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada
pos natal hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian
tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum
hamil.
h) Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali
kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi
lebih menonjol.
i) Payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi
secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme
fisiologis, yaitu sebagai berikut:
o Produksi ASI
o Sekresi atau let down
Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh
dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi
bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang
dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambat pituitari
akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari
ketiga setelah melahirkan efek prolaktin mulai dirasakan.
Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah,
sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel
acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika
bayi menghisap puting, refleks saraf merangsang lobus
posterior pituitary untuk menyekresi hormone oksitosin.
Oksitosin merangsang reflek let down (mengalirkan) sehingga
menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke
duktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena
isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk
menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat berlanjut
sampai waktu yang cukup lama.
2) Perubahan Sistem Pencernaan
Dinding abdominal menjadi lunak setelah proses persalinan
karena perut yang meregang selama kehamilan. Ibu nifas akan
mengalami beberapa derajat tingkat diastatis recti, yaitu terpisahnya
dua parallel otot abdomen,kondisi ini akibat peregangan otot abdomen
selama kehamilan. Tingkat keparahan diastatis recti bergantung pada
kondisi umum wanita dan tonus ototnya, apakah ibu berlatih kontinyu
untuk mendapat kembali kesamaan otot abodimalnya atau tidak. Pada
saat post partum nafsu makan ibu bertambah.
Ibu dapat mengalami obstipasi karena waktu melahirkan alat
pencernaan mendapat tekanan, pengeluaran cairan yg berlebih, kurang
makan, haemoroid, laserasi jalan lahir, pembengkakan perineal yg
disebabkan episiotomi. Supaya buang air besar kembali normal, dapat
diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan
ambulasi awal. Bila tidak berhasil, dalam 2-3 hari dapat diberikan
obat laksansia.
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Kandung kencing dalam masa nifas kurang sensitif dan
kapasitasnya akan bertambah, mencapai 3000 ml per hari pada 2–5
hari post partum. Hal ini akan mengakibatkan kandung kencing penuh.
Sisa urine dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. Lebih kurang 30–60% wanita
mengalami inkontinensial urine selama periode post partum. Bisa
trauma akibat kehamilan dan persalinan, Efek anestesi dapat
meningkatkan rasa penuh pada kandung kemih, dan nyeri perineum
terasa lebih lama.
Dengan mobilisasi dini bisa mengurangi hal diatas. Dilatasi ureter dan
pyelum, normal Kembali pada akhir postpartum minggu keempat.
Sekitar 40% wanita postpartum akan mempunyai protein uria non
patologis sejak pasca salin hingga hari kedua postpartum. Mendapatkan
urin yang valid harus diperoleh dari urin dari kateterisasi yang tidak
terkontaminasi lochea
4) Muskulosketal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh
darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit,
sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma
pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara
berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara
sempurna terjadi pada 6-8minggu setelah persalinan.
5) Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalian terdapat perubahan pada
sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam
proses tersebut.
a) Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama
tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga
mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang ASI dan
sekersi oksitosi yang sehingga membantu uterus untuk kembali ke
bentuk normal.
b) Prolaktin
Menurunnya kadar esterogen menimbulkan terangsangnya
kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan
prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk
merangsang produksi air susu. Pada wanita yang menyusui
bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada
rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan.
Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi
prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan,
sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol
ovarium ke arah permulaan pola produksi esterogen dan
progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi dan
mestruasi.
c) Esterogen dan progesterone
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan
bahwa tingkat esterogen yang tinggi memperbesar hormon anti
deuritik yang meningkatkan volume darah. Disamping itu,
progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum, vulva serta vagina.
6) Perubahan tanda-tanda vital
Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang harus dikaji antara
lain:
a) Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) postpartum, suhu badan akan naik sedikit
(37,50C – 380C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal,
suhu badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu
badan naik lagi karena ada pembentukan ASI. Bila suhu tidak
turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.
b) Nadi Denyut
Nadi normal pada orang dewasa 60-80kali per menit. Denyut nadi
sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi
yang melebihi 100x/ menit, harus waspada kemungkinan
dehidrasi, infeksi atau perdarahan postpartum.
c) Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan
darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada
perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat postpartum
menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran
nafas. Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih cepat,
kemungkinan ada tanda-tanda syok.
7) Perubahan sistem hematologi dan kardiovaskuler
Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah
bertambah, sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada
penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari
ketiga sampai kelima postpartum.

b. Perubahan Psikologis Masa Nifas


1) Adaptasi psikologis ibu nifas
Kelahiran anggota baru bagi suatu keluarga memerlukan penyesuaian
bagi ibu. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang
harus dijalani, perubahan tersebut berupa perubahan emosi dan sosial.
Adaptasi psikologis ini menjadi periode kerentanan pada ibu
postpartum, karena periode ini membutuhkan peran professional
kesehatan dan keluarga. Tanggung jawab ibu postpartum bertambah
dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Proses penyesuaian ibu atas
perubahan yang dialaminya terdiri atas tiga fase yaitu:
a) Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada
dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses
persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ibu perlu
bicara tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan fisik yang
dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan,
kurang tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup istirahat untuk
mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti
mudah tersinggung, menangis. Hal ini membuat ibu cenderung
menjadi pasif. Pada fase ini petugas kesehatan harus
menggunakan pendekatan yang empatik agar ibu dapat
melewati fase ini dengan baik.
b) Fase taking hold
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga
komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan
untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu.
c) Fase letting go
Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan
peran barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah
melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh
disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan
bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah
meningkat pada fase ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam
menjalani peran barunya. Pendidikan kesehatan yang kita
berikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu.
Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.
Dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan oleh ibu.
Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan
urusan rumah tangga sehingga ibu tidak telalu terbebani. Ibu
memerlukan istirahat yang cukup, sehingga mendapatkan kondisi
fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya.
2) Postpartum blues
Postpartum blues (PPB) adalah kesedihan atau kemurungan
setelah melahirkan yang dialami oleh ibu yang berkaitan dengan
bayinya atau disebut juga dengan baby blues, yang disebabkan oleh
perubahan perasaan yang alami oleh ibu saat hamil sehingga sulit
menerima keadaan bayinya perubahan perasaan ini merupakan
respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu, juga
karena perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan
kehamilan.
Perubahan ini akan kembali secara perlahan setelah ibu
menyesuiakan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali dalam
keadaan normal. Penyusuaian yang sering kali terjadi pada ibu
postpartum blues diantaranya:
a) Perubahan perasaan yang dirasakan oleh ibu saat hamil sehingga
sulit menerima kehadiran bayinya, yang merupakan respon alami
terhadap rasa lelah yang dirasakan.
b) Perubahan fisik selama beberapa bulan kehamilan, dimana terjadi
perubahan kadar hormon estrogen, progesteron dan prolaktin
yang cepat setelah melahirkan. Setelah melahirkan tubuh ibu
mengalami perubahan hormone sehingga butuh waktu untuk
penyesuain diri.
c) Perubahan emosional, dimana kehadiran seorang bayi dapat
membuat perbeedaan besar dalam kehidupan ibu dalam hubungan
dengan suami, orang tua, maupun anggota keluarga lainnya.
Anggraini (2010), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan postpartum blues meliputi :
a) Pengalaman melahirkan, biasanya pada ibu yang melahirkan
kurang menyenangkan dapat menyebabkan ibu sedih,
b) Perasaan sangat down setelah melahirkan, biasanya terjadi
karena peningkatan hormon,
c) Tingkah laku bayi, bayi yang rewel dapat membuat ibu merasa
ketidak mampuan untuk merawatnya dengan baik,
d) Kesulitan dalam mengalami kewajiban setelah melahirkan.
Gejala postpartum blues menurut Maryunani (2009)
mengatakan ada beberapa gejala yang timbul pada ibu yang
mengalami PBB diantaranya adalahcemas tanpa sebab, menangis
tanpa sebab, tidak percaya diri, tidak sabar, mudah tersinggung,
khawatir mengenai sang bayi, merasa kesepian dan juga
perubahan perasaan. Cara mengatasi postpartum blues adalah
sebagai berikut:
a) Persiapan yang baik saat kehamilan untuk menghadapi masa
nifas
b) Komunikasi segala permasalahn atau hal yang ingin
disampaikan
c) Selalu membicarakan rasa cemas yang dialami
d) Bersikap tulus serta ikhlas terhadap apa yang telah dialami
dan berusaha menjalankan peran barunya sebagai ibu dengan
baik
e) Istirahat cukup
f) Menghindari perubahan hidup yang drastic
g) Berolahraga ringan
h) Berikan dukungan dari semua keluarga, suami atau saudara
i) Konsultasi terhadap tenaga kesehatan jika ada masalah
kesehatan yang mengkhawatirkan
3) Kesedihan duka cita/ depresi
Penelitian menunjukkan 10% ibu mengalami depresi setelah
melahirkan dan 10% nya saja yang tidak mengalami perubahan
emosi. Keadaan ini berlangsung antara 3-5 bulan bahkan pada
beberapa kasus terjadi selama 1 tahun pertama kehidupan bayi.
a) Penyebab depresi terjadi karena reaksi terhadap rasa sakit
yang muncul saat melahirkan dan karena sebab-sebab yang
kompleks lainnya. Beberapa gejala depresi berat sebagai
berikut: Perubahan pada mood
b) Gangguan pada pola tidur dan pola makan
c) Perubahan mental dan libido
d) Dapat pula muncul fobia, serta ketakutan akan menyakiti
dirinya sendiri dan bayinya
Depresi berat akan terjadi biasanya pada wanita/keluarga
yang pernah mempunyai riwayat kelainan psikiatrik. Selain itu,
kemungkinan dapat terjadi pada kehamilan selanjutnya. Berikut
merupakan penatalaksanaan depresi berat :
a) Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar
b) Terapi psikologis dari psikiater
c) Kolaborasi dengan dokter untuk diberikan antidepresan
(diperhatikan pada ibu hamil dan menyusui)
d) Jangan ditinggal sendirian dirumah
e) Jika diperlukan lakukan perawatan dirumah sakit
f) Tidak dianjurkan rawat gabung (rooming in) pada ibu dengan
depresi berat.

7. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Masa Nifas


a. Lingkungan
Faktor yang paling memengaruhi status kesehatan masyarakat
terutama ibu hamil, bersalin dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu
pendidikan di samping faktor-faktor lainnya. Jika masyarakat
mengetahui dan memahami hal-hal yang memengaruhi status
kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak melakukan
kebiasaan/adat-istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu
hamil, bersalin, dan nifas.
b. Sosial
Secara sosial terjadi perubahan-perubahan pada wanita yang
sudah melahirkan, perlu menyesuaikan diri terhadap dasar sebagai ibu,
atau penambahan anak. Terdapat konflik rasa kewanitaan dan rasa
keibuan pada masa nifas. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri
dengan baik pada masa nifas, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan keadaan sosialnya sehingga mengalami
gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma.
Berarti secara langsung bahwa perubahan sosial menentukan
psikologis ibu nifas. Perubahan sosial yang akan dialami oleh ibu
setelah melahirkan di antaranya:
1) Menjadi Orang Tua yang Sempurna Maksudnya di sini adalah bagi
pasangan yang baru pertama kali memiliki anak terdapat perubahan
sosial besar dimana sebelumnya hanya ada 2 orang (suami istri)
tiba-tiba berubah menjadi orangtua yang sempurna ketika buah hati
lahir. Pada masa ini, suami istri dituntut untuk menjadi orangtua
yang siap siaga 24 jam dalam kehidupannya, dimulai dengan
mengatur jadwal bersama demi si buah hati untuk memenuhi
kebutuhannya. Mulai dari memberikan ASI, bangun di tengah
malam, memasang popok, memandikan, dan lain-lain. Semua itu
harus dipersiapkan dengan baik-baik agar perubahan social
menjadi orang tua dapat dicapai dengan maksimal. Dan bagi orang
tua yang sebelumnya telah memiliki anak, pekerjaan tambahannya
adalah memberikan pengertian dan keadilan kasih sayang terhadap
anak sebelumnya dan yang baru saja dilahirkan. Di sini orang tua
dituntut memberikan pemahaman yang baik pada anak sebelumnya
tentang kehadiran anggota keluarga baru agar tidak terjadi
kesenjangan kasih sayang yang diberikan.
2) Penerimaan Anggota Baru oleh Keluarga Besar
Dengan kehadirannya seorang anggota baru dalam sebuah
keluarga, secara tidak langsung mengubah suasana seluruh anggota
besar. Di sini dimaksudkan dengan adanya kelahiran bayi
diharapkan anggota keluarga besar (seperti kakek, nenek, mertua,
dan lain-lain) bisa digerakkan dalam membantu serta untuk
merawat si bayi. Hal ini dimaksudkan agar tercipta suasana
kekeluargaan yang erat antara kehadiran si buah hati dengan
keluarga besarnya.
c. Budaya
Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu yang memengaruhi
status kesehatan. Di antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam
masyarakat ada yang menguntungkan, ada pula yang merugikan.
Banyak sekali pengaruh atau yang menyebabkan berbagai aspek
kesehatan di negara kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang
tidak memadai atau kurangnya perhatian dari instansi kesehatan, antara
lain masih adanya pengaruh sosial budaya yang turun temurun masih
dianut sampai saat ini.
Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan. Masa nifas dimulai
setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama 68 minggu. Periode nifas merupakan masa kritis bagi ibu,
diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, yang mana 50% dari kematian ibu tersebut terjadi dalam 24
jam pertama setelah persalinan. Selain itu, masa nifas ini juga
merupakan masa kritis bagi bayi, sebab dua per tiga kematian bayi
terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru
lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Untuk itu perawatan
selama masa nifas merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan.
Berikut beberapa kebiasaan dan tradisi dari daerah: Pandai
Sikek dari zaman nenek moyang yang dilakukan pada saat nifas.
Walaupun dari tahun ke tahun budaya ini sudah mulai hilang, seiring
dengan perkembangan zaman. Antara lain:
1) Biasanya orang-orang dahulu melahirkan dengan dukun beranak.
Jadi semua hal tentang nifas dikerjakan berdasarkan anjuran
dukun. Persis setelah melahirkan ibu dibuatkan gelang dengan
Benang Tujuh Ragam, dan dipasang selama 40 hari pada
pergelangan tangannya. Setelah itu baru boleh dibuka.
2) Ibu mandi walladah untuk membersihkan diri.
3) Pada hari ke-3 setelah melahirkan ibu diurut oleh dukun. Selama 3
hari berturut-turut sejak awal nifas ibu ”Disembur” dengan
kunyahan kunyit, bawang putih, merica hitam, merica putih, dan
jariangau pada bagian keningnya.
4) Selama nifas ibu harus memakai stagen panjang untuk dililitkan
diperutnya. Kira-kira berukuran 4 m (dimulai setelah hari ke-3).
5) Jika duduk ibu harus dengan posisi bersimpuh. Dilarang keras
untuk mengangkang, karena akan mengakibatkan perut jatuh atau
lepas.
6) Jika ibu bepergian selama nifas, maka harus membawa bawang
putih atau gunting kecil, untuk penangkal makhluk halus. Dan
menjaga air susu ibu dari gangguannya.
7) Sesekali ibu berkelumun di bawah kain dengan asap rebusan air
kunyit. Untuk menghilangkan bau badan atau aroma tidak sedap.
8) Ibu harus memakai sarung selama nifas,dan lain-lain
d. Faktor Ekonomi
Status ekonomi merupakan simbol status sosial di masyarakat.
Pendapatan yang tinggi menunjukan kemampuan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi zat gizi untuk ibu hamil.
Sedangkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong ibu
nifas untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
kesehatan.

8. Kebutuhan Dasar Masa Nifas


a. Nutrisi Dan Cairan
Kualitas dan jumlah makanan yang akan dikonsumsi akan sangat
memengaruhi produksi ASI. Selama menyusui, ibu dengan status gizi
baik rata-rata memproduksi ASI sekitar 800cc yang mengandung 600
kkal, sedangkan ibu yang status gizinya kurang biasanya akan sedikit
menghasilkan ASI. Pemberian ASI sangatlah penting, karena bayi
akan tumbuh sempurna sebagai manusia yang sehat dan pintar, sebab
ASI mengandung DHA.
1) Energi
Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pascapost partum
mencapai 500 kkal. Rata-rata produksi ASI s ehari 800cc yang
mengandung 600 kkal. Sementara itu, kalori yang dihabiskan
untuk menghasilkan ASI sebanyak itu adalah 750 kkal. Jika
laktasi berlangsung selama lebih dari 3 bulan, selama itu pula
berat badan ibu akan menurun, yang berarti jumlah kalori
tambahan harus ditingkatkan. Sesungguhnya, tambahan kalori
tersebut hanya sebesar 700 kkal, sementara sisanya (sekitar 200
kkal) diambil dari cadangan indogen, yaitu timbunan lemak
selama hamil. Mengingatkan efisiensi konversi energi hanya 80-
90% maka energi dari makanan yang dianjurkan (500 kkal)
hanya akan menjadi energi ASI sebesar 400-500 kkal. Untuk
menghasilkan 850cc ASI dibutuhkan energi 680-807 kkal energi.
Maka dapat disimpulkan bahwa dengan memberikan ASI, berat
badan ibu akan kembali normal dengan cepat.
2) Protein
Selama menyusui, ibu membutuhkan tambahan protein di atas
normal sebesar 20 gram/hari. Maka dari itu ibu dianjurkan makan
makanan mengandung asam lemak omega 3 yang banyak terdapat
di ikan kakap, tongkol, dan lemuru. Asam ini akan diubah
menjadi DHA yang akan keluar sebagai ASI. Selain itu ibu
dianjurkan makan makanan yang mengandung kalsium, zat besi,
vitamin C, B1, B2, B12, dan D. Selain nutrisi, ibu juga
membutuhkan banyak cairan seperti air minum. Dimana
kebutuhan minum ibu 3 liter sehari (1 liter setiap 8 jam). Beberapa
anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan gizi ibu menyusui
antara lain:
a) Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kkal
b) Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral, dan
vitamin
c) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari terutama setelah
menyusui
d) Mengonsumsi tablet zat besi
e) Minum kapsul vitamin A agar dapat memberikan
vitamin A kepada bayinya.
b. Ambulasi Dini
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
untuk berjalan. Ambulasi dini ini tidak dibenarkan pada pasien dengan
penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam, dan keadaan lain yang
membutuhkan istirahat. Keuntungannya yaitu:
1) Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat
2) Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik.
3) Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu
mengenai cara merawat bayinya.
4) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia. Ambulasi dini
dilakukan secara perlahan namun meningkat secara berangsur-
angsur, mulai dari jalan-jalan ringan dari jam ke jam sampai
hitungan hari hingga pasien dapat melakukannya sendiri tanpa
pendamping sehingga tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi.
c. Eliminasi: Buang Air Kecil Dan Besar
Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah dapat
buang air kecil. Semakin lama urine ditahan, maka dapat
mengakibatkan infeksi. Maka dari itu bidan harus dapat meyakinkan
ibu supaya segera buang air kecil, karena biasanya ibu malas buang air
kecil karena takut akan merasa sakit. Segera buang air kecil setelah
melahirkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi post
partum.
Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang
air besar. Buang air besar tidak akan memperparah luka jalan lahir,
maka dari itu buang air besar tidak boleh ditahan-tahan. Untuk
memperlancar buang air besar, anjurkan ibu untuk mengkonsumsi
makanan tinggi serat dan minum air putih.

d. Kebersihan Diri
Bidan harus bijaksana dalam memberikan motivasi ibu untuk
melakukan personal hygiene secara mandiri dan bantuan dari keluarga.
Ada beberapa langkah dalam perawatan diri ibu post partum, antara
lain:
1) Jaga kebersihan seluruh tubuh ibu untuk mencegah infeksi dan
alergi kulit pada bayi.
2) Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, yaitu dari
daerah depan ke belakang, baru setelah itu anus.
3) Mengganti pembalut minimal 2 kali dalam sehari.
4) Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali selesai
membersihkan daerah kemaluan.
5) Jika mempunyai luka episiotomi, hindari untuk menyentuh daerah
luka agar terhindar dari infeksi sekunder.
e. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang cukup
untuk memulihkan kembali keadaan fisik. Kurang istirahat pada ibu
post partum akan mengakibatkan beberapa kerugian, misalnya:
1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak
perdarahan.
3) Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi
dan diri sendiri.
4) Bidan harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga agar
ibu kembali melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlahan dan bertahap. Namun harus tetap melakukan istirahat
minimal 8 jam sehari siang dan malam.
f. Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya
ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Tetapi banyak budaya dan agama
yang melarang sampai masa waktu tertentu misalnya 40 hari atau 6
minggu setelah melahirkan. Namun keputusan itu tergantung pada
pasangan yang bersangkutan.
g. Latihan/Senam Nifas
Agar pemulihan organ-organ ibu cepat dan maksimal,hendaknya
ibu melakukan senam nifas sejak awal (ibu yang menjalani persalinan
normal). Berikut ini ada beberapa contoh gerakan yang dapat
dilakukan saat senam nifas:
1) Tidur telentang, tangan di samping badan. Tekuk salah satu
kaki, kemudian gerakkan ke atas mendekati perut. Lakukan
gerakan ini sebanyak 15 kali secara bergantian untuk kaki
kanan dan kaki kiri. Setelah itu, rileks selama 10 hitungan.
2) Berbaring telentang, tangan di atas perut, kedua kaki ditekuk.
Kerutkan otot bokong dan perut bersamaan dengan mengangkat
kepala, mata memandang ke perut selama 5 kali hitungan.
Lakukan gerakan ini sebanyak 15 kali. Rileks selama 10 hitungan.
3) Tidur telentang, tangan di samping badan, angkat bokong sambil
mengerutkan otot anus selama 5 hitungan. Lakukan gerakan ini
sebanyak 15 kali. Rileks selama 10 hitungan.
4) Tidur telentang, tangan di samping badan. Angkat kaki kiri
lurus ke atas sambil menahan otot perut. Lakukan gerakan
sebanyak 15 kali hitungan, bergantian dengan kaki kanan. Rileks
selama 10 hitungan.
5) Tidur telentang, letakan kedua tangan di bawah kepala,
kemudian bangun tanpa mengubah posisi kedua kaki (kaki tetap
lurus). Lakukan gerakan sebanyak 15 kali hitungan, kemudian
rileks selama 10 hitungan sambil menarik napas panjang lewat
hidung, keluarkan lewat mulut.
6) Posisi badan nungging, perut dan paha membentuk sudu 90
derajat. Gerakan perut ke atas sambil otot perut dan anus
dikerutkan sekuat mungkin, tahan selama 5 hitungan. Lakukan
gerakan ini sebanyak 15 kali, kemudian rileks selama 10 hitungan.

9. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas


Beberapa wanita setelah melahirkan secara fisik merasakan
ketidaknyamanan terutama pada 6 minggu pertama setelah melahirkan di
antaranya mengalami beragam rasa sakit, nyeri, dan gejala tidak
menyenangkan lainnya adalah wajar dan jarang merupakan tanda adanya
sebuah masalah. Namun tetap saja, semua ibu yang baru melahirkan perlu
menyadari gejala-gejala yang mungkin merujuk pada komplikasi
pascapersalinan. Gejala atau tanda bahaya yang harus diwaspadai
diantaranya sebagai berikut:
a. Perdarahan postpartum
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
Perdarahan yang membutuhkan lebih dari satu pembalut dalam waktu
satu atau dua jam, sejumlah besar perdarahan berwarna merah terang
tiap saat setelah minggu pertama pascapersalinan. Perdarahan post
partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir. Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian
yaitu: Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum hemorrhage)
yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan perdarahan
post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5 sampai ke-15 postpartum.
Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah
atonia uteri, perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari
uterus, tertinggalnya sebagian dari plasenta seperti kotiledon atau
plasenta suksenturiata, endometritis puerperalis, penyakit darah.
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin,
namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care
yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat
perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah
sakit. Tanda dan gejala Perdarahan postpartum :
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah
anak lahir (Atonia uteri).
2) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus
berkontraksi dan keras, plasenta lengkap (Robekan jalan lahir).
3) Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, uterus
berkontraksi dan keras (Retensio plasenta)
4) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap, perdarahan segera (Sisa plasenta)
5) Sub-involusi uterus, nyeri tekan perut bawah dan pada uterus,
perdarahan sekunder, lokhia mukopurulen dan berbau
(Endometritis atau sisa fragmen plasenta)
Penanganan Umum perdarahan postpartum :
1) Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal
2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan
aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan postpartum)
3) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama
pascapersalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam
berikutnya
4) Selalu siapkan keperluan tindakan darurat
5) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6) Atasi syok
7) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,
lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus
20 IU dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan per menit).
8) Pastikan plasenta lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir.
9) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10) Pasang kateter menetap dan pantau masuk keluar cairan.
11) Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik
b. Infeksi masa Nifas
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
1) Setelah 24 jam pertama, suhu di atas 37ºC lebih dari 1 hari.
Tetapi kenaikan suhu tubuh temporal hingga 41ºC tepat seusai
melahirkan (karena dehidrasi) atau demam ringan tidak lebih dari
38ºC pada waktu air susu mulai keluar tidak perlu dikhawatirkan.
2) Rasa sakit atau tidak nyaman, dengan atau tanpa pembengkakan, di
area abdominal bawah usai beberapa hari melahirkan.
3) Rasa sakit yang tak kunjung reda di daerah perineal, setelah
beberapa hari pertama.
4) Bengkak di tempat tertentu dan/atau kemerahan, panas, dan
keluar darah di tempat insisi Caesar.
5) Rasa sakit di tempat tertentu, bengkak, kemerahan, panas, dan rasa
lembek pada payudara begitu produksi penuh air susu mulai
berkurang yang bisa berarti tanda-tanda mastitis.
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut
infeksi nifas. Suhu 38ºC atau lebih yang terjadi antara hari ke
2-10 postpartum dan diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut
sebagai morbiditas puerperalis. Kenaikan suhu pada masa nifas
dianggap sebagai infeksi nifas apabila tidak ditemukan sebab-sebab
ekstragenital.
Infeksi peurperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran
reproduksi selama persalinan atau puerperium. Penyebab predisposisi
infeksi nifas:
1) Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban
2) Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan
3) Teknik aseptik tidak sempurna
4) Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan,
khususnya pecah ketuban
5) Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan
6) Manipulasi intra uteri (misal: eksplorasi uteri, pengeluaran
plasenta manual)
7) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti
laserasi yang tidak diperbaiki
8) Hematoma
9) Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1000 ml
10) Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesaria
11) Retensi sisa plasenta atau membran janin
12) Perawatan perineum tidak memadai
13) Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak
ditangani.
Organisme infeksius pada infeksi puerperium berasal dari tiga sumber
yaitu organisme yang normalnya berada dalam saluran genetalia
bawah atau dalam usus besar, infeksi saluran genetalia bawah, dan
bakteri dalam nasofaring atau pada tangan personel yang menangani
persalinan atau di udara dan debu lingkungan.
Tanda dan gejala infeksi nifas: Tanda dan gejala infeksi
umumnya termasuk peningkatan suhu tubuh, malaise umum, nyeri,
dan lokhia berbau tidak sedap. Peningkatan kecepatan nadi dapat
terjadi, terutama pada infeksi berat. Interpretasi kultur laboratorium
dan sensitivitas, pemeriksaan lebih lanjut, dan penanganan
memerlukan diskusi dan kolaborasi dengan dokter.
Tanda dan gejala infeksi meliputi sebagai berikut: Nyeri lokal,
disuria, suhu derajat rendah jarang, di atas 38,3ºC, edema, sisi jahitan
merah dan inflamasi, mengeluarkan pus atau eksudat berwarna abu-
abu kehijauan, pemisahan atau terlepasnya lapisan luka operasi.
Pencegahan terjadinya infeksi masa nifas:
1) Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat di jalan
lahir. Pada hari-hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-
luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Oleh sebab itu,
semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital
harus suci hama.
2) Pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama
dibatasi sedapat mungkin.
3) Setiap penderita dengan tanda-tanda infeksi jangan dirawat
bersama dengan wanita-wanita dalam masa nifas yang sehat.
Pengobatan infeksi nifas secara umum: Antibiotika mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Sudah
barang tentu jenis antibiotika yang paling baik adalah yang
mempunyai khasiat yang nyata terhadap kuman-kuman yang menjadi
penyebab infeksi nifas. Sebelum terapi dimulai, dilakukan pembiakan
getah vagina serta serviks dan kemudian dilakukan tes-tes kepekaan
untuk menentukan terhadap antibiotik mana kuman-kuman yang
bersangkutan peka.
Karena pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan
perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan
penicilin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spektrum luas
(broad spectrum antibiotics) seperti ampicillin, dan lain-lain. Setelah
pembiakan serta tes-tes kepekaan diketahui, dapat dilakukan
pengobatan yang paling sesuai. Di samping pengobatan dengan
antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan tubuh
tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang
mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan
cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi
darah dilakukan.
Macam-macam infeksi nifas:
1) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum
jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi
merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, dan luka yang
terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus.
2) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau
melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang
keluar dari ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya
infeksi tinggal terbatas.
3) Servisitis
Infeksi servik juga sering terjadi, akan tetapi biasanya tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka servik yang dalam, meluas, dan
langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi
yang menjalar ke parametrium.
4) Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering adalah endometritis. Kuman-
kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi
nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keping-
keping nekrotis serta cairan. Pada batas antara daerah yang
meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas leukosit-
leukosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran. Septikemia dan piemia ini
merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman
yang sangat patogen biasanya Streptococcus haemolilyticus
golongan A.
Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua
kematian karena infeksi nifas. Adanya septikemia dapat
dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah.
Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena- vena di
uterus serta sinus-sinus pada bekas implantasi plasenta.
Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterina, vena hipogastrika
dan/atau vena ovarii. Dari tempat-tempat trombus itu
embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap
kali dilepaskan, embolus masuk ke dalam peredaran darah umum
dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat lain, diantaranya
paru, ginjal, otak, jantung, dan mengakibatkan terjadinya abses-
abses di tempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
5) Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam
uterus langsung mencapai peritonium dan menyebabkan
peritonitis, atau melalui jaringan di antara kedua lembar
ligamentum latum yang menyebabkan parametritis (selulitis
pelvika).
6) Parametritis (selulitis pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau
selulitis pelvika. Peritonitis mungkin terbatas pada rongga
pelvis saja (pelvioperitonitis) atau menjadi peritonitis umum.
Peritonitis umum merupakan komplikasi yang berbahaya dan
merupakan sepertiga dari sebab kematian kasus infeksi.
7) Mastitis dan abses
Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi
pada setiap wanita, mastitis semata-mata komplikasi pada wanita
menyusui. Mastitis harus dibedakan dari peningkatan suhu
transien dan nyeri payudara akibat pembesaran awal karena air
susu masuk ke dalam payudara. Organisme yang biasa
menginfeksi termasuk S. aureus, streptococci dan
H.parainfluenzae.
Cedera payudara mungkin Karena memar karena manipulasi yang
kasar, pembesaran payudara, stasis air susu ibu dalam duktus, atau
pecahnya puting susu. Bakteri berasal dari berbagai sumber
diantaranya: tangan ibu, tangan orang yang merawat ibu atau bayi,
bayi, duktus laktiferus, darah sirkulasi. Sedangkan tanda dan
gejala mastitis diantaranya meliputi: peningkatan suhu yang
cepat dari 39,5ºC sampai 40ºC, peningkatan kecepatan nadi,
menggigil, malaise umum, sakit kepala, nyeri hebat, bengkak,
inflamasi, area payudara keras.
Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan.
Pencegahan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan
sabun antibakteri, pencegahan pembesaran dengan menyusui sejak
awal dan sering. Posisi bayi yang tepat pada payudara, penyangga
payudara yang baik tanpa konstriksi, membersihkan hanya
dengan air tanpa agen pengering, observasi bayi setiap hari
terhadap adanya infeksi kulit atau tali pusat dan menghindari
kontak dekat dengan orang yang diketahui menderita infeksi
atau lesi stafilokokus. Mastitis yang tidak ditangani memiliki
hampir 10 % risiko terbentuknya abses.
Tanda dan gejala abses meliputi: Discharge puting susu purulenta,
demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil,
pembengkakan payudara dan sangat nyeri massa besar dan keras
dengan area kulit berwarna berfluktuasi kemerahan dan kebiruan
mengindikasikan lokasi abses berisi pus.
Jika diduga mastitis, intervensi dini dapat mencegah perburukan.
Intervensi meliputi beberapa tindakan higiene dan kenyamanan:
a) BH yang cukup menyangga tetapi tidak ketat
b) Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan
perawatan payudara
c) Kompres hangat pada area yang terkena
d) Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu
e) Peningkatan asupan cairan
f) Istirahat
g) Membantu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stres
dan keletihan dalam kehidupannya Suportif, pemeliharaan
perawatan ibu
c. Infeksi saluran kencing
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut: Sulit
berkemih, rasa nyeri atau terbakar saat berkemih, sering merasakan
keinginan untuk kencing dan hanya keluar sedikit, air kencing sedikit
dan/atau berwarna keruh.
Kejadian Infeksi Saluran Kencing pada masa nifas relatif tinggi
dan hal ini dihubungkan dengan hipotoni kandung kemih akibat
trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam yang
terlalu sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau kateterisasi
yang sering .
Sistisis biasanya memberikan gejala berupa: nyeri berkemih
(disuria), sering berkemih, tak dapat menahan untuk berkemih, demam
biasanya jarang terjadi, adanya retensi urine pasca persalinan
umumnya merupakan tanda adanya infeksi.
Pielonefritis umumnya memberikan gejala yang lebih berat
diantaranya: demam, menggigil, perasaan mual muntah, selain disuria
dapat juga terjadi piuria dan hematoria.
Pengobatan infeksi saluran kencing adalah dengan antibiotik
yang terpilih meliputi golongan nitrofurantoin, sulfonamid,
trimetropin, sulfametaksazol, atau sefalosporin. Banyak penelitian
yang melaporkan resistensi mikrobakterial terhadap golongan
penisilin.
Pielonefritis membutuhkan penanganan yang lebih awal,
pemberian dosis awal antibiotik yang tinggi secara intravena, misalnya
sefalosporin 3-6 gram/hari dengan atau tanpa aminoglikosida.
Sebaiknya juga dilakukan kultur urine.
d. Subinvolusi Uterus
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
1) Lochia yang baunya sangat tidak enak, seharusnya baunya sama
seperti saat menstruasi
2) Gumpalan darah yang banyak atau besar (seukuran jeruk limau
atau lebih besar) dalam lokhia.
Subinvolusi uterus adalah proses involusi rahim (pengecilan
rahim) tidak berjalan sesuai sebagaimana mestinya, sehingga proses
pengecilan terlambat. Tanda dan gejala terjadinya subinvolusi uterus
sebagai berikut:
1) Uterus lunak dengan perlambatan atau tidak adanya penurunan
tinggi fundus uteri
2) Warna lokhia merah kecoklatan persisten atau b erkembang
lambat selama tahap-tahap rabas lokhia diikuti perdarahan
intermiten. Subinvolusi diterapi dengan ergonovin (Ergotrate)
atau metilergonovin (methergine), 0,2 mg per oral setiap 4 jam
selama 3 hari, ibu dievaluasi kembali dalam 2 minggu. Jika ibu
juga mengalami endometritis, tambahkan antibiotic
e. Tromboflebitis dan emboli paru
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
1) Rasa sakit hingga ke dada, yang bisa merupakan indikasi
gumpalan darah pada paru-paru (jangan dikacaukan dengan rasa
nyeri dada yang biasanya akibat mengejan terlalu kuat).
2) Rasa sakit di tempat tertentu, lemah dan hangat di betis atau
paha dengan atau tanpa adanya tanda merah, bengkak dan nyeri
Ketika menggerakkan kaki, yang bisa merupakan tanda
gumpalan darah pada saluran darah di kaki.
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau
invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di
sepanjang vena dan dan cabang-cabangnya sehingga terjadi
tromboflebitis. Tromboflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada
wanita penderita varikositis atau yang mungkin secara genetik rentan
terhadap relaksasi dinding vena dan stasis vena.
Tromboflebitis vena profunda ditandai dengan tanda dan gejala
sebagai berikut: kemungkinan peningkatan suhu ringan, takikardia
ringan, awitan tiba-tiba nyeri sangat berat pada tungkai diperburuk
dengan pergerakan atau saat berdiri, edema pergelangan kaki, tungkai
dan paha, tanda homan positif, nyeri saat penekanan betis, nyeri tekan
sepanjang aliran pembuluh darah yang terkena dengan pembuluh
darah dapat teraba.
Risiko terbesar yang berkaitan dengan tromboflebitis adalah
emboli paru, terutama sekali terjadi pada tromboflebitis vena profunda
dan kecil kemungkinannya terjadi pada tromboflebitis superfisial.
Awitan tiba-tiba takipnea, dispnea, dan nyeri dada tajam adalah gejala
yang paling umum. Penanganan meliputi tirah baring, elevasi
ekstremitas yang terkena, kompres panas, stoking elastis, dan
analgesia jika dibutuhkan. Rujukan ke dokter konsultan penting untuk
memutuskan penggunaan antikoagulan dan antibiotik.
f. Depresi postpartum
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
Depresi yang mempengaruhi kemampuan untuk mengatasi, atau yang
tidak mereda setelah beberapa hari, perasaan marah pada bayi terutama
jika perasaan itu dibarengi dengan keinginan buruk. Periode masa
nifas merupakan waktu dimana ibu mengalami stres pascapersalinan,
terutama pada ibu primipara.
Tanda dan gejala yang mungkin diperlihatkan pada penderita
depresi postpartum adalah sebagai berikut: perasaan sedih dan
kecewa, sering menangis, merasa gelisah dan cemas, kehilangan
ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan, nafsu makan
menurun, kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu,
tidak bisa tidur (insomnia), perasaan bersalah dan putus harapan
(hopeless), penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan, memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus
bayinya.
Penyebab depresi postpartum sendiri belum diketahui secara
pasti. Namun, beberapa hal yang dicurigai sebagai faktor predisposisi
terjadinya depresi postpartum adalah sebagai berikut:
1) Perubahan hormonal yang cepat. Hormon yang berkaitan dengan
terjadinya depresi postpartum adalah prolaktin, steroid,
progesteron, dan estrogen.
2) Masalah medis dalam kehamilan seperti PIH (pregnancy induced
hypertention), diabetes melitus, atau disfungsi tiroid.
3) Riwayat depresi, penyakit mental, dan alkoholik, baik pada diri
ibu maupun dalam keluarga.
4) Karakter pribadi seperti harga diri rendah ataupun
ketidakdewasaan.
5) Marital dysfunction ataupun ketidakmampuan membina
hubungan dengan orang lain yang mengakibatkan kurangnya
support system.
6) Marah dengan kehamilannya (Unwanted pregnancy)
7) Merasa terisolasi
8) Kelemahan, gangguan tidur, ketakutan terhadap masalah keuangan
keluarga, dan melahirkan anak dengan kecacatan atau penyakit.
Beberapa intervensi berikut dapat membantu seorang wanita
terbebas dari ancaman depresi setelah melahirkan: pelajari diri
sendiri, tidur dan makan yang cukup, olahraga, hindari perubahan
hidup sebelum atau sesudah melahirkan, beritahukan perasan anda,
dukungan keluarga dan orang lain, persiapkan diri dengan baik,
lakukan pekerjaan rumah tangga dan dukungan emosional.

10. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas


a. Anamnesa
Pengkajian data fisik ( pengumpulan data )
Pengkajian data adalah mengumpulkan semua data yang di
butuhkanuntuk mengevaluasi pasiendan merupakan langkah pertama
untuk mengumpulkan semua informasi yang jelas dan akurat.
Pengumpulan data ada 2 jenis, yaitu :
1) Data Subjektif
Untuk memperoleh data subjektif dapat di lakukan dengan cara
anamnesayaitu informasi yang kita dapatkan bisa langsung dari
pasien atau juga bisa dariorang orang terdekat klien. Data
Subjektif ini mencakup :
a) Identitas atau Biodata
Nama : Nama Suami :
Umur : Umur :
Suku / Bangsa : Suku /Bangsa :
Agama : Agama :
Pendidikan : Pendidikan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat kantor : Alamat Kantor :
No Telepon : No Telepon :
Alamat Rumah : Alamat Rumah:
b) Keluhan Utama
Yang di kaji adalah apakah ibu ada merasakan keluhan pada
masa nifas
c) Riwayat Kesehatan
Yang di kaji adalah :
o Riwayat kesehatan yang lalu
o Riwayat kesehatan sekarang
o Riwayat kesehatan keluarga
d) Riwayat Perkawinan
Yang di kaji adalah menikah sejak umur berapa , berapa lama
menikah, berapa kali menikah, status pernikahan.
e) Riwayat Obstetric
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu,riwayat
Persalinan sekarang.
f) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah klien pernah ikut KB dengan jenis
kontrasepsi apa.
g) Kehidupan sosial budaya
Untuk mengetahui klien dan keluarganya yang menganut
adat istiadat tertentu dengan budaya yang menguntungkan
atau merugikan ibu dalam masa nifas.
h) Data psikososial
o Respons keluarga terhadap ibu dan bayinya
o Respons ibu terhadap dirinya sendiri
o Respons ibu terhadap bayinya
i) Data pengetahuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang
perawatan setelah melahirkan.
j) Pola pemenuhan kebutuhan sehari–hari antara lain: nutrisi dan
cairan,personal hygiene, eliminasi, istirahat, seksual, aktifitas.
2) Data Objektif
Dalam menghadapi klien dalam masa nifas ini, bidan
harusmengumpukan data untuk memastikan apakah klien
dalam keadaan normalatau tidak. Bagian dari pengkajian data
objektif yaitu :
a) Keadaan umum ibu
b) Tanda-tanda vital yaitu : tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan
c) Payudara : dalam melakukan pengkajian apakah terdapat
benjolan,pembesaran kelenjar, dan bagaimanakah keadaan
pitting susu ibu apakah menonjol atau tidak, apakah
payudara ibu bernanah atau tidak.
d) Uterus: pemeriksaan tinggi fundus uteri apakah sesuai dengan
involusi uteri, apakah kontraksi uterus baik atau tidak, apakah
konsistensinya lunak atau kelars, dari pemeriksaan diatas
bertujuan untuk mengetahui apakah pelebaran otot perut
normal atau tidak caranya yaitu dengan memasukan kedua
jari kita yaitu telunjuk dan jari tengah kebagian diagfragma
dari perut ibu. Jika jari kita masuk dua jari berarti abnormal.
e) Kandung kemih: jika kandung kemih ibu penuh, maka bantu
ibu untuk mengkosongkan kantung kemihnya dan anjurkan
ibu agar tidak menahan apabila terasa ingin BAK. Jika ibu
tidak data berkemih dalam 6 jam postpartum, bantu ibu
dengan cara menyiram air hangat dan bersih ke vulva
perineum ibu. Bila berbagai cara telah dilakukan namun ibu
tetap tidak berkemih, maka mungkin perlu dilakukan
pemasangan katerisasi. Setelah kandung kemih dokosongkan,
maka lakukan massase pada fundus agar uterus berkontasi
dengan baik.
f) Ekstremitas bawah: pada pemeriksaan kaki apakah ada:
varises,odema, reflex patella, nyeri tekan atau panas pada
betis. Adanya tanda homan caranya dengan meletakan 1
tangan pada lutut ibu dan dilakukan tekanan ringan agar
lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan nyeri pada betis
dengan tindakan tersebut, tanda Homan (+).
g) Genitalia : Pemeriksaan pengeluaran lochea, warna, baud
anjumlahnya, Hematoma vulva (gumpalan darah), gejala yang
paling jelas dan dapat diidentifikasi dengan inspeksi vagina
dan serviks dengan cermat, lihat kebersihan pada genitalia ibu,
ibu harus selalu menjaga kebersihan pada alat genitalianya
karena pada masa nifas iniibu sangat mudah sekali untuk
terkenan infeksi.
h) Perineum : pada pemeriksaan perieneum sebaiknya ibu dalam
posisi dengan kedua tungkai dilebarkan. Saat melakukan
pemeriksaan perineum periksalah jahitan laserasinya.
i) Lochea : mengalami perubahan karena proses involusi
yaitu lochea rubra, serosa, dan alba.
b. Pemeriksaan
Masa nifas adalah periode berakhirnya persalinan (akhir kala III
persalinan sampai akhir 6 minggu pertama postpartum). Nifas adalah
sejak 1jam setelah plasenta lahir sampai minggu ke-6 atau
berlangsurngnya selama 42 hari.
Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil
yang telah selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti
sebelum hamil lamanya kira-kira 6-8 minggu. Perawatan masa nifas
dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan menghadirkan adanya
kemungkinan-kemungkinan perdarahan postpartumdan infeksi. Bila
ada perlukan jalan lahir atau luka bekas episotomi, lakukan penjahitan
dan perawatan luka dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan harus
tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk
mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan postpastum. Pemeriksan
yang dilakukan pada ibu nifas adalah :
1) Pada 2-6 jam pertama
a) Tekanan darah: pada proses persalinan terjadi
peningkatantekanan darah sekitar 15 mmHg untuk systole dan
10 mmHg untuk diastole namun kembali normal pada saat
postpartum.
b) Suhu : dapat naik sekitar 0,5°C dari keadaan normal tetapi
tidaklebih dari 38°C dan dalam 12 s/d 24 jam pertama
postpartum kembali normal.
c) Denyut nadi: denyut nadi biasanya 60-80 x/m kecuali
pesalinan dengan penyulit perdarahan, denyut nadi dapat
melebihi 100 x/m.
d) Fudus kembali keras dan bulat diatas pusat
e) Perdarahan pervaginam
f) Blass tidak teraba karena ibu dapat BAK dengan lancar.
2) Pemeriksan rutin setiap hari
a) Pemeriksaan fisik
b) Tanda vital
c) Payudara dan putting susu jika diinspeksi tidak ada kemerahan
dan nyeri.
Aktifitas asuhan kebidanan dalam periode nifas dapat
dikategorikan sebagai pemulihan dan pemeliharaan kesehatan,
peningkatan kesejahteraan emosional dan pemberian informasi,
pendidikan serta saran praktis dari pengalaman.
c. Diagnosa
Diagnosa yang ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standa rnomenklatur (tata nama)
diagnosa kebidanan yaitu :
1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
2) Berhubungan langsung dengan praktisi kebidanan.
3) Memiliki ciri khas kebidanan.
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan.
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
Diagnosa dapat berkaitan dengan para, abortus, anak hidup
umur ibu,dan keadaan nifas. Kemudian ditegakkan dengan data dasar
subjektif dan objektif. Contoh : Seorang P1A0 postpartum normal hari
pertama.
d. Asuhan Kebidanan
Langkah ini ditentukan dari hasil kajian pada langkah
sebelumnya. Jika ada informasi/data yang tidak lengkap bisa
dilengkapi. Merupakan kelanjutan dari pelaksanaan terhadap masalah
atau diagnosa yang telah diidentifikasikan atau diantisipasi yang
sifatnya segera atau rutin.
Rencana asuhan dibuat berdasarkan pertimbangan yang tepat,
baik dari pengetahuan, teori yang up to date, dan validasikan dengan
kebutuhan pasien. Penyusunan rencana asuhan sebaiknya melibatkan
pasien sebelum pelaksanaan rencana asuhan, sebaiknya dilakukan
kesepakatan antara bidan dan pasien ke dalam informed consent.
Contoh:
1) Anjurkan ibu untuk mengeluarkan ASI
2) Lakukan kompres air hangat dan dingin
3) Lakukan masase pada payudara secara begantian
4) Anjurkan ibu untuk tetapkonsumsi makanan yang bergizi
e. Evaluasi Asuhan
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
telah diberikan. Evaluasi didasrkan pada harapan pasien yang
didefinisikan saat merencanakan asuhan kebidanan. Untuk mengetahui
keberhasilan asuhan bidan mempunyai pertimbangan tertentu antara
lain: tujuan asuhan kebidanan: efektivitas tindakan untuk mengatasi
masalah dan hasil asuhan kebidanan.
Contoh :
1) ASI telah dikelurkan, jumlah asi cukup
2) Kompres air hangat dan dingin telah dilakukan, ibu merasa lebih
nyaman
3) Telah dilakukan masase, ibu merasa lebih rileks
4) Ibu bersedia mengkonsumsi makanan yang bergizi
B. KONSEP DASAR MENYUSUI
1. Pengertian Menyusui
Menyusui merupakan suatu proses alamiah manusia dalam
mempertahankan dan melanjutkan kelangsungan hidup keturunannya.
Organ tubuh yang ada pada seorang wanita menjadi sumber utama
kehidupan untuk menghasilkan ASI yang merupakan sumber makanan
bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan.
Perkembangan zaman membawa perubahan bagi kehidupan manusia,
dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
membuat pengetahuan manusia mengetahui pentingnya ASI bagi
kehidupan bayi. Menyusui merupakan suatu pengetahuan yang sudah ada
sejak lama yang mempunyai peranan penting dalam mempertahankan
kehidupan manusia (Astuti, 2013).
Sedangkan menurut (Varney dkk, 2008) menyusui adalah cara yang
optimal dalam memberikan nutrisi dan mengasuh bayi, dan dengan
penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua tahun pertama,
kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun
kedua dan tahun-tahun berikutnya.
2. Manfaat Pemberian ASI
Pemberian ASI eksklusif bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak
bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 6 bulan
dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Astuti Sri,
2015). Dampak yang terjadi jika bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif
yaitu bayi memiliki resiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar
dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa bayi yang
diberikansusu formula lebih sering mengalami diare dibandingkan dengan
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Khrist Gafriela Josefa & Ani
Margawati, 2011 dan citra Puspita Ningrum, 2006). Di Amerika, tingkat
kematian bayi pada bulan pertama berkurang sebesar 21% pada bayi yang
disusui. Bayi yang tidak memperoleh zat kekebalan tubuh tidak
mendapatkan makanan yang bergizi tinggi serta berkualitas dapat
menyebabkan bayi mudah mengalami sakit yang mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasannya terhambat (Mursyida
A.Wadud, 2013dalam Astuti Sri, 2015).
Manfaat pemberian ASI menurut Astuti (2015) dibagi menjadi 4
yaitu :
a. Manfaat ASI untuk bayi
1) Kualitas dan kuantitas nutrisi yang optimal, namun tidak
meningkatkan risiko kegemukan.
2) Antibodi tinggi sehingga anak lebih sehat.
3) Tidak menimbulkan alergi dan menurunkan resiko kencing manis.
4) Menimbulkan efek psikologis untuk pertumbuhan.
5) Mengurangi resiko karies gigi.
6) Mengurangi resiko infeksi saluran pencernaan (muntah, diare)
7) Mengurangi resiko infeksi saluran pernapasan dan asma.
8) Meningkatkan kecerdasan
9) Mudah dicerna, sesuai kemampuan pencernaan bayi.
b. Manfaat ASI untuk Ibu
1) Isapan bayi merangsang terbentuknya oksitosin sehingga
meningkatkan kontraksi rahim.
2) Mengurangi jumlah pendarahan nifas.
3) Mengurangi resiko karsinoma mammae.
4) Mempercepat pemulihan kondisi ibu nifas.
5) Berat badan lebih cepat kembali normal.
6) Metode KB paling aman, kadar prolaktin meningkatkan sehingga
akan menekan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan
ovulasi.
7) Suatu kebanggaan bagi ibu jika dapat menyusui dan merasa
menjadi sempurna.
c. Manfaat bagi Keluarga
1) Aspek ekonomi dan psikologi
Tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli susu
formula, bayi yang sehat karena diberi ASI dapat menghemat
biaya kesehatan dan mengurangi kekhawatiran keluarga.
2) Aspek kemudahan
Lebih praktis saat berpergian karena tidak perlu membawa botol,
susu, air panas, dan segala macam perlengkapan.
d. Manfaat bagi Negara
1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak.
Kandungan ASI yang berupa zat protektif dan nutrien di dalam
ASI yang sesuai dengan kebutuhan bayi, menjamin status gizi
bayi menjadi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun.
2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit
Subsidi untuk rumah sakit berkurang karena rawat gabung akan
memperpendek lama rawat ibu dan bayi serta mengurangi
komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial.
3) Mengurangi devisa dalam pemberian susu formula
ASI yang di anggap sebagai kekayaan nasional, jika semua ibu
memberikan ASI maka dapat menghemat devisa yang seharusnya
dipakai membeli susu formula.
4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa
Anak yang mendapatkan ASI, tumbuh kembang secara optimal

sehingga akan menjamin kualitas generasi penerus bangsa.


3. Komposisi Gizi Dalam ASI
Air susu ibu merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.
Komposisi ASI berubah menurut stadium penyusuan. Komposisi ASI
tidak dapat di tiru dengan pemberian susu formula (Marliandiani, 2015).
a. Kolostrum
Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar, berwarna
kuning keemasan, kental, dan lengket. Kolostrum disekresi oleh
kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari keempat
pascapersalinan. Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral,
garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih, dan antibodi yang tinggi
dari pada ASI matur. Selain itu kolostrum mengandung rendah lemak
dan laktosa.
Protein utama dalam kolostrum adalah imunoglobulin (IgG,
IgA, dan IgM) yang digunakan sebagai zat antibodi untuk mencegah
dan
menetralisasi bakteri, virus, jamur dan parasit. Volume kolostrum
antara 150-300 ml/24 jam dalam payudara mendekati kapasitas
lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Kolostrun juga sebagai pencahar
ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang
baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi
bayi(Marlindiani, 2015).
b. ASI Transisi/ Peralihan
ASI peralihan diproduksi pada hari keempat atau ketujuh
sampai hari ke-10/ke-14 setelah kolostrum sampai sebelum ASI
matang (Roeslu, 2012). Pada ASI transisi kadar lemak, laktosa, dan
vitamin larut air lebih tinggi, kadar protein dan mineral lebih redah,
serta lebih banyak kalori (Marlindiani, 2015).
c. ASI matur
ASI matur keluar setelah hari ke-14 dan seterusnya. ASI matur
akan terlihat lebih encer daripada susu sapi. pada tahap ini, ASI banyak
mengandung nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Air susu matur
merupakan nutrisi yang terus berubah disesuaikan dengan stimulasi
saat laktasi. ASI merupakan makanan satu-satunya paling baik bagi
bayi sampai usia enam bulan.
Air susu matur memiliki dua tipe yaitu foremilk dan hindmilk.
Foremilk merupakan ASI yang keluar lebih dulu saat ibu menyusui.
Sifat foremilk lebih encer, tinggi laktosa, dan protein yang penting
untuk pertumbuhan otak dan berfungsi sebagai penghilang rasa haus
pada bayi. Hindmilk keluar beberapa saat setelah foremilk, sifatnya
lebih kental dan kandungan lemak lebih tinggi sehingga memberikan
efek kenyang pada bayi, serta bermaanfaat untuk pertumbuhan fisik
anak (Malindiani Yefi & Ningrum N.P, 2015).
Komposisi ASI menurut Marlindiani (2015) antara lain sebagai
berikut :
1) Laktosa
Laktosa 7g/100 ml merupakan jenis karbohidrat utama dalam ASI
yang berperan penting sebagai sumber energi. Selain itu laktosa
juga
diolah menjadi glukosa dan galaktosa yang berperan dalam
perkembangan sistem saraf.
2) Lemak
Lemak 3,7-4,8g/100ml, merupakan zat gizi terbesar kedua pada
ASI dan menjadi sumber energi utama bayi serta berperan
dalam pengaturan suhu tubuh bayi. Lemak di ASI mengandung
komponen asam lemak esensial yaitu asam linoleat dan asam alfa
linoleat yang akan diolah oleh tubuh bayi menjadi AA dan
DHA. AA dan DHA berfungsi untuk perkembangan otak bayi.
3) Vitamin
Kandungan vitamin dalam ASI antara lain vitamin E banyak
terkandung dalam kolostrum, vitamin K berfungsi sebagai
katalisator pada proses pembekuan darah, vitamin D berfungsi
untuk pembentukan tulang dan gigi.
4) Garam dan mineral
Jumlah zat besi dalam ASI termasuk sedikit tetapi mudah diserap.
Jumlah zat besi berasal dari persediaan zat besi sejak bayi lahir,
dari pemecahan sel darah merah dan zat besi yang terkandung
dalam ASI. Zat besi diperlukan untuk pertumbuhan perkembangan
dan imunitas, juga diperlukan untukmencegah penyakit
akrodermatitis enteropatika.
5) Oligosakarida
Oligosakirida 10-12 g/l merupakan komponen bioaktif di ASI
yang berfungsi sebagai prebiotik karena terbukti meningkatkan
jumlah bakteri sehat yang secara alami hidup dalam sistem
pencernaan bayi.
6) Protein
Protein dalam susu yaitu kasein dan whey kadarnya 0,9%. Protein
0,8-1,0 g/100 ml, merupakan komponen dasar dari protein adalah
asam amino berfungsi sebagai pembentuk struktur otak. Beberapa
asam amino tertentu yaitu taurina, triptopan, dan fenilalanina
merupakan senyawa yang berperan dalam proses ingatan.
(Marlindiani Yefi, 2015).
4. Cara Memperbanyak ASI
Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan terbaik yang sangat
dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung berbagai zat yang penting untuk
tumbuh kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya. Meski demikian,
tidak semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai alasan. Misalnya
takut gemuk, sibuk, payudara kendor, dan sebagainya. Di lain pihak, ada
juga ibu yang ingin menyusui bayinya tetapi mengalami kendala. Biasanya
ASI tidak mau keluar atau produksinya kurang lancar.
Banyak hal yang dapat memengaruhi produksi ASI. Produksi dan
pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan
oksitosin. Prolaktin memengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan
oksitosin memengaruhi proses pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan
dengan nutrisi ibu, semakin asupan nutrisinya baik maka produksi yang
dihasilkan juga banyak. Namun demikian, untuk mengeluarkan ASI
diperlukan hormon oksitosin yang kerjanya dipengaruhi oleh proses
hisapan bayi. Semakin sering puting susu dihisap oleh bayi maka semakin
banyak pula pengeluaran ASI.
Hormon oksitosin sering disebut sebagai hormon kasih sayang.
Sebab, kadarnya sangat dipengaruhi oleh suasana hati, rasa bahagia, rasa
dicintai, rasa aman, ketenangan, relaks. Hal-hal yang Memengaruhi
Produksi ASI:
a. Makanan
Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap
produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan
pola makan yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan
lancar.
b. Ketenangan Jiwa dan Pikiran
Memproduksi ASI yang baik perlu kondisi kejiwaan dan pikiran yang
tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih dan tegang akan
menurunkan volume ASI.
c. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui, perlu diperhatikan
agar tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat kontrasepsi yang
bisa digunakan adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun
suntik hormonal 3 bulanan.
d. Perawatan Payudara
Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara memengaruhi
hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin.
e. Anatomis Payudara
Jumlah lobus dalam payudara juga memengaruhi produksi ASI. Selain
itu, perlu diperhatikan juga bentuk anatomis papila atau puting susu
ibu.
f. Faktor Fisiologi
ASI terbentuk karena pengaruh dari hormon prolaktin yang
menentukan produksi dan mempertahankan sekresi air susu.
g. Pola Istirahat
Faktor istirahat memengaruhi produksi dan pengeluaran ASI. Apabila
kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat maka ASI juga berkurang.
h. Faktor Isapan Anak atau Frekuensi Penyusuan
Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, maka produksi dan
pengeluaran ASI akan semakin banyak. Akan tetapi, frekuensi
penyusuan pada bayi prematur dan cukup bulan berbeda. Studi
mengatakan bahwa pada produksi ASI bayi prematur akan optimal
dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan
pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi
prematur belum dapat menyusu. Sedangkan pada bayi cukup bulan
frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2 minggu pertama
setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup.
Sehingga direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali per hari
pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini
berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar
payudara.
i. Berat Lahir Bayi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap
ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500
gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi
frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat
lahir normal yang akan memengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan
oksitosin dalam memproduksi ASI.
j. Umur Kehamilan saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir memengaruhi poduksi ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34
minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif
sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir cukup
bulan. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat
disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi
organ.
k. Konsumsi Rokok dan Alkohol
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu
hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan
menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat
pelepasan oksitosin. Meskipun minuman alkohol dosis rendah di satu
sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses
pengeluaran ASI namun di sisi lain etanol dapat menghambat produksi
oksitosin.
5. Tanda Bayi Cukup ASI dan Ukuran Lambung Bayi
a. Tanda Bayu Cukup ASI adalah sebagai berikut :
1) 6 – 8 popok basah per hari
2) Menyusu 10 – 20 menit di tiap payudara
3) Bersendawa setelah disusui
4) Bayi terlihat sehat, aktif, warna kulit sehat
Bayi usia 0 – 6 bulan, dapat dinilai mendapat kecukupan ASI bila
mencapai keadaan sebagai berikut:
1) Bayi minum ASI tiap 2 – 3 jam atau dalam 24 jam minimal
mendapatkan ASI 8 kali pada 2 – 3 minggu pertama.
2) Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering, dan warna
menjadi lebih muda pada hari kelima setelah lahir.
3) Bayi akan buang air kecil (BAK) paling tidak 6 – 8 x sehari.
4) Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI.
5) Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis.
6) Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.
7) Pertumbuhan berat badan (BB) bayi dan tinggi badan (TB) bayi
sesuai dengan grafik pertumbuhan.
8) Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai
dengan rentang usianya).
9) Bayi kelihatan puas, sewaktu-waktu saat lapar bangun dan tidur
dengan cukup.
10) Bayi menyusu dengan kuat (rakus), kemudian melemah dan
tertidur pulas.
Bayi yang mengkonsumsi ASI sangat mungkin tidak BAB selama 2 –
7 hari. Hal ini disebabkan karena seluruh ASI yang dikonsumsi tercerna
sempurna. Jika bayi sudah cukup minum ASI atau sudah kenyang, biasanya
dia akan melepaskan isapannya. Tapi kadang-kadang bayi juga berhenti
sejenak sewaktu minum ASI.
Amati sebentar, kalau ia masih ingin mengisap kembali, berarti dia
masih belum merasa kenyang. Berikut beberapa tanda bahwa bayi Ibu
cukup minum ASI:
1) Bayi terlihat kenyang setelah minum ASI.
2) Berat badannya bertambah setelah dua minggu pertama.
3) Payudara dan puting Ibu tidak terasa terlalu nyeri.
4) Payudara Ibu kosong dan terasa lebih lembek setelah menyusui.
5) Kulit bayi merona sehat dan pipinya kencang saat Ibu mencubitnya
6) Setelah berumur beberapa hari, Ibu akan perlu mengganti
popoknya sekitar 6 – 12 kali sehari.
7) Setelah berumur beberapa hari, bayi akan buang air besar (BAB)
setidaknya dua kali sehari dengan tinja yang berwarna kuning atau
gelap dan mulai berwarna lebih cerah setelah hari kelima belas.
b. Ukuran Lambung Bayi
1) Usia 1 hari
Lambung bayi masih sangat kecil, kira-kira sebesar buah ceri.
Artinya sama dengan hanya bisa menampung ASI sebanyak satu
sendok teh atau 5-7 ml.

2) Usia 3 hari
Lambung bayi sudah agak besar, yaitu sebesar biji kenari. Satu kali
menyusu, ASI yang bisa ditambung sekitar 22-27 ml.
3) Usia 1 minggu
Lambung bayi sudah sebesar buah apricot. Satu kali menyusu,
lambungnya bisa menampung 45-60 ml ASI atau kira-kira 1,5-2
gelas ASI per hari. Biasanya di usia ini kebutuhan ASI meningkat
karena bayi mengalami growth spurt.
4) Usia 1 bulan
Saat ini ukuran lambung bayi sebesar telur ayam. Satu kali
menyusu, ia bisa menampung ASI sebanyak 80-150 ml. Frekuensi
menyusu bayi juga semakin meningkat antara 2-3 jam sekali.
5) Usia 6 bulan
Kebutuhan ASI meningkat seiring berkembangan kapasitas
lambungnya. Satu kali menyusu, lambungnya bisa menampung
700-800 ml ASI. Bayi juga sudah mulai diperkenalkan dengan
MPASI.
6) Usia >1 tahun
Kebutuhan MPASI semakin meningkat. Sedangkan kebutuhan
ASInya menurun sekitar 550-600 ml sehari.
Gambar 2.2. Ukuran Lambung Bayi

6. ASI Eksklusif
a. Pengertian ASI eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan.
Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini. Pada
tahun 2001 World Health Organization/Organisasi Kesehatan Dunia
menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup
bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya
(bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi.
WHO dan UNICEF merekomendasikan langkah-langkah
berikut untuk memulai dan mencapai ASI eksklusif :
1) Menyusui dalam satu jam setelah kelahiran.
2) Menyusui secara eksklusif: hanya ASI. Artinya, tidak
ditambah makanan atau minuman lain, bahkan air putih
sekalipun.
3) Menyusui kapan pun bayi meminta (on-demand), sesering yang
bayi mau, siang dan malam.
4) Tidak menggunakan botol susu maupun empeng.
5) Mengeluarkan ASI dengan memompa atau memerah dengan
tangan, di saat tidak bersama anak.
6) Mengendalikan emosi dan pikiran agar tenang.
b. Kesalahpahaman Mengenai ASI Eksklusif
Setelah ASI eksklusif enam bulan tersebut, bukan berarti
pemberian ASI dihentikan. Seiiring dengan pengenalan makanan
kepada bayi, pemberian ASI tetap dilakukan, sebaiknya menyusui dua
tahun menurut rekomendasi WHO.
c. Mengapa umur 6 bulan adalah saat terbaik anak mulai diberikan
MPASI?
1) Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan
perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan
sistem imun bayi < 6 bulan belum sempurna. Pemberian MPASI
dini sama saja denganmembuka pintu gerbang masuknya berbagai
jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan higienis. Hasil riset
terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yang
mendapatkan MPASI sebelum ia berumur 6 bulan, lebih banyak
terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan
bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif. Belum lagi
penelitian dari badan kesehatan dunia lainnya.
2) Saat bayi berumur 6 bulan ke atas, sistem pencernaannya sudah
relatif sempurna dan siap menerima MPASI. Beberapa enzim
pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim
amilase, dan sebagainya baru akan diproduksi sempurna pada saat
ia berumur 6 bulan.
3) Mengurangi risiko terkena alergi akibat pada makanan. Saat bayi
berumur < 6 bulan, sel-sel di sekitar usus belum siap untuk
kandungan dari makanan. Sehingga makanan yang masuk dapat
menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.
4) Menunda pemberian MPASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari
obesitas di kemudian hari. Proses pemecahan sari-sari makanan
yang belum sempurna. Pada beberapa kasus yang ekstrem ada
juga yang perlu tindakan bedah akibat pemberian MPASI terlalu
dini. Dan banyak sekali alasan lainnya mengapa MPASI baru
boleh diperkenalkan pada anak setelah ia berumur 6 bulan.
7. Cara Merawat Payudara
Perawatan buah payudara dilakukan sebagai kelanjutan perawatan
pada masa hamil sampai hari ke 3 setelah melahirkan. Terbukti adanya
efek prolaktin pada payudara yang menyebabkan payudara menjadi
bengkak karena pembuluh darah membesar, serta meningkatnya suhu
tubuh atau rasa sakit. Sel-sel acini menghasilkan air susu dan mulai
berfungsi. ASI mulai mencapai ampulla mammae ini air susu disimpan
sementara, sebelum dihisap oleh bayi, oleh sebab itu dengan perawatan
payudara yang baik maka kesulitan dapat dihindari.
a. Puting susu ditutup dengan kapas minyak kelapa selama 2 menit.
b. Kedua telapak tangan diletakkan di ujung-ujung jari menghadap ke
bawah. Telapak tangan ditarik ke atas melingkari payudara, dan
sambil menganggal payudara tersebut

c. Kemudian tangan dilepaskan dengan gerak cepat ke arah depan.


Gerakan ini dilakukan 20x tiap latihan
d. Mengurut payudara dari pangkal payudara ke ujung payudara
memakai genggaman tangan menyeluruh gerakan ini dilakukan 20x
tiap latihan.
e. Dilanjutkan payudara disiram dengan air hangat dan air dingin secara
bergantian dan dikerjakan berulang-ulang lalu dikeringkan dengan
handuk.
Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum melahirkan, tetapi
juga dilakukan setelah melahirkan. Perawatan yang dilakukan terhadap
payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah
tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI.
Agar tujuan perawatan ini dapat tercapai, perlu diperhatikan hal-hal
berikut ini:
a. Lakukan perawatan payudara secara teratur
b. Pelihara kebersihan sehari-hari
c. Pemasukan gizi ibu harus lebih baik dan lebih banyak untuk
mencukupi produksi ASI
d. Ibu harus percaya diri akan kemampuan menyusui bayinya
e. Ibu harus merasa nyaman dan santai
f. Hindari rasa cemas dan stres karena akan menghambat oksitosin
g. Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin,
yaitu 1, 2 hari setelah bayi lahir dan dilakukan dua kali sehari.
8. Cara Menyusui Yang Benar Dan Cara Penyimpanan ASI
a. Beberapa aspek yang diperhatikan ketika menyusui :
1) Posisi badan ibu dan badan bayi
a) Ibu duduk atau berbaring dengan santai
b) Memegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar
kepala
c) Merapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah
payudara
d) Menempelkan dagu bayi pada payudara ibu dengan posisi

seperti ini telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan
leher dan lengan bayi
e) Menjauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara
menekan pantat bayi dengan lengan ibu.
2) Posisi mulut bayi dan putting ibu
a) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain
menopang dibawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara
dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting),
dibelakang areola (kalang payudara)
b) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting
reflek) dengan cara menyentuh puting susu, menyentuh sisi
mulut puting susu.
c) Menunggu samapi bayi bereaksi dengan membuka
mulutnya lebar dan lidah ke bawah
d) Dengan cepat mendekatkan bayi ke payudara ibu dengan
cara menekan bahu belakang bayi bukan bagian belakang
kepala
e) Memposisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan
berhadapan- hadapan dengan hidung bayi
f) Kemudian memasukkan puting susu ibu menelusuri langit-
langit mulut bayi
g) Mengusahakan sebagian aerola (kalang payudara) masuk ke
mulut bayi, sehingga puting susu berada diantara pertemuan
langit- langit yang keras (palatum durum) dan langit- langit
lunak (palatum molle)
h) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan
gerakan memerah sehingga ASI akan keluar dari sinus
lactiferousyang terletak dibawah kalang payudara
i) Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan
baik, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi
j) Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan
hidung bayi dengan maksud untuk memudahkan bayi
bernafas.

Hal itu tidak perlu karena hidung bayi telah dijauhkan dari
payudara dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu.
Menganjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk
mengelus- elus bayi
3) Cara Menyendawakan Bayi dengan
a) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu
kemudian punggung ditepuk perlahan-lahan atau
b) Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian
punggungnya di tepuk perlahan-lahan.
4) Menganjurkan ibu agar menyusui bayinya setiap saat bayi
menginginkan (on demand)

b. Cara Penyimpanan ASI


1) ASI perah disimpan dalam lemari pendingin atau menggunakan
portable cooler bag
2) Untuk tempat penyimpanan ASI, berikan sedikit ruangan pada
bagian atas wadah penyimpanan karena seperti kebanyakan cairan
lain, ASI akan mengembang bila dibekukan.
3) ASI perah segar dapat disimpan dalam tempat/wadah tertutup
selama 6-8 jam pada suhu ruangan (26ºC atau kurang). Jika lemari
pendingin (4ºC atau kurang) tersedia, ASI dapat disimpan di
bagian yang paling dingin selama 3-5 hari, di freezer satu pintu
selama 2 minggu, di freezer dua pintu selama 3 bulan dan di dalam
deep freezer (-18ºC atau kurang) selama 6 sampai 12 bulan.
4) Bila ASI perah tidak akan diberikan dalam waktu 72 jam, maka ASI
harus dibekukan.
5) ASI beku dapat dicairkan di lemari pendingin, dapat bertahan 4 jam
atau kurang untuk minum berikutnya, selanjutnya ASI dapat
disimpan di lemari pendingin selama 24 jam tetapi tidak dapat
dibekukan lagi.
6) ASI beku dapat dicairkan di luar lemari pendingin pada udara
terbuka yang cukup hangat atau di dalam wadah berisi air hangat,
selanjutnya

ASI dapat bertahan 4 jam atau sampai waktu minum berikutnya


tetapi tidak dapat dibekukan lagi.
7) Jangan menggunakan microwavedan memasak ASI untuk
mencairkan atau menghangatkan ASI.
8) Sebelum ASI diberikan kepada bayi, kocoklah ASI dengan perlahan
untuk mencampur lemak yang telah mengapung.
9) ASI perah yang sudah diminum bayi sebaiknya diminum sampai
selesai, kemudian sisanya dibuang.
9. Hambatan atau Masalah Dalam Pemberian ASI
a. ASI tidak keluar
Penyebab : sumbatan pada saluran susu, sementara ASI diproduksi
terus dan menumpuk
Solusi : menggunakan BRA yang mendukung (dapat menyangga),
menyusui bayi 2-4 jam meskipun bayi tertidur, jika areola keras jangan
dipaksakan menyusui namun berikan kompres hangat
b. Bayi tidak mau menyusu
Penyebab : pencarian ASI terlalu kuat sehingga mulut bayi terlalu
penuh, bayi bingung putting, putting rata atau bayi mengantuk
Solusi : pancaran asi terlalu kuat diatasi dengan menyusui sesering
mungkin, memiijat payudara sebelum menyusui dan susui bayi dengan
posisi ibu terlentang dan bayi ditaruh diatas payudara, menghindari
penggunaan dot botol dan gunakan sendok apabila bayi mengalami
bingung putting, mengusahakann bayi agar terbangun saat waktunya
menyusui.
c. Puting susu lecet
Penyebab : posisi menyusui bayi yang salah, aerola tidak masuk ke
mulut bayi dan bayi menggigit putting susu, bra yang tidak cocok dan
putting susu terinfeksi kuman
Solusi : saat menyusu memaastikan putting dan areola masuk ke dalam
mulut bayi, saat menghentikan menyususi memasukan jari ibu ke sudut
mulut bayi dan jangan menarik putting secara langsung, bila lecetnya
luas menghentikan menyusui langsung selama 24-48 jam dan
mengeluarkan ASI dengan memerah manual maupun memompa.

d. ASI mengalir terus


Penyebab : umumnya terjadi setiap pagi hari saat jumlah ASI
mencapai maksimal. penyebabnya adalah refleks alamiah
Solusi: letakkan kain penyangga di dekat putting ibu, silang kedua
tangan dan dekap payudara serta tekan dengan lembut agar aliran
terhenti.
10. Peran Ayah dalam Menyusui
Secara psikologis, seorang ibu yang didukung suami atau keluarga
akan lebih termotivasi untuk memberikan ASI kepada bayinya (Sari,
2011). Keberhasilan menyusui sangat ditentukan oleh peran ayah karena
ayah akanturut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI yang
sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah dapat
berperan aktif dalam membantu ibu dalam memberikan ASI dengan
memberikan dukungan-dukungan emosional dan bantuan-bantuan praktis
lainnya.
Pengertian tentang perannya yang penting ini merupakan langkah
pertama bagi seorang ayah untuk dapat mendukung ibu agar berhasil
menyusui dini. Seorang ayah punya peran penting dalam keberhasilan ibu
menyusui.Perasaan dan semangat ibu untuk menyusui dan untuk terus
memberikan yang terbaik bagi anaknya sangat bergantung pada peran ayah
untuk terus menjaga suasana kondusif. Proses menyusui menjadi
terhambat bila kondisi ayah dan ibu tidak harmonis, ibu tidak mendapat
dukungan dari suami, tidak bisa berkomunikasi dengan baik, dan perasaan
ibu yang tidak aman dan nyaman (Sari, 2011).
Dukungan suami yang merupakan faktor pendukung dalam
keberhasilan ASI Eksklusif merupakan suatu kegiatan yang bersifat
emosional maupun psikologis yang diberikan kepada ibu menyusui dalam
memberikan ASI. Hal ini berkaitan dengan pikiran, perasaan, dan sensasi
yang dapat memperlancar produksi ASI.
Suami merupakan orang terdekat bagi ibu menyusui yang
diharapkan selalu ada di sisi ibu dan selalu siap memberi bantuan.
Keberhasilan ibu dalam menyusui tidak terlepas dari dukungan yang terus-
menerus dari suami. Jika ibu mendapatkan kepercayaan diri dan mendapat
dukungan penuh dari suami, motivasi ibu untuk menyusui akan meningkat
(Sari, 2011).
C. Teori Evidence Based Midwifery (EBM) pada Nifas dan Menyusui
1. Efektifitas Mobilisasi Dini Dalam Mempercepat Involusi Uteri Ibu
Post Partum (Kasanah & Alika, 2020)
Mobilisasi dini didefinisikan sebagai kegiatan bergerak ringan untuk
tujuan kesehatan pada periode awal nifas: miring kanan-kiri, latihan
duduk, latihan berjalan, senam pernafasan, gerakan tumit, latihan dasar
panggul, serta sikap postur tubuh yang benar. Involusi uteri didefinisikan
dengan kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil, diukur dengan
melihat tinggi fundus uteri menggunakan jari.
Ibu post partum dapat melakukan mobilisasi dini dengan baik,
meskipun ada sedikit rasa nyeri namun ibu dapat menahannya. Dengan
kemampuan ibu melakukan gerak/mobilisasi sedini mungkin akan
memberikan kepercayaan diri bagi ibu bahwa ibu merasa sehat sehingga
hal ini sangat menguntungkan bagi pemulihan ibu paska bersalin. Selain
itu, dengan mobilisasi dini, ibu dapat terhindar dari keluhan otot kaku,
sendi kaku. Mobilisasi dini juga dapat menegurangi nyeri, dapat
memperlancar peredaran darah, meningkatkan pengaturan metabolisme
tubuh, kerja organ-organ cepat pulih, termasuk membuat proses involusi
uteri makin efektif.
2. Pengaruh Konsumsi Daun Kacang Panjang Terhadap
Peningkatan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui (Djama, 2018)
Pemberian konsumsi daun kacang panjang, dengan cara konsumsi
adalah pengkonsumsian sayur bening daun kacang panjang pada ibu
menyusui selama 7 hari sebanyak 200 grm/hari. Daun kacang panjang
mengandung saponin dan polifenol yang dapat meningkatkan kadar
prolaktin. Berbagai substansi dalam laktagogum memiliki potensi dalam
menstimulasi hormon oksitosin dan prolaktin seperti Alkaloid, polifenol,
steroid, flavonoid dan substansi lainnya paling efektif dalam
meningkatkan dan memperlancar produksi ASI.
3. Pengaruh Pemberian Putih Telur Terhadap Lama Penyembuhan
Luka Perineum Di Rsud Waluyo Jati Kabupaten Probolinggo (Azizah
& Alifah, 2018)
Pemberian putih telur ini diberikan dengan cara direbus. Putih telur ini
aman dikonsumsi oleh ibu nifas yang memiliki luka jahitan perineum
karena efek dari protein ini sangat membantu dalam pembentukan
kembali sel jaringan yang rusak. Hasil penelitian pada saat sesudah
diberikan putih telur dengan direbus ini membawa pengaruh yang
signifikan. Bahwasanya ibu yang sebelumnya jarang mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi protein, ibu di anjurkan untuk
mengkonsumsinya setiap hari. Ibu mengalami perubahan luka yang baik
daripada sebelumnya. Luka menjadi kering dan kemerahan pada luka
jahitan sedikit berkurang.
4. Pengaruh Senam Kegel Terhadap Penyembuhan Luka Pada Ibu Post
Partum (Fitri et al., 2020)
Senam kegel adalah senam untuk menguatkan otot dasar panggul
menjelang persalinan, tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar
panggul, membantu mencegah masalah inkontinensia urine, serta dapat
melenturkan jaringan perineum sebagai jalan lahir bayi. Sehingga seluruh
ibu harus dimotivasi untuk menggerakan otot dasar panggul sedikit-
sedikit dan sesering mungkin, perlahan dan cepat pada masa mendekati
persalinan. Prosedur senam Kegel dapat diingat dan dilakukan bersama
aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan ibu sehari hari. Seperti saat ibu
duduk di kamar mandi setelah berkemih dan ini adalah posisi relaks untuk
mengkontraksi otot tersebut, serta pada saat ibu ingin tidur dan dalam
keadaan apapun.
Latihan kegel akan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap
penyembuhan luka perineum dengan dilakukannya arahan pelaksanaan
senam kegel dapat meningkatkan kemampuan fisik manusia apalagi jika
dilaksanakan dengan tepat dan terarah, karena dengan latihan kegel dapat
memperkuat otot-otot dasar panggul terutama otot pubococcygeal
sehingga wanita dapat memperkuat otot-otot saluran kemih dan otot-otot
vagina sehingga berefek terhadap percepatan proses penyembuhan luka
perineum. selain kegel banyak gerakan yang dapat dilakukan oleh ibu post
partum diantaranya adalah mengangkat panggul secara bertahap dan lain-
lain.
5. Pemberian Sayur Daun Katuk Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu
Multipara (Triananinsi et al., 2020)
Sayur daun katuk terbukti mempunyai efek positif dalam
meningkatkan produksi ASI pada ibu nifas. Daun katuk dapat
dikonsumsi dengan mudah, daun katuk dapat direbus dan diproduksi
sebagai fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Produksi
ASI berpengaruh terhadap kecukupan ASI, penurunan produksi ASI
pada beberapa hari pertama setelah melahirkan dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, termasuk makanan, ketenangan jiwa dan fikiran, pola
istirahat,
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Judul Kasus
Asuhan Kebidanan Nifas pada Ny. Y usia 27 Th P1A0 Postpartum 6 Jam di
PMB Edith Safarina, S.Tr.Keb.
B. Pelaksanaan Kasus
1. Hari/Tanggal : Sabtu/ 27 November 2021
2. Pukul : 05.00 Wib
3. Tempat : PMB Edith Safarina, S.Tr.Keb
4. Pengkaji : Arini Ahmad
C. Identitas Pasien
Nama Ibu : Ny. Y Nama Ayah : Tn. P
Umur : 27 Tahun Umur : 23 Tahun
Suku : Dayak Suku : Dayak
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Honorer
Alamat : Ds. Hapalam Alamat : Ds. Hapalam

D. Manajemen Asuhan Kebidanan (SOAP)


Data Subjektif:
- Ibu mengatakan telah melahirkan bayinya pkl. 22.55 WIB (tgl 26 Nopember
2021), dan merasa senang atas kelahiran bayinya.
- Ibu mengatakan masih sakit pada area jahitan di perineum
- Ibu mengatakan perut nya masih terasa mulas
- Ibu mengatakan bayi nya menyusu dengan kuat
Data Objektif:
- K/U : Baik, Kes : Compos Mentis
- TTV : TD : 110/70 mmHg, N: 76 x/menit, Rr: 20x/menit, S: 36,6°C
- BB: 64 kg, TB: 156 cm, Lila: 27 cm
- Pemeriksaan Fisik:
Kontraksi uterus baik, uterus teraba keras, TFU 2 jari bawah pusat
Payudara : Kolostrum (+)
Pengeluaran Pervaginam : Lochea Rubra
Kandung kemih : kososng, Laserasi derajat II
Assesment :
Diagnosa : Ny. Y usia 27 tahun P1A0 Post partum 6 jam.
Masalah : - mules pada perut
- Nyeri pada area perineum
Kebutuhan: - KIE tentang involusio uteri
- KIE tentang mobilisasi dini
- KIE tentang perawatan perineum
Planning :
1. Melakukan komunikasi teraupeutik; Ibu merespon dengan baik.
Rasional:
Komunikasi terapeutik dapat membantu klien memperjelas beban
perasaan pikiran, dapat mengurangi kecemasan klien. Komunikasi yang
efektif menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pasien (Paju &
Dwiantoro,2018)
2. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan; Ibu mengerti dengan penjelasan
yang diberikan.
Rasional:
Saat seseorang sakit, mereka cenderung ingin mengetahui tentang
kondisinya, hasil dari pengkajian yang dilakukan, termasuk diagnosis
dan rencana asuhan Informasi yang diperoleh pasien memiliki peran
penting terhadap kepuasan pasien akan pelayanan Kesehatan (Fakhrina
& Yuswardi, 2018)
3. Memberikan KIE tentang mules yang ibu rasakan merupakan hal yang
wajar dialami ibu masa nifas. Hal ini dikarenakan kontraksi otot-otot
yang membantu proses involusi yang mulai setelah plasenta keluar; Ibu
mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
Rasional:
Involusi uteri didefinisikan dengan kembalinya uterus kepada keadaan
sebelum hamil, diukur dengan melihat tinggi fundus uteri menggunakan
jari. Kelancaran proses involusi dapat dideteksi dengan pemeriksaan
lochea, konsistensi uterus dan pengukuran tinggi fundus. Apabila
kontraksi otot pada uterus lambat dan kurang baik. Kontraksi uterus
yang jelek sangat memungkinkan akan mengalami tombosis, degenerasi
pada uterus dan endometrium yang lambat, sehingga pembuluh darah
menjadi beku dan bermuara pada bekas implantasi plasenta (Indra
Gunawan, 2017)
4. Memberikan KIE tentang mobilisasi dini, kegiatan bergerak ringan
untuk tujuan kesehatan pada periode awal nifas: miring kanan-kiri,
latihan duduk, latihan berjalan, senam pernafasan, latihan dasar panggul,
serta sikap postur tubuh yang benar; Ibu mengerti dan bersedia
mengikuti anjuran yang diberikan.
Rasional:
Ibu postpartum dapat melakukan mobilisasi dini dengan baik, meskipun
ada sedikit rasa nyeri namun ibu dapat menahannya. Dengan
kemampuan ibu melakukan gerak/mobilisasi sedini mungkin akan
memberikan kepercayaan diri bagi ibu bahwa ibu merasa sehat sehingga
hal ini sangat menguntungkan bagi pemulihan ibu paska bersalin.
Selain itu, dengan mobilisasi dini, ibu dapat terhindar dari keluhan otot
kaku, sendi kaku. Mobilisasi dini juga dapat menegurangi nyeri, dapat
memperlancar peredaran darah, meningkatkan pengaturan metabolisme
tubuh, kerja organ-organ cepat pulih, termasuk membuat proses involusi
uteri makin efektif (Kasanah & Alika, 2020)
5. Memberikan KIE tentang perawatan luka, yaitu dengan melakukan
vulva hygiene yang benar, agar luka tersebut cepat sembuh dalam waktu
6-7 hari. Yaitu cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan luka, lepas
pembalut yang kotor dari depan ke belakang, bersihkan daerah kelamin
sampai ke anus dengan sabun menggunakan air mengalir, setelah BAK
dan BAB cebok dari arah depan kearah belakang, ganti pembalut
setiap habis BAK dan BAB atau bila terasa pembalut sudah penuh dan
tidak nyaman lagi, keringkan dengan waslap atau handuk dari depan ke
belakang; Ibu mengerti dengan penjelasan dan bersedia mengikuti
anjuran yang diberikan.
Rasional:
Tujuan perawatan perineum adalah mencegah terjadinya infeksi
sehubungan dengan penyembuhan jaringan. Teknik vulva hygiene
sangat
penting untuk meningkatkan kesehatan terutama pada ibu postpartum
yang harus selalu menjaga kebersihan dirinya pada daerah genetalia
terutama pada daerah luka sehingga akan mempengaruhi proses
penyembuhan luka menjadi sembuh normal (Herlina et al., 2018)
6. Memberikan KIE tentang kebutuhan nutrisi, menganjurkan ibu untuk
tidak berpantang makanan, mengkonsumsi makanan yang bergizi
seimbang, seperti nasi, sayuran hijau terutama sayur katuk dan bayam,
ikan, daging, dan buah-buahan; Ibu mengerti dan mau mengikuti anjuran
yang diberikan.
Rasional:
Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka serta persiapan proses laktasi aktif (Kemenkes, 2016)
7. Menganjurkan ibu untuk konsumsi putih telur untuk
mempercepat penyembuhan luka perineum, telur ayam kampung di
rebus dan dimakan bagian putih nya 1 kali dalam satu hari selama tujuh
hari; Ibu bersedia mengikuti anjuran yang diberikan
Rasional:
Putih telur ini aman dikonsumsi oleh ibu nifas yang memiliki luka
jahitan perineum karena efek dari protein ini sangat membantu dalam
pembentukan kembali sel jaringan yang rusak (Azizah & Alifah, 2018)
8. Memberitahu ibu tanda bahaya pada masa nifas seperti perdarahan
postpartum, Infeksi pada masa postpartum, uterus lembek, lochea
berbau busuk, payudara beurbah menjadi merah, panas dan terasa sakit,
demam, jika terdapat salah satu segera ke fasilitas Kesehatan terdekat;
Ibu mengerti dengan penjelasan yang di berikan.
Rasional:
Tanda-tanda bahaya postpartum adalah suatu tanda yang abnormal
mengindikasikan adanya tanda bahaya atau komplikasi yang dapat
terjadi selama masa nifas (Kemenkes, 2016).
9. Melakukan dokumentasi; Pendokumentasian telah dilakukan.
Rasionalisasi: Dokumentasi kebidanan merupakan suatu catatan otentik
dalam pemberian asuhan kebidanan yang dapat dijadikan bukti untuk
melihat kualitas asuhan dan sebagai aspek legal suatu asuhan bila ada
persoalan hukum (Pitriani & Andriyani, 2021)
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada hari Jumat tanggal 26 Nopember 2021 pukul 22.55 WIB ibu
melahirkan dengan spontan pervaginam. Pada tanggal 27 Nopember 2021 pkl.
05.00 WIB dilakukan pengkajian pada ibu nifas, ibu mengatakan senang atas
kelahiran anaknya, masih sakit pada area jahitan di perineum, perut nya
masih terasa mulas, dan bayi nya menyusu dengan kuat.
Bidan melakukan anamnesa lengkap pada ibu, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil TD: 110/70 mmHg, N: 76 x/m,
R: 20 x/m, S: 36,6’C, BB: 64 kg, TB: 156 cm, Lila: 27 cm. Pemeriksaan Fisik:
Kontraksi Uterus Baik, Uterus teraba keras, TFU 2 jari bawah pusat, Payudara:
Kolostrum (+), Pengeluaran Pervaginam: Lochea Rubra, Kandung Kemih:
Kosong, Laserasi Derajat II.
Langkah ini dilakukan identifikasi masalah yang benar terhadap diagnosa
dan masalah serta kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-
data dari hasil anamnesa yang dikumpulkan. Data yang sudah dikumpulkan
diidentifikasi sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Bidan
mendiagnosa Ny. Y P1A0 Postpartum 6 jam. Selama masa nifas berlangsung,
ibu akan mengalami banyak perubahan, baik fisik maupun psikologi walaupun
sebenarnya sebagian bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan
pendampingan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan
akan terjadinya keadaan patologis. Banyak para ibu yang tidak mengetahui
pentingnya perawatan pasca melahirkan dikarenakan para ibu tidak begitu
memahami dan tidak tahu bagaimana kebutuhan yang seharusnya diperlukan
dalam proses pemulihan alat reproduksi ke semula sebelum melahirkan. Seperti
pentingnya kebutuhan kebersihan yang sangat membantu proses pemulihan alat
genitalia, agar tidak terjadi infeksi (Nuryati dkk, 2017).
Masa nifas berlangsung selama 6 minggu. Pada masa ini terjadi
perubahan-perubahan fisiologis yaitu salah satunya adalah laktasi atau
pengeluaran air susu. Masa laktasi mempunyai tujuan yaitu untuk meningkatkan
pemberian ASI ekslusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur

72
2 tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh secara
alami. Diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan produksi ASI semasa nifas
salah satunya adalah dengan perawatan payudara sehingga hak-hak bayi untuk
mendapatkan asi dari ibunya terpenuhi (Elvira dkk, 2017).
Asuhan kebidanan yang diberikan di antara nya KIE tentang nyeri perut
(involusi uterus), KIE tentang mobilisasi dini, dan KIE tentang perawatan luka
dan cara mempercepat penyembuhan pada luka. Selain itu memberikan KIE
tentang nutrisi pada masa nifas, untuk memperlancar ASI dengan konsumsi
sayur katuk.

73
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Ny. Y P1A0 PostPartum 6 Jam, ibu mengatakan senang atas kelahiran
anaknya, masih sakit pada area jahitan di perineum, perut nya masih terasa
mulas, dan bayi nya menyusu dengan kuat. pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan hasil TD: 110/70 mmHg, N: 76 x/m, R: 20 x/m, S: 36,6’C,
BB: 64 kg, TB: 156 cm, Lila: 27 cm. Pemeriksaan Fisik: Kontraksi Uterus
Baik, Uterus teraba keras, TFU 2 jari bawah pusat, Payudara: Kolostrum (+),
Pengeluaran Pervaginam: Lochea Rubra, Kandung Kemih: Kosong, Laserasi
Derajat II. Asuhan kebidanan yang diberikan di antara nya KIE tentang nyeri
perut (involusi uterus), KIE tentang mobilisasi dini, dan KIE tentang
perawatan luka dan cara mempercepat penyembuhan pada luka. Selain itu
memberikan KIE tentang nutrisi pada masa nifas, untuk memperlancar ASI
dengan konsumsi sayur katuk. Pendokumentasian dilakukan dengan
menggunakan SOAP.
2. Saran
a. Klien
Diharapkan ibu dan suami dapat melaksanakan segala anjuran yang
diberikan dan dapat mengaplikasikan nya sebagai upaya untuk
mengurangi nyeri luka di perineum, dan memperlancar ASI.
b. Mahasiswa
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dan literatur untuk
meningkatkan dan mengembangkan mutu pembelajaran dalam asuhan
kebidanan berdasarkan evidence based midwifery pada masa nifas.
c. Lahan Praktik
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk dapat
meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan berdasarkan evidence
based midwifery pada masa nifas.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, F. M., & Alifah, M. (2018). Pengaruh Pemberian Putih Telur Terhadap
Lama Penyembuhan Luka Perineum. Jurnal Keperawatan, 11(2), 14–
21.
Djama, N. (2018). Pengaruh Konsumsi Daun Kacang Panjang Terhadap
Peningkatan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui. Jurnal Riset Kesehatan,
7(1),5. https://doi.org/10.31983/jrk.v7i1.3133
Fakhrina, D., & Yuswardi. (2018). Pemenuhan Hak Pasien Atas Informasi
OlehPerawat Patients Right of Information Fulfillment By the Nurse.
JIM FKep,3(3), 1–5.
Fitri, E. Y., Aprina, A., & Setiawati, S. (2020). Pengaruh Senam Kegel
terhadap Penyembuhan Luka pada Ibu Post Partum. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, 15(2), 179.
https://doi.org/10.26630/jkep.v15i2.1844
Herlina, Virgia, V., & Wardani, R. (2018). Hubungan Teknik Vulva Hygiene
Dengan Penyembuhan Luka Perinium Pada Ibu Post Partum. Jurnal
Kebidanan, 4(I), 5–10.
Indra Gunawan, T. A. (2017). Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum yang
Melaksanakan Senam Nifas. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik,
11(2),183–188.
Kasanah, U., & Alika, S. (2020). Efektifitas Mobilisasi Dini Dalam Mempercepat
Involusi Uteri Ibu Post Partum. Community of Publising in Nursing,
8(April), 11–16.
https://ocs.unud.ac.id/index.php/coping/article/view/58924
Paju, W., & Dwiantoro, L. (2018). Upaya Meningkatkan Komunikasi Efektif
Perawat. Keperawatan, 10(1), 28–36.
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article/view/6
5/46
Pitriani, R., & Andriyani, R. (2021). Penerapan Pendokumentasian Asuhan
Kebidanan Dengan Metode S-O-a-P Pada Praktik Bidan Mandiri.
Jurnal Kebidanan Malahayati, 7(3), 544–547.
https://doi.org/10.33024/jkm.v7i3.3641
Triananinsi, N., Andryani, Z. Y., & Basri, F. (2020). Hubungan Pemberian
Sayur Daun Katuk Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Multipara Di
Puskesmas Caile The Correlation of Giving Sauropus Androgynus
LeavesTo The Smoothness of Breast Milk In Multiparous Mother At
Caile Community Health Centers. Journal of Healthcare, 6(1), 12–
20.
Fitriahadi, E & Utami, I . 2018. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas
Beserta Daftar Tilik. Yogyakarta : UNISA
Mariati, 2018, ‘Perawatan Diri Berbasis Budaya Selama Masa Nifas Pada Ibu
postpartum. Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. 6, No. I, hh. 48 – 56
Mustika,D.N & Nurjanah, S. 2018. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Nifas.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Seniorita, D. 2017, ‘Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang
Kebutuhan Dasar Selama Masa Nifas Di Rumah Bersalin
Srikaban Binjai Tahun 2016’ , Jurnal Ilmiah Kohesi, Vol. 1, No. 1,
hh. 32 – 42.
Siregar, D 2017, ‘Hubungan Pengetahuan Ibu Post Partum Dengan Teknik
Menyusui Yang Benar di Klinik Mariana Medan, Jurnal
JUMANTIK, Vol. 2, No.2, hh. 115 – 125
Sukma, F. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta :
Fak
Wahyuni, E.D.,2018. Bahan Ajar Kebidanan Asuhan Kebidanan Nifas
dan
Menyusui. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai